Laman

Kamis, 07 Maret 2013

Be Yours?! DAMN! PART 12 - Disaster of Vacation.




            Kesebalan Lista terhenti ketika Ando menelponnya, “Tarik napas, keluar perlahan. Bagus, ulangi lagi.” Lista mengucapkan dalam hati sebelum mengangkat telponnya. “Halo..”
            “Hai kak Lista...” Suara Lily yang polos terdengar membuat Lista bingung kenapa suara Ando berubah menjadi sekecil dan seimut ini, “Hai juga sayang, ada apa nelpon malam – malam? Kak Ando mana?”
            “Lagi kerja, kakak. Lily bosan di kamar sendiri. Kebetulan kak Ando lupa bawa ponsel. Yaudah deh, Lily ambil buat nelpon kakak. Jangan bilang – bilang yah kak,” Lily menjelaskan dengan suara yang bikin gemas membuat Lista membayangkan ekspresi Lily yang sembunyi – sembunyi mengambil ponselnya lalu tertawa.
            “Bukannya dia jalan sama si Karen? Ahh... mungkin baru pulang langsung kerja kali,”
            “Beres...” Dan meluncurlah cerita Lily tentang apa saja yang tak mungkin dia ceritakan ke Ando. tentang teman – temannya, cowok – cowok yang dekat – dekat dengannya, dan Lista dengan sabar mendengarkan, memberi saran sesuai umur Lily yang baru 8 tahun itu.
            “Kak, kak Ando minggu depan ulang tahun loh, kakak mau ngasih dia apa?” Lista kaget mendengar ucapan Lily. Ando ulang tahun di saat mereka di Bali nanti? Waw!
            “Ada deh...” dan Lily terdengar merajuk. Membuatnya tertawa, “Kalau kakak kasih tau kamu, ntar bukan suprise lagi dong?” Dia memberikan alasan yang cukup logis untuk diterima Lily. Karna dia sebenarnya pun baru tau hari ini.
            “Iya yah, ntar kakak mau gak temanin Lily beli kado buat kak Ando? Lily mau beliin dia, kak. Temanin yah.” Suara Lily memohon membuat Lista mengangguk tanpa ragu, “Oke deh. nanti kakak pilihin yang cocok buat kak Ando, oke?”
            “Oke deh kak.” Dan mereka tertawa bersama. Lista sudah melupakan kekesalannya dengan Ando karna cerita – cerita Lily yang menggemaskan.

♥ ♥

          Ando memijit pundaknya sendiri yang kelelahan karna berada di kamar kerja kakaknya selama 4 jam lebih. jam di dinding menunjukkan pukul 12 malam. Dia menguap berkali – kali dan seolah teringat sesuatu, dia berdiri sambil meraba – raba kantongnya.
            “Ponsel gue mana yah?” dia bertanya pada dirinya sendiri dan mulai mencari di mejanya, namun tak jua ditemukan.
            Dia mulai mengingat – ingat, lalu menepuk kening sendiri, “Ponsel gue kan dikamar sama Lily. Ckckckck.. semakin hari semakin pelupa aja gue.” Gerutunya dan bergegas melangkah keluar kamar dan menutup pintu lalu dikuncinya.

            Di kamar, dia mendengar suara cekikikan khas Lily yang entah bicara dengan siapa, keningnya berkerut dan memutuskan untuk menguping.
            “Iya kak Lista. Tiap pembagian raport, pasti semua teman – teman Lily noleh ke kak Ando semua, ckkckck... ketika ada yang nanya kemana ortu Lily, lily jawab kalau mereka meninggal waktu masih bayi. Dan mereka diam saja kak.” Penjelasan Lily membuat Ando terdiam. Dia memang tak bohong kalau orang tua Lily meninggal sejak bayi. Tapi dia bilangnya meninggal karna kecelakaan pesawat, bukan karna papahnya meninggal bunuh diri dan mamanya karna kanker. Dia merasa itu bukan penjelasan yang bagus untuk diterima oleh anak umur 8 tahun yang tak tau kemelut orang dewasa. Mungkin bila Lily sudah besar, dia akan menceritakan semuanya.
            “Kak, tau gak, kak Ando pernah ngigau loh soal kakak,” Suara Lily membuat Ando langsung menajamkan telinganya sambil mengingat – ingat. “Kapan gue ngigaunya?”
            “Waktu itu, Lily kebangun gara – gara haus, terus dengar kak Ando manggil kak Lista dengan...” Suaranya terhenti dan menoleh ke pintu ketika Ando masuk ke kamar.
            “Lily...” Panggil Ando ketika melihat ponselnya di tangannya yang cengengesan. Seolah tak apa – apa, dia berjalan ke arah Ando dan memberikan ponselnya, “Habis Lily bosan kak. Jadi nelpon kak Lista deh.” Dia membela diri ketika kakaknya sperti menuntutnya.
            “Ini udah jam 12 malam, Lily. Tidur deh. kasian kak Lista gak bisa tidur karna kamu.”
            Lily mengangguk patuh lalu mengambil ponsel Ando dan meletakannya di telinga, “Kak, kak Ando udah datang. Lily tidur dulu yah, bye kak Lista, ntar Lily ceritain lagi deh kelanjutannya gimana. muah...” Ucapnya sambil memberikan kecupan jarak jauh pada Lista dan dia mengerling ke Ando, “Lily bobo dulu yah,” dan Ando menundukkan badannya agar Lily mencium pipinya. Cewek itu menurut dan langsung lari ke tempat tidur. Dan Ando pun keluar dari kamarnya.
            “Hai...” Sapa Ando ketika dia sudah berada di balkon. Kadang, jam berapapun, dia sering nongkrong di balkon atas untuk melihat bintang – bintang lebih jelas. Dan untungnya dia tak pernah melihat makhluk halus berseliweran di depannya.
            “Hai... gimana jalan – jalan sama si Karen?” Lista langsung melempar “bom” ke arah Ando. dan tanpa disadarinya, cowok itu tersenyum.
            Entah kenapa, Ando menikmati saat – saat Lista merajuk, “Asik kok. gue nemu kameranya dan dia ngasih banyak referensi soal itu, mulai dari spesifikasinya, keunggulannya, dan... Halooo.. haaloo..” Terdengar suara telpon diputus sepihak. Dia berusaha menghubunginya, namun langsung terdengar bahwa telpon yang dituju sedang tidak aktif. Dia tersenyum sendiri.
            “Cemburu dia.”
♥♥

            “Kurang asem! Awas!” Lista duduk di dapur yang seperti bar di ­cafe dan meminum yang sangat dihindarinya. Sprite sebotol penuh habis diteguknya. Kalau sudah stres, apa yang jadi anti pun akan diminum Lista. Termasuk minuman soda yang dia tau ini punya Kak Bian.
            “Gue juga bego kenapa nanya kayak gitu?! Ya pasti dijawab lah! Emang lo pengen jawab apa, Lista? Jawab, “Gak kok, Lista. Gue langsung pulang setelah nganter lo.” begitu? Itu hanya akan terjadi dalam mimpi gue!” Desisnya sambil terus meminum sodanya tanpa ampun.
            Tiba – tiba di saat dia ingin menuang lagi dalam gelasnya, ada yang mengambil botol itu dari belakangnya, “Kamu pengen besok pagi sakit perut, Lista?” Terdengar suara berat, namun seksi itu di belakangnya. Membuat Lista mendadak susah menelan ludah. Dia berbalik dan cengengesan.

            “Hai pah,” Dia tersenyum ketika melihat papahnya, Putra mengangkat botol tinggi – tinggi dengan tangan kiri berkacak pinggang dan tersenyum miring. Membuatnya sempat merasa terpesona. “Rupanya ini senyum yang bikin nyokap gue klepek – klepek. Gue mungkin kalau seumuran mama, bakalan lebih dari kelepek – kelepek dibuatnya.”
            Saking terpesona, dia tak sadar papahnya sekarang duduk di sampingnya. Menatap dirinya. “Gak tidur? Udah jam berapa nih?” Dia melirik jam di dinding dan senyum miring itu hadir lagi. Seperti senyum menggoda. Namun yang ini lebih maut dari Bian. “Jam 12.30 pagi. Hmmm...”
            “Papah sendiri kenapa gak tidur jam segini?”
            “Kenapa yah?” Putra balik bertanya dan mengacak rambut Lista, “Buat patroli siapa yang dari anak papah gak tidur jam segini dan menghabiskan soda sebotol penuh. ada masalah yah?” Pertanyaan, didukung dengan tatapan mata yang berubah awas, membuat Lista kagok dibuatnya. Dia baru memperhatikan kalau warna mata papahnya lebih hijau dan terang darinya dan kak Bian.
            “Patah hati mungkin, pah.” Terdengar suara lain menimpali. Membuat mereka menoleh dan melihat Bian masuk dapur dengan rambut acak – acakan khas bangun tidur berjalan linglung sambil mengambil air minum dan meneguknya. Wajahnya terlihat sangat puas ketika air segelas penuh itu meluncur mulus membasahi tenggorokannya lalu memandang Lista dengan cengiran. Ada godaan baru, begitu pikirnya.
            “Tumben papah gak tidur jam segini? Kenapa, pah? Diusir mama dari kamar yah?” Tanyanya asal membuat Putra tertawa.
            “Emang mamamu berani ngusir papah?” Putra balik bertanya disertai kedipan mata. Membuat Bian yang paham maksudnya, tertawa terbahak – bahak. Lista geleng – geleng dibuatnya dan memutuskan hendak meminum lagi. Namun gelasnya di ambil Bian dan isinya diteguk habis.
            “Kak!” Lista jengkel dan berteriak. Membuat papahnya langsung menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri. Menyuruh Lista diam. “Ntar mamamu ngamuk kalau kamu gak tidur jam segini dan duduk sendiri.”
            “Habis kak Bian ngeselin pah!” Ucapnya manja. Entahlah, kalau sudah dekat dengan papah gantengnya ini, begitu julukannya, dia bisa berubah sangat manja. Bahkan lebih manja dari anak kecil.
            “gue Cuma gak mau lo sakit perut keesokan paginya minum soda malam – malam. Lagian juga, gak keren banget minum soda, sesekali alkohol atau wine begitu pelariannya bila ada masalah.” Bian bicara asal dan membuat Putra melotot ke arahnya.
            “Kamu jangan ngajarin adikmu hal ngaco begitu.” Putra menegurnya dan Bian Cuma tersenyum simpul. “Bercanda, pah.” Jawabnya dan duduk di samping Lista. Membuat cewek itu berada di tengah – tengah mereka. Siap diinterogasi.
            “Ada masalah yah dengan Ando?” Tanya Putra membuat Lista mendadak seperti menelan sebongkah batu besar dari tenggorokannya. “Gg...gak kok pah. Biasa aja. Papah sotoy nih.”
            “Yakin? Kok gue merasa mencium bau adanya pertengkaran yah?” Bian balik bertanya dan mengedip jahil. Dia tau kelemahan adiknya yang tak bisa digoda sedikit. Berbeda dengan kakaknya, semakin digoda, semakin ngamuk.
            Lista mengerang dalam hati, “Kenapa hari ini gue penuh diinterogasi yah? Udah pah, kak Bian, silahkan balik badan dan tidur!” Gerutu Lista dalam hati.
            “Lo kali yang terlalu sering bertengkar dengan kak Rika jadinya merasa begitu. Gue baik – baik aja, kak Bian tersayang. Beneran deh.”
            “Yakin?” Tanya Putra dan Bian bersamaan dan menatap Lista tepat di manik mata. Membuat cewek itu merasa diserang habis – habisan.
            “Suerrrrr deh! Dih, papah sama kak Bian kenapa sih?! Ini urusan remaja. kalian yang orang dewasa gak boleh tau!”
            “Tuh kan...” Bian tersenyum menang seolah – olah dia baru saja diumumkan mendapat hadiah utama malam ini, “Gue yakin lo ada masalah sama dia. Kalau gak, lo gak akan habisin soda gue sebotol penuh mengingat lo sendiri anti minum soda.”
            Dan papahnya mengangguk setuju, “Lagipula, papah sama Bian juga pernah mengalami masalah remaja, seperti kamu. Tapi... mungkin sebaiknya papah gak usah tau kali yah?” papahnya terlihat berpikir – pikir dan tersenyum, “kalau begitu, mungkin sebaiknya papah mengurusi urusan orang dewasa dengan tidur lagi. Takutnya nanti mama kamu ribut lagi papah mendadak hilang dari kamar. Bye.” Dia mencium kening kedua anaknya dan berbalik menuju kamar. Lalu terhenti dan menatap Lista, “ Kamu tidur deh. udah lewat tengah malam. Adaaa....” Wajah Putra berubah mimik seolah – olah ada yang mengerikan dibelakangnya. Namun Lista tak terpancing. Malah dia tertawa terbahak – bahak. Putra pun tersenyum melihat anaknya tertawa lagi dan berjalan menuju kamarnya.

            Lista melirik Bian yang siap mendengarkan curhatnya, “Gak tidur kak?”
            “Gue akan tidur kalau lo juga tidur, dek. Bukannya duduk sendiri disini kayak orang patah hati. Minum soda gue lagi. Besok gantiin yah,”
            “Sip kak. Gue tidur dulu deh. Udah ngantuk. Bye,” Lista mencium pipi kakaknya dan berjalan meninggalkannya. lalu menoleh ketika Bian memanggilnya, “Kenapa kak?”
            Bian tersenyum, “Kalau ada masalah, cerita sama gue atau kak Rika yah. kami siap dengerin kok. apapun masalah lo.”
            Lista mengangguk, “Oke deh kak.” Jawabnya riang dan berlari masuk kamar.

            Sepeninggal Lista, Bian termenung sambil memandang gelas yang diminum adiknya itu. “Kira – kira kenapa yah?”


♥ ♥

            “Ma...” Lista berteriak sambil turun dari tangga dan menghampiri mamanya yang asyik memasak bersama Erika. Bian dan papahnya sedang berada diluar untuk membersihkan mobil.
            Erza melongok dari dapur, bingung melihat anak bungsunya berteriak dari atas, “Kenapa, Lista?”
            “Lista berangkat dulu yah, telat nih.” Lista buru – buru mencium tangan mamanya dan berlari mendekati kakaknya, Erika lalu mencium pipinya. Membuat cewek itu kaget.
            “Ando gak jemput lo, dek?” Erika menghentikan memotong sayuran di tangannya dan berkerut kening melihat adiknya yang satu ini.
            Lista memutar bola matanya. Sejak beberapa hari yang lalu dimana cowok itu bilang jalan sama Karen, dia berusaha menjauhinya. Bahkan tak jarang dia bersembunyi di perpustakaan selama istirahat agar Ando tak menemukannya. Dia males melihat cowok itu, ditambah dengan Karen yang selalu berada disampingnya, bahkan mengikuti semua ekskul yang diikuti Ando. entah kenapa membuat kepalanya serasa ada gunung merapi yang siap meletus kapan saja, “Gak.” Lista menjawab singkat dan Erika langsung mengerti.
            “Hati – hati yah,” Ucap mamanya dan Lista langsung mengacungkan jempol. Saking terburu – buru, dia hampir saja menabrak kak Bian yang membawa ember berisi air kotor, lap mobil disampirkan di pundak, dan wajah serta tangan berlepotan oli tanda salah satu dari mobil di garasi sedang di “operasi” oleh kakaknya. Dia tertawa seketika melihat Bian nyengir dengan penampilan seperti ini, “Kenapa lo dek?”
            “Gak... gak... lucu kak, hahahahaa..” Lista tertawa terbahak – bahak melihat penampilan kakaknya yang diperhatikan lebih teliti hanya mengenakan baju kaos dan boxer bewarna hitam. Di belakang kakaknya, penampilan papahnya tak jauh beda.
            Lista melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan jam 06.30 dan memekik kaget, “Lista mau sekolah dulu kak, dadahhh...” Dia mencium pipi kak Bian yang tak berlepotan oli dan mencium tangan papahnya lalu berlari ke garasi untuk mengambil sepeda.
           
            Lista keluar dari rumah dengan membawa sepedanya, entah kenapa dia menoleh ke belakang dan terkejut di kejauhan, samar – samar dia melihat sekilas mobil Ando menuju kemari, dengan cepat dia mengayuh sepedanya sebelum mereka bertemu dan rencananya buyar.

♥ ♥

          Sekilas namun tak terlalu jelas, dia melihat siluet Lista di depan rumahnya yang mengayuh sepeda dengan cepat. Membuat Ando semakin mempercepat mobilnya. Lily sudah diantar ke sekolah oleh Pak Parto, supir kantornya karna cowok itu terlambat bangun. Dia buru – buru berangkat agar bisa menjemputnya karna suda beberapa hari ini Lista menghindar setiap di dekati. Setiap dia hendak mendekati Lista yang sendiri, selalu saja Karen menghampirinya dan bertanya apa saja tentang ekskul yang diikutinya. Membuatnya lupa dengan Lista dan ketika berpaling, tau – tau cewek itu hilang dari pandangan.
            Ando menghentikan mobilnya di depan rumah Lista dan turun lalu berjalan menuju rumah gadis itu. Entah kenapa hatinya berharap, yang diliatnya tadi itu bukanlah Lista.
            Dia mengetuk pintu dan melihat kak Erika yang membukakannya, dia tersenyum sopan, “Kak, Listanya ada?”
            Erika menggeleng minta maaf, “Lista baru aja berangkat, Ndo. Tadi buru – buru dia berangkat sampai lupa sarapan. Tau tuh anak akhir – akhir ini kayak dikejar hantu aja setiap berangkat sekolah. Buru – buru terus.” Jelasnya panjang lebar. Ando hanya tersenyum.
            “Menghindar lagi yah? hmmm... main petak umpet nih anak ceritanya sama gue. Oke deh,”
            “Oh, yaudah kak. Makasih yah,” Dia pamit sambil tersenyum sopan dan setengah berlari menuju mobilnya.
            Erika memandang kepergian Ando dengan kening berkerut. Tak menyadari Bian sudah berada di belakangnya dan tercium bau harum dari tubuh adiknya. Dia menoleh ke belakang dan melihat cowok itu mengacak rambutnya yang basah dengan handuk kecil tanda dia selesai mandi. “Tumben lo langsung mandi, dek.” Ucapnya dan Bian hanya tersenyum.
            “Iya dong. gue kan cowok suka kebersihan. Percuma wajah ganteng tapi badan bau. Ntar lo gak terpesona lagi dengan gue, kak. Hehehehe...” Godanya dan menautkan sepuluh jarinya di tangan kakaknya sambil menutup pintu dan menguncinya., “Makan yuk. Tadi gue kesini disuruh mama ntuk manggil lo sarapan, kak.” Ucapnya dan menarik kakaknya ke meja makan. Dan Erika entah kenapa, menurut saja ditarik.

♥ ♥

          Karen mencoba menstarter mobilnya berkali – kali. tapi mesinnya tak jua hidup. Dia melirik jam tangannya dan mendesis jengkel sambil memukul stir hingga klaksonnya berbunyi. Mobilnya mogok tanpa sebab.
            Dia mematikan mesin, keluar dari mobil dan membanting pintu dengan jengkel. Wajahnya penuh kesal. Dia mengambil ponsel dan melihat sms Ando yang tak dibalasnya karna malam tadi dia ketiduran. Dia sengaja bertanya apa saja pada cowok itu dengan ekskul yang dia ikuti dimana Ando juga ada. Sejengkal pun tak dilepasnya cowok itu dari pandangan. Dia terlalu terpesona hingga mendadak tak beres.
            Tiba – tiba sebuah ide brilian muncul dari otaknya, tanpa ragu dia menekan tombol call Hallo, Ando... gue boleh minta tolong gak? begini, mobil gue mogok tanpa sebab dan gue gak tau kenapa, dirumah gak ada yang bisa perbaikin. Gue boleh gak nebeng lo? apa? Lo disekitar komplek gue? Oh...” Dia mendengus jengkel ketika cowok itu disekitar sini karna hendak menjemput Lista. Tapi ketika Ando menjawab Lista sudah pergi duluan, senyumnya hadir lagi. “kesempatan emas. Asyik...” Bisiknya dalam hati.
            “Lo beneran mau? Gak papa nih? Yaudah, makasih banget yah. makasih... gue tunggu di depan rumah aja deh, oke deh. bye,”  Karen menutup ponselnya dengan wajah puas dan menepuk – nepuk mobilnya, “Ada untungnya juga lo mogok yah. gue jadi bisa dekatin Ando.” Ucapnya penuh syukur.
            Tiba – tiba, supir papahnya muncul, “Kenapa mobilnya non Karen? Mogok yah?” Dan Karen menoleh lalu mengangguk kaku. “Iya. Gak tau juga kenapa? Bisa diperbaikin?”
            Supir papahnya mengacungkan jempol, “bisa dong.” dia membuka kap mobil dan memperbaiki mesinnya dan mengisi air aki lalu menutupnya dan membunyikan mesin mobil yang kini mau menyala. “Sudah selesai nih. Cuma air akinya habis, non Karen.”
            Karen mendadak panik dan menyuruh Mang Supri mematikan mesinnya. Tak mau rencana gagal. “Matiin mang. Ntar siang aja Karen pakai soalnya sudah di jemput sih,” Dia menoleh ke arah pagar dan bergegas berlari. Membuat Mang Supri berniat menggodanya.
            “Dijemput siapa, Non Karen?”
            Karen menoleh dan tersenyum. Tepat mobil Ando di depan pagarnya dan mengklakson. Dia tersenyum ke arah cowok itu dan menoleh ke belakang. Melihat betapa terpananya supir itu melihat mobil  Jeep yang dia tau harganya sangat mahal itu berada di depan rumah.
            “Calon pacar.” Bisik Karen kepada supir itu yang kini mengangkat jempol tanda kagum. Dia tersenyum lalu  bergegas membuka pagar rumah lalu masuk dalam mobil Ando.
           
            “Udah siap?” Tanya Ando ketika melihat Karen masuk dan duduk sambil mengenakan sabuk pengaman. Dia sebenarnya merasa canggung ada cewek lain duduk di depan. Di kursi dimana Lista sering duduk dan melakukan apa saja di mobilnya. Tapi ketika cewek itu pergi, dan Karen menelponnya, entah kenapa dia langsung mengiyakan tanpa pikir – pikir. “lagpula gue kan sudah lumayan kenal sama Karen dan dia sering bantuin gue, jadi gak papa dong gue balas budi?” batinnya dalam hati.
            “Ndo...” Karen mencolek lengannya dan dia langsung tersadar dan menatap cewek itu langsung ke manik matanya yang coklat kehitaman. “Yuk...” Ando langsung berpaling ke arah lain dan menginjak kopling, memasukkan gigi satu dan mobil pun berjalan pelan meninggalkan rumah Karen.

♥ ♥


            Lista mengucek – ucek matanya tak percaya. Berharap minus matanya bertambah drastis hingga membuatnya rabun ketika dia asyik – asyiknya berdiri di balkon dan melihat ke bawah, Karen keluar dari mobil Ando dan mereka berjalan bersisian. Bahkan tak segan – segan Karen merangkul pundak Ando!MERANGKUL! Sedangkan dia sendiri tak pernah sekalipun menyentuh pundak Ando yang tegap itu. Entah kenapa rasanya dia ingin lompat saja ke bawah dan memarahi cowok itu habis – habisan karna berduaan dengan cewek lain sedangkan dia pernah bilang tak pernah mengajak cewek lain selain dirinya untuk duduk semobil dengannya.
            “emang gue siapa dia? Gue bukan pacar Ando. gue Cuma cewek yang terjebak situasi tak menyenangkan yang menjadi pacarnya. Otomatis gue gak bisa marah kan dia dekat dengan Karen? Tapi.... gue gak terimaaaa!!!” Lista berteriak dalam hati. Tangannya meremas pegangan balkon dengan kuat sampai telapak tangannya memerah.
            Holly shit!” akhirnya sebuah umpatan keluar dari mulut Lista dan kakinya menendang tembok lalu bergegas masuk ke kelas ketika Karen sempat melihat ke arahnya dan tak tanggung – tanggung melepas rangkulan di pundak dan berganti merangkul lengannya.

            “Gotcha.” Bisik Karen puas ketika mendongkakkan wajahnya ke atas, Lista masuk ke kelas dengan wajah emosi.

♥ ♥

          Seharian Lista benar – benar tak bisa didekati siapa – siapa. Bahkan Shabrina pun kena dampratnya hanya karna cewek itu menghilangkan penghapus. Padahal sebelumnya Lista bukan tipe cewek mudah emosi hanya masalah sepele. Membuat sahabatnya bingung dan memutuskan bertanya dengan nada hati – hati. Karna mereka tau ketika Lista mulai emosi, dia seperti beruang tertusuk paku yang tak tau harus berbuat apa selain marah pada semua orang.
            “Lis...” Shabrina memegang lengan Lista pelan, sangat pelan hingga tak kentara, tapi karna dia lagi sensitif luar biasa, cewek itu langsung menoleh dengan tatapan mata tajam. “Lo kenapa?” Tanyanya hati – hati. Cindy yang asyik berkutat dengan matematika karna Ibu Arny tak masuk sehingga meninggalkan tugas tak tanggung – tanggung sebelum mereka pulang, ikut menoleh.
            Entah kenapa, Lista menoleh ke arah Ando yang juga memperhatikannya dengan kening berkerut. Dia memang menjauhi cowok itu dan selalu pergi kemana saja setiap dipanggil. Sempat Ando menangkap lengannya, namun cewek itu menepis kasar dan meninggalkannya yang bingung.
            Emosinya semakin memuncak ketika Karen entah datang darimana, duduk disamping Ando dan menawarkan cemilan. Cowok itu menolaknya. Dan Karen rupanya tak ingin memaksa lalu mendekatkan kursi ke samping Ando hingga siku mereka bersentuhan. Dengan jarak yang sangat dekat, Karen menyodorkan soal matematika dan minta di ajarkan. Ando pun tak menolak lalu mengajarinya. Sesekali diselingi canda hingga tanpa sadar, Lista melihat dengan mata kepalanya sendiri, Karen menyandarkan kepalanya di pundak Ando dan tangannya merangkul! Dia sendiri pun tak pernah melakukan hal itu! Membuatnya frustasi tanpa sadar.
            “Cukup sudah!” Lista berpaling, mengambil tas yang berada di belakangnya lalu membanting ke meja, memasukkan semua buku – bukunya, kecuali tugas matematikanya, menendang meja keras dan berdiri. “Gue pulang. Tugas sudah selesai gue kerjain. Bye.” Dia berjalan keluar kelas tanpa mempedulikan satu kelas kini memperhatikannya. Termasuk Ando. Karen pun tersenyum simpul seolah – olah tak menyadari bahwa semua ini salahnya.
            Cindy buru – buru mengecek tugas Lista. Memang selesai tapi tulisannya tak rapi. Seperti ditulis penuh emosi dan banyak yang dicoret salah. Keningnya berkerut dan bertatapan dengan Shabrina.
            “Dia kenapa?”

♥ ♥


            Ando yang melihat Lista keluar kelas sambil menendang meja langsung memasukkan semua tugasnya dalam tas dan menyusul keluar. Membuat Karen kaget. Ekspresi wajahnya tak terima ketika cowok itu menjauh di saat romantis – romantisnya. “Gue mau nyusulin Lista. Tugas gue kerjain dirumah aja. Lo pulang sama yang lain yah, bye.” Ando pun berlari keluar sambil memanggil Lista yang kini dilihatnya berlari. Meninggalkan Karen yang mengepalkan tangan di meja dan memukulnya.
            “Sial, sial!” Desisnya dan mengerjakan tugasnya dengan hati dongkol.

♥ ♥

            “Lo kenapa sih?!” Ando menangkap lengan Lista ketika cewek itu berlari ke parkiran sepeda dan membalik tubuhnya agar mereka berhadapan. Dia menatap mata Lista yang penuh kemarahan.
            “Bukan urusan lo! permisi gue mau pulang!” Lista menepis kasar tangan Ando yang memegang lengannya. Tapi tetap saja cowok itu tak mau melepasnya. Bahkan semakin memegangnya kasar.
            “Lo ikut gue pulang!” putusnya sambil menarik Lista menjauh dari sepeda. Namun cewek itu berontak.
            “Kalau gue pulang dengan lo, sepeda gue gimana? Ditinggal disini?! Mimpi aja sana kalau gue mau!”
            Ando menghentakkan tangannya kasar dan menatap Lista tajam. Menghadapi Lista yang penuh emosi dan menantang membuatnya juga tersulut emosi tanpa sadar. “Lo tunggu disini!” Dia berjalan ke arah sepeda Lista yang untungnya adalah sepeda lipat. Dia melipatnya dengan mahir. Tapi cewek itu menghalang – halanginya. “Sepeda gue mau lo apain?! Balikin ke tempat asal!”
            “Gue lipat terus ditaroh ke mobil biar lo gak punya alasan untuk menghindar gue lagi! Lo kenapa sih?!”
            Lista tak menjawab pertanyaan Ando, “Gue gak mau pulang dengan lo!”
            Ucapan Lista membuat gerakan Ando berhenti, “Kenapa?!”
            Sejenak, dia kehilangan kata – kata. Gengsi bilang bahwa dia marah melihat Ando berduaan dengan Karen pagi tadi dan sebelum – sebelumnya. “Ya gue gak mau aja dan lo gak bisa maksa gue untuk ikutin kemauan lo!”
            Ando benar – benar berhenti dan mendekati Lista. Membuat sepeda yang setengah terlipat itu jatuh ke tanah. “Gue gak segan – segan akan melakukannya apapun asal lo ikut gue. Termasuk mencium lo seperti yang kita lakukan dulu. Still you remembered?
            “Dan gue gak segan – segan akan menampar lo lebih keras sekali lagi bila sampai lo melakukannya!” Lista menjawab garang. Mengabaikan semburat merah di wajahnya karna ucapan Ando yang terdengar menggoda di akhir itu.
            Ando dibuat pusing. Ingin rasanya dia menggendong gadis itu kasar dan mengikatnya di jok mobil agar tak kabur seperti yang dilakukannya dulu. Tapi dia tak ingin Lista pergi menjauh lagi karna hal itu. Tiba – tiba nasihat Cindy agar mengalah saja di kala Lista emosi terngiang ditelinganya dan dia menggemeratakkan gigi dengan emosi tertahan. Bersabar menghadapi Lista di kala emosi adalah seperti saran bunuh diri paling ampuh baginya.
            “Elista Maharani Pradipta,” Dia menghirup oksigen sebanyak mungkin dan berharap dapat menenangkannya yang sudah emosi setengah mati menghadapinya, “Please, pulang bareng gue yah. Gue gak tau kenapa lo marah – marah tanpa sebab sama gue dan menghindar. Gue pengen kita lurusin semuanya.”
            “Kita? Lo yang cari masalah duluan! Bukan gue!”  Tanpa sadar Lista menjawab apa yang ada di otaknya dengan keras. Membuat cowok itu berkerut kening.
            “Bodoh! Kenapa jadi keceplosan sih?! Aduhh ...”
            “Justru karna lo bilang itu karna gue, gue jadi pengen tau. Please, pulang bareng gue yah.” Ando menjawabnya dengan nada sangat tenang. Saking tenangnya  hingga Lista ragu sendiri.
            Lista menatapnya. Hatinya mendadak melemah ketika Ando membujuknya dengan halus. Bukan emosi yang meluap – luap, tatapan mata seolah ikut – ikutan membujuk agar mengiyakan.  Dan sekali lagi, tubuhnya berkhianat atas dirinya sendiri. Tanpa sadar dia mengangguk pelan dan membuat Ando tersenyum menang lalu memanggul sepedanya yang setengah terlipat itu dan menarik tangannya menuju mobil.

            “Gue gak mau duduk di depan,” Ucap Lista tiba – tiba ketika di depan mobil Ando. bayangan Karen keluar dari mobil cowok itu pagi tadi membuatnya entah kenapa merasa aneh duduk di kursi yang sama dengan cewek itu.
            Ando berkerut kening. Dia benar – benar bingung dengan Lista hari ini. “Terus lo mau duduk di belakang dan buat gue jadi supir pribadi lo begitu? Hebat bener...” dia menjawab dengan nada dan tatapan mencela. Membuat Lista salah tingkah dibuatnya.
            “Iya... iya gue duduk di depan!” Dia menyerah dan mengambil tisu lalu mengelap kursi yang diduduki Karen. Ketika Ando menatapnya, dia menjawab, “Kursinya kotor. Perlu dibersihin.” Dan dia langsung duduk tanpa mempedulikan tatapan heran Ando yang mengikutinya.
            “Dasar aneh,”

♥ ♥

            Lista berjalan menyusuri pantai dengan bertelanjang kaki. Cowok itu ternyata membawanya ke Villa rahasianya. Ini sudah kedua kalinya mereka kesini hanya berdua. Dia menatap Ando yang kini berjalan di belakangnya dengan celana sekolah digulung hingga ke lutut, sepatu yang sudah diletakkan di dekat pohon kelapa seperti dirinya.
            “Gue penasaran loh kenapa lo marah – marah di sekolah pagi tadi dan bilang semua itu karna gue. Bisa jelasin kenapa?” Ando tau – tau kini memeluk pinggangnya dari belakang. “Gue butuh jawaban , Lista.”
            Lista mendadak sulit menelan ludah. Dia tak mungkin bilang kalau dia marah karna Ando dekat dengan Karen. Dan kalaupun dia bilang, dia tak bisa menjelaskan kenapa karna status mereka hanya pacar kontrak. Masing – masing bisa melepaskan diri bila sudah menemukan yang sesuai.
            Lama terdiam, Ando berinisiatif melepas pelukannya dan berdiri di depannya. Kini mereka berhadapan. “Marah gue dekat dengan Karen?” DEG! Pertanyaan tepat sasaran membuat Lista menggeleng cepat.  Dia mengelak walau hatinya berteriak iya.
            “Ngapain gue marah? Lo dekat dengan siapa gue gak peduli, kan status kita Cuma pacar kontrak. Jadi ...” Lista terdiam ketika Ando menempelkan jari telunjuk di bibirnya dan menatapnya intens. Membuatnya seolah terhipnotis.
            Tiba – tiba, Ando merengkuhnya dalam pelukan. Sangat erat hingga dia susah bernapas, “Lo ternyata cewek yang susah bilang jujur yah.  bilang aja iya, Lista.”
            Dia menggeleng di pelukannya dan berusaha melepas. Namun cowok itu memeluknya erat, “Gue akan senang suatu hari lo akan bilang iya pada pertanyaan gue, Lista. Bukan mengelak.”
            “Itu hanya akan terjadi dalam mimpi lo yang paling suram, Ando.”
            “Gue malah merasa itu mimpi yang indah, tau.”
            “Terserah lo deh. sekarang, bisa lepasin pelukannya? Gue gak enak,” Dia tak bohong, tubuhnya mendadak tak ingin dipeluk. Dan Ando bisa merasakan penolakannya lalu melepaskan pelukan.
            “Oh iya, malam ini lo sibuk gak?” Tanyanya ketika Lista duduk di hamparan pasir putih dengan kaki ditekuk. Ando pun mengikutinya sambil menunggu matahari terbenam.
            “Gak sih. Palingan siapin keperluan yang buat dibawa pas study tour  aja. Kenapa?”
            “Lily beberapa hari ini pengen ngajak lo jalan. Tapi Cuma berdua aja. Pas gue bilang kenapa, dia malah ngomong kalau ini urusan cewek. Ckckckckck... gue lupa kalau dia cewek yang butuh sentuhan cewek pula.”
            Lista tertawa mendengarnya. Dia teringat janjinya untuk menemani Lily membelikan kado ulang tahun buat Ando. dan diapun tau apa yang bisa dibelikan buat cowok itu. “Gue akan jemput dia malam ini dirumah. Gak papa kan kami jalan malam?”
            “Gue ikut yah? masa lo tega ninggalin gue dirumah sendiri sedangkan Lily lo bawa pergi? Dia kan keponakan gue,”
            “Gak. that’s a girl thing. Lagipula gue malah merasa lo lebih sering ninggalin Lily daripada dia ninggalin lo.”
            “Gue Cuma nunggu di tempat lain kok. kalian silahkan pergi berdua, Cuma gue yang antar.  Ayolah... lo tega sama pacar sendiri? Jangan bilang pacar kontrak!” Ucapnya ketika Lista hendak membantah.
            Lista tak mendengar ucapan Ando. dia terpesona dengan matahari yang sekarang terbenam seolah – olah bersembunyi di balik pantai dan akan muncul besok pagi. Warna air pantai berubah menjadi pendar keemasan dan udara disekitarnya berhembus lembut. “Gue suka pantai ini. Serius.”
            Ando tersenyum dan memandang sunset lalu menatap Lista lagi yang sekarang menutup matanya. Seolah menikmati semilir angin pantai yang berhembus di wajahnya. Dia mengambil kameranya dan memfoto gadis itu dari samping.
            “Dan gue suka senyum lo saat menikmati ini, Elista. Lo buat gue tersenyum di tempat ini setelah sekian lama gue menjadikan tempat ini sebagai pelampiasan frustasi. Bukan menikmati keindahannnya.” Dia mengucap pelan dan sekarang berdiri dan berjalan ke arah pantai lalu mencipratkan air ke arah Lista. Membuat cewek itu kaget dan membalasnya hingga mereka seperti berkejaran di pantai dan tertawa bersama.

            Asyik – asyiknya berkejaran, mendadak ponsel Lista bergetar. Dia berhenti berlari dan mengatur napas lalu mengambil ponselnya dan mendadak sulit menelan. Kak Bian menelponnya. Pertanda buruk.
            “Haloo...” Lista menjawab dengan suara pelan dan lembut. Dia pasrah kalau nanti suara lembutnya dijawab dengan teriakan panik dari tempat lain karna dia tak pulang.
            Namun bukan suara kak Bian yang terdengar, namun kak Rika yang menjawabnya, “Lo dimana dek?”
            “Di pantai kak sama Ando. kenapa?”
            “Gak... gue bingung aja lo sampai jam segini belum pulang. Yaudah, lanjutin pacarannya yah,” Kak Rika menjawabnya dengan senyum tertahan dan memutuskan telpon. Ando berdiri di depannya. “Kenapa?”
            “Kak Rika nanya gue dimana, Yaudah gue jawab aja sama lo.”
            Ando mengangguk dan melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah 7 malam. “Pulang yuk. Ntar dicariin si Lily lagi. Lo yakin sanggup jalan lagi malam ini?”
            “Iya... kalau gak, kapan lagi? Besok kita udah berangkat ke Bali. Cuma hari ini aja bisa jalan sama Lily. Kok lo baru bilang sih dia ngajak gue?”
            “Gimana gue mau bilang kalau lo terus menghindar dari gue? Tingkah lo beberapa hari ini bikin bingung loh.”
            Mendadak dia tak tau harus menjawab apa, “Yuk kita pulang. Dingin nih...” Lista memeluk dirinya sendiri karna angin malam mulai bertiup lembut hingga dia kedinginan. Ando langsung melepas jaket yang disampirkan di pinggangnya dan memberikan ke Lista, “Pakai jaket gue. Ntar masuk angin.” Ucapnya ketika Lista menatapnya heran. Namun memutuskan untuk mengambil dan mengenakannya.
            “Yuk...” Ando mengulurkan tangannya ke belakang dan dia entah kenapa menyambutnya dan membiarkan tangan mereka saling tergenggam erat.

♥ ♥

          “Kok Ando susah dihubungin sih?!” Karen berteriak sambil menghempaskan tubuhnya ke ranjang beserta ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Samar – samar terdengar suara operator bahwa nomor yang dia tuju sekarang sedang tak aktif. Karen mendengus kesal dibuatnya.
            Dia menelpon puluhan kali hanya untuk menanyakan apakah dia besok bisa bareng pergi ke Bandara dengan alasan mobilnya masuk bengkel dan tak ada yang mau mengantarnya. Well, itu bohong belaka karna sebenarnya mobilnya baik – baik saja dan kakaknya dengan sukarela akan mengantarnya. Tapi, dia hanya ingin dekat dengan Andp seperti pagi tadi. Satu mobil dengannya membuat dirinya kecanduan dan semakin ingin merebut. Tapi, mengingat telponnya tak direspon dari tadi, membuat Karen manyun dan bangkit dari tidurnya lalu membuka lacinya dan mengambil secarik kertas yang bertulisan alamat Lista yang tak jauh dari rumahnya. Senyumnya mengembang.
            Well, Bukan Karenina namanya kalau gak bisa mendapatkan apa yang dia mau.” Dia tersenyum sendiri mengingat ide yang akan dijalankannya esok pagi dan bersinandung riang sambil menyiapkan pakaian terbaik yang akan dikenakannya esok pagi dan seminggu yang akan datang.

            “Hey, boy, come and look at me then, leave her.”  

♥ ♥

          Di rumah, Lily siap menunggu kedatangan kakaknya dan Lista dengan koper kecil bewarna merah muda di tangannya. Dia siap menginap dirumah Lista selama seminggu karna kak Ando pergi ke Bali dan Bik Ijah pulang kampung. Di kepala cantiknya itu, sudah banyak rencana yang ingin dilakukannya bersama kedua kakak Lista yang sudah dianggapnya kakak sendiri. Mengingat ide itu, dia semakin bersinandung senang.
            Asyik bernyanyi, tiba – tiba terdengar deru mobil yang dikenalnya masuk ke halaman. Dia membuka pintu dan keluar sambil berseru senang ketika melihat Lista keluar dari mobil diikuti oleh Ando yang berjalan di belakangnya. Dengan semangat dia berlari menghampiri dan memeluknya, “Kak Lista... Lily kangen...” Ucapnya dan dia hanya tertawa mendengarnya. “Kakak juga kangen kok. udah siap? Jalan yuk.”
            “Ayooo...” Lily mengangguk dan masuk dalam rumah lalu menarik kopernya yang berisi boneka – boneka kesukaannya dan pakaiannya. Ando menatapnya skeptis. Dia ragu. “Lo yakin Lily nginap dirumah? Gue benar – benar gak enak nih. Serasa ngelempar adik sendiri ke rumah orang lain.”
            “Hei... hei... Gue bukan orang lain, tauk! Lo kenal gue, tau rumah gue, keluarga gue, sisilah gue dan sebagainya. Kedua orang tua gue udah tau dan mau banget dia menginap lagi dirumah. Lagipula, lo mau hancurin harapan dia? Dia sangat berharap untuk menginap dengan gue.”
            “Dan dia tidur dimana? Sekamar dengan lo?” Dan Lista mengangguk. Dia bisa membayangkan bagaimana serunya nanti mereka tidur berdua. Membahas apa saja. Mengingat dia sangat ingin punya adik dan pernah waktu kecil, masih tak tau apa – apa menangis karna ingin dibuatkan adik kecil. Dan dia masih ingat bagaimana tatapan papah ke arah mamanya saat itu. Saat dia sudah dewasa dan belajar banyak hal, baru tau arti tatapan papahnya saat itu dan tertawa sendiri kalau mengingat kekonyolannya waktu itu.
            “Beruntung banget si Lily yah. jadi iri gue.” Ucapan Ando membuyarkan lamunannya. “Maksud lo apaan ngomong begitu?” Dia mendelik tajam dan cowok itu hanya tertawa.
            Lily tak sabar untuk segera mencari kado buat Ando dan menarik tangannya, “Ayooo kak, kita jalan...” Rengeknya. Membuat Ando melirik ke arahnya. Seolah – olah terluka. “Kakak ditinggal nih?”
            “Kakak mau ikut?” Tanya Lily polos dan Ando mengangguk, “Boleh kan? masa kakak ditinggal sendiri sih? Lily jahat deh.” Ucapnya membuat Lily pasang wajah berpikir sehingga terlihat lucu. “Iya deh. tapi kakak jangan ikutin kami yajh. Kakak pergi kemana aja deh...”
            Ando mengacak rambut Lily yang panjang terurai itu dengan gemas. Mungkin dia akan menunggu mereka dengan pergi ke bioskop sendiri dan menonton. “Oke deh. kakak mandi dulu yah. tadi lama pulang karna nungguin kak Lista mandi.” Dia tak bohong. Dia mengantar Lista pulang dan menunggunya mandi untuk jalan lagi. Selama itu pulalah dia diinterogasi habis – habisan oleh Bian yang entah kenapa selalu memasang tatapan curiga dibalik wajahnya yang friendly.
            Lista nyengir dibuatnya. Dia merasa tak enak karna Ando menunggu segitu lamanya dan merelakan dirinya ditatap curiga oleh kak Bian. kalau saja kak Erika tak menghampirinya, entah apa jadinya. “Iya.. lo mandi sana. Gue mau ngomong sama Lily dulu.” Dia mengedipkan mata ke arah Lily yang juga membalas responnya.
            Ando mengangkat bahu dan berjalan ke kamarnya untuk pergi mandi. Memutuskan tak usah tahu apa yang direncanakan mereka berdua.

♥ ♥

            “Kak Ando beliin apa yah kak?” Tanya Lily ketika mereka sudah berada di Mall. Ando sudah memisahkan diri dengan pergi ke Bioskop sendiri untuk menonton. Meninggalkan mereka yang sekarang keluar masuk toko karna bingung apa yang harus dibelikan.
            “Setau kamu dia suka apa?” Lista sudah memikirkan kado untuk cowok itu. Sebuah benda yang berhubungan dengan hobinya sekarang. Dan entah kenapa dia berharap semoga Ando menyukainya.
            “Suka masak kak. Terus...” Jawaban Lily yang polos itu mau tak mau membuatnya tertawa.
            “Kamu gak mungkin beliin kak Ando buku resep masakan, kan?” Tanyanya dan Lily hanya tersenyum malu karna ide itu sempat terlintas di otaknya.
            “Oh iya!” Lily menjentukkan jari dengan bahagia. Sebuah ide brilian kayaknya muncul di kepala cantiknya itu. “Jam weker aja kak. Kak Ando itu susah dibangunin! Kalaupun bangun, pasti dimatiin lagi sama dia dan buat Lily dengan senang hati membangunkannya.”
            “Sekalian aja dek kamu beli kemoceng. Kan kamu suka bangunin kak Ando dengan bulu kemoceng kan?” Usul Lista membuat Lily tertawa. tak menyangka kalau Lista tau kebiasaannya yang satu ini.
            “Boleh juga tuh kak. Ayoooo...” Lily langsung menarik Lista untuk mencari jam weker yang suaranya paling keras kalau perlu untuk Ando.
            Kado sudah berada di tangannya. Lista pun sudah membelikannya ketika Lily pergi untuk ke toko buku sebentar. Dan kini mereka berada di cafe untuk menunggu Ando yang menonton sendiri.
            “Kadonya apaan sih ka?” Lily sangat penasaran dengan kado pacar kakaknya yang satu ini. Kotak kecil yang terbungkus rapi dan indah dilihat. Membuat siapapun yang mendapatkannya, akan merasa sayang untuk merobeknya.
            Lista tersenyum misterius. “Ada deh. ntar kamu juga tau kok. oh iya... besok kakak kan ke Bali sama kak Ando dan yang lainnya, kamu mau nitip apa dek?”
            “Apa yah...” Lily terlihat berpikir sambil tersenyum ketika seorang wanita melihatnya dari tadi. Wajahnya yang cantik dan sinar matanya polos membuat siapapun akan menyukainya. “Apa yang bagus aja deh kak. Lily terima dengan suka hati. Heheheheee...”
            Lista pun tertawa dan tersenyum ketika melihat ke depan, Ando memasuki Cafe dan duduk di sampingnya. Entah terpengaruh suasana atau tidak, Ando menautkan sepuluh jarinya di tangan Lista dan menggenggamnya erat seolah tak ingin terlepas. Lily yang melihat itu langsung menggodanya hingga wajah Lista merah padam.

♥ ♥
           
            Ando mengantar mereka ke rumah Lista. Lily yang tak sabar untuk menginap dirumahnya bergegas turun sambil menarik koper dan mengetuk pintu. Lista pun ikutan turun diikuti Ando dan tersenyum melihatnya ketika melihat mama dan papahnya sekarang menggandeng tangan Lily untuk masuk ke rumah. Gadis kecil itu diterima dirumahnya. Dianggap keluarga sendiri. 
           
            “Gue gak ngerepotin kan?” Sudah berulang kali Ando menanyakannya. Wajar saja karna dia tak pernah membiarkan Lily menginap dirumah siapapun. Termasuk rumah om dan tantenya. Bukannya tak mau, hanya saja dia tak ingin kehadiran Lily merepotkan orang lain.
            “Gak, Ando. mama gue udah nanya berapa kali kapan Lily nginap lagi. Dia diterima di keluarga gue, Ando. dan lo jangan merasa terbebani begitu.” Lista tak bohong. Keluarganya mengetahui rahasia Ando karna Lily dengan polosnya menceritakan bahwa kedua orang tuanya meninggal saat mamanya bertanya. Mau tak mau Lista menjelaskan yang sebenarnya kepada mereka di saat Lily tidur dan mereka mengerti.
           
            Dia tersenyum mendengarnya. “Yasudah. Besok gue jemput dan kita langsung ke bandara. siapa aja yang pengen ikut?”
            Lista langsung semangat menjawabnya. “Shabrina sama Cindy pengen bareng dan mereka ngumpul dirumah. Gak papa kan?”
            “Gak papa kok. gue senang semakin banyak, semakin rame. Yaudah... gue pulang dulu yah. sampai jumpa.” Sejenak, Ando mendekat untuk mencium keningnya. Tapi ntah kenapa, dia mundur dan hanya tersenyum lalu masuk ke mobilnya. Dia baru pergi meninggalkan rumah Lista ketika gadis itu masuk dalam rumah.

♥ ♥

            “Kamu tidur dengan kakak aja. Kak Lista kalau tidur suka ngorok dek.” Bian dengan sengaknya mempengaruhi Lily yang sekarang mengenakan piama tidurnya yang bewarna peach dengan tangan kanan memeluk bonekanya. Gadis itu baru saja keluar dari kamar mandi dan bertemu dengan Bian. Tatapannya polos membuat Bian gemas dan mendadak ingin menggendongnya.
            Lista yang baru keluar kamar mendengar ucapan kakaknya, dengan  gemas dia mencubit lengannya, “Ngaco! Lo yang suka ngorok kalau tidur kak!”
            “Sudah... kamu tidur dengan tante aja Lily... iya kan, pah?” Erza ikutan nimbrung dan melirik ke arah suaminya yang mendadak tak rela karna ada seorang anak kecil yang dipastikan tidur di tengah – tengah dan  akan mengganggu malam – malam romantisnya.
            Lily garuk – garuk kepala jadinya karna diperebutkan. “Lily tidur sama kak Lista aja deh. ntar besok – besoknya Lily tidur dengan tante aja. Boleh kan?” Tanyanya dan Erza langsung memeluk Lily dan mencium pipinya gemas. “Tentu saja. Seminggu kamu tidur sama tante pun gak papa.”
            Bian terkikik ketika melihat papahnya menatap Lily dengan tatapan lesu. “Yang sabar yah pah.” Bian menepuk pundak papahnya dan membuat Putra langsung memasang wajah minta dikasihani ketika Erza meliriknya.
            “Terus kamu kapan tidur sama kakak, dek?” Bian jongkok agar bisa bertatapan dengan Lily. Warna matanya sekilas mengingatkannya pada suster yang sukses membuatnya tak bisa tidur akhir – akhir ini. “Besoknya lagi kak. Gak papa kan?”
            Bian mengangguk. “Gak papa dek. Apasih yang enggak buat kamu, gadis manis?” Dia mencubit pipi Lily yang ranum dan tersenyum ketika ada semburat merah di wajahnya. Tanda malu.
            Lista pun memutuskan untuk tidur ketika pembicaraan selesai. Dan Lily dengan senang hati menggandeng tangannya. Bahkan sambil bernyanyi – nyanyi kecil sebelum akhirnya tertidur disamping Lista.
            Dia tersenyum melihat Lily tidur dan membalas pesan Ando yang menanyakan kabarnya dan menceritakan bagaimana Lily diperebutkan.
           
            Di seberang sana, Ando tersenyum membaca pesan Lista dan membalasnya lagi hingga gadis itu tak mengirimkan balasan karna sudah tertidur. Dia tersenyum dan meletakkan ponselnya di meja dan melanjutkan pekerjaannya lagi dengan hati senang untuk pertama kalinya.

♥ ♥
          Karen berkali – kali mematut dirinya di cermin dan tersenyum puas dengan pakaiannya. Karna guru – guru tak ada yang ikut study tour dan mereka hanya diawasi oleh pihak travel yang dipercaya sekolahnya, dia bebas memakai celana hot pants bewarna biru, kemeja berbahan siffon dan panjang namun tanpa lengan bewarna putih, kalung berbentuk hati melingkar di lehernya yang jenjang, rambutnya yang sengaja di buat semakin ikal agar terlihat lebih seksi dan terakhir, wedges yang haknya agak rendah menyempurnakan penampilannya. Dia menyempurnakan penampilannya dengan memberi lip gloss di bibirnya dengan warna pink agar terlihat ranum. Dia yakin dengan penampilannya sekarang, cowok – cowok, apalagi Ando akan menoleh ke arahnya.
            Perfect.” Dia mengucapkan dengan nada puas dan menarik koper keluar dari kamarnya. Siap menjalankan aksinya.

♥ ♥

          Lista sedang siap – siap ketika dia mendengar Bik Ijah mengetuk pintu kamarnya dan bilang ada teman menunggu di bawah. Dia langsung mengenakan sepatu ketsnya dan bergegas keluar kamar dengan senang karna kedua sahabatnya sudah datang.
            Tapi senyum diwajahnya mendadak hilang ketika yang dimaksud Bik Ijah bukanlah Cindy ataupun Shabrina, tapi Karen yang sekarang asyik bercanda dengan Lily di ruang tamu. Feelingnya langsung berkata lain.
            “Hai Karen, ada apa kok tumben kesini?” Dia mencoba ramah dan duduk di depannya.
            “Begini, Lis... Gue boleh gak bareng lo ke bandara? mobil gue mendadak mogok dan gak ada yang menganter gue hari ini kesana. Semuanya pada sibuk. Gue Cuma tau rumah lo doang. Tadi aja gue kesini dengan kakak gue yang buru – buru karna mau ujian skripsi hari ini.” Dia menjelaskan dengan lancar. Membuat Lista entah kenapa tak tega mendepaknya keluar bersama kopernya. Walaupun dalam hati dia sangat ingin melakukannya.
            “Boleh kok. Oh iya, lo kalau minum atau gimana, ambil aja di dapur yah. gue bukannya gak mau nyiapin atau gimana, tapi setiap teman gue yang kesini pasti gue perlakuin begitu. Jangan tersinggung yah.” Ucapnya dan buru – buru menambahkan kalau Karen salah paham dengan ucapannya.
            “Gak kok. santai aja. Makasih yah Lis.”
            “Sama – sama.”
            Lily memutuskan pergi dari ruang tamu karna melihat burung merpati peliharaan Lista sedang bermain – main dengan Tom, kucingnya Erika. dia meningalkan mereka yang terdiam karna tak tau apa yang harus diomongkan.
            “adek lo lucu dan cantik banget yah.” Puji Karen ketika melihat Lily sekarang mengelus – elus Tom di taman belakang dengan burung merpati pemberian Ando yang sekarang hinggap di atas kepalanya.
            “Dia bukan  adek gue, Ren. Dia keponakan Ando yang nginap disini.” Ucapan Lista membuat mata Karen membulat antusias. Keponakan Ando di rumah Lista? WAW!
            “Oh... ini yah keponakan Ando yang pernah gue liat di ponselnya itu. Cantik banget.” Pengakuan Karen membuat Lista melotot. Karen memegang ponsel Ando? sejak kapan? Sedangkan dia selama 5 bulan berpacaran walau kontrak, tak pernah sekalipun menyentuh tangannya di ponsel Ando. kenyataan itu membuat emosinya naik lagi.
            Karen pura – pura tak merasakan gejolak emosi Lista yang terpampang jelas di hadapannya. “Ponsel dia banyak banget foto dia sama Lily. Gue sempat mikir itu adiknya, terus gue tanyain sama Ando dan dia bilang itu keponakan kesayangannya. Lo beruntung banget Lis pacaran sama Ando. sumpah gue ngiri banget pengen punya pacar kayak dia yang sayang keponakan kayak dia. Secara gue punya banyak keponakan.” Puji Karen. “Dan saking ngirinya gue jadi pengen merebut dia dari lo secara perlahan – lahan.” Lanjutnya dalam hati.
            Lista tersenyum mendengarnya. Tak tau harus merespon apa. “Eh... gue ke kamar dulu yah. gue tinggal dulu gak papa kan? soalnya gue belum beres – beres. Kalau lo mau minum, ambil aja di dapur yah. ortu gue lagi kerja di rumah sakit, kedua kakak gue gak tau lagi kemana.”
            Karen tersenyum, “Iya gak papa kok Lis. Makasih yah udah baik sama gue.”
            “iya...” Dia balas tersenyum dan berlari ke kamar karna dia belum beres – beres.

            Karen bosan setengah mati ditinggal Lista, dia berjalan ke taman dan mengobrol sebentar dengan Lily, keponakan Ando. tak banyak informasi yang ditemukannya karna entah kenapa, Lily seperti menutup diri. Dia merasa kehausan dan akhirnya melangkahkan kakinya ringan menuju dapur.

♥ ♥

            Bian masuk ke rumah dengan peluh di sekujur tubuhnya karna baru saja bermain basket tak jauh dari kompleknya. Setiap pagi dia selalu bermain dan sekarang dia mendadak sangat haus.
            Keningnya berkerut ketika melihat koper di ruang tamu. Dia melihat jam di dinding yang masih menunjukkan pukul 10 pagi. Lista belum berangkat. Begitu pikirnya. Tenggorokannya semakin kering dan akhirnya memutuskan untuk berlari ke dapur setelah menyapa Lily yang sekarang asyik membaca buku di taman.
            “Seandainya tuh anak seumuran gue atau dibawah gue 2 tahun, udah gue ajak pacaran tuh. Kalau perlu nikah deh. sayang masih bocah.” Gumam Bian sambil tersenyum manis dan masuk ke dapur. Tertegun dengan pemandangan indah di hadapannya.
            Seorang cewek seksi, yang pasti bukan kakaknya, Erika, apalagi Lista karna dia tau adiknya takkan sudi memakai pakaian seperti itu, sedang kesusahan mengambil gelas yang letaknya lebih tinggi darinya. Dengan sigap Bian berdiri di belakang dan membantunya mengambil gelas. Cewek itu berbalik badan dan terperangah.

♥♥

            Karen tak percaya dengan apa yang di depannya kini. Seorang cowok ganteng, lebih ganteng dan HOT dari Ando berdiri di depannya. Dengan pakaian basket dan peluh yang menetes di wajahnya, warna mata hijau toska seperti Lista dan senyumnya yang manis membuatnya blank.
            “Dia kan cowok yang gue liatin tempo dulu di cafe? Waw! Kebetulan yang asyik.”
            “Thanks.” Ucapnya dan cowok itu hanya tersenyum. “Temannya Lista yah? Kok gue gak pernah lihat yah? nama lo siapa?” dengan posisi yang semakin mepet dengan Karen yang sekarang bersandar di meja dapur dan Bian di depannya dengan tangan kanan terulur di hadapannya dan tangan kiri memegang seperti loker tempat penyimpanan gelas sebagai penyangga tubuhnya.
            “Karenina, kak. Iya... gue anak baru makanya kakak gak lihat.” Dia membalas uluran tangan Bian dan balas tersenyum menggoda. Seperti yang sering dilakukannya.
            Bian membalas senyumnya, “Gue Bian. kakaknya Lista. Karenina yah. nama yang cantik. Seperti orangnya.”
            “Gue pernah liat lo kak sebelumnya. Gak nyangka aja bisa ketemu lagi.”
            “Di cafe kan?” Bian mengingat – ingat. Pantas dia pernah melihat cewek ini. Ternyata di mall saat dia duduk di cafe dengan Erika.
            Karen mengangguk. “Yap. Dengan pacar kakak saat itu kan?”
            Bian tersenyum mendengarnya. Kalau orang tak tau, pasti akan mengira kalau Erika, kakaknya itu adalah pacarnya. “Dia bukan pacar gue, dek.”
            “Oh...” Karen mengangguk dan memperhatikan wajah Bian setiap incinya. Hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik dan tatapan mata hijau toskanya yang tajam namun menggoda, senyumnya yang manis dengan lesung pipi di kiri dan kanannya serta aroma seperti bunga melati semakin membuatnya mabuk kepayang. Oh My...
            “Ehm...” Terdengar deheman lembut dari luar dan Bian segera menjauh dan tersenyum ketika melihat Erika, kakaknya sedang bersandar di dinding dan menatapnya dengan tajam lalu beralih ke arah Karen yang sedang merapikan bajunya yang agak kusut. “Lo pasti Karen kan? Tuh Lista cariin lo diluar. Mereka tinggal menunggu lo aja lagi.”
            Bian tersenyum mendengar suara tegas kakaknya dan menoleh ke Karen. “Dia cewek yang lo bilang pacar gue itu. Ini kakak sekaligus kembaran gue, Erika.” Bian memperkenalkan diri Erika kepada Karen yang mendadak segan dengan tatapan tajamnya. Seolah mengintimidasi.
            Erika hanya tersenyum dan Karen langsung permisi pada mereka untuk keluar dari dapur.
            “Lo!” Dia menatap Bian yang hanya cengengesan. Posisi mereka yang seperti hendak berciuman panas di dapur tak urung membuat Erika mendadak ingin mencuci otak kembarannya agar kembali ke jalan yang lurus. “Gue Cuma membantu dia mengambil gelas, kenalan. Gitu doang kak. Suer deh.” Bian menjelaskan dan Erika menatapnya curiga. “Dengan posisi seperti hendak kissing gitu?”
            “Sesekali berkenalan dengan cara beda tak dosa kan, kak?” Dia menjawab enteng dan Erika hanya menatapnya garang.

♥ ♥

          Cindy dan Shabrina kaget melihat Karen keluar dari rumah Lista setengah berlari. Ando apalagi. Tak menyangka teman sebangkunya juga ikut.
            sorry... sorry telat.” Karen tersenyum ketika semua orang menatapnya.
            Bian entah sejak kapan, berdiri di belakang Shabrina yang asyik mendengarkan lagu lewat headsetnya. “Temannya Lista yah? Cindy dan...” Bian berusaha mengingat ketika Shabrina melepas headsetnya dan menatap penuh terpesona. “Shabrina. Nama yang cantik. Gue pernah baca di sebuah buku tentang arti nama lo yang diambil dari seorang putri cantik, cerdas, dan supel serta tatapan mata selalu berbinar – binar dari Inggris yang tewas tenggelam. Dan kayaknya deskripsi dari nama itu memang cocok untuk lo. minus tewas tenggelam pastinya.” Dia tersenyum membuat Shabrina menundukkan wajahnya malu. tak pernah dibilang segitu intensnya oleh cowok ganteng ini.
            Lista memutar matanya. Salah satu keahlian kakaknya adalah merayu cewek dari namanya dan mengartikannya. Artinya tak pernah asal omong. “Kak, gue pergi dulu yah. bye.” Dia menghampiri kakaknya dan mengecup pipinya. “Jaga adik gue yah, Ndo.” Ucap Bian dan Ando hanya tersenyum. “Titip Lily yah kak.” Ucapnya ketika gadis kecil itu sekarang menggandeng tangan Erika yang baru saja datang.

            Selesai pamitan dan memasukkan barang di bagasi, mobil pun melaju meninggalkan komplek.

♥ ♥

            Ando melihat ke belakang dan melihat wajah Karen yang pucat pasi. Bahkan sampai muntah di plastik yang dia pegang. Mobil berhenti dan dia menoleh ke belakang, “Kenapa, Ren?”
            Karen mendongkakkan wajahnya yang pucat, “Gue sebenarnya gak bisa duduk di belakang. Bikin kepala pusing. Gak tau juga kenapa.”
            Lista langsung turun dari mobil tanpa ragu dan membuka pintu belakang, “Kenapa gak bilang daritadi? Lo duduk di depan, gue dibelakang sama Cindy dan Shabrina.”
            “Gak papa nih? Gue gak enak sama lo.” Karen kaget dengan ucapan Lista.
            “Gak papa kok. buruan...” Ucapnya tak sabar dan Karen pun menurut lalu duduk di depan dengan Ando dan Lista di belakang.
            “Enakan?” Tanya Ando sambil menyodotdan Karen mengangguk. Lalu mobil jalan kembali.

            “Yes! Sukses!” Bisiknya puas dalam hati.

♥ ♥

         
            Mereka tiba di Bandara dengan tergesa – gesa karna pesawat beberapa menit lagi hampir berangkat. Mereka berlarian masuk ke pintu keberangkatan dengan menarik koper dan check in serta memasukkan beberapa barang ke bagasi. Lista yang bawa tas ransel dan koper merasa kelelahan. Membuat Ando mengambil tas ransel Lista dan memanggulnya. Lista hendak protes, namun cowok itu keras kepala agar dia saja yang membawakan.

            “lo duduk di kursi nomor berapa?” tanya Ando ketika mereka sekarang mencari tempat duduk dalam pesawat.
            “C-15. Kalau lo?
            “C-13. Terpisah dong?” suara Ando terdengar kecewa karna tak bisa duduk dekat Lista yang dekat jendela.
            “Siapa yang duduk di tengah yah?” Tanya Lista dan pertanyaannya terjawab ketika Karen menghampiri mereka dan mencocokkan nomor kursinya lalu duduk di antaranya dan Ando.
            “Gak nyangka kita satu seat.” Ucapnya puas. Membuat Lista entah merasa, liburannya kali ini takkan seindah yang dibayangkan dengan adanya Karen dimana – mana.


Teaser Be Yours?! DAMN! PART 13
            Tepat jam 00.00, Lista keluar kamarnya dan membawa kue tart kecil serta kado yang dibelinya untuk Ando. dia berjalan menuju kamarnya dengan hati riang karna senang bisa membalas kejutan Ando siang tadi saat mereka di Kuta.  mendadak, dia terdiam ketika melihat kejadian yang tak seharusnya dilihatnya.
           
            Pintu kamar Ando terbuka dan Karen, dengan pakaian seksinya mencium pipi yang hampir dekat dengan sudut bibir Ando dan menyodorkan kado. Ando pun membalasnya dengan kecupan di pipi. Kue kecil yang dibelinya di toko sebelah mendadak tak ada artinya lagi ketika kue yang lebih bagus dan besar itu di ranjang Ando. Entah mereka sadar akan keberadaannya atau tidak, Ando memotong kue itu dan Karen mengambilnya lalu berinisiatif menyuapinya ke Ando. Kue yang dipegang Lista jatuh ke lantai beserta kado dan dia berlari  keluar.
           
            Tanpa dia sadari, hatinya sangat sakit sekali, saking sakitnya dia sampai meneteskan air mata.


Comennnnttttttttttttt...
:P