Laman

Senin, 04 Maret 2013

Be Yours?! DAMN! PART 2

“Tuh kan, apa gue bilang? Kita memang ditakdirin untuk berpacaran, sayang.” Bisik Ando sambil memainkan ujung rambut Lista yang pendek dan mengigit daun telinganya. Membuat gadis itu langsung tersadar dan berbalik sambil mengelus telinganya yang malang.
“Lo apain telinga gue?” Desisnya dan sebuah cubitan pedas melayang di pinggang Ando yang dijamin bikin memar.
“Gak kok, Cuma gigit aja, habis enak sih,” Ando menjawab santai. Membuat Lista menatap sinis. Demi apapun di dunia ini, tak pernah dia menghayal untuk kalah dihadapan cowok yang paling dibencinya sejagat raya yang sekarang berdiri didepannya dengan senyumnya yang memuakkan. Dan menjadi pacarnya selama setahun? Lebih baik dia mati daripada menjadi pasangan cowok gila macam Ando. Pikirnya.
“Nah sayang...” Ando mulai merangkul Lista walau gadis itu menolak mati-matian. Bahkan sampai ingin menggigit tangannya yang merangkulnya itu sampai putus.
“Sayang pale lo peyang! Gue bukan pacar lo!”
“Gue gak peduli lo ngaku atau gak, yang gue tau, lo kalah dan lo harus jadi pacar gue, suka atau gak.”
“Kenapa harus gue sih?! Kenapa gak sama yang lain aja?! Mereka lebih sukarela disamping lo daripada gue!”

Ando terdiam sebentar dan menatap Lista sambil tersenyum yang mampu membuat cewek-cewek normal pada pingsan. “Gue bosan sama yang sukarela, gue lebih suka yang menolak kehadiran gue. Kayak lo. Bikin tertantang,”
Lista mencibir kearah lain. Entah apa yang merasukinya, Lista berbalik menatap Ando dengan senyuman yang sanggup bikin cowok-cowok meleleh. Sebelum bisa dicegah, tiba-tiba, BUK! Sebuah tonjokan sukses melayang di perut Ando. Membuat cowok itu melepas rangkulannya dan membungkuk kesakitan. “Mampus lo! Makanya jangan main-main sama gue! Ando gila!” Lista senang karna musuhnya K.O dan buru-buru masuk kelas sebelum dia mendapat kesialan lagi. Meninggalkan Ando yang tersenyum sinis melihat kepergiannya.

“Liat entar, Lista. Lo bakal gue bikin menderita daripada ini!” Gumamnya puas dengan ide yang baru saja hadir diotaknya dan berjalan tertatih-tatih menuju kelas.


“Setaannnnnn!!!!!” Lista berteriak histeris ketika melihat Ando masuk kelas sambil menyeringai. Membuat Cindy yang asyik membaca novel, jantungan dan langsung memukulnya dengan novel segede bantal di pundaknya.
“Lo mau gue gentayangin malam ini Lis karna teriak disamping telinga gue?! Gue jantungan, Bego! Umpatnya sambil terus memukul Lista dengan novelnya.
“Ampunnnn... mak... ampun... gue kaget liat dia nongol! Kayak semua aura negatif pada masuk kedalam kelas terus mengelilingi gue,” Jelasnya sambil terus menunjuk Ando yang tersenyum kearahnya. membuat Cindy berpikir, Lista sakit jiwa.
“Lo gila,” Hanya itu yang bisa diucapkan Cindy karna tak tau harus merespon apa lagi. Lalu dia menatap Ando yang terus menatap sahabat labilnya ini, dan tatapannya beralih ke Lista yang langsung memelototinya. Membuat Cindy memutuskan lebih baik melanjutkan baca novelnya daripada memperhatikan dua pasangan gila yang pernah dia temui.


Seharian belajar, tak bosan-bosannya Ando melirik Lista yang asyik memperhatikan pelajaran, sesekali mengobrol dengan Cindy lalu cekikikan. Membuatnya tanpa sadar, tersenyum.
“Gimanapun caranya, lo harus dengan gue, Lista.” Tekadnya dalam hati.

