Eva mengerjap – ngerjapkan matanya yang silau karna cahaya lampu yang terlalu dekat dengannya. Dia mencoba bicara namun yang keluar hanya gumaman, dia menggerakkan tangannya malah seperti ada yang mengikatnya. Ketika otaknya mulai sadar, dia melihat disekelilingnya dan kaget bahwa dirinya terikat di kursi dan berada diruangan pengap.
“Hmm...hmmm...”
Eva berusaha berteriak walau yang keluar hanya gumaman. Matanya bergerak liar
penuh ketakutan. Kemudian, dia mendengar suara cewek tertawa licik dan berjalan
mendekatinya kemudian... SRET! Dengan sekali tarik, lakban yang menutup
mulutnya terlepas.
“Akhirnya
lo bangun juga, bagaimana tidur lo?” Suara licik Lia yang dia kenal sebagai
antek – antek Veni.
“Mana
BOS lo?! SHIT! Lo kira gue apa diikat kayak gini?! lepasin gak?! Sialan lo
pada! Setan semua!” Eva mengumpat dengan suara keras. Seandainya dia tak
seperti ini,dia bersumpah akan menghajar semua orang diruangan ini. Bodo amet
kalo yang dia hajar itu cewek semua.
“Waw!
Seorang Eva baru saja ngomong kasar? Mimpi apa gue semalam jadi dengar lo
ngomong gitu?” Veni menjawab ucapan Eva dan berjalan mendekatinya. Puas hatinya
melihat saingannya hanya bisa menatap tajam tanpa bertindak.
Eva
membuang ludah dengan geram di sampingnya. “Maksud lo apaan sih Ven ikat gue kayak
gini?! Gue salah apa sama lo?! Sinting lo jadi cewek!”
“Lepasin
deh Lia ikatan dia. Biar nih cewek ngomel sepuasnya,” Perintahnya dan Lia
langsung melepas ikatannya tanpa memperdulikan Eva melihat dengan tatapan
geram.
“Dasar
cewek sinting! Maksud lo apaan coba sandera gue kayak gini?!” Omelnya sambil
berdiri sejajar dengan Veni yang menatapnya angkuh.
“Lo
mau tau kenapa? Karna, gue gak suka lo dekat sama Satya! Dia milik gue! Apa lo
gak puas Va semua gebetan gue pada lari ke lo karna terpesona dengan apa yang
lo punya?! Gue gak suka ada orang lain yang nyaingin itu, termasuk lo!”
“Lo
gak suka gue dekat dengan Satya? Sekarang gue nanya, lo siapanya Satya sih?
Pacarnya? Bukan kan?” Eva bertanya dengan wajah sinis. “Kalo bukan, ngapain lo
begini?! Sudah berapa cewek yang lo ikat disini karna deketin Satya?! Pantes
aja tuh anak gak punya pacar sampai sekarang, wong lo ternyata dalangnya!
Lagipula, Satya gak akan bakalan suka sama cewek macam lo! yang Cuma modal
cantik tapi otak KOSONG!” Lanjutnya dengan suara sinis.
“Lo
remehin gue?!” Veni mulai meradang karna tak terima diremehkan.
“Iya!
Kenapa? Gak suka?! Lo memang pantes diremehkan kok. lo Cuma berani mandang dia
dari jauh dan ngancem semua cewek yang dekat dia kan?! Kasian bener gue sama
lo. dan lo iri sama apa yang gue punya? Silahkan lo ambil semuanya Ven kalo itu
yang buat lo kayak gini! gue gak butuh! Dan satu hal lagi...” Eva menunjuk
jarinya ke depan wajah Veni. “ Lo salah giniin gue! Kenapa? Karna gue gak
takut!”
“Lo
gak takut?” Jawabnya dengan senyum licik. Rencana akhir siap dijalankan. Pikir
Veni.
“Ngapain
gue takut sama lo? Gue diajarin untuk tidak takut sama ancaman tong kosong
kayak lo itu! Satu lagi, lo salah paham kalau mengira gue merebut Satya
tercinta lo, kenapa? Karna gue SEPUPU sama dia! Puas?!” Eva menekankan kalimat
terakhir dan menatapnya gemas pengen menghajar Veni.
“Lo
sepupuan sama dia? Gak mungkin! Pembohong!” Veni shock dengan ucapan Eva.
“Yaudah
kalo lo gak percaya. Gue juga gak peduli. Toh, lo percaya atau gak, gak ada
ngaruhnya buat kehidupan gue sekarang.”
“Lo
yakin gak ada ngaruhnya?” Veni mulai tersenyum sinis ketika melihat wajah Eva
berubah pucat.
“Kenapa kepala gue jadi pusing banget
yah?” Batinnya.
“Emang
apa sih ngaruhnya? Gak ada kan? Lebay deh lo,” Eva menjawab dengan nada remeh
sambil berusaha fokus. Kepalanya terasa berputar dan kesadarannya hampir
hilang.
“Lo
kenapa Va? Capek ngomong?” Veni tersenyum licik ketika melihat Eva mulai
keringat dingin dan dia bisa melihat pucatnya wajah gadis itu di hadapannya.
Kemudian,
Veni bertepuk tangan dan Eva sempat melihat sepuluh preman berwajah sangar dan
badannya kekar serta dipenuhi tato berjalan mengelilingi mereka dan menatapnya
dengan penuh nafsu. Membuatnya menggigil ketakutan.
“Ini
balasannya kalo lo meremehkan dan merebut apa yang gue punya! Good bye, Eva.
Selamat bersenang – senang.” Sambil berkata begitu, dia berbisik ke salah satu
preman yang badannya paling kekar di antara yang lain. “Ini hadiahnya karna
udah bantuin gue, silahkan dinikmati.” Selesai berkata begitu, Veni
meninggalkan Eva yang berjuang melawan preman dan mempertahankan kesadarannya.
Preman
itu menatap Eva penuh nafsu dan berjalan ke arahnya. Eva yang berjuang untuk
sadar menendang preman itu. Namun karna tenaganya semakin lemah, tendangan itu
mudah di tangkisnya dan dia didorong hingga jatuh ke lantai. Dan preman itu,
beserta yang lainnya langsung mengelilinginya dan memegang kaki dan tangannya
agar tak berontak.
“Lepasin
gue! Lo mau ngapain gue?!” Eva berusaha berontak dengan menggerak – gerakkan kaki
dan tangannya yang dicekal erat hingga kesakitan. Bahkan kedua kakinya di
pegang oleh orang yang berbeda dan mengelus – elus sepanjang kakinya.
Membuatnya tersengat.
“Cantik
tapi sangar. Gue suka kayak ginian.” Ucap salah satu preman itu dan dia menindihi
Eva yang semakin hilang kesadaran.
Oh God, please, Help me. Mom, Dad,
Satya, Ratna, kalian dimana? Tolongin Eva...” Batinnya lirih.
Eva
menutup matanya dan air matanya menetes ketika merasa preman itu mulai membuka
kancing pakaiannya satu persatu. Dia merasa harapannya hampir hilang ... pergi
meninggalkannya.
“Eva!”
Teriak seseorang yang sangat dia kenal memanggil namanya di kejauhan. Disusul
suara cewek yang ikut memanggilnya
“Satya! Ratna?! Batinnya bersorak keriangan.
“Gak
ada yang boleh sentuh pacar gue!” Triak cowok itu garang dan BUK! Preman yang
membuka pakaiannya itu roboh seketika ketika ada seseorang memukul tengkuknya
dengan benda keras. Dengan sisa kesadarannya, Eva melihat siapa yang
menolongnya dan membelalakkan matanya maksimal.
“We
meet again, Dear.” Ucapnya sambil
tersenyum melihat keterkejutan Eva.
“Lo?”
suaranya melemah, pandangannya semakin buram dan Eva pun pingsan di
pangkuannya.
øøø
“Gue
dimana? Ini mimpi atau gue malah di surga?” Eva bingung melihat dirinya yang
awalnya berpakaian sekolah, berubah menjadi serba putih dan dia tidak berada di
gudang sekolah, tapi di sebuah taman dengan danau yang beriak tenang dan
melihat matahari hendak terbenam. Menimbulkan pendar keemasan di pantulan air
danaunya.
Di
kejauhan, Eva melihat seorang gadis sedang duduk di ayunan sambil memandang
matahari terbenam. Penasaran, dia akhirnya berjalan mendekat.
Eva
kaget melihat gadis itu mempunyai kemiripan fisik dengannya. Yang membedakan
hanyalah gadis itu tak mempunyai lesung pipi, sedangkan dia punya. Kemudian,
gadis itu menoleh ke arahnya berdiri dan tersenyum manis. Penasaran apakah dia
atau ada orang lain yang dimaksud gadis itu, Eva menoleh ke belakang dan
melihat seorang cowok berjalan menghampiri gadis itu.
“Gue
kira lo lupa sama janji kita disini! Udah 3 jam gue nunggu! Lumutan tauk!”
Gerutu gadis itu ketika cowok itu sekarang disampingnya.
“Sorry
deh Re. Tadi gue beli eskrim dan coklat. Lo suka kan?” Balas cowok yang
mempunyai fisik sempurna dengan kulit sawo matang dan badan tegap serta tinggi
itu sambil menyodorkan plastik hitam ke arah gadis itu dan Eva melihat, betapa
bahagianya tatapan mata gadis itu ke arah cowok itu.
Cowok
itu tersenyum manis dan tatapannya teduh membuat Eva merasa tenang dan ikutan
tersenyum. “Siapa mereka ini? Kenapa gue
ada disini? Apa hubungannya? Cowok ini manis banget wajahnya! Dan cewek ini...
kelihatan banget bahwa dia bahagia dengan apa yang diberikan si cowok. Dan
tatapan matanya, gue bisa liat betapa cintanya si cewek itu. Gue curiga, apa
jangan – jangan mereka...” Batin Eva.
“Suka
banget malah! Lo tau aja deh Van kesukaan gue! Makasih yah,” Gadis itu
mengambil plastik di tangan si cowok dan membuka es krimnya kemudian memakan
penuh lahap. “Enak Van. Mau?” Tawarnya dan si cowok itu menundukkan badannya
agar bisa disuapin es krim dengan si cewek itu.
“Gue
tau lo pasti akan ngomong gitu. Kita kan sahabatan lama, Re. Otomatis gue tau
apa kesukaan lo dan buat lo gak akan bisa ngambek lama sama gue.” Balas si
cowok itu sambil berdiri tegap kembali.
Cewek
itu tertawa dan memakan es krimnya lahap hingga tandas. “Kita pulang sekarang
yuk? Ayoooo...” Cewek itu mendadak berdiri dari ayunan dan langsung menariknya
keluar dari taman dengan wajah panik.
“Pelan
– pelan, Re! Gue baru nyampe lo langsung main tarik aja! Rumah lo gak akan
kemana – mana!”
“Rumah
gue memang gak akan kemana – mana, tapi nyokap gue yang akan kemana – mana
karna nyariin gue yang gak pulang jam segini!” Gerutu cewek itu sambil menjitak
kepala si cowok hingga membuatnya kesakitan.
“Tuh
kan?! Lo pasti jitak kepala gue lagi! Lo udah gue kasih tau sampai berbusa –
busa kalo kepala gue ini KERAMAT! Sentuh sekali lagi, gue kejar lo!“
Cewek
itu menjitak pelan kepala si cowok dan berlari menjauh sambil memeletkan
lidahnya. “Kejar aja kalo bisa, Wek!” Ucapnya dan berteriak riang sambil
berlari cepat ketika si cowok itu serius ingin menangkapnya.
Eva
tertawa ketika si cowok itu berhasil menangkap si cewek dan mereka saling
berhadapan dan terdiam kemudian berpelukan dengan latar matahari terbenam
sempurna. Sempat dilihatnya, Gadis itu menatap ke arahnya dan tersenyum.
Membuatnya spontan tersenyum. Merasakan atmosfir bahagia yang ada di antara
mereka.
“Biarpun gue gak kenal sama mereka,
tapi gue bisa merasakan hubungan indah mereka. Apalagi si cewek itu. Memang
cinta mati kayaknya.”
“Eh...
itu cahaya apa yah? Gue samperin deh,” Eva bergumam ketika melihat ada setitik
cahaya terang disana, penasaran dia berjalan menghampirinya.
“Akhirnya!
Lo sadar juga!” Ratna langsung memeluknya erat ketika dia sudah sadar. Tanpa
memberikannya bernapas normal saking eratnya.
“Wetss...
lepasin dia Rat. Lo bakal bikin dia pingsan dua kali karna meluk saking
eratnya,” Terdengar suara asing di belakang Ratna. Dengan berat hati, Ratna
melepas pelukannya. Membuat Eva mengucap syukur dalam hati dan menatap di
belakang Ratna. Terkejut setengah mati.
“Lo?
Kok ada disini?” Tanyanya bingung.
Sebelum
dia memberi jawaban, tiba – tiba Satya entah nongol darimana langsung berlari
dan memeluknya erat.“Evaaa... my Bakpau!! Lo gak papa kan? Ada yang lecet? Ada
yang patah? Ada yang memar? Mana? Mana? Sini gue obatin!” Satya tanpa tedeng
aleng – aleng berlari kearahnya dan memeluknya erat. Lebih erat dari Ratna.
“Aaa...
Satya! Lo bakal bikin gue habis napas! Lepasin... pelukan lo membunuh gue!” Eva
berusaha melepas pelukan Satya yang menyiksanya dan menatap Reno dengan tatapan
minta tolong
“Maaf
mas bro, tapi kayaknya pacar gue lagi gak pengen dipeluk siapa – siapa deh. dia
maunya dipeluk gue doang. Iya kan, Va?” sambil berkata begitu, Reno mengedipkan
sebelah matanya ke arah Eva. Sukses membuat wajah gadis itu merona malu.
“Gue?
Meluk lo?! Cuih!” Tolak Eva mentah – mentah sambil memasang wajah jijik. Dalam
hati, jantungnya jumpalitan. “please, demi langit dan bumi, lo jangan godain
gue!” Jeritnya.
Reno
yang melihat semburat merah di wajah Eva, semakin ingin menggodanya. “Ahh...
masa sih? Gue malah merasa kok lo mau yah gue peluk? Ayooo... sini, come to
me, darl,” Dia membuka lengannya dan berjalan ke arah Eva seakan – akan
cewek itu menanti pelukannya.
Eva
terdiam. Otaknya menyuruh untuk menjauh, menendang atau melakukan apa saja agar
dia menolak. Tapi pikirannya tak sejalan. Dia diam di tempat. Menatap Reno
lurus sampai dia benar – benar di pelukan cowok itu, yang dikenalnya kurang dari
48 jam dan tangannya melingkar di pinggangnya. Dia merasakan cowok itu
menundukkan kepalanya dan berkata “Senang bisa bertemu lagi, Reva Maharani
Syahreza.”
Eva
terdiam. Tak bereaksi. Tubuhnya menikmati kehangatan pelukan Reno. Mengkhianati
pikirannya yang mengatakan tak seharusnya dia dipeluk oleh cowok tak dikenal.
“Gue
senang dengan takdir bertemu dengan lo sekali lagi, Eva.”
Eva
hanya diam. Tak mengangguk atau menolak. Otaknya terlalu ngadat untuk merespon.
♥
♥
“Nah, Ratna, bisa lo ceritain gimana lo bisa
ketemu gue di gudang?” Eva bertanya setelah mengusir dua cowok itu dari
kamarnya. Dia butuh Ratna untuk menjelaskan kronologinya. Bukan dengan godaan
dari Reno atau keributan yang dibuat Satya setelah melihatnya dipeluk.
Ratna
menatapnya penuh goda, “Sebelum gue jelasin semuanya, tuh cowok siapa, Eva?
Ganteng banget! Aaaa... lo nemu dimana sih?”
Eva merasakan wajahnya memerah lagi, “Nemu di bak sampah! Udah! Buruan ceritain sama gue kenapa lo bisa tau Veni nyekap gue di gudang!” Paksanya membuat Ratna manyun.
Eva merasakan wajahnya memerah lagi, “Nemu di bak sampah! Udah! Buruan ceritain sama gue kenapa lo bisa tau Veni nyekap gue di gudang!” Paksanya membuat Ratna manyun.
“Begini...”
Dia duduk bersila di depan Eva dan tangannya memeluk boneka Panda pemberiannya,
“Gue bingung lo gak muncul di kantin. Jadi gue samperin si Satya di ruang OSIS
siapa tau dia melihat lo. nyatanya dia bilang dia gak ketemu sama lo. gue
bingung, Satya apalagi dan mencoba nelpon lo. tapi gak direspon. Lo seperti
ilang di telan bumi, Va. Sampai Vita menghampiri kami dan tangannya memegang
ponsel lo. dia bilang lo dibikin pingsan oleh antek – antek Veni saat keluar
kelas dan ponsel lo jatuh. Dia terlalu takut untuk mencegah mereka makanya
nyamperin kami. Belum kelar Vita ngomong, tuh anak langsung narik gue dan
bilang, “Satu detik pun sangat berharga untuk Eva.” Gue terdiam mendengarnya.
Gak nyangka si Satya ngomong begitu.”
Dia menarik napas dan menatap Eva yang menunggu kelanjutannya.
“Lo
serius mau tau semuanya?” Dan dia mengangguk. “Gue punya banyak waktu untuk
tau.”
Ratna
menghela napas, “Yang jelas, lo harus sediain gue air putih yang banyak karna
ceritanya bikin gue tenggorokan gue kering.” Dan Eva tertawa mendengarnya, “Itu
bisa diatur. Tenang aja. Udah.. lanjutt...”
Ratna
ikut tertawa dan melanjutkan, “Terus, gue dan Satya pergi ke gudang sekolah. Di
situ kami melihat ada cowok bersembunyi di antara drum dan tatapannya fokus ke
gudang. Satya memutuskan untuk berdiri di sampingnya dan bertanya ngapain dia
kesini. Lo tau responnya apa?” Dia bertanya dan Eva menggeleng, “Dia ngajak
kami kenalan! Aneh kan? gue shock melihat cowok ganteng mampus ngajak
kenalan dan langsung gue sambut ajakannya itu dengan sukacita. Hahahaaa...”
Tawanya membuat Eva mencubit pelan tangannya pelan, “Dasar lo! gak bisa liat
yang mulus – mulus!”
“Kesempatan
baik harus digunakan dengan baik pula, Eva. Terus dia cerita kalau pas keliling
sekolah untuk nostalgia karna dulu dia alumni juga, dia liat lo disekap dan
memutuskan mengikuti sampai sini. Dari kami sembunyi, gue bisa dengar lo dan
Veni saling berteriak penuh emosi. Satya hanya geleng – geleng dan bilang, “Ini
baru sepupu kebanggaan gue,” ucapnya dengan bangga banget gitu. Gue dan Reno
saling pandang aja. Bingung.”
“Terus...
kami lihat si Veni keluar dan bilang, “Mampus lo Va dimakan para preman!
Hahahaaa...” Satya langsung keluar dari persembunyian dan menampar Veni keras
banget!” Dan Eva shock dibuatnya. Satya menampar Veni? Menampar cewek?!
Benar – benar kemajuan pesat dimana seorang Satya setaunya paling anti
menyakiti cewek manapun.
“Serius?”
“Gue
ngapain bohong Va? Serius kali. Si Veni dan antek – anteknya kaget dengan
kehadiran kami. Veni itu udah ditampar ampe merah masih aja nyolot dan bilang
kalo di dalam sana, lo berhadapan dengan 10 preman yang siap menguliti lo hidup
– hidup. Satya hampir saja hendak menamparnya lagi kalau tidak gue tahan dan si
Reno langsung lari ke gudang begitu aja.”
“Iya...
gue benar – benar hampir dikuliti hidup – hidup, Ran. Kaki dan tangan gue
dibentang dan dipegang sama mereka. Gue benar – benar seperti makanan nikmat
dan mereka akan mencicipinya setiap incinya.” Dia berkata dengan wajah jijik
ketika teringat kejadian itu.
“Kami
juga lihat, Va. Lo dikerubungi oleh preman – preman sialan itu dan si Satya
udah kayak orang kesurupan di buatnya. Dia ambil kayu dan berlari ke arah
preman itu. Si Reno udah memukul preman yang membuka baju lo itu dan menariknya
ke belakang. Bayangin aja Va, 10 : 2! Reno dan Satya berdiri di depan lo yang
gue yakin udah pingsan itu dan menghajarnya satu – satu. Gue baru tau Reno jago
beladiri juga. Sama kayak Satya. Setelah itu, dia mengancing baju lo yang sudah
separuh terbuka itu dan menggendong lo keluar sampai di mobilnya.”
Eva
menatapnya tanpa kedip. Tak percaya dengan penjelasan Ratna dan berharap itu
hanya bohong karna ingin menggodanya. Reno menggendongnya? Mengancingkan
bajunya padahal mereka baru 2 kali bertemu dan itupun bukan pertemuan yang baik
untuk diingat mengingat dirinya kasar pada cowok itu. Waw!
Ratna
yang tau ekspresi Eva, menghela napas, “Gue tau lo gak percaya, tapi memang itu
kejadiannya. Dia menggendong lo dan kami balik ke sekolah untuk mengurus ijin
lo untuk pulang hari ini karna sakit. Dan dia menunggu di mobil dengan lo yang
masih pingsan. Terus, dia cerita selama mengantar lo pulang ke rumah kalau dia
mahasiswa UI jurusan Hubungan Internasional, semester 5 yang menurut perhitungan
gue, lo sama dia selisih 2 tahun dan dia kesini karna pulang kampung dan
sekaligus nostalgia ke SMAnya dulu. Cuma dia gak nyangka aja bisa ketemu lo
lagi.”
“Gue
juga gak nyangka bisa ketemu dia lagi,” Timpal Eva dalam hati.
Melihat
Eva hanya diam, Ratna berdehem dan mengambil gelas berisi air di sampingnya dan
meminum sampai tandas. Sungguh, bercerita dengan Eva membuat tenggorokannya
kering, “Pas sampai rumah lo, entah kenapa kami bersyukur karna papah lo gak
ada. Bukannya apa – apa, Satya bakal bingung gimana jelasinnya nanti mengingat
lo dijaga papah lo segitu ketatnya. Dan dia menggendong lo yang masih pingsan
itu masuk ke rumah dan menidurkannya disini. Di kamar lo. tak lama kemudian,
baru lo sadar.”
“Kenapa
dia yang gendong gue? Kenapa bukan Satya aja?” akhirnya sebuah pertanyaan
keluar dari mulutnya. Membuat Ratna angkat bahu.
“Gue
gak tau juga, Va. Satya membiarkan lo digendong Reno. Dan lo waktu itu tidak
duduk di belakang, tapi lo duduk di depan dan kami di belakang. Jadi itu
memudahkan dia langsung gendong lo saat tiba dirumah. Kalau saja dia menidurkan
lo di belakang, mungkin Satya yang akan melakukannya. Memangnya kenapa?”
Eva
menggelengkan kepalanya. Dia tak pernah digendong cowok kecuali papahnya.
Itupun terakhir digendong saat dia berumur 6 tahun karna sakit demam dan
papahnya dengan panik menggendongnya masuk mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Setelah itu, tak pernah lagi.
“Yasudah.
Gak usah lo pikirin lagi. Itung – itung ini keberuntungan lo karna digendong
cowok seganteng dia. Kalau gue yah, digendong Satya kayak Reno gendong lo,
widihh... gue gak akan bakalan bangun lagi! Hahahahhaaaa..”
“Emang
so sweet banget yah?”
Ratna
mengangkat kedua jempolnya dan mengangguk penuh semangat, “Banget! lebih keren
dari film korea deh! gilaaaaa... lo dimana kenalnya sih? Emang udah lama kenal
atau gimana? Kok lo gak cerita sama gue? Jahat!” Ratna manyun sambil memukul
lengan Eva pelan.
“Hahahhaa...
bukan begitu. Gue baru aja kenal dia kemarin di taman. Dan percaya deh, itu
bukan perkenalan yang waras!”
“Oh
yah? Gimana ceritanya? Ceritaaaa...”
Eva
tertawa dan menceritakannya. Selesai bercerita, dia ditoyor Ratna, “Somplak lo!
cowok ganteng diajak kenalan lo malah sinis! Gue yah, kalau digituin bakalan
pasang wajah semanis mungkin deh! benar – benar lo itu, Va.” Temannya geleng –
geleng kepala dan Eva hanya tertawa.
“kita
keluar yuk? Gue takutnya mereka bakal bikin rumah gue amburadul.” Eva
memutuskan keluar sebelum Ratna semakin menggodanya.
“Kayaknya
Reno beneran naksir sama lo deh Va. Ciieee... temen gue...”
“Ngaco!”
Ucapnya dan menutup pintu kamarnya. Dia bersandar dan melihat Reno sekarang
dengan santainya duduk di kursi Piano dan memainkan sebuah lagu yang dia tak
tau apa judulnya. Tapi sangat menyenangkan.
“Apa benar dia naksir gue?”
♥
♥
Reno
bosan setengah mati menunggu di ruang tamu. Satya menghilang entah kemana.
Ketika melihat piano di depannya, dia tersenyum dan menghampirinya lalu duduk
dan memainkan sebuah lagu yang sangat disukainya.
Dia
mendongkakkan wajahnya ke atas dan melihat Eva bersandar di pintu sambil
menutup matanya. Menikmati permainan pianonya. Dia semakin semangat
memainkannya. Dia sungguh tak menyangka bahwa akan bertemu dengannya lagi.
Mengetahui nama dan alamat rumahnya lagi! Itu seperti jackpot baginya.
Saking
asyiknya, dia tak menyadari Eva sekarang berdiri di depannya dengan tubuh
bersandar di piano. Menikmati permainannya. dia berhenti dan tersenyum, “Sorry,
kalau gue lancang main tanpa ijin.”
“Gak
papa. Gue suka permainan musik lo, kak.”
“Jangan panggil gue kakak dong. gue ngerasa
janggal tau dengarnya. Cukup panggil Reno aja.”
“Tapi
...” Ucapannya terhenti ketika Reno berhenti memainkan pianonya dan menatap
lurus ke arahnya. Cowok itu tersenyum, “just call me Reno. Okay?” dan
Eva seolah terhipnotis, dia mengangguk. “Oke ka... eh, Reno maksudnya.” Dia
tersenyum ketika cowok itu melotot.
“Lo
main apa sih tadi? Gue suka lagunya.” Eva mendekat dan Reno menggeser duduknya
dan menepuk kursi, “Duduk disini Va. Lo bisa main piano kan?”
Eva
menggeleng, “Gak terlalu bisa sih. Papah gue yang bisa main.” Eva masih berdiri
tanpa menuruti kehendak Reno untuk duduk disampingnya.
“Duduk
disini, Va. Gue ajarin mainnya.” Reno mengulang permintaannya dengan wajah
memaksa. Dan gadis itu menggeleng dengan keras kepala. Menolak permintaannya.
“Lo memang kepala batu yah,” Gerutunya.
“Bodo.”
Jawab Eva cuek.
Reno
memainkan lagu itu sekali lagi dan Eva saking terpesona, dia akhirnya duduk di
samping Reno dan memperhatikan cowok itu menekan lembut tuts – tuts piano itu
sehingga menghasilkan suara yang sangat merdu.
“Judul
lagu ini adalah Love me yang dibawakan oleh pianis asal Korea, Yiruma. Gue suka
permainan pianonya. Lembut dan menyentuh hati. Tapi, Permainan Maksim Marvica
juga bagus. Lo mau dengar?” Tawarnya ketika dia selesai memainkan lagu itu. Dan
Eva mengangguk antusias.
Reno
tersenyum dan memainkan sebuah lagu yang yang dikenal dan dikuasainya. Eva
seolah terhanyut dalam permainannya. dan ketika cowok itu berhenti memainkannya,
dia merasa, seperti sesuatu yang indah itu hilang perlahan – lahan, dan
akhirnya tak terlihat sama sekali. Membuatnya menatap kecewa ke arah Reno. “Gue
suka lagunya. Judulnya apa?”
“Still
Water dari Maksim Mrvica. Coba lo searching di Google dan download
musiknya. Pasti suka.”
“Nanti
gue cari deh. by the way, sejak kapan lo suka main piano?” Tanya Eva dan
Reno pun menjelaskannya dengan senang hati. Tanpa sadar permainan pianonya
membuat mereka semakin dekat dan membuat mereka saling mengetahui satu sama
lain.
“Cieee...
yang berduaan...” Goda Satya dari lantai atas bersama Ratna membuat mereka
terhenti dan menatap keduanya yang sedang memasang wajah siap menggoda. Membuat
Eva merah padam dan menoleh ke arah lain.
“Kenapa
wajah lo merah, Va? Ciiieee... Eva niii yeee...” Satya semakin menjadi – jadi
menggodanya. Membuat Eva sangat, sangat malu dan Reno melihat ekspresinya itu
dan tertawa. diikuti yang lain.
“Dasar
Satya sableng! Awas aja lo ntar!” Gerutunya dalam hati.
♥
♥
“Kami
pulang dulu yah, dadahhh...” Ratna memberikan cipika – cipiki ke pada Eva
diikuti oleh Satya. Sekarang jam menunjukkan pukul 7 malam. Sudah setengah hari
mereka dirumah Eva. Saling bertukar cerita, dan saling menggoda Eva yang
salting setiap dengan Reno. Sedangkan cowok itu biasa saja terhadapnya. “Take care yah Eva. Kalau ada apa –
apa, telpon aja gue. Pasti gue datangin kok. atau lo nginap dirumah gue aja
gimana? Lo kan sendiri malam ini dirumah gue...” Ucapannya terhenti ketika Eva
menatapnya geli.
“Lo
tenang aja Satya. Veni gak mungkin nyerang gue disini. Kalau gue pergi, kasian
Bik Ijah gue tinggalin. Udah... pulang sana! Ntar tante Fira nyariin lo lagi.”
Dia mengusir Satya secara halus.
“Bener?”
“Iyaaa...
Satya. Suer deh.”
“Yasudah...”
Satya mencium kening Eva dan masuk ke mobil Reno karna cowok itu yang akan
mengantar mereka pulang.
Setelah
kedua temannya masuk, Reno meliriknya, “Gue pulang yah,” Pamitnya dan Eva
mengangguk.
“Gak
kasih ciuman perpisahan nih? Pelukan gitu? Atauuu...” Reno mulai menggodanya
karna di antara mereka, Cuma dia saja yang tak diberi oleh – oleh pelukan atau
sebagainya. Membuat wajah Eva seketika masam namun rona kemerahan tak bisa
disembunyikannya.
“Cih!
Emang lo siapa gue?! Udah pulang sana!” Dia mendorong Reno ke arah mobilnya dan
cowok itu menoleh.
“Va...
gue ...” Ucapannya terhenti ketika Eva menatapnya. Gerakan tangan berhenti
mendorong punggungnya. Mereka bertatapan sekali lagi. “Apa?”
“Gak...
gak jadi... Gue pulang yah. bye.” Reno memutuskan masuk mobilnya dan
melaju meninggalkan Eva yang kebingungan dengannya.
“Dia
mau ngomong apa sih?”
♥
♥
Reno terdiam di kamarnya. Semua informasi
tentang Eva kini di tangannya setelah “menyogok” kedua temannya yang dia antar
pulang kerumah dengan traktiran ini – itu. Entah kenapa, dari awal pertama
gadis itu sudah mencuri perhatiannya. Tapi dia tak menyangka akan bertemu lagi
dengan situasi yang jauh berbeda. Dia mengacak rambutnya frustasi dan
memutuskan mengambil ponselnya, mencatat nomor ponsel Eva dan mulai mengirim
sms. Mengucapkan selamat tidur.
Setelah
terkirim, dia mulai tenang dan mencoba tidur. Berharap di dalam mimpinya dia
bertemu dengan gadis pencuri hatinya itu