Laman

Senin, 04 Maret 2013

Past Time of the Story part 4 - Hey, kita bertemu lagi.




            Eva mengerjap – ngerjapkan matanya yang silau karna cahaya lampu yang terlalu dekat dengannya. Dia mencoba bicara namun yang keluar hanya gumaman, dia menggerakkan tangannya malah seperti ada yang mengikatnya. Ketika otaknya mulai sadar, dia melihat disekelilingnya dan kaget bahwa dirinya terikat di kursi dan berada diruangan pengap.
“Hmm...hmmm...” Eva berusaha berteriak walau yang keluar hanya gumaman. Matanya bergerak liar penuh ketakutan. Kemudian, dia mendengar suara cewek tertawa licik dan berjalan mendekatinya kemudian... SRET! Dengan sekali tarik, lakban yang menutup mulutnya terlepas.
“Akhirnya lo bangun juga, bagaimana tidur lo?” Suara licik Lia yang dia kenal sebagai antek – antek Veni.
“Mana BOS lo?! SHIT! Lo kira gue apa diikat kayak gini?! lepasin gak?! Sialan lo pada! Setan semua!” Eva mengumpat dengan suara keras. Seandainya dia tak seperti ini,dia bersumpah akan menghajar semua orang diruangan ini. Bodo amet kalo yang dia hajar itu cewek semua.
“Waw! Seorang Eva baru saja ngomong kasar? Mimpi apa gue semalam jadi dengar lo ngomong gitu?” Veni menjawab ucapan Eva dan berjalan mendekatinya. Puas hatinya melihat saingannya hanya bisa menatap tajam tanpa bertindak.
Eva membuang ludah dengan geram di sampingnya. “Maksud lo apaan sih Ven ikat gue kayak gini?! Gue salah apa sama lo?! Sinting lo jadi cewek!”
“Lepasin deh Lia ikatan dia. Biar nih cewek ngomel sepuasnya,” Perintahnya dan Lia langsung melepas ikatannya tanpa memperdulikan Eva melihat dengan tatapan geram.
“Dasar cewek sinting! Maksud lo apaan coba sandera gue kayak gini?!” Omelnya sambil berdiri sejajar dengan Veni yang menatapnya angkuh.
“Lo mau tau kenapa? Karna, gue gak suka lo dekat sama Satya! Dia milik gue! Apa lo gak puas Va semua gebetan gue pada lari ke lo karna terpesona dengan apa yang lo punya?! Gue gak suka ada orang lain yang nyaingin itu, termasuk lo!”
“Lo gak suka gue dekat dengan Satya? Sekarang gue nanya, lo siapanya Satya sih? Pacarnya? Bukan kan?” Eva bertanya dengan wajah sinis. “Kalo bukan, ngapain lo begini?! Sudah berapa cewek yang lo ikat disini karna deketin Satya?! Pantes aja tuh anak gak punya pacar sampai sekarang, wong lo ternyata dalangnya! Lagipula, Satya gak akan bakalan suka sama cewek macam lo! yang Cuma modal cantik tapi otak KOSONG!” Lanjutnya dengan suara sinis.
“Lo remehin gue?!” Veni mulai meradang karna tak terima diremehkan.
“Iya! Kenapa? Gak suka?! Lo memang pantes diremehkan kok. lo Cuma berani mandang dia dari jauh dan ngancem semua cewek yang dekat dia kan?! Kasian bener gue sama lo. dan lo iri sama apa yang gue punya? Silahkan lo ambil semuanya Ven kalo itu yang buat lo kayak gini! gue gak butuh! Dan satu hal lagi...” Eva menunjuk jarinya ke depan wajah Veni. “ Lo salah giniin gue! Kenapa? Karna gue gak takut!”
“Lo gak takut?” Jawabnya dengan senyum licik. Rencana akhir siap dijalankan. Pikir Veni.
“Ngapain gue takut sama lo? Gue diajarin untuk tidak takut sama ancaman tong kosong kayak lo itu! Satu lagi, lo salah paham kalau mengira gue merebut Satya tercinta lo, kenapa? Karna gue SEPUPU sama dia! Puas?!” Eva menekankan kalimat terakhir dan menatapnya gemas pengen menghajar Veni.
“Lo sepupuan sama dia? Gak mungkin! Pembohong!” Veni shock dengan ucapan Eva.
“Yaudah kalo lo gak percaya. Gue juga gak peduli. Toh, lo percaya atau gak, gak ada ngaruhnya buat kehidupan gue sekarang.”
“Lo yakin gak ada ngaruhnya?” Veni mulai tersenyum sinis ketika melihat wajah Eva berubah pucat.
“Kenapa kepala gue jadi pusing banget yah?” Batinnya.
“Emang apa sih ngaruhnya? Gak ada kan? Lebay deh lo,” Eva menjawab dengan nada remeh sambil berusaha fokus. Kepalanya terasa berputar dan kesadarannya hampir hilang.
“Lo kenapa Va? Capek ngomong?” Veni tersenyum licik ketika melihat Eva mulai keringat dingin dan dia bisa melihat pucatnya wajah gadis itu di hadapannya.
Kemudian, Veni bertepuk tangan dan Eva sempat melihat sepuluh preman berwajah sangar dan badannya kekar serta dipenuhi tato berjalan mengelilingi mereka dan menatapnya dengan penuh nafsu. Membuatnya menggigil ketakutan.
“Ini balasannya kalo lo meremehkan dan merebut apa yang gue punya! Good bye, Eva. Selamat bersenang – senang.” Sambil berkata begitu, dia berbisik ke salah satu preman yang badannya paling kekar di antara yang lain. “Ini hadiahnya karna udah bantuin gue, silahkan dinikmati.” Selesai berkata begitu, Veni meninggalkan Eva yang berjuang melawan preman dan mempertahankan kesadarannya.