“Lo kenapa sih dilirik Ando mulu, Lis?” Sudah ribuan kali dalam sehari, Cindy memergoki Ando melirik sahabatnya. Yang ditanya, ikut melirik Ando dan mengacungkan tinju lalu memilih untuk menulis apa yang ditulis guru.
“Dia minta ditonjok, Cind,” Jawabnya singkat, padat, dan ngaco. Membuat Cindy menggelengkan kepalanya dan fokus melihat papan tulis dengan pikiran kemana-mana.


Teeeetttt.... Bunyi bel pulang berbunyi. Membuat Lista langsung buru-buru membereskan buku-buku dan memasukkan dalam tas. Tanpa mempedulikan apakah bukunya sudah masuk semua atau malah buku Cindy yang dia bawa pulang. Pikirannya Cuma satu, menghindar dari Ando, setan jadi-jadian.

Ando yang melihat gelagat gadis itu mau kabur, langsung menghampiri dan menghentikan semua tingkah Lista dengan memegang tangannya yang sibuk memasukkan buku tulisnya dan menatap lembut. Membuat Lista sedetik terpaku. “Lo tungguin gue yah, gue mau ke toilet bentar. Ada yang mau gue omongin, tentang hubungan kita dan peraturannya, sayang.” Bisiknya ketika mengucap kalimat terakhir dan melepas pegangan tangannya.
“OGAH!” Hanya itu yang dijawab Lista dan dia melotot ke arah Ando yang hanya senyam-senyum. Membuatnya jengkel.
“Gue sumpahin bibir lo robek karna senyum sama gue! Lo kira gue terpesona apa dengan senyuman lo?! Gantengan senyum papah gue daripada senyum lo!” Lista mengumpat dalam hati.

“Tunggu aku yah sayang, aku gak bakal lama kok,” Ando mengabaikan jawaban Lista dan hendak mencium keningnya seperti seorang kekasih ingin pamit untuk perang namun gagal total karna Lista menginjak kakinya keras-keras.
“PERGI!” Lista mengusir Ando dengan mendorong pundak cowok itu menjauh. Membuat Ando tak punya pilihan lagi selain mengikuti keinginan Lista sementara sambil berpikir bagaimana caranya agar gadis itu tunduk.

Cindy yang baru masuk kelas, tanpa sengaja dia menabrak Ando yang didorong Lista keluar kelas dengan ekspresi murka. “Sorry...sorry... gak sengaja,” Ando langsung meminta maaf ketika tau siapa yang ditabraknya. Lalu menatap Lista di belakang.
            “Gara-gara kamu sih dorong aku, aku jadi nabrak sahabat kamu kan?” Ando mengucapkan dengan nada menggoda, membuat Lista semakin jengkel.
“Enyah lo! Gue gak sudi jadi pacar boong-boongan lo! Ikutin semua peraturan lo yang gak masuk akal!”
Kaget dengan reaksi Lista yang segitu menolaknya, membuatnya berbalik badan dan meletakkan telunjuknya di bibir tipis kemerahan Lista, menyuruh diam. “Sayang...” Ucapnya sambil mengelus kepala Lista, namun disingkirkannya. “ Lo sudah terima taruhan gue, walaupun tak ada perjanjian di atas kertas beserta tanda tangan karna gue ga sempat bikin, tapi gue anggap itu sah. Dan... kalo lo gak mau sih, gak papa, tapi....” Ando menghentikan ucapannya untuk sejenak menikmati wajah Lista yang separo penasaran apa kelanjutannya, separo tak terima dengan keputusannya. “Lo akan gue anggap pengecut karna menolak perjanjian ini, Elista Maharani Pradipta. Lo gak akan ada harganya dimata gue, dan lo, akan selalu gue remehkan, didepan semuanya! Apa lo, mau?” Ancamnya membuat Cindy yang ikut mendengar, kaget.
“Lis...” Cindy menegur Lista yang hanya diam dan menatap Ando dengan tatapan marah. Dia bisa melihat di mata hijau terang sahabatnya itu, betapa inginnya dia mencabik-cabik tubuh Ando lalu dia lempar dagingnya ke kandang buaya atau komodo sampai tak tersisa.
Lista menarik napas. Bukan pasrah, karna kamus hidupnya tak pernah ada kata pasrah. Dia menenangkan dirinya agar tak khilaf lalu menghajar cowok didepannya hingga wajahnya hancur dan tulang-tulangnya pada patah semua. “Gue... ikutin syarat lo. tapi ingat.... soal ini, hanya kita betiga yang tau, kalo sampai lo bocorin,” Lista menunjuk dada Ando yang bidang dan menatap tajam. “Perjanjian, BATAL! Lo tau arti kata BATAL kan?” dan Ando tersenyum lalu tanpa bisa menghindar, dia mencium pipi kanan Lista dengan cepat sebelum mendapat tonjokan lagi dan berkata, “Gue setuju, sayang.” Dan bergegas lari. Meninggalkan Lista yang menjerit. “Setaaannnn!!!! GO TO THE HELL!” Umpatnya sambil mengusap keras pipi yang dicium Ando, seolah takut terkena rabies. Membuat Cindy yang sedari tadi sebagai obat nyamuk, bersuara. “Lis... tenang lis... tenang... loh...loh... kenapa nangis?” Cindy panik seketika ketika Lista menangis dan langsung memeluk dirinya.
“Gue takut...” Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Lista berubah menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan Cindy, rapuh, penuh trauma.
“Ando gak seperti dia, Lis.” Cindy menenangkan Lista yang semakin terisak dipelukannya. Bisa merasakan betapa trauma itu masih berakar kuat dibenak sahabatnya itu. Walau dia sudah merubah total penampilannya.
“Apa yang buat lo yakin, Cind? Semua cowok berengsek! Yang waras Cuma bokap dan kak Bian. Sisanya?” Lista tersenyum sinis. “mendekat kalau ada maunya, pergi ketika sudah mendapatkan! Itu cowok, Cind. Dan gue... gak mau kejebak dilubang yang sama! Kenapa gue harus kalah sama Ando sih?! Kenapa gue harus terima taruhan gila itu?!! Argghhhh!!!! Gue pengen batalin, Cind. Gue gak mau teringat lagi. Tolongin gue....” Lista menatap sahabatnya dengan penuh permohonan dan mata berkaca-kaca. Seolah menguatkan bahwa dia tak ingin berurusan yang berhubungan dengan cowok.
“Lista... dengarin gue,” Cindy memegang kedua pipi Lista dengan tangannya dan tersenyum. “semua cowok gak seperti dia, Lis. Kalo semua cowok seperti yang lo pikirin, bokap lo akan pergi sebelum lo lahir, Lis. Dan kak Bian, kakak yang lo banggakan itu, mungkin akan seberengsek dia, bahkan lebih berengsek! Jangan lo samakan Ando dengan dia. Lagipula...” Cindy memeluk sahabatnya agar tenang. Agar sedikit trauma yang dirasakan sahabatnya itu, terbagi olehnya. “Apa lo mau diremehin Ando karna lo batalin rencana itu? Setahun lo pacaran sama dia, gak akan bikin lo mati, Lis. Tuhan punya rencana dibalik semua ini. Percaya deh.”
Lista mengangguk kuat-kuat dalam hati. Mengiyakan ucapan Cindy dan tersenyum sambil menghapus sisa air matanya yang masih menetes. “Thanks, udah buat gue kuat, udah jadi tiang disaat gue hendak rubuh.”
“Itulah sahabat, Lista.” Cindy tersenyum.
“Gue cabut dulu yah? Kalo si setan itu nyari gue,” Lista memutar bola matanya dan mengusap hidungnya yang merah, “Bilang gue males nunggu dia, gak penting! Dan kalo dia minta alamat rumah gue ke lo, jangan dikasih. Gue males liat wajahnya dan pertanyaan interogasi dari nyokap dan Kak Erika, serta wajah jahil dari bokap dan Kak Bian.” Lista menjelaskan panjang lebar sambil bergidik apa jadinya kalo mama dan papahnya serta kedua kakaknya melihat dia diapelin cowok, bakal diledek habis-habisan.
Cindy hanya mengacungkan jempolnya dan Lista tanpa babibu, langsung lari keluar kelas. Takut ditangkap Ando. Cindy yang melihat itu, hanya tersenyum sambil membereskan buku-buku yang diatas meja.
“Buku gue... Fisika, Matematika, Ya Allah... tabahkan Hambamu yang selalu berurusan dengan Lista, Amien.” Keluhnya ketika melihat buku yang dia cari, nyasar di tas Lista.

“Loh... Lista mana, Cind?” Tanya Ando ketika balik kekelas, Lista menghilang. yang ada malah Cindy yang bertopang dagu. Meratapi nasib buku-bukunya
“Pulang duluan katanya,”
“Hmm... lo boleh kabur hari ini, List. Tapi... lo gak bisa kabur untuk esok-esoknya. Gue akan bikin hidup lo kayak neraka selama setahun sama gue! Hahahaa...” Tekad Ando dalam hati.
“Lo kenapa, Ndo?” Cindy bingung melihat tingkah Ando cengengesan sendiri.
“Eh... gak kok. gue lagi mikir sahabat lo aja, Kok dia kayak menghindar gitu yah dari gue? Emang gue salah apa, Cind?” Tanyanya bingung.
“Lo beneran naksir sama sahabat gue?!” Cindy memekik dan Ando mengangguk polos. “Wah... jangan deh Ndo. Sahabat gue anti cowok! Dan dia cewek jadi-jadian! Lo bukannya disayang dan dicinta sama dia, yang ada lo malah dapat kekerasan dalam pacaran sama dia!”
“Dia anti cowok?” Ando tak habis pikir, masa cewek secantik dan sebohay Lista anti cowok? Ada yang tak beres, begitu pikirnya.
Cindy hanya mengangguk. Membuat Ando nyengir. “Gue akan buat dia sayang sama gue, Cind. Doain sukses yah. By the way, lo kenapa gak pulang?”
“Gue ntar aja deh. lagi ngeratapin nasib buku-buku gue di tas Lista semua karna lo,” Gerutunya dan membuat Ando tertawa. Sukses membuat Cindy tertegun. “Coba aja gue yang taruhan sama Ando, pasti gue sujud syukur karna pacaran ma dia, walau bohongan. Yang penting, keren. Dasar si Lista, gak mensyukuri rezeki.” Batin Cindy.
“Hahahaha.. gue cabut dulu yah. Salam buat yayang Lista dari gue yah.”  Ando menepuk pundak Cindy dan keluar kelas. “Semoga lo sukses, Ndo. Dia bukan cewek yang bisa lo sentuh sembarangan. Hatinya udah beku karna trauma, Ndo.” Gumamnya lirih sambil menatap Ando yang menghilang dari balik pintu dan memutuskan untuk pulang dengan memori yang masih tertanam 2 tahun lalu, yang membuat kehidupan sahabatnya berubah drastis dan melupakan sejenak nasib-nasib bukunya yang ada ditas sahabatnya.


⃝⃝⃝


“I’m Homeee...” Sapa Lista ketika pintu rumah dibuka lebar-lebar oleh Mpok Surti, pembantu favoritnya yang paling paham dirinya.
“Duhhh... Non Lista! Jangan teriak dekat telinga Mpok dong, ntar Mpok budek lagi,” Keluhnya sambil mengusap telinganya sendiri. Membuat Lista nyengir.
“Maaf...Maaf... Mpok... Lista khilaf. Mpok... Kak Rika udah pulang?” Tanyanya ketika melihat rumah kosong.
“Belum... Mas Bian tadi sempat pulang bentar, katanya lupa ambil tugas. Terus balik lagi ke kampus. Dan dia sempat bilang beliin sesuatu ntuk Non Lista. Gak tau apaan.” Ucapnya ketika melihat mata Lista berbinar.

“Wah... yaudah Mpok, makasih yah,” Ucapnya riang seolah tau apa yang dibelikan dan bergegas masuk kamar sambil bersinandung dan mengkhayal apa yang dibelikan kakaknya untuknya.

“Kyaaaa.... Kucingg!!!!! Kenapa bisa masuk sini?!! Mpokkk!!!” Terdengar jeritan nyaring Lista membuat Mpok Surti tergopoh-gopoh lari kekamarnya yang berada dilantai dua.
“Apaan Non?” Mpok Surti melongok dari pintu dan langsung mengambil kucing Persia lucu dan imut mirip Garfield punya Erika ketika melihat Lista hendak memukulnya dengan gitar yang teracung keatas. Siap menghantam kucing itu sampai tak bertulang.
“Non Lista sadis deh! kalo sampai  Non Rika ngamuk kucingnya babak belur, Mpok gak tanggung jawab!” Ucapnya sambil mengelus kucing Erika yang mengeong manja dipangkuannya. Membuat Lista jijik.
“Hiyyy... kucing...” Hanya itu yang terucap darinya. Baginya, sebagus apapun rasnya, kucing tetap kucing. Hewan yang membuatnya sesak napas. Dan dia tau siapa yang bertingkah iseng padanya. Membuatnya manyun.

“Yaudah Tom, kabur yuk. Ntar kamu dicincang Non Lista lagi,” Ucap Mpok Surti sambil membawa kucingnya keluar. Tak habis pikirnya kenapa kucing seimut ini malah dibenci Lista? Sedangkan semua penghuni rumah, apalagi Erza, mama Lista sangat mencintai kucing yang dia pangku sekarang.

Melihat Mpok Surti menghilang, Lista langsung beres-beres dengan mengenakan masker yang tersimpan rapi di laci. Dia anti semua tetek bengek tentang kucing. Asyik membersihkan sambil bersinandung, tiba-tiba ponselnya berdering dalam tasnya  dan tanpa melirik siapa yang menelpon, dia langsung mengangkatnya.
“Gimana dek hadiahnya? Lo suka kan? Terdengar suara cekikikan disana. membuat Lista berkacak pinggang dan melepas maskernya agar bisa ngomong jelas.
“Lo kenapa naroh kucing ka Rika di kamar gue?! Lo kan tau kak, adek lo yang paling cantik ini anti KUCING! Lo bener-bener deh!” Lista mendamprat Bian yang tertawa semakin nyaring.
“Hahahah... coba gue ada dirumah, pasti gue ngakak liatnya. Terus... terus... Tom gimana? Selamat kan?” Tanyanya dengan napas tersengal-sengal karna masih tertawa dan hatinya mendadak was-was. Kalau sampai kucing kesayangan kakak dan mamanya babak belur dihajar adeknya yang tak berperikucingan, dipastikan dia takkan melihat matahari bersinar esok pagi.
Tebersit ide jahil di otak Lista. “Mampus lo kak!”  Ucapnya puas dalam hati. “Kucingnya, mati kak. Gue pukul pake gitar yang dibeli papah kemarin,” Lista mengucapkan dengan suara terisak. Seolah-olah kucing itu mati dan dia sangat...sangat... menyesal.
“Lo pukul Tom pake gitar?!” Terdengar suara panik Bian di telpon sana. Membuat Lista hendak tertawa ngakak kalau tak ingat dia sedang akting merana. “Lista! Itu Kucing Lis! K.U.C.I.N.G! Bukan manusia! Gila lo, dek! Mampus gue! Gue bakal digorok kak Rika, gak dianggap anak lagi ama mama, haduhh...” Belum selesai Bian menjabarkan penderitaannya, telpon sudah diputus Lista dan dia tertawa sekeras-kerasnya sambil memegang perutnya.
Tak ingin kakaknya semakin gila menjabarkan penderitaannya, dia mengirim sms “Kak... sekarang impas yah? Lo usilin gue, gue usilin balik. Hahahahaaa..” Dan sms terkirim. Membuat Lista tertawa puas.
“Sompret lo dek!” hanya itu balasan dari Bian, kakaknya yang paling usil, namun paling tau dirinya dibandingkan Erika. Membuatnya tersenyum dan memutuskan untuk menyetel kaset sambil beres-beres kamar.

“Gue heran deh, apa bagusnya sih musik jazz itu? Bikin ngantuk. Sleppy song, gak ngerti gue ama selera mama dan kak Rika.” Gumam Lista sambil menaikkan volume suaranya menjadi menggelegar. Dijamin bikin penghuni rumah mendadak tuli seketika karna musik Rock yang disetel Lista di kamarnya yang untungnya kedap suara.

Asyik menghayati plus kelelahan,  membuat Lista langsung merebahkan diri di kasur dan tertidur dengan kaki tergantung di pinggir tempat tidur dan baju seragam yang masih dikenakannya. Tak menyadari mamanya baru datang dan masuk kekamarnya sambil menutup kedua kupingnya dengan tangannya karna suara musiknya.

“Astaga... Lista...” Gumam Erza ketika melihat Lista tepar dan mematikan radio. Lalