Kesebalan
Lista terhenti ketika Ando menelponnya, “Tarik napas, keluar perlahan.
Bagus, ulangi lagi.” Lista mengucapkan dalam hati sebelum mengangkat
telponnya. “Halo..”
“Hai
kak Lista...” Suara Lily yang polos terdengar membuat Lista bingung kenapa
suara Ando berubah menjadi sekecil dan seimut ini, “Hai juga sayang, ada apa
nelpon malam – malam? Kak Ando mana?”
“Lagi
kerja, kakak. Lily bosan di kamar sendiri. Kebetulan kak Ando lupa bawa ponsel.
Yaudah deh, Lily ambil buat nelpon kakak. Jangan bilang – bilang yah kak,” Lily
menjelaskan dengan suara yang bikin gemas membuat Lista membayangkan ekspresi
Lily yang sembunyi – sembunyi mengambil ponselnya lalu tertawa.
“Bukannya
dia jalan sama si Karen? Ahh... mungkin baru pulang langsung kerja kali,”
“Beres...”
Dan meluncurlah cerita Lily tentang apa saja yang tak mungkin dia ceritakan ke
Ando. tentang teman – temannya, cowok – cowok yang dekat – dekat dengannya, dan
Lista dengan sabar mendengarkan, memberi saran sesuai umur Lily yang baru 8
tahun itu.
“Kak,
kak Ando minggu depan ulang tahun loh, kakak mau ngasih dia apa?” Lista kaget
mendengar ucapan Lily. Ando ulang tahun di saat mereka di Bali nanti? Waw!
“Ada deh...” dan Lily terdengar merajuk. Membuatnya tertawa, “Kalau kakak kasih tau kamu, ntar bukan suprise lagi dong?” Dia memberikan alasan yang cukup logis untuk diterima Lily. Karna dia sebenarnya pun baru tau hari ini.
“Ada deh...” dan Lily terdengar merajuk. Membuatnya tertawa, “Kalau kakak kasih tau kamu, ntar bukan suprise lagi dong?” Dia memberikan alasan yang cukup logis untuk diterima Lily. Karna dia sebenarnya pun baru tau hari ini.
“Iya
yah, ntar kakak mau gak temanin Lily beli kado buat kak Ando? Lily mau beliin
dia, kak. Temanin yah.” Suara Lily memohon membuat Lista mengangguk tanpa ragu,
“Oke deh. nanti kakak pilihin yang cocok buat kak Ando, oke?”
“Oke
deh kak.” Dan mereka tertawa bersama. Lista sudah melupakan kekesalannya dengan
Ando karna cerita – cerita Lily yang menggemaskan.
♥ ♥
Ando memijit pundaknya sendiri yang kelelahan
karna berada di kamar kerja kakaknya selama 4 jam lebih. jam di dinding
menunjukkan pukul 12 malam. Dia menguap berkali – kali dan seolah teringat
sesuatu, dia berdiri sambil meraba – raba kantongnya.
“Ponsel
gue mana yah?” dia bertanya pada dirinya sendiri dan mulai mencari di mejanya,
namun tak jua ditemukan.
Dia
mulai mengingat – ingat, lalu menepuk kening sendiri, “Ponsel gue kan dikamar
sama Lily. Ckckckck.. semakin hari semakin pelupa aja gue.” Gerutunya dan
bergegas melangkah keluar kamar dan menutup pintu lalu dikuncinya.
Di
kamar, dia mendengar suara cekikikan khas Lily yang entah bicara dengan siapa,
keningnya berkerut dan memutuskan untuk menguping.
“Iya
kak Lista. Tiap pembagian raport, pasti semua teman – teman Lily noleh ke kak
Ando semua, ckkckck... ketika ada yang nanya kemana ortu Lily, lily jawab kalau
mereka meninggal waktu masih bayi. Dan mereka diam saja kak.” Penjelasan Lily
membuat Ando terdiam. Dia memang tak bohong kalau orang tua Lily meninggal
sejak bayi. Tapi dia bilangnya meninggal karna kecelakaan pesawat, bukan karna
papahnya meninggal bunuh diri dan mamanya karna kanker. Dia merasa itu bukan
penjelasan yang bagus untuk diterima oleh anak umur 8 tahun yang tak tau
kemelut orang dewasa. Mungkin bila Lily sudah besar, dia akan menceritakan
semuanya.
“Kak,
tau gak, kak Ando pernah ngigau loh soal kakak,” Suara Lily membuat Ando
langsung menajamkan telinganya sambil mengingat – ingat. “Kapan gue
ngigaunya?”
“Waktu
itu, Lily kebangun gara – gara haus, terus dengar kak Ando manggil kak Lista
dengan...” Suaranya terhenti dan menoleh ke pintu ketika Ando masuk ke kamar.
“Lily...”
Panggil Ando ketika melihat ponselnya di tangannya yang cengengesan. Seolah tak
apa – apa, dia berjalan ke arah Ando dan memberikan ponselnya, “Habis Lily
bosan kak. Jadi nelpon kak Lista deh.” Dia membela diri ketika kakaknya sperti
menuntutnya.
“Ini
udah jam 12 malam, Lily. Tidur deh. kasian kak Lista gak bisa tidur karna
kamu.”
Lily
mengangguk patuh lalu mengambil ponsel Ando dan meletakannya di telinga, “Kak,
kak Ando udah datang. Lily tidur dulu yah, bye kak Lista, ntar Lily ceritain
lagi deh kelanjutannya gimana. muah...” Ucapnya sambil memberikan kecupan jarak
jauh pada Lista dan dia mengerling ke Ando, “Lily bobo dulu yah,” dan Ando
menundukkan badannya agar Lily mencium pipinya. Cewek itu menurut dan langsung
lari ke tempat tidur. Dan Ando pun keluar dari kamarnya.
“Hai...”
Sapa Ando ketika dia sudah berada di balkon. Kadang, jam berapapun, dia sering
nongkrong di balkon atas untuk melihat bintang – bintang lebih jelas. Dan
untungnya dia tak pernah melihat makhluk halus berseliweran di depannya.
“Hai...
gimana jalan – jalan sama si Karen?” Lista langsung melempar “bom” ke arah
Ando. dan tanpa disadarinya, cowok itu tersenyum.
Entah
kenapa, Ando menikmati saat – saat Lista merajuk, “Asik kok. gue nemu kameranya
dan dia ngasih banyak referensi soal itu, mulai dari spesifikasinya,
keunggulannya, dan... Halooo.. haaloo..” Terdengar suara telpon diputus
sepihak. Dia berusaha menghubunginya, namun langsung terdengar bahwa telpon
yang dituju sedang tidak aktif. Dia tersenyum sendiri.
“Cemburu
dia.”
♥♥
“Kurang
asem! Awas!” Lista duduk di dapur yang seperti bar di cafe dan meminum
yang sangat dihindarinya. Sprite sebotol penuh habis diteguknya. Kalau sudah
stres, apa yang jadi anti pun akan diminum Lista. Termasuk minuman soda yang
dia tau ini punya Kak Bian.
“Gue
juga bego kenapa nanya kayak gitu?! Ya pasti dijawab lah! Emang lo pengen jawab
apa, Lista? Jawab, “Gak kok, Lista. Gue langsung pulang setelah nganter lo.”
begitu? Itu hanya akan terjadi dalam mimpi gue!” Desisnya sambil terus
meminum sodanya tanpa ampun.
Tiba
– tiba di saat dia ingin menuang lagi dalam gelasnya, ada yang mengambil botol
itu dari belakangnya, “Kamu pengen besok pagi sakit perut, Lista?” Terdengar
suara berat, namun seksi itu di belakangnya. Membuat Lista mendadak susah menelan
ludah. Dia berbalik dan cengengesan.
“Hai
pah,” Dia tersenyum ketika melihat papahnya, Putra mengangkat botol tinggi –
tinggi dengan tangan kiri berkacak pinggang dan tersenyum miring. Membuatnya
sempat merasa terpesona. “Rupanya ini senyum yang bikin nyokap gue klepek –
klepek. Gue mungkin kalau seumuran mama, bakalan lebih dari kelepek – kelepek
dibuatnya.”
Saking
terpesona, dia tak sadar papahnya sekarang duduk di sampingnya. Menatap
dirinya. “Gak tidur? Udah jam berapa nih?” Dia melirik jam di dinding dan
senyum miring itu hadir lagi. Seperti senyum menggoda. Namun yang ini lebih
maut dari Bian. “Jam 12.30 pagi. Hmmm...”
“Papah
sendiri kenapa gak tidur jam segini?”
“Kenapa yah?” Putra balik bertanya dan mengacak rambut Lista, “Buat patroli siapa yang dari anak papah gak tidur jam segini dan menghabiskan soda sebotol penuh. ada masalah yah?” Pertanyaan, didukung dengan tatapan mata yang berubah awas, membuat Lista kagok dibuatnya. Dia baru memperhatikan kalau warna mata papahnya lebih hijau dan terang darinya dan kak Bian.
“Kenapa yah?” Putra balik bertanya dan mengacak rambut Lista, “Buat patroli siapa yang dari anak papah gak tidur jam segini dan menghabiskan soda sebotol penuh. ada masalah yah?” Pertanyaan, didukung dengan tatapan mata yang berubah awas, membuat Lista kagok dibuatnya. Dia baru memperhatikan kalau warna mata papahnya lebih hijau dan terang darinya dan kak Bian.
“Patah
hati mungkin, pah.” Terdengar suara lain menimpali. Membuat mereka menoleh dan
melihat Bian masuk dapur dengan rambut acak – acakan khas bangun tidur berjalan
linglung sambil mengambil air minum dan meneguknya. Wajahnya terlihat sangat
puas ketika air segelas penuh itu meluncur mulus membasahi tenggorokannya lalu
memandang Lista dengan cengiran. Ada godaan baru, begitu pikirnya.
“Tumben
papah gak tidur jam segini? Kenapa, pah? Diusir mama dari kamar yah?” Tanyanya
asal membuat Putra tertawa.
“Emang mamamu berani ngusir papah?” Putra balik bertanya disertai kedipan mata. Membuat Bian yang paham maksudnya, tertawa terbahak – bahak. Lista geleng – geleng dibuatnya dan memutuskan hendak meminum lagi. Namun gelasnya di ambil Bian dan isinya diteguk habis.
“Emang mamamu berani ngusir papah?” Putra balik bertanya disertai kedipan mata. Membuat Bian yang paham maksudnya, tertawa terbahak – bahak. Lista geleng – geleng dibuatnya dan memutuskan hendak meminum lagi. Namun gelasnya di ambil Bian dan isinya diteguk habis.
“Kak!”
Lista jengkel dan berteriak. Membuat papahnya langsung menempelkan jari
telunjuk di bibirnya sendiri. Menyuruh Lista diam. “Ntar mamamu ngamuk kalau
kamu gak tidur jam segini dan duduk sendiri.”
“Habis
kak Bian ngeselin pah!” Ucapnya manja. Entahlah, kalau sudah dekat dengan papah
gantengnya ini, begitu julukannya, dia bisa berubah sangat manja. Bahkan lebih
manja dari anak kecil.
“gue
Cuma gak mau lo sakit perut keesokan paginya minum soda malam – malam. Lagian
juga, gak keren banget minum soda, sesekali alkohol atau wine begitu
pelariannya bila ada masalah.” Bian bicara asal dan membuat Putra melotot ke
arahnya.
“Kamu
jangan ngajarin adikmu hal ngaco begitu.” Putra menegurnya dan Bian Cuma
tersenyum simpul. “Bercanda, pah.” Jawabnya dan duduk di samping Lista. Membuat
cewek itu berada di tengah – tengah mereka. Siap diinterogasi.
“Ada
masalah yah dengan Ando?” Tanya Putra membuat Lista mendadak seperti menelan
sebongkah batu besar dari tenggorokannya. “Gg...gak kok pah. Biasa aja. Papah
sotoy nih.”
“Yakin?
Kok gue merasa mencium bau adanya pertengkaran yah?” Bian balik bertanya dan
mengedip jahil. Dia tau kelemahan adiknya yang tak bisa digoda sedikit. Berbeda
dengan kakaknya, semakin digoda, semakin ngamuk.
Lista
mengerang dalam hati, “Kenapa hari ini gue penuh diinterogasi yah? Udah pah,
kak Bian, silahkan balik badan dan tidur!” Gerutu Lista dalam hati.
“Lo
kali yang terlalu sering bertengkar dengan kak Rika jadinya merasa begitu. Gue
baik – baik aja, kak Bian tersayang. Beneran deh.”
“Yakin?”
Tanya Putra dan Bian bersamaan dan menatap Lista tepat di manik mata. Membuat
cewek itu merasa diserang habis – habisan.
“Suerrrrr
deh! Dih, papah sama kak Bian kenapa sih?! Ini urusan remaja. kalian yang orang
dewasa gak boleh tau!”
“Tuh
kan...” Bian tersenyum menang seolah – olah dia baru saja diumumkan mendapat
hadiah utama malam ini, “Gue yakin lo ada masalah sama dia. Kalau gak, lo gak
akan habisin soda gue sebotol penuh mengingat lo sendiri anti minum soda.”
Dan
papahnya mengangguk setuju, “Lagipula, papah sama Bian juga pernah mengalami
masalah remaja, seperti kamu. Tapi... mungkin sebaiknya papah gak usah tau kali
yah?” papahnya terlihat berpikir – pikir dan tersenyum, “kalau begitu, mungkin
sebaiknya papah mengurusi urusan orang dewasa dengan tidur lagi. Takutnya nanti
mama kamu ribut lagi papah mendadak hilang dari kamar. Bye.” Dia mencium
kening kedua anaknya dan berbalik menuju kamar. Lalu terhenti dan menatap
Lista, “ Kamu tidur deh. udah lewat tengah malam. Adaaa....” Wajah Putra
berubah mimik seolah – olah ada yang mengerikan dibelakangnya. Namun Lista tak
terpancing. Malah dia tertawa terbahak – bahak. Putra pun tersenyum melihat
anaknya tertawa lagi dan berjalan menuju kamarnya.
Lista
melirik Bian yang siap mendengarkan curhatnya, “Gak tidur kak?”
“Gue
akan tidur kalau lo juga tidur, dek. Bukannya duduk sendiri disini kayak orang
patah hati. Minum soda gue lagi. Besok gantiin yah,”
“Sip
kak. Gue tidur dulu deh. Udah ngantuk. Bye,” Lista mencium pipi kakaknya
dan berjalan meninggalkannya. lalu menoleh ketika Bian memanggilnya, “Kenapa
kak?”
Bian
tersenyum, “Kalau ada masalah, cerita sama gue atau kak Rika yah. kami siap
dengerin kok. apapun masalah lo.”
Lista
mengangguk, “Oke deh kak.” Jawabnya riang dan berlari masuk kamar.
Sepeninggal
Lista, Bian termenung sambil memandang gelas yang diminum adiknya itu. “Kira
– kira kenapa yah?”
♥
♥
“Ma...”
Lista berteriak sambil turun dari tangga dan menghampiri mamanya yang asyik
memasak bersama Erika. Bian dan papahnya sedang berada diluar untuk
membersihkan mobil.
Erza
melongok dari dapur, bingung melihat anak bungsunya berteriak dari atas,
“Kenapa, Lista?”
“Lista
berangkat dulu yah, telat nih.” Lista buru – buru mencium tangan mamanya dan
berlari mendekati kakaknya, Erika lalu mencium pipinya. Membuat cewek itu
kaget.
“Ando
gak jemput lo, dek?” Erika menghentikan memotong sayuran di tangannya dan
berkerut kening melihat adiknya yang satu ini.
Lista
memutar bola matanya. Sejak beberapa hari yang lalu dimana cowok itu bilang
jalan sama Karen, dia berusaha menjauhinya. Bahkan tak jarang dia bersembunyi
di perpustakaan selama istirahat agar Ando tak menemukannya. Dia males melihat
cowok itu, ditambah dengan Karen yang selalu berada disampingnya, bahkan mengikuti
semua ekskul yang diikuti Ando. entah kenapa membuat kepalanya serasa ada
gunung merapi yang siap meletus kapan saja, “Gak.” Lista menjawab singkat dan
Erika langsung mengerti.
“Hati
– hati yah,” Ucap mamanya dan Lista langsung mengacungkan jempol. Saking terburu
– buru, dia hampir saja menabrak kak Bian yang membawa ember berisi air kotor,
lap mobil disampirkan di pundak, dan wajah serta tangan berlepotan oli tanda
salah satu dari mobil di garasi sedang di “operasi” oleh kakaknya. Dia tertawa
seketika melihat Bian nyengir dengan penampilan seperti ini, “Kenapa lo dek?”
“Gak...
gak... lucu kak, hahahahaa..” Lista tertawa terbahak – bahak melihat penampilan
kakaknya yang diperhatikan lebih teliti hanya mengenakan baju kaos dan boxer
bewarna hitam. Di belakang kakaknya, penampilan papahnya tak jauh beda.
Lista
melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan jam 06.30 dan memekik kaget,
“Lista mau sekolah dulu kak, dadahhh...” Dia mencium pipi kak Bian yang tak
berlepotan oli dan mencium tangan papahnya lalu berlari ke garasi untuk
mengambil sepeda.
Lista
keluar dari rumah dengan membawa sepedanya, entah kenapa dia menoleh ke
belakang dan terkejut di kejauhan, samar – samar dia melihat sekilas mobil Ando
menuju kemari, dengan cepat dia mengayuh sepedanya sebelum mereka bertemu dan
rencananya buyar.
♥
♥
Sekilas namun tak terlalu jelas, dia melihat siluet
Lista di depan rumahnya yang mengayuh sepeda dengan cepat. Membuat Ando semakin
mempercepat mobilnya. Lily sudah diantar ke sekolah oleh Pak Parto, supir
kantornya karna cowok itu terlambat bangun. Dia buru – buru berangkat agar bisa
menjemputnya karna suda beberapa hari ini Lista menghindar setiap di dekati.
Setiap dia hendak mendekati Lista yang sendiri, selalu saja Karen
menghampirinya dan bertanya apa saja tentang ekskul yang diikutinya. Membuatnya
lupa dengan Lista dan ketika berpaling, tau – tau cewek itu hilang dari
pandangan.
Ando
menghentikan mobilnya di depan rumah Lista dan turun lalu berjalan menuju rumah
gadis itu. Entah kenapa hatinya berharap, yang diliatnya tadi itu bukanlah
Lista.
Dia
mengetuk pintu dan melihat kak Erika yang membukakannya, dia tersenyum sopan,
“Kak, Listanya ada?”
Erika
menggeleng minta maaf, “Lista baru aja berangkat, Ndo. Tadi buru – buru dia
berangkat sampai lupa sarapan. Tau tuh anak akhir – akhir ini kayak dikejar
hantu aja setiap berangkat sekolah. Buru – buru terus.” Jelasnya panjang lebar.
Ando hanya tersenyum.
“Menghindar
lagi yah? hmmm... main petak umpet nih anak ceritanya sama gue. Oke deh,”
“Oh,
yaudah kak. Makasih yah,” Dia pamit sambil tersenyum sopan dan setengah berlari
menuju mobilnya.
Erika
memandang kepergian Ando dengan kening berkerut. Tak menyadari Bian sudah
berada di belakangnya dan tercium bau harum dari tubuh adiknya. Dia menoleh ke
belakang dan melihat cowok itu mengacak rambutnya yang basah dengan handuk
kecil tanda dia selesai mandi. “Tumben lo langsung mandi, dek.” Ucapnya dan
Bian hanya tersenyum.
“Iya
dong. gue kan cowok suka kebersihan. Percuma wajah ganteng tapi badan bau. Ntar
lo gak terpesona lagi dengan gue, kak. Hehehehe...” Godanya dan menautkan
sepuluh jarinya di tangan kakaknya sambil menutup pintu dan menguncinya.,
“Makan yuk. Tadi gue kesini disuruh mama ntuk manggil lo sarapan, kak.” Ucapnya
dan menarik kakaknya ke meja makan. Dan Erika entah kenapa, menurut saja
ditarik.
♥
♥
Karen mencoba menstarter mobilnya berkali –
kali. tapi mesinnya tak jua hidup. Dia melirik jam tangannya dan mendesis
jengkel sambil memukul stir hingga klaksonnya berbunyi. Mobilnya mogok tanpa
sebab.
Dia
mematikan mesin, keluar dari mobil dan membanting pintu dengan jengkel.
Wajahnya penuh kesal. Dia mengambil ponsel dan melihat sms Ando yang tak
dibalasnya karna malam tadi dia ketiduran. Dia sengaja bertanya apa saja pada
cowok itu dengan ekskul yang dia ikuti dimana Ando juga ada. Sejengkal pun tak
dilepasnya cowok itu dari pandangan. Dia terlalu terpesona hingga mendadak tak
beres.
Tiba
– tiba sebuah ide brilian muncul dari otaknya, tanpa ragu dia menekan tombol call
“Hallo, Ando... gue boleh minta tolong gak? begini, mobil gue mogok
tanpa sebab dan gue gak tau kenapa, dirumah gak ada yang bisa perbaikin. Gue
boleh gak nebeng lo? apa? Lo disekitar komplek gue? Oh...” Dia mendengus
jengkel ketika cowok itu disekitar sini karna hendak menjemput Lista. Tapi
ketika Ando menjawab Lista sudah pergi duluan, senyumnya hadir lagi. “kesempatan
emas. Asyik...” Bisiknya dalam hati.
“Lo
beneran mau? Gak papa nih? Yaudah, makasih banget yah. makasih... gue tunggu di
depan rumah aja deh, oke deh. bye,”
Karen menutup ponselnya dengan wajah puas dan menepuk – nepuk mobilnya,
“Ada untungnya juga lo mogok yah. gue jadi bisa dekatin Ando.” Ucapnya penuh
syukur.
Tiba
– tiba, supir papahnya muncul, “Kenapa mobilnya non Karen? Mogok yah?” Dan
Karen menoleh lalu mengangguk kaku. “Iya. Gak tau juga kenapa? Bisa diperbaikin?”
Supir
papahnya mengacungkan jempol, “bisa dong.” dia membuka kap mobil dan
memperbaiki mesinnya dan mengisi air aki lalu menutupnya dan membunyikan mesin
mobil yang kini mau menyala. “Sudah selesai nih. Cuma air akinya habis, non
Karen.”
Karen
mendadak panik dan menyuruh Mang Supri mematikan mesinnya. Tak mau rencana
gagal. “Matiin mang. Ntar siang aja Karen pakai soalnya sudah di jemput sih,”
Dia menoleh ke arah pagar dan bergegas berlari. Membuat Mang Supri berniat
menggodanya.
“Dijemput
siapa, Non Karen?”
Karen
menoleh dan tersenyum. Tepat mobil Ando di depan pagarnya dan mengklakson. Dia
tersenyum ke arah cowok itu dan menoleh ke belakang. Melihat betapa terpananya
supir itu melihat mobil Jeep yang dia
tau harganya sangat mahal itu berada di depan rumah.
“Calon
pacar.” Bisik Karen kepada supir itu yang kini mengangkat jempol tanda kagum.
Dia tersenyum lalu bergegas membuka
pagar rumah lalu masuk dalam mobil Ando.
“Udah
siap?” Tanya Ando ketika melihat Karen masuk dan duduk sambil mengenakan sabuk
pengaman. Dia sebenarnya merasa canggung ada cewek lain duduk di depan. Di
kursi dimana Lista sering duduk dan melakukan apa saja di mobilnya. Tapi ketika
cewek itu pergi, dan Karen menelponnya, entah kenapa dia langsung mengiyakan
tanpa pikir – pikir. “lagpula gue kan sudah lumayan kenal sama Karen dan dia
sering bantuin gue, jadi gak papa dong gue balas budi?” batinnya dalam
hati.
“Ndo...”
Karen mencolek lengannya dan dia langsung tersadar dan menatap cewek itu
langsung ke manik matanya yang coklat kehitaman. “Yuk...” Ando langsung
berpaling ke arah lain dan menginjak kopling, memasukkan gigi satu dan mobil
pun berjalan pelan meninggalkan rumah Karen.
♥
♥
Lista
mengucek – ucek matanya tak percaya. Berharap minus matanya bertambah drastis
hingga membuatnya rabun ketika dia asyik – asyiknya berdiri di balkon dan
melihat ke bawah, Karen keluar dari mobil Ando dan mereka berjalan bersisian.
Bahkan tak segan – segan Karen merangkul pundak Ando!MERANGKUL! Sedangkan dia
sendiri tak pernah sekalipun menyentuh pundak Ando yang tegap itu. Entah kenapa
rasanya dia ingin lompat saja ke bawah dan memarahi cowok itu habis – habisan
karna berduaan dengan cewek lain sedangkan dia pernah bilang tak pernah
mengajak cewek lain selain dirinya untuk duduk semobil dengannya.
“emang
gue siapa dia? Gue bukan pacar Ando. gue Cuma cewek yang terjebak situasi tak
menyenangkan yang menjadi pacarnya. Otomatis gue gak bisa marah kan dia dekat
dengan Karen? Tapi.... gue gak terimaaaa!!!” Lista berteriak dalam hati.
Tangannya meremas pegangan balkon dengan kuat sampai telapak tangannya memerah.
“Holly
shit!” akhirnya sebuah umpatan keluar dari mulut Lista dan kakinya
menendang tembok lalu bergegas masuk ke kelas ketika Karen sempat melihat ke
arahnya dan tak tanggung – tanggung melepas rangkulan di pundak dan berganti
merangkul lengannya.
“Gotcha.”
Bisik Karen puas ketika mendongkakkan wajahnya ke atas, Lista masuk ke
kelas dengan wajah emosi.
♥
♥
Seharian Lista benar – benar tak bisa didekati
siapa – siapa. Bahkan Shabrina pun kena dampratnya hanya karna cewek itu
menghilangkan penghapus. Padahal sebelumnya Lista bukan tipe cewek mudah emosi
hanya masalah sepele. Membuat sahabatnya bingung dan memutuskan bertanya dengan
nada hati – hati. Karna mereka tau ketika Lista mulai emosi, dia seperti
beruang tertusuk paku yang tak tau harus berbuat apa selain marah pada semua
orang.
“Lis...”
Shabrina memegang lengan Lista pelan, sangat pelan hingga tak kentara, tapi
karna dia lagi sensitif luar biasa, cewek itu langsung menoleh dengan tatapan
mata tajam. “Lo kenapa?” Tanyanya hati – hati. Cindy yang asyik berkutat dengan
matematika karna Ibu Arny tak masuk sehingga meninggalkan tugas tak tanggung –
tanggung sebelum mereka pulang, ikut menoleh.
Entah
kenapa, Lista menoleh ke arah Ando yang juga memperhatikannya dengan kening
berkerut. Dia memang menjauhi cowok itu dan selalu pergi kemana saja setiap
dipanggil. Sempat Ando menangkap lengannya, namun cewek itu menepis kasar dan
meninggalkannya yang bingung.
Emosinya
semakin memuncak ketika Karen entah datang darimana, duduk disamping Ando dan
menawarkan cemilan. Cowok itu menolaknya. Dan Karen rupanya tak ingin memaksa
lalu mendekatkan kursi ke samping Ando hingga siku mereka bersentuhan. Dengan
jarak yang sangat dekat, Karen menyodorkan soal matematika dan minta di
ajarkan. Ando pun tak menolak lalu mengajarinya. Sesekali diselingi canda
hingga tanpa sadar, Lista melihat dengan mata kepalanya sendiri, Karen menyandarkan
kepalanya di pundak Ando dan tangannya merangkul! Dia sendiri pun tak pernah
melakukan hal itu! Membuatnya frustasi tanpa sadar.
“Cukup
sudah!” Lista berpaling, mengambil tas yang berada di belakangnya lalu
membanting ke meja, memasukkan semua buku – bukunya, kecuali tugas
matematikanya, menendang meja keras dan berdiri. “Gue pulang. Tugas sudah
selesai gue kerjain. Bye.” Dia berjalan keluar kelas tanpa mempedulikan
satu kelas kini memperhatikannya. Termasuk Ando. Karen pun tersenyum simpul
seolah – olah tak menyadari bahwa semua ini salahnya.
Cindy
buru – buru mengecek tugas Lista. Memang selesai tapi tulisannya tak rapi.
Seperti ditulis penuh emosi dan banyak yang dicoret salah. Keningnya berkerut
dan bertatapan dengan Shabrina.
“Dia
kenapa?”
♥
♥
Ando
yang melihat Lista keluar kelas sambil menendang meja langsung memasukkan semua
tugasnya dalam tas dan menyusul keluar. Membuat Karen kaget. Ekspresi wajahnya
tak terima ketika cowok itu menjauh di saat romantis – romantisnya. “Gue mau
nyusulin Lista. Tugas gue kerjain dirumah aja. Lo pulang sama yang lain yah,
bye.” Ando pun berlari keluar sambil memanggil Lista yang kini dilihatnya
berlari. Meninggalkan Karen yang mengepalkan tangan di meja dan memukulnya.
“Sial,
sial!” Desisnya dan mengerjakan tugasnya dengan hati dongkol.
♥
♥
“Lo
kenapa sih?!” Ando menangkap lengan Lista ketika cewek itu berlari ke parkiran
sepeda dan membalik tubuhnya agar mereka berhadapan. Dia menatap mata Lista
yang penuh kemarahan.
“Bukan
urusan lo! permisi gue mau pulang!” Lista menepis kasar tangan Ando yang
memegang lengannya. Tapi tetap saja cowok itu tak mau melepasnya. Bahkan
semakin memegangnya kasar.
“Lo
ikut gue pulang!” putusnya sambil menarik Lista menjauh dari sepeda. Namun
cewek itu berontak.
“Kalau
gue pulang dengan lo, sepeda gue gimana? Ditinggal disini?! Mimpi aja sana
kalau gue mau!”
Ando
menghentakkan tangannya kasar dan menatap Lista tajam. Menghadapi Lista yang
penuh emosi dan menantang membuatnya juga tersulut emosi tanpa sadar. “Lo
tunggu disini!” Dia berjalan ke arah sepeda Lista yang untungnya adalah sepeda
lipat. Dia melipatnya dengan mahir. Tapi cewek itu menghalang – halanginya.
“Sepeda gue mau lo apain?! Balikin ke tempat asal!”
“Gue
lipat terus ditaroh ke mobil biar lo gak punya alasan untuk menghindar gue
lagi! Lo kenapa sih?!”
Lista
tak menjawab pertanyaan Ando, “Gue gak mau pulang dengan lo!”
Ucapan
Lista membuat gerakan Ando berhenti, “Kenapa?!”
Sejenak,
dia kehilangan kata – kata. Gengsi bilang bahwa dia marah melihat Ando berduaan
dengan Karen pagi tadi dan sebelum – sebelumnya. “Ya gue gak mau aja dan lo gak
bisa maksa gue untuk ikutin kemauan lo!”
Ando
benar – benar berhenti dan mendekati Lista. Membuat sepeda yang setengah
terlipat itu jatuh ke tanah. “Gue gak segan – segan akan melakukannya apapun
asal lo ikut gue. Termasuk mencium lo seperti yang kita lakukan dulu. Still
you remembered?”
“Dan
gue gak segan – segan akan menampar lo lebih keras sekali lagi bila sampai lo
melakukannya!” Lista menjawab garang. Mengabaikan semburat merah di wajahnya
karna ucapan Ando yang terdengar menggoda di akhir itu.
Ando
dibuat pusing. Ingin rasanya dia menggendong gadis itu kasar dan mengikatnya di
jok mobil agar tak kabur seperti yang dilakukannya dulu. Tapi dia tak ingin
Lista pergi menjauh lagi karna hal itu. Tiba – tiba nasihat Cindy agar mengalah
saja di kala Lista emosi terngiang ditelinganya dan dia menggemeratakkan gigi
dengan emosi tertahan. Bersabar menghadapi Lista di kala emosi adalah seperti
saran bunuh diri paling ampuh baginya.
“Elista
Maharani Pradipta,” Dia menghirup oksigen sebanyak mungkin dan berharap dapat
menenangkannya yang sudah emosi setengah mati menghadapinya, “Please, pulang
bareng gue yah. Gue gak tau kenapa lo marah – marah tanpa sebab sama gue dan
menghindar. Gue pengen kita lurusin semuanya.”
“Kita?
Lo yang cari masalah duluan! Bukan gue!”
Tanpa sadar Lista menjawab apa yang ada di otaknya dengan keras. Membuat
cowok itu berkerut kening.
“Bodoh!
Kenapa jadi keceplosan sih?! Aduhh ...”
“Justru
karna lo bilang itu karna gue, gue jadi pengen tau. Please, pulang
bareng gue yah.” Ando menjawabnya dengan nada sangat tenang. Saking
tenangnya hingga Lista ragu sendiri.
Lista
menatapnya. Hatinya mendadak melemah ketika Ando membujuknya dengan halus.
Bukan emosi yang meluap – luap, tatapan mata seolah ikut – ikutan membujuk agar
mengiyakan. Dan sekali lagi, tubuhnya
berkhianat atas dirinya sendiri. Tanpa sadar dia mengangguk pelan dan membuat
Ando tersenyum menang lalu memanggul sepedanya yang setengah terlipat itu dan
menarik tangannya menuju mobil.
“Gue
gak mau duduk di depan,” Ucap Lista tiba – tiba ketika di depan mobil Ando.
bayangan Karen keluar dari mobil cowok itu pagi tadi membuatnya entah kenapa
merasa aneh duduk di kursi yang sama dengan cewek itu.
Ando
berkerut kening. Dia benar – benar bingung dengan Lista hari ini. “Terus lo mau
duduk di belakang dan buat gue jadi supir pribadi lo begitu? Hebat bener...”
dia menjawab dengan nada dan tatapan mencela. Membuat Lista salah tingkah
dibuatnya.
“Iya...
iya gue duduk di depan!” Dia menyerah dan mengambil tisu lalu mengelap kursi
yang diduduki Karen. Ketika Ando menatapnya, dia menjawab, “Kursinya kotor.
Perlu dibersihin.” Dan dia langsung duduk tanpa mempedulikan tatapan heran Ando
yang mengikutinya.
“Dasar
aneh,”
♥
♥
Lista
berjalan menyusuri pantai dengan bertelanjang kaki. Cowok itu ternyata
membawanya ke Villa rahasianya. Ini sudah kedua kalinya mereka kesini hanya
berdua. Dia menatap Ando yang kini berjalan di belakangnya dengan celana
sekolah digulung hingga ke lutut, sepatu yang sudah diletakkan di dekat pohon
kelapa seperti dirinya.
“Gue
penasaran loh kenapa lo marah – marah di sekolah pagi tadi dan bilang semua itu
karna gue. Bisa jelasin kenapa?” Ando tau – tau kini memeluk pinggangnya dari
belakang. “Gue butuh jawaban , Lista.”
Lista
mendadak sulit menelan ludah. Dia tak mungkin bilang kalau dia marah karna Ando
dekat dengan Karen. Dan kalaupun dia bilang, dia tak bisa menjelaskan kenapa
karna status mereka hanya pacar kontrak. Masing – masing bisa melepaskan diri
bila sudah menemukan yang sesuai.
Lama
terdiam, Ando berinisiatif melepas pelukannya dan berdiri di depannya. Kini
mereka berhadapan. “Marah gue dekat dengan Karen?” DEG! Pertanyaan tepat
sasaran membuat Lista menggeleng cepat.
Dia mengelak walau hatinya berteriak iya.
“Ngapain
gue marah? Lo dekat dengan siapa gue gak peduli, kan status kita Cuma pacar
kontrak. Jadi ...” Lista terdiam ketika Ando menempelkan jari telunjuk di
bibirnya dan menatapnya intens. Membuatnya seolah terhipnotis.
Tiba
– tiba, Ando merengkuhnya dalam pelukan. Sangat erat hingga dia susah bernapas,
“Lo ternyata cewek yang susah bilang jujur yah.
bilang aja iya, Lista.”
Dia
menggeleng di pelukannya dan berusaha melepas. Namun cowok itu memeluknya erat,
“Gue akan senang suatu hari lo akan bilang iya pada pertanyaan gue, Lista.
Bukan mengelak.”
“Itu
hanya akan terjadi dalam mimpi lo yang paling suram, Ando.”
“Gue
malah merasa itu mimpi yang indah, tau.”
“Terserah
lo deh. sekarang, bisa lepasin pelukannya? Gue gak enak,” Dia tak bohong, tubuhnya
mendadak tak ingin dipeluk. Dan Ando bisa merasakan penolakannya lalu
melepaskan pelukan.
“Oh
iya, malam ini lo sibuk gak?” Tanyanya ketika Lista duduk di hamparan pasir
putih dengan kaki ditekuk. Ando pun mengikutinya sambil menunggu matahari terbenam.
“Gak
sih. Palingan siapin keperluan yang buat dibawa pas study tour aja. Kenapa?”
“Lily
beberapa hari ini pengen ngajak lo jalan. Tapi Cuma berdua aja. Pas gue bilang
kenapa, dia malah ngomong kalau ini urusan cewek. Ckckckckck... gue lupa kalau
dia cewek yang butuh sentuhan cewek pula.”
Lista
tertawa mendengarnya. Dia teringat janjinya untuk menemani Lily membelikan kado
ulang tahun buat Ando. dan diapun tau apa yang bisa dibelikan buat cowok itu.
“Gue akan jemput dia malam ini dirumah. Gak papa kan kami jalan malam?”
“Gue
ikut yah? masa lo tega ninggalin gue dirumah sendiri sedangkan Lily lo bawa
pergi? Dia kan keponakan gue,”
“Gak.
that’s a girl thing. Lagipula gue malah merasa lo lebih sering ninggalin
Lily daripada dia ninggalin lo.”
“Gue
Cuma nunggu di tempat lain kok. kalian silahkan pergi berdua, Cuma gue yang
antar. Ayolah... lo tega sama pacar
sendiri? Jangan bilang pacar kontrak!” Ucapnya ketika Lista hendak membantah.
Lista
tak mendengar ucapan Ando. dia terpesona dengan matahari yang sekarang terbenam
seolah – olah bersembunyi di balik pantai dan akan muncul besok pagi. Warna air
pantai berubah menjadi pendar keemasan dan udara disekitarnya berhembus lembut.
“Gue suka pantai ini. Serius.”
Ando
tersenyum dan memandang sunset lalu menatap Lista lagi yang sekarang
menutup matanya. Seolah menikmati semilir angin pantai yang berhembus di
wajahnya. Dia mengambil kameranya dan memfoto gadis itu dari samping.
“Dan
gue suka senyum lo saat menikmati ini, Elista. Lo buat gue tersenyum di tempat
ini setelah sekian lama gue menjadikan tempat ini sebagai pelampiasan frustasi.
Bukan menikmati keindahannnya.” Dia mengucap pelan dan sekarang berdiri dan
berjalan ke arah pantai lalu mencipratkan air ke arah Lista. Membuat cewek itu
kaget dan membalasnya hingga mereka seperti berkejaran di pantai dan tertawa
bersama.
Asyik
– asyiknya berkejaran, mendadak ponsel Lista bergetar. Dia berhenti berlari dan
mengatur napas lalu mengambil ponselnya dan mendadak sulit menelan. Kak Bian
menelponnya. Pertanda buruk.
“Haloo...”
Lista menjawab dengan suara pelan dan lembut. Dia pasrah kalau nanti suara
lembutnya dijawab dengan teriakan panik dari tempat lain karna dia tak pulang.
Namun
bukan suara kak Bian yang terdengar, namun kak Rika yang menjawabnya, “Lo dimana
dek?”
“Di
pantai kak sama Ando. kenapa?”
“Gak...
gue bingung aja lo sampai jam segini belum pulang. Yaudah, lanjutin pacarannya
yah,” Kak Rika menjawabnya dengan senyum tertahan dan memutuskan telpon. Ando
berdiri di depannya. “Kenapa?”
“Kak
Rika nanya gue dimana, Yaudah gue jawab aja sama lo.”
Ando
mengangguk dan melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah 7 malam.
“Pulang yuk. Ntar dicariin si Lily lagi. Lo yakin sanggup jalan lagi malam
ini?”
“Iya...
kalau gak, kapan lagi? Besok kita udah berangkat ke Bali. Cuma hari ini aja
bisa jalan sama Lily. Kok lo baru bilang sih dia ngajak gue?”
“Gimana
gue mau bilang kalau lo terus menghindar dari gue? Tingkah lo beberapa hari ini
bikin bingung loh.”
Mendadak
dia tak tau harus menjawab apa, “Yuk kita pulang. Dingin nih...” Lista memeluk
dirinya sendiri karna angin malam mulai bertiup lembut hingga dia kedinginan.
Ando langsung melepas jaket yang disampirkan di pinggangnya dan memberikan ke
Lista, “Pakai jaket gue. Ntar masuk angin.” Ucapnya ketika Lista menatapnya
heran. Namun memutuskan untuk mengambil dan mengenakannya.
“Yuk...”
Ando mengulurkan tangannya ke belakang dan dia entah kenapa menyambutnya dan
membiarkan tangan mereka saling tergenggam erat.
♥
♥
“Kok Ando susah dihubungin sih?!” Karen berteriak
sambil menghempaskan tubuhnya ke ranjang beserta ponselnya yang tergeletak di
sampingnya. Samar – samar terdengar suara operator bahwa nomor yang dia tuju
sekarang sedang tak aktif. Karen mendengus kesal dibuatnya.
Dia
menelpon puluhan kali hanya untuk menanyakan apakah dia besok bisa bareng pergi
ke Bandara dengan alasan mobilnya masuk bengkel dan tak ada yang mau
mengantarnya. Well, itu bohong belaka karna sebenarnya mobilnya baik –
baik saja dan kakaknya dengan sukarela akan mengantarnya. Tapi, dia hanya ingin
dekat dengan Andp seperti pagi tadi. Satu mobil dengannya membuat dirinya
kecanduan dan semakin ingin merebut. Tapi, mengingat telponnya tak direspon
dari tadi, membuat Karen manyun dan bangkit dari tidurnya lalu membuka lacinya
dan mengambil secarik kertas yang bertulisan alamat Lista yang tak jauh dari
rumahnya. Senyumnya mengembang.
“Well,
Bukan Karenina namanya kalau gak bisa mendapatkan apa yang dia mau.” Dia
tersenyum sendiri mengingat ide yang akan dijalankannya esok pagi dan
bersinandung riang sambil menyiapkan pakaian terbaik yang akan dikenakannya
esok pagi dan seminggu yang akan datang.
“Hey,
boy, come and look at me then, leave her.”
♥
♥
Di rumah, Lily siap menunggu kedatangan
kakaknya dan Lista dengan koper kecil bewarna merah muda di tangannya. Dia siap
menginap dirumah Lista selama seminggu karna kak Ando pergi ke Bali dan Bik
Ijah pulang kampung. Di kepala cantiknya itu, sudah banyak rencana yang ingin
dilakukannya bersama kedua kakak Lista yang sudah dianggapnya kakak sendiri.
Mengingat ide itu, dia semakin bersinandung senang.
Asyik
bernyanyi, tiba – tiba terdengar deru mobil yang dikenalnya masuk ke halaman.
Dia membuka pintu dan keluar sambil berseru senang ketika melihat Lista keluar
dari mobil diikuti oleh Ando yang berjalan di belakangnya. Dengan semangat dia
berlari menghampiri dan memeluknya, “Kak Lista... Lily kangen...” Ucapnya dan
dia hanya tertawa mendengarnya. “Kakak juga kangen kok. udah siap? Jalan yuk.”
“Ayooo...”
Lily mengangguk dan masuk dalam rumah lalu menarik kopernya yang berisi boneka
– boneka kesukaannya dan pakaiannya. Ando menatapnya skeptis. Dia ragu. “Lo
yakin Lily nginap dirumah? Gue benar – benar gak enak nih. Serasa ngelempar
adik sendiri ke rumah orang lain.”
“Hei...
hei... Gue bukan orang lain, tauk! Lo kenal gue, tau rumah gue, keluarga gue,
sisilah gue dan sebagainya. Kedua orang tua gue udah tau dan mau banget dia
menginap lagi dirumah. Lagipula, lo mau hancurin harapan dia? Dia sangat
berharap untuk menginap dengan gue.”
“Dan
dia tidur dimana? Sekamar dengan lo?” Dan Lista mengangguk. Dia bisa
membayangkan bagaimana serunya nanti mereka tidur berdua. Membahas apa saja.
Mengingat dia sangat ingin punya adik dan pernah waktu kecil, masih tak tau apa
– apa menangis karna ingin dibuatkan adik kecil. Dan dia masih ingat bagaimana
tatapan papah ke arah mamanya saat itu. Saat dia sudah dewasa dan belajar
banyak hal, baru tau arti tatapan papahnya saat itu dan tertawa sendiri kalau
mengingat kekonyolannya waktu itu.
“Beruntung
banget si Lily yah. jadi iri gue.” Ucapan Ando membuyarkan lamunannya. “Maksud
lo apaan ngomong begitu?” Dia mendelik tajam dan cowok itu hanya tertawa.
Lily
tak sabar untuk segera mencari kado buat Ando dan menarik tangannya, “Ayooo
kak, kita jalan...” Rengeknya. Membuat Ando melirik ke arahnya. Seolah – olah
terluka. “Kakak ditinggal nih?”
“Kakak
mau ikut?” Tanya Lily polos dan Ando mengangguk, “Boleh kan? masa kakak
ditinggal sendiri sih? Lily jahat deh.” Ucapnya membuat Lily pasang wajah
berpikir sehingga terlihat lucu. “Iya deh. tapi kakak jangan ikutin kami yajh.
Kakak pergi kemana aja deh...”
Ando
mengacak rambut Lily yang panjang terurai itu dengan gemas. Mungkin dia akan
menunggu mereka dengan pergi ke bioskop sendiri dan menonton. “Oke deh. kakak
mandi dulu yah. tadi lama pulang karna nungguin kak Lista mandi.” Dia tak
bohong. Dia mengantar Lista pulang dan menunggunya mandi untuk jalan lagi.
Selama itu pulalah dia diinterogasi habis – habisan oleh Bian yang entah kenapa
selalu memasang tatapan curiga dibalik wajahnya yang friendly.
Lista
nyengir dibuatnya. Dia merasa tak enak karna Ando menunggu segitu lamanya dan
merelakan dirinya ditatap curiga oleh kak Bian. kalau saja kak Erika tak
menghampirinya, entah apa jadinya. “Iya.. lo mandi sana. Gue mau ngomong sama
Lily dulu.” Dia mengedipkan mata ke arah Lily yang juga membalas responnya.
Ando
mengangkat bahu dan berjalan ke kamarnya untuk pergi mandi. Memutuskan tak usah
tahu apa yang direncanakan mereka berdua.
♥
♥
“Kak
Ando beliin apa yah kak?” Tanya Lily ketika mereka sudah berada di Mall. Ando
sudah memisahkan diri dengan pergi ke Bioskop sendiri untuk menonton.
Meninggalkan mereka yang sekarang keluar masuk toko karna bingung apa yang
harus dibelikan.
“Setau
kamu dia suka apa?” Lista sudah memikirkan kado untuk cowok itu. Sebuah benda
yang berhubungan dengan hobinya sekarang. Dan entah kenapa dia berharap semoga
Ando menyukainya.
“Suka
masak kak. Terus...” Jawaban Lily yang polos itu mau tak mau membuatnya tertawa.
“Kamu
gak mungkin beliin kak Ando buku resep masakan, kan?” Tanyanya dan Lily hanya
tersenyum malu karna ide itu sempat terlintas di otaknya.
“Oh
iya!” Lily menjentukkan jari dengan bahagia. Sebuah ide brilian kayaknya muncul
di kepala cantiknya itu. “Jam weker aja kak. Kak Ando itu susah dibangunin!
Kalaupun bangun, pasti dimatiin lagi sama dia dan buat Lily dengan senang hati
membangunkannya.”
“Sekalian
aja dek kamu beli kemoceng. Kan kamu suka bangunin kak Ando dengan bulu
kemoceng kan?” Usul Lista membuat Lily tertawa. tak menyangka kalau Lista tau
kebiasaannya yang satu ini.
“Boleh
juga tuh kak. Ayoooo...” Lily langsung menarik Lista untuk mencari jam weker
yang suaranya paling keras kalau perlu untuk Ando.
Kado
sudah berada di tangannya. Lista pun sudah membelikannya ketika Lily pergi
untuk ke toko buku sebentar. Dan kini mereka berada di cafe untuk menunggu Ando
yang menonton sendiri.
“Kadonya
apaan sih ka?” Lily sangat penasaran dengan kado pacar kakaknya yang satu ini.
Kotak kecil yang terbungkus rapi dan indah dilihat. Membuat siapapun yang
mendapatkannya, akan merasa sayang untuk merobeknya.
Lista
tersenyum misterius. “Ada deh. ntar kamu juga tau kok. oh iya... besok kakak
kan ke Bali sama kak Ando dan yang lainnya, kamu mau nitip apa dek?”
“Apa
yah...” Lily terlihat berpikir sambil tersenyum ketika seorang wanita
melihatnya dari tadi. Wajahnya yang cantik dan sinar matanya polos membuat
siapapun akan menyukainya. “Apa yang bagus aja deh kak. Lily terima dengan suka
hati. Heheheheee...”
Lista
pun tertawa dan tersenyum ketika melihat ke depan, Ando memasuki Cafe dan duduk
di sampingnya. Entah terpengaruh suasana atau tidak, Ando menautkan sepuluh
jarinya di tangan Lista dan menggenggamnya erat seolah tak ingin terlepas. Lily
yang melihat itu langsung menggodanya hingga wajah Lista merah padam.
♥
♥
Ando
mengantar mereka ke rumah Lista. Lily yang tak sabar untuk menginap dirumahnya
bergegas turun sambil menarik koper dan mengetuk pintu. Lista pun ikutan turun
diikuti Ando dan tersenyum melihatnya ketika melihat mama dan papahnya sekarang
menggandeng tangan Lily untuk masuk ke rumah. Gadis kecil itu diterima
dirumahnya. Dianggap keluarga sendiri.
“Gue
gak ngerepotin kan?” Sudah berulang kali Ando menanyakannya. Wajar saja karna
dia tak pernah membiarkan Lily menginap dirumah siapapun. Termasuk rumah om dan
tantenya. Bukannya tak mau, hanya saja dia tak ingin kehadiran Lily merepotkan
orang lain.
“Gak,
Ando. mama gue udah nanya berapa kali kapan Lily nginap lagi. Dia diterima di
keluarga gue, Ando. dan lo jangan merasa terbebani begitu.” Lista tak bohong.
Keluarganya mengetahui rahasia Ando karna Lily dengan polosnya menceritakan
bahwa kedua orang tuanya meninggal saat mamanya bertanya. Mau tak mau Lista
menjelaskan yang sebenarnya kepada mereka di saat Lily tidur dan mereka
mengerti.
Dia
tersenyum mendengarnya. “Yasudah. Besok gue jemput dan kita langsung ke
bandara. siapa aja yang pengen ikut?”
Lista
langsung semangat menjawabnya. “Shabrina sama Cindy pengen bareng dan mereka
ngumpul dirumah. Gak papa kan?”
“Gak
papa kok. gue senang semakin banyak, semakin rame. Yaudah... gue pulang dulu
yah. sampai jumpa.” Sejenak, Ando mendekat untuk mencium keningnya. Tapi ntah
kenapa, dia mundur dan hanya tersenyum lalu masuk ke mobilnya. Dia baru pergi
meninggalkan rumah Lista ketika gadis itu masuk dalam rumah.
♥
♥
“Kamu
tidur dengan kakak aja. Kak Lista kalau tidur suka ngorok dek.” Bian dengan
sengaknya mempengaruhi Lily yang sekarang mengenakan piama tidurnya yang
bewarna peach dengan tangan kanan memeluk bonekanya. Gadis itu baru saja
keluar dari kamar mandi dan bertemu dengan Bian. Tatapannya polos membuat Bian
gemas dan mendadak ingin menggendongnya.
Lista
yang baru keluar kamar mendengar ucapan kakaknya, dengan gemas dia mencubit lengannya, “Ngaco! Lo yang
suka ngorok kalau tidur kak!”
“Sudah...
kamu tidur dengan tante aja Lily... iya kan, pah?” Erza ikutan nimbrung dan
melirik ke arah suaminya yang mendadak tak rela karna ada seorang anak kecil
yang dipastikan tidur di tengah – tengah dan akan mengganggu malam – malam romantisnya.
Lily
garuk – garuk kepala jadinya karna diperebutkan. “Lily tidur sama kak Lista aja
deh. ntar besok – besoknya Lily tidur dengan tante aja. Boleh kan?” Tanyanya
dan Erza langsung memeluk Lily dan mencium pipinya gemas. “Tentu saja. Seminggu
kamu tidur sama tante pun gak papa.”
Bian
terkikik ketika melihat papahnya menatap Lily dengan tatapan lesu. “Yang sabar
yah pah.” Bian menepuk pundak papahnya dan membuat Putra langsung memasang
wajah minta dikasihani ketika Erza meliriknya.
“Terus
kamu kapan tidur sama kakak, dek?” Bian jongkok agar bisa bertatapan dengan
Lily. Warna matanya sekilas mengingatkannya pada suster yang sukses membuatnya
tak bisa tidur akhir – akhir ini. “Besoknya lagi kak. Gak papa kan?”
Bian
mengangguk. “Gak papa dek. Apasih yang enggak buat kamu, gadis manis?” Dia
mencubit pipi Lily yang ranum dan tersenyum ketika ada semburat merah di
wajahnya. Tanda malu.
Lista
pun memutuskan untuk tidur ketika pembicaraan selesai. Dan Lily dengan senang
hati menggandeng tangannya. Bahkan sambil bernyanyi – nyanyi kecil sebelum
akhirnya tertidur disamping Lista.
Dia
tersenyum melihat Lily tidur dan membalas pesan Ando yang menanyakan kabarnya
dan menceritakan bagaimana Lily diperebutkan.
Di
seberang sana, Ando tersenyum membaca pesan Lista dan membalasnya lagi hingga
gadis itu tak mengirimkan balasan karna sudah tertidur. Dia tersenyum dan
meletakkan ponselnya di meja dan melanjutkan pekerjaannya lagi dengan hati
senang untuk pertama kalinya.
♥
♥
Karen berkali – kali mematut dirinya di cermin
dan tersenyum puas dengan pakaiannya. Karna guru – guru tak ada yang ikut study
tour dan mereka hanya diawasi oleh pihak travel yang dipercaya sekolahnya,
dia bebas memakai celana hot pants bewarna biru, kemeja berbahan siffon
dan panjang namun tanpa lengan bewarna putih, kalung berbentuk hati
melingkar di lehernya yang jenjang, rambutnya yang sengaja di buat semakin ikal
agar terlihat lebih seksi dan terakhir, wedges yang haknya agak rendah
menyempurnakan penampilannya. Dia menyempurnakan penampilannya dengan memberi lip
gloss di bibirnya dengan warna pink agar terlihat ranum. Dia yakin
dengan penampilannya sekarang, cowok – cowok, apalagi Ando akan menoleh ke
arahnya.
“Perfect.”
Dia mengucapkan dengan nada puas dan menarik koper keluar dari kamarnya. Siap
menjalankan aksinya.
♥
♥
Lista sedang siap – siap ketika dia mendengar
Bik Ijah mengetuk pintu kamarnya dan bilang ada teman menunggu di bawah. Dia
langsung mengenakan sepatu ketsnya dan bergegas keluar kamar dengan senang
karna kedua sahabatnya sudah datang.
Tapi
senyum diwajahnya mendadak hilang ketika yang dimaksud Bik Ijah bukanlah Cindy
ataupun Shabrina, tapi Karen yang sekarang asyik bercanda dengan Lily di ruang
tamu. Feelingnya langsung berkata lain.
“Hai
Karen, ada apa kok tumben kesini?” Dia mencoba ramah dan duduk di depannya.
“Begini,
Lis... Gue boleh gak bareng lo ke bandara? mobil gue mendadak mogok dan gak ada
yang menganter gue hari ini kesana. Semuanya pada sibuk. Gue Cuma tau rumah lo
doang. Tadi aja gue kesini dengan kakak gue yang buru – buru karna mau ujian
skripsi hari ini.” Dia menjelaskan dengan lancar. Membuat Lista entah kenapa
tak tega mendepaknya keluar bersama kopernya. Walaupun dalam hati dia sangat
ingin melakukannya.
“Boleh
kok. Oh iya, lo kalau minum atau gimana, ambil aja di dapur yah. gue bukannya
gak mau nyiapin atau gimana, tapi setiap teman gue yang kesini pasti gue
perlakuin begitu. Jangan tersinggung yah.” Ucapnya dan buru – buru menambahkan
kalau Karen salah paham dengan ucapannya.
“Gak
kok. santai aja. Makasih yah Lis.”
“Sama
– sama.”
Lily
memutuskan pergi dari ruang tamu karna melihat burung merpati peliharaan Lista
sedang bermain – main dengan Tom, kucingnya Erika. dia meningalkan mereka yang
terdiam karna tak tau apa yang harus diomongkan.
“adek
lo lucu dan cantik banget yah.” Puji Karen ketika melihat Lily sekarang
mengelus – elus Tom di taman belakang dengan burung merpati pemberian Ando yang
sekarang hinggap di atas kepalanya.
“Dia
bukan adek gue, Ren. Dia keponakan Ando
yang nginap disini.” Ucapan Lista membuat mata Karen membulat antusias.
Keponakan Ando di rumah Lista? WAW!
“Oh...
ini yah keponakan Ando yang pernah gue liat di ponselnya itu. Cantik banget.”
Pengakuan Karen membuat Lista melotot. Karen memegang ponsel Ando? sejak kapan?
Sedangkan dia selama 5 bulan berpacaran walau kontrak, tak pernah sekalipun
menyentuh tangannya di ponsel Ando. kenyataan itu membuat emosinya naik lagi.
Karen
pura – pura tak merasakan gejolak emosi Lista yang terpampang jelas di
hadapannya. “Ponsel dia banyak banget foto dia sama Lily. Gue sempat mikir itu
adiknya, terus gue tanyain sama Ando dan dia bilang itu keponakan
kesayangannya. Lo beruntung banget Lis pacaran sama Ando. sumpah gue ngiri
banget pengen punya pacar kayak dia yang sayang keponakan kayak dia. Secara gue
punya banyak keponakan.” Puji Karen. “Dan saking ngirinya gue jadi pengen
merebut dia dari lo secara perlahan – lahan.” Lanjutnya dalam hati.
Lista
tersenyum mendengarnya. Tak tau harus merespon apa. “Eh... gue ke kamar dulu
yah. gue tinggal dulu gak papa kan? soalnya gue belum beres – beres. Kalau lo
mau minum, ambil aja di dapur yah. ortu gue lagi kerja di rumah sakit, kedua
kakak gue gak tau lagi kemana.”
Karen
tersenyum, “Iya gak papa kok Lis. Makasih yah udah baik sama gue.”
“iya...”
Dia balas tersenyum dan berlari ke kamar karna dia belum beres – beres.
Karen
bosan setengah mati ditinggal Lista, dia berjalan ke taman dan mengobrol
sebentar dengan Lily, keponakan Ando. tak banyak informasi yang ditemukannya
karna entah kenapa, Lily seperti menutup diri. Dia merasa kehausan dan akhirnya
melangkahkan kakinya ringan menuju dapur.
♥
♥
Bian
masuk ke rumah dengan peluh di sekujur tubuhnya karna baru saja bermain basket
tak jauh dari kompleknya. Setiap pagi dia selalu bermain dan sekarang dia
mendadak sangat haus.
Keningnya
berkerut ketika melihat koper di ruang tamu. Dia melihat jam di dinding yang
masih menunjukkan pukul 10 pagi. Lista belum berangkat. Begitu pikirnya.
Tenggorokannya semakin kering dan akhirnya memutuskan untuk berlari ke dapur
setelah menyapa Lily yang sekarang asyik membaca buku di taman.
“Seandainya
tuh anak seumuran gue atau dibawah gue 2 tahun, udah gue ajak pacaran tuh.
Kalau perlu nikah deh. sayang masih bocah.” Gumam Bian sambil tersenyum manis
dan masuk ke dapur. Tertegun dengan pemandangan indah di hadapannya.
Seorang
cewek seksi, yang pasti bukan kakaknya, Erika, apalagi Lista karna dia tau
adiknya takkan sudi memakai pakaian seperti itu, sedang kesusahan mengambil
gelas yang letaknya lebih tinggi darinya. Dengan sigap Bian berdiri di belakang
dan membantunya mengambil gelas. Cewek itu berbalik badan dan terperangah.
♥♥
Karen
tak percaya dengan apa yang di depannya kini. Seorang cowok ganteng, lebih
ganteng dan HOT dari Ando berdiri di depannya. Dengan pakaian basket dan peluh
yang menetes di wajahnya, warna mata hijau toska seperti Lista dan senyumnya
yang manis membuatnya blank.
“Dia
kan cowok yang gue liatin tempo dulu di cafe? Waw! Kebetulan yang asyik.”
“Thanks.” Ucapnya dan cowok itu hanya tersenyum.
“Temannya Lista yah? Kok gue gak pernah lihat yah? nama lo siapa?” dengan
posisi yang semakin mepet dengan Karen yang sekarang bersandar di meja dapur
dan Bian di depannya dengan tangan kanan terulur di hadapannya dan tangan kiri
memegang seperti loker tempat penyimpanan gelas sebagai penyangga tubuhnya.
“Karenina,
kak. Iya... gue anak baru makanya kakak gak lihat.” Dia membalas uluran tangan
Bian dan balas tersenyum menggoda. Seperti yang sering dilakukannya.
Bian
membalas senyumnya, “Gue Bian. kakaknya Lista. Karenina yah. nama yang cantik. Seperti
orangnya.”
“Gue
pernah liat lo kak sebelumnya. Gak nyangka aja bisa ketemu lagi.”
“Di
cafe kan?” Bian mengingat – ingat. Pantas dia pernah melihat cewek ini. Ternyata
di mall saat dia duduk di cafe dengan Erika.
Karen
mengangguk. “Yap. Dengan pacar kakak saat itu kan?”
Bian
tersenyum mendengarnya. Kalau orang tak tau, pasti akan mengira kalau Erika,
kakaknya itu adalah pacarnya. “Dia bukan pacar gue, dek.”
“Oh...”
Karen mengangguk dan memperhatikan wajah Bian setiap incinya. Hidungnya yang
mancung, bulu mata yang lentik dan tatapan mata hijau toskanya yang tajam namun
menggoda, senyumnya yang manis dengan lesung pipi di kiri dan kanannya serta
aroma seperti bunga melati semakin membuatnya mabuk kepayang. Oh My...
“Ehm...”
Terdengar deheman lembut dari luar dan Bian segera menjauh dan tersenyum ketika
melihat Erika, kakaknya sedang bersandar di dinding dan menatapnya dengan tajam
lalu beralih ke arah Karen yang sedang merapikan bajunya yang agak kusut. “Lo
pasti Karen kan? Tuh Lista cariin lo diluar. Mereka tinggal menunggu lo aja
lagi.”
Bian
tersenyum mendengar suara tegas kakaknya dan menoleh ke Karen. “Dia cewek yang
lo bilang pacar gue itu. Ini kakak sekaligus kembaran gue, Erika.” Bian
memperkenalkan diri Erika kepada Karen yang mendadak segan dengan tatapan
tajamnya. Seolah mengintimidasi.
Erika
hanya tersenyum dan Karen langsung permisi pada mereka untuk keluar dari dapur.
“Lo!”
Dia menatap Bian yang hanya cengengesan. Posisi mereka yang seperti hendak
berciuman panas di dapur tak urung membuat Erika mendadak ingin mencuci otak
kembarannya agar kembali ke jalan yang lurus. “Gue Cuma membantu dia mengambil
gelas, kenalan. Gitu doang kak. Suer deh.” Bian menjelaskan dan Erika
menatapnya curiga. “Dengan posisi seperti hendak kissing gitu?”
“Sesekali
berkenalan dengan cara beda tak dosa kan, kak?” Dia menjawab enteng dan Erika
hanya menatapnya garang.
♥
♥
Cindy dan Shabrina kaget melihat Karen keluar
dari rumah Lista setengah berlari. Ando apalagi. Tak menyangka teman
sebangkunya juga ikut.
“sorry...
sorry telat.” Karen tersenyum ketika semua orang menatapnya.
Bian
entah sejak kapan, berdiri di belakang Shabrina yang asyik mendengarkan lagu
lewat headsetnya. “Temannya Lista yah? Cindy dan...” Bian berusaha
mengingat ketika Shabrina melepas headsetnya dan menatap penuh
terpesona. “Shabrina. Nama yang cantik. Gue pernah baca di sebuah buku tentang
arti nama lo yang diambil dari seorang putri cantik, cerdas, dan supel serta
tatapan mata selalu berbinar – binar dari Inggris yang tewas tenggelam. Dan kayaknya
deskripsi dari nama itu memang cocok untuk lo. minus tewas tenggelam pastinya.”
Dia tersenyum membuat Shabrina menundukkan wajahnya malu. tak pernah dibilang
segitu intensnya oleh cowok ganteng ini.
Lista
memutar matanya. Salah satu keahlian kakaknya adalah merayu cewek dari namanya
dan mengartikannya. Artinya tak pernah asal omong. “Kak, gue pergi dulu yah. bye.”
Dia menghampiri kakaknya dan mengecup pipinya. “Jaga adik gue yah, Ndo.” Ucap
Bian dan Ando hanya tersenyum. “Titip Lily yah kak.” Ucapnya ketika gadis kecil
itu sekarang menggandeng tangan Erika yang baru saja datang.
Selesai
pamitan dan memasukkan barang di bagasi, mobil pun melaju meninggalkan komplek.
♥
♥
Ando
melihat ke belakang dan melihat wajah Karen yang pucat pasi. Bahkan sampai
muntah di plastik yang dia pegang. Mobil berhenti dan dia menoleh ke belakang, “Kenapa,
Ren?”
Karen
mendongkakkan wajahnya yang pucat, “Gue sebenarnya gak bisa duduk di belakang. Bikin
kepala pusing. Gak tau juga kenapa.”
Lista
langsung turun dari mobil tanpa ragu dan membuka pintu belakang, “Kenapa gak
bilang daritadi? Lo duduk di depan, gue dibelakang sama Cindy dan Shabrina.”
“Gak
papa nih? Gue gak enak sama lo.” Karen kaget dengan ucapan Lista.
“Gak
papa kok. buruan...” Ucapnya tak sabar dan Karen pun menurut lalu duduk di
depan dengan Ando dan Lista di belakang.
“Enakan?”
Tanya Ando sambil menyodotdan Karen mengangguk. Lalu mobil jalan kembali.
“Yes!
Sukses!” Bisiknya puas dalam hati.
♥
♥
Mereka
tiba di Bandara dengan tergesa – gesa karna pesawat beberapa menit lagi hampir
berangkat. Mereka berlarian masuk ke pintu keberangkatan dengan menarik koper
dan check in serta memasukkan beberapa barang ke bagasi. Lista yang bawa
tas ransel dan koper merasa kelelahan. Membuat Ando mengambil tas ransel Lista
dan memanggulnya. Lista hendak protes, namun cowok itu keras kepala agar dia
saja yang membawakan.
“lo
duduk di kursi nomor berapa?” tanya Ando ketika mereka sekarang mencari tempat
duduk dalam pesawat.
“C-15.
Kalau lo?
“C-13.
Terpisah dong?” suara Ando terdengar kecewa karna tak bisa duduk dekat Lista
yang dekat jendela.
“Siapa
yang duduk di tengah yah?” Tanya Lista dan pertanyaannya terjawab ketika Karen
menghampiri mereka dan mencocokkan nomor kursinya lalu duduk di antaranya dan
Ando.
“Gak
nyangka kita satu seat.” Ucapnya puas. Membuat Lista entah merasa,
liburannya kali ini takkan seindah yang dibayangkan dengan adanya Karen dimana –
mana.
Teaser Be Yours?! DAMN! PART 13
Tepat
jam 00.00, Lista keluar kamarnya dan membawa kue tart kecil serta kado yang
dibelinya untuk Ando. dia berjalan menuju kamarnya dengan hati riang karna
senang bisa membalas kejutan Ando siang tadi saat mereka di Kuta. mendadak, dia terdiam ketika melihat kejadian
yang tak seharusnya dilihatnya.
Pintu
kamar Ando terbuka dan Karen, dengan pakaian seksinya mencium pipi yang hampir
dekat dengan sudut bibir Ando dan menyodorkan kado. Ando pun membalasnya dengan
kecupan di pipi. Kue kecil yang dibelinya di toko sebelah mendadak tak ada artinya
lagi ketika kue yang lebih bagus dan besar itu di ranjang Ando. Entah mereka sadar
akan keberadaannya atau tidak, Ando memotong kue itu dan Karen mengambilnya
lalu berinisiatif menyuapinya ke Ando. Kue yang dipegang Lista jatuh ke lantai
beserta kado dan dia berlari keluar.
Tanpa
dia sadari, hatinya sangat sakit sekali, saking sakitnya dia sampai meneteskan
air mata.
Comennnnttttttttttttt...
:P
:P