Preman itu menatap Eva penuh nafsu dan berjalan ke arahnya. Eva yang berjuang untuk sadar menendang preman itu. Namun karna tenaganya semakin lemah, tendangan itu mudah di tangkisnya dan dia didorong hingga jatuh ke lantai. Dan preman itu, beserta yang lainnya langsung mengelilinginya dan memegang kaki dan tangannya agar tak berontak.
“Lepasin gue! Lo mau ngapain gue?!” Eva berusaha berontak dengan menggerak – gerakkan kaki dan tangannya yang dicekal erat hingga kesakitan. Bahkan kedua kakinya di pegang oleh orang yang berbeda dan mengelus – elus sepanjang kakinya. Membuatnya tersengat.
“Cantik tapi sangar. Gue suka kayak ginian.” Ucap salah satu preman itu dan dia menindihi Eva yang semakin hilang kesadaran.
Oh God, please, Help me. Mom, Dad, Satya, Ratna, kalian dimana? Tolongin Eva...” Batinnya lirih.
Eva menutup matanya dan air matanya menetes ketika merasa preman itu mulai membuka kancing pakaiannya satu persatu. Dia merasa harapannya hampir hilang ... pergi meninggalkannya.

“Eva!” Teriak seseorang yang sangat dia kenal memanggil namanya di kejauhan. Disusul suara cewek yang ikut memanggilnya
“Satya! Ratna?! Batinnya bersorak keriangan.

“Gak ada yang boleh sentuh pacar gue!” Triak cowok itu garang dan BUK! Preman yang membuka pakaiannya itu roboh seketika ketika ada seseorang memukul tengkuknya dengan benda keras. Dengan sisa kesadarannya, Eva melihat siapa yang menolongnya dan membelalakkan matanya maksimal.
“We meet again, Dear.” Ucapnya sambil tersenyum melihat keterkejutan Eva.
“Lo?” suaranya melemah, pandangannya semakin buram dan Eva pun pingsan di pangkuannya.


øøø

            “Gue dimana? Ini mimpi atau gue malah di surga?” Eva bingung melihat dirinya yang awalnya berpakaian sekolah, berubah menjadi serba putih dan dia tidak berada di gudang sekolah, tapi di sebuah taman dengan danau yang beriak tenang dan melihat matahari hendak terbenam. Menimbulkan pendar keemasan di pantulan air danaunya.
            Di kejauhan, Eva melihat seorang gadis sedang duduk di ayunan sambil memandang matahari terbenam. Penasaran, dia akhirnya berjalan mendekat.
            Eva kaget melihat gadis itu mempunyai kemiripan fisik dengannya. Yang membedakan hanyalah gadis itu tak mempunyai lesung pipi, sedangkan dia punya. Kemudian, gadis itu menoleh ke arahnya berdiri dan tersenyum manis. Penasaran apakah dia atau ada orang lain yang dimaksud gadis itu, Eva menoleh ke belakang dan melihat seorang cowok berjalan menghampiri gadis itu.
            “Gue kira lo lupa sama janji kita disini! Udah 3 jam gue nunggu! Lumutan tauk!” Gerutu gadis itu ketika cowok itu sekarang disampingnya.
            “Sorry deh Re. Tadi gue beli eskrim dan coklat. Lo suka kan?” Balas cowok yang mempunyai fisik sempurna dengan kulit sawo matang dan badan tegap serta tinggi itu sambil menyodorkan plastik hitam ke arah gadis itu dan Eva melihat, betapa bahagianya tatapan mata gadis itu ke arah cowok itu.   
            Cowok itu tersenyum manis dan tatapannya teduh membuat Eva merasa tenang dan ikutan tersenyum. “Siapa mereka ini? Kenapa gue ada disini? Apa hubungannya? Cowok ini manis banget wajahnya! Dan cewek ini... kelihatan banget bahwa dia bahagia dengan apa yang diberikan si cowok. Dan tatapan matanya, gue bisa liat betapa cintanya si cewek itu. Gue curiga, apa jangan – jangan mereka...” Batin Eva.
“Suka banget malah! Lo tau aja deh Van kesukaan gue! Makasih yah,” Gadis itu mengambil plastik di tangan si cowok dan membuka es krimnya kemudian memakan penuh lahap. “Enak Van. Mau?” Tawarnya dan si cowok itu menundukkan badannya agar bisa disuapin es krim dengan si cewek itu.
“Gue tau lo pasti akan ngomong gitu. Kita kan sahabatan lama, Re. Otomatis gue tau apa kesukaan lo dan buat lo gak akan bisa ngambek lama sama gue.” Balas si cowok itu sambil berdiri tegap kembali.
Cewek itu tertawa dan memakan es krimnya lahap hingga tandas. “Kita pulang sekarang yuk? Ayoooo...” Cewek itu mendadak berdiri dari ayunan dan langsung menariknya keluar dari taman dengan wajah panik.
“Pelan – pelan, Re! Gue baru nyampe lo langsung main tarik aja! Rumah lo gak akan kemana – mana!”
“Rumah gue memang gak akan kemana – mana, tapi nyokap gue yang akan kemana – mana karna nyariin gue yang gak pulang jam segini!” Gerutu cewek itu sambil menjitak kepala si cowok hingga membuatnya kesakitan.
“Tuh kan?! Lo pasti jitak kepala gue lagi! Lo udah gue kasih tau sampai berbusa – busa kalo kepala gue ini KERAMAT! Sentuh sekali lagi, gue kejar lo!“
Cewek itu menjitak pelan kepala si cowok dan berlari menjauh sambil memeletkan lidahnya. “Kejar aja kalo bisa, Wek!” Ucapnya dan berteriak riang sambil berlari cepat ketika si cowok itu serius ingin menangkapnya.
Eva tertawa ketika si cowok itu berhasil menangkap si cewek dan mereka saling berhadapan dan terdiam kemudian berpelukan dengan latar matahari terbenam sempurna. Sempat dilihatnya, Gadis itu menatap ke arahnya dan tersenyum. Membuatnya spontan tersenyum. Merasakan atmosfir bahagia yang ada di antara mereka.
“Biarpun gue gak kenal sama mereka, tapi gue bisa merasakan hubungan indah mereka. Apalagi si cewek itu. Memang cinta mati kayaknya.”
“Eh... itu cahaya apa yah? Gue samperin deh,” Eva bergumam ketika melihat ada setitik cahaya terang disana, penasaran dia berjalan menghampirinya.


            “Akhirnya! Lo sadar juga!” Ratna langsung memeluknya erat ketika dia sudah sadar. Tanpa memberikannya bernapas normal saking eratnya.
            “Wetss... lepasin dia Rat. Lo bakal bikin dia pingsan dua kali karna meluk saking eratnya,” Terdengar suara asing di belakang Ratna. Dengan berat hati, Ratna melepas pelukannya. Membuat Eva mengucap syukur dalam hati dan menatap di belakang Ratna. Terkejut setengah mati.
            “Lo? Kok ada disini?” Tanyanya bingung.
            Sebelum dia memberi jawaban, tiba – tiba Satya entah nongol darimana langsung berlari dan memeluknya erat.“Evaaa... my Bakpau!! Lo gak papa kan? Ada yang lecet? Ada yang patah? Ada yang memar? Mana? Mana? Sini gue obatin!” Satya tanpa tedeng aleng – aleng berlari kearahnya dan memeluknya erat. Lebih erat dari Ratna.
            “Aaa... Satya! Lo bakal bikin gue habis napas! Lepasin... pelukan lo membunuh gue!” Eva berusaha melepas pelukan Satya yang menyiksanya dan menatap Reno dengan tatapan minta tolong
            “Maaf mas bro, tapi kayaknya pacar gue lagi gak pengen dipeluk siapa – siapa deh. dia maunya dipeluk gue doang. Iya kan, Va?” sambil berkata begitu, Reno mengedipkan sebelah matanya ke arah Eva. Sukses membuat wajah gadis itu merona malu.
            “Gue? Meluk lo?! Cuih!” Tolak Eva mentah – mentah sambil memasang wajah jijik. Dalam hati, jantungnya jumpalitan. “please, demi langit dan bumi, lo jangan godain gue!” Jeritnya.
            Reno yang melihat semburat merah di wajah Eva, semakin ingin menggodanya. “Ahh... masa sih? Gue malah merasa kok lo mau yah gue peluk? Ayooo... sini, come to me, darl,” Dia membuka lengannya dan berjalan ke arah Eva seakan – akan cewek itu menanti pelukannya.
            Eva terdiam. Otaknya menyuruh untuk menjauh, menendang atau melakukan apa saja agar dia menolak. Tapi pikirannya tak sejalan. Dia diam di tempat. Menatap Reno lurus sampai dia benar – benar di pelukan cowok itu, yang dikenalnya kurang dari 48 jam dan tangannya melingkar di pinggangnya. Dia merasakan cowok itu menundukkan kepalanya dan berkata “Senang bisa bertemu lagi, Reva Maharani Syahreza.”
            Eva terdiam. Tak bereaksi. Tubuhnya menikmati kehangatan pelukan Reno. Mengkhianati pikirannya yang mengatakan tak seharusnya dia dipeluk oleh cowok tak dikenal.

            “Gue senang dengan takdir bertemu dengan lo sekali lagi, Eva.”
            Eva hanya diam. Tak mengangguk atau menolak. Otaknya terlalu ngadat untuk merespon.

♥ ♥

          “Nah, Ratna, bisa lo ceritain gimana lo bisa ketemu gue di gudang?” Eva bertanya setelah mengusir dua cowok itu dari kamarnya. Dia butuh Ratna untuk menjelaskan kronologinya. Bukan dengan godaan dari Reno atau keributan yang dibuat Satya setelah melihatnya dipeluk.
            Ratna menatapnya penuh goda, “Sebelum gue jelasin semuanya, tuh cowok siapa, Eva? Ganteng banget! Aaaa... lo nemu dimana sih?”
            Eva merasakan wajahnya memerah lagi, “Nemu di bak sampah! Udah! Buruan ceritain sama gue kenapa lo bisa tau Veni nyekap gue di gudang!” Paksanya membuat Ratna manyun.
            “Begini...” Dia duduk bersila di depan Eva dan tangannya memeluk boneka Panda pemberiannya, “Gue bingung lo gak muncul di kantin. Jadi gue samperin si Satya di ruang OSIS siapa tau dia melihat lo. nyatanya dia bilang dia gak ketemu sama lo. gue bingung, Satya apalagi dan mencoba nelpon lo. tapi gak direspon. Lo seperti ilang di telan bumi, Va. Sampai Vita menghampiri kami dan tangannya memegang ponsel lo. dia bilang lo dibikin pingsan oleh antek – antek Veni saat keluar kelas dan ponsel lo jatuh. Dia terlalu takut untuk mencegah mereka makanya nyamperin kami. Belum kelar Vita ngomong, tuh anak langsung narik gue dan bilang, “Satu detik pun sangat berharga untuk Eva.” Gue terdiam mendengarnya. Gak nyangka si Satya ngomong begitu.”  Dia menarik napas dan menatap Eva yang menunggu kelanjutannya.
            “Lo serius mau tau semuanya?” Dan dia mengangguk. “Gue punya banyak waktu untuk tau.”
            Ratna menghela napas, “Yang jelas, lo harus sediain gue air putih yang banyak karna ceritanya bikin gue tenggorokan gue kering.” Dan Eva tertawa mendengarnya, “Itu bisa diatur. Tenang aja. Udah.. lanjutt...”
            Ratna ikut tertawa dan melanjutkan, “Terus, gue dan Satya pergi ke gudang sekolah. Di situ kami melihat ada cowok bersembunyi di antara drum dan tatapannya fokus ke gudang. Satya memutuskan untuk berdiri di sampingnya dan bertanya ngapain dia kesini. Lo tau responnya apa?” Dia bertanya dan Eva menggeleng, “Dia ngajak kami kenalan! Aneh kan? gue shock melihat cowok ganteng mampus ngajak kenalan dan langsung gue sambut ajakannya itu dengan sukacita. Hahahaaa...” Tawanya membuat Eva mencubit pelan tangannya pelan, “Dasar lo! gak bisa liat yang mulus – mulus!”
            “Kesempatan baik harus digunakan dengan baik pula, Eva. Terus dia cerita kalau pas keliling sekolah untuk nostalgia karna dulu dia alumni juga, dia liat lo disekap dan memutuskan mengikuti sampai sini. Dari kami sembunyi, gue bisa dengar lo dan Veni saling berteriak penuh emosi. Satya hanya geleng – geleng dan bilang, “Ini baru sepupu kebanggaan gue,” ucapnya dengan bangga banget gitu. Gue dan Reno saling pandang aja. Bingung.”
            “Terus... kami lihat si Veni keluar dan bilang, “Mampus lo Va dimakan para preman! Hahahaaa...” Satya langsung keluar dari persembunyian dan menampar Veni keras banget!” Dan Eva shock dibuatnya. Satya menampar Veni? Menampar cewek?! Benar – benar kemajuan pesat dimana seorang Satya setaunya paling anti menyakiti cewek manapun.
            “Serius?”
            “Gue ngapain bohong Va? Serius kali. Si Veni dan antek – anteknya kaget dengan kehadiran kami. Veni itu udah ditampar ampe merah masih aja nyolot dan bilang kalo di dalam sana, lo berhadapan dengan 10 preman yang siap menguliti lo hidup – hidup. Satya hampir saja hendak menamparnya lagi kalau tidak gue tahan dan si Reno langsung lari ke gudang begitu aja.”
            “Iya... gue benar – benar hampir dikuliti hidup – hidup, Ran. Kaki dan tangan gue dibentang dan dipegang sama mereka. Gue benar – benar seperti makanan nikmat dan mereka akan mencicipinya setiap incinya.” Dia berkata dengan wajah jijik ketika teringat kejadian itu.
            “Kami juga lihat, Va. Lo dikerubungi oleh preman – preman sialan itu dan si Satya udah kayak orang kesurupan di buatnya. Dia ambil kayu dan berlari ke arah preman itu. Si Reno udah memukul preman yang membuka baju lo itu dan menariknya ke belakang. Bayangin aja Va, 10 : 2! Reno dan Satya berdiri di depan lo yang gue yakin udah pingsan itu dan menghajarnya satu – satu. Gue baru tau Reno jago beladiri juga. Sama kayak Satya. Setelah itu, dia mengancing baju lo yang sudah separuh terbuka itu dan menggendong lo keluar sampai di mobilnya.”
            Eva menatapnya tanpa kedip. Tak percaya dengan penjelasan Ratna dan berharap itu hanya bohong karna ingin menggodanya. Reno menggendongnya? Mengancingkan bajunya padahal mereka baru 2 kali bertemu dan itupun bukan pertemuan yang baik untuk diingat mengingat dirinya kasar pada cowok itu. Waw!
            Ratna yang tau ekspresi Eva, menghela napas, “Gue tau lo gak percaya, tapi memang itu kejadiannya. Dia menggendong lo dan kami balik ke sekolah untuk mengurus ijin lo untuk pulang hari ini karna sakit. Dan dia menunggu di mobil dengan lo yang masih pingsan. Terus, dia cerita selama mengantar lo pulang ke rumah kalau dia mahasiswa UI jurusan Hubungan Internasional, semester 5 yang menurut perhitungan gue, lo sama dia selisih 2 tahun dan dia kesini karna pulang kampung dan sekaligus nostalgia ke SMAnya dulu. Cuma dia gak nyangka aja bisa ketemu lo lagi.”
            “Gue juga gak nyangka bisa ketemu dia lagi,” Timpal Eva dalam hati.
            Melihat Eva hanya diam, Ratna berdehem dan mengambil gelas berisi air di sampingnya dan meminum sampai tandas. Sungguh, bercerita dengan Eva membuat tenggorokannya kering, “Pas sampai rumah lo, entah kenapa kami bersyukur karna papah lo gak ada. Bukannya apa – apa, Satya bakal bingung gimana jelasinnya nanti mengingat lo dijaga papah lo segitu ketatnya. Dan dia menggendong lo yang masih pingsan itu masuk ke rumah dan menidurkannya disini. Di kamar lo. tak lama kemudian, baru lo sadar.”
            “Kenapa dia yang gendong gue? Kenapa bukan Satya aja?” akhirnya sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya. Membuat Ratna angkat bahu.
            “Gue gak tau juga, Va. Satya membiarkan lo digendong Reno. Dan lo waktu itu tidak duduk di belakang, tapi lo duduk di depan dan kami di belakang. Jadi itu memudahkan dia langsung gendong lo saat tiba dirumah. Kalau saja dia menidurkan lo di belakang, mungkin Satya yang akan melakukannya. Memangnya kenapa?”
            Eva menggelengkan kepalanya. Dia tak pernah digendong cowok kecuali papahnya. Itupun terakhir digendong saat dia berumur 6 tahun karna sakit demam dan papahnya dengan panik menggendongnya masuk mobil dan membawanya ke rumah sakit. Setelah itu, tak pernah lagi.
            “Yasudah. Gak usah lo pikirin lagi. Itung – itung ini keberuntungan lo karna digendong cowok seganteng dia. Kalau gue yah, digendong Satya kayak Reno gendong lo, widihh... gue gak akan bakalan bangun lagi! Hahahahhaaaa..”
            “Emang so sweet banget yah?”
            Ratna mengangkat kedua jempolnya dan mengangguk penuh semangat, “Banget! lebih keren dari film korea deh! gilaaaaa... lo dimana kenalnya sih? Emang udah lama kenal atau gimana? Kok lo gak cerita sama gue? Jahat!” Ratna manyun sambil memukul lengan Eva pelan.
            “Hahahhaa... bukan begitu. Gue baru aja kenal dia kemarin di taman. Dan percaya deh, itu bukan perkenalan yang waras!”
            “Oh yah? Gimana ceritanya? Ceritaaaa...”
            Eva tertawa dan menceritakannya. Selesai bercerita, dia ditoyor Ratna, “Somplak lo! cowok ganteng diajak kenalan lo malah sinis! Gue yah, kalau digituin bakalan pasang wajah semanis mungkin deh! benar – benar lo itu, Va.” Temannya geleng – geleng kepala dan Eva hanya tertawa.
            “kita keluar yuk? Gue takutnya mereka bakal bikin rumah gue amburadul.” Eva memutuskan keluar sebelum Ratna semakin menggodanya.
            “Kayaknya Reno beneran naksir sama lo deh Va. Ciieee... temen gue...”
            “Ngaco!” Ucapnya dan menutup pintu kamarnya. Dia bersandar dan melihat Reno sekarang dengan santainya duduk di kursi Piano dan memainkan sebuah lagu yang dia tak tau apa judulnya. Tapi sangat menyenangkan.
            “Apa benar dia naksir gue?”


♥ ♥


            Reno bosan setengah mati menunggu di ruang tamu. Satya menghilang entah kemana. Ketika melihat piano di depannya, dia tersenyum dan menghampirinya lalu duduk dan memainkan sebuah lagu yang sangat disukainya.
            Dia mendongkakkan wajahnya ke atas dan melihat Eva bersandar di pintu sambil menutup matanya. Menikmati permainan pianonya. Dia semakin semangat memainkannya. Dia sungguh tak menyangka bahwa akan bertemu dengannya lagi. Mengetahui nama dan alamat rumahnya lagi! Itu seperti jackpot baginya.
            Saking asyiknya, dia tak menyadari Eva sekarang berdiri di depannya dengan tubuh bersandar di piano. Menikmati permainannya. dia berhenti dan tersenyum, “Sorry, kalau gue lancang main tanpa ijin.”
            “Gak papa. Gue suka permainan musik lo, kak.”
          “Jangan panggil gue kakak dong. gue ngerasa janggal tau dengarnya. Cukup panggil Reno aja.”
            “Tapi ...” Ucapannya terhenti ketika Reno berhenti memainkan pianonya dan menatap lurus ke arahnya. Cowok itu tersenyum, “just call me Reno. Okay?” dan Eva seolah terhipnotis, dia mengangguk. “Oke ka... eh, Reno maksudnya.” Dia tersenyum ketika cowok itu melotot.
            “Lo main apa sih tadi? Gue suka lagunya.” Eva mendekat dan Reno menggeser duduknya dan menepuk kursi, “Duduk disini Va. Lo bisa main piano kan?”
            Eva menggeleng, “Gak terlalu bisa sih. Papah gue yang bisa main.” Eva masih berdiri tanpa menuruti kehendak Reno untuk duduk disampingnya.
            “Duduk disini, Va. Gue ajarin mainnya.” Reno mengulang permintaannya dengan wajah memaksa. Dan gadis itu menggeleng dengan keras kepala. Menolak permintaannya. “Lo memang kepala batu yah,” Gerutunya.
            “Bodo.” Jawab Eva cuek.
            Reno memainkan lagu itu sekali lagi dan Eva saking terpesona, dia akhirnya duduk di samping Reno dan memperhatikan cowok itu menekan lembut tuts – tuts piano itu sehingga menghasilkan suara yang sangat merdu.
            “Judul lagu ini adalah Love me yang dibawakan oleh pianis asal Korea, Yiruma. Gue suka permainan pianonya. Lembut dan menyentuh hati. Tapi, Permainan Maksim Marvica juga bagus. Lo mau dengar?” Tawarnya ketika dia selesai memainkan lagu itu. Dan Eva mengangguk antusias.
            Reno tersenyum dan memainkan sebuah lagu yang yang dikenal dan dikuasainya. Eva seolah terhanyut dalam permainannya. dan ketika cowok itu berhenti memainkannya, dia merasa, seperti sesuatu yang indah itu hilang perlahan – lahan, dan akhirnya tak terlihat sama sekali. Membuatnya menatap kecewa ke arah Reno. “Gue suka lagunya. Judulnya apa?”
            “Still Water dari Maksim Mrvica. Coba lo searching di Google dan download musiknya. Pasti suka.”
            “Nanti gue cari deh. by the way, sejak kapan lo suka main piano?” Tanya Eva dan Reno pun menjelaskannya dengan senang hati. Tanpa sadar permainan pianonya membuat mereka semakin dekat dan membuat mereka saling mengetahui satu sama lain.

            “Cieee... yang berduaan...” Goda Satya dari lantai atas bersama Ratna membuat mereka terhenti dan menatap keduanya yang sedang memasang wajah siap menggoda. Membuat Eva merah padam dan menoleh ke arah lain.
            “Kenapa wajah lo merah, Va? Ciiieee... Eva niii yeee...” Satya semakin menjadi – jadi menggodanya. Membuat Eva sangat, sangat malu dan Reno melihat ekspresinya itu dan tertawa. diikuti yang lain.
            “Dasar Satya sableng! Awas aja lo ntar!” Gerutunya dalam hati.


♥ ♥


            “Kami pulang dulu yah, dadahhh...” Ratna memberikan cipika – cipiki ke pada Eva diikuti oleh Satya. Sekarang jam menunjukkan pukul 7 malam. Sudah setengah hari mereka dirumah Eva. Saling bertukar cerita, dan saling menggoda Eva yang salting setiap dengan Reno. Sedangkan cowok itu biasa saja terhadapnya.  Take care yah Eva. Kalau ada apa – apa, telpon aja gue. Pasti gue datangin kok. atau lo nginap dirumah gue aja gimana? Lo kan sendiri malam ini dirumah gue...” Ucapannya terhenti ketika Eva menatapnya geli.
            “Lo tenang aja Satya. Veni gak mungkin nyerang gue disini. Kalau gue pergi, kasian Bik Ijah gue tinggalin. Udah... pulang sana! Ntar tante Fira nyariin lo lagi.” Dia mengusir Satya secara halus.
            “Bener?”
            “Iyaaa... Satya. Suer deh.”
            “Yasudah...” Satya mencium kening Eva dan masuk ke mobil Reno karna cowok itu yang akan mengantar mereka pulang.

            Setelah kedua temannya masuk, Reno meliriknya, “Gue pulang yah,” Pamitnya dan Eva mengangguk.
            “Gak kasih ciuman perpisahan nih? Pelukan gitu? Atauuu...” Reno mulai menggodanya karna di antara mereka, Cuma dia saja yang tak diberi oleh – oleh pelukan atau sebagainya. Membuat wajah Eva seketika masam namun rona kemerahan tak bisa disembunyikannya.
            “Cih! Emang lo siapa gue?! Udah pulang sana!” Dia mendorong Reno ke arah mobilnya dan cowok itu menoleh.
            “Va... gue ...” Ucapannya terhenti ketika Eva menatapnya. Gerakan tangan berhenti mendorong punggungnya. Mereka bertatapan sekali lagi. “Apa?”
            “Gak... gak jadi... Gue pulang yah. bye.” Reno memutuskan masuk mobilnya dan melaju meninggalkan Eva yang kebingungan dengannya.
           
            “Dia mau ngomong apa sih?”

♥ ♥


          Reno terdiam di kamarnya. Semua informasi tentang Eva kini di tangannya setelah “menyogok” kedua temannya yang dia antar pulang kerumah dengan traktiran ini – itu. Entah kenapa, dari awal pertama gadis itu sudah mencuri perhatiannya. Tapi dia tak menyangka akan bertemu lagi dengan situasi yang jauh berbeda. Dia mengacak rambutnya frustasi dan memutuskan mengambil ponselnya, mencatat nomor ponsel Eva dan mulai mengirim sms. Mengucapkan selamat tidur.

            Setelah terkirim, dia mulai tenang dan mencoba tidur. Berharap di dalam mimpinya dia bertemu dengan gadis pencuri hatinya itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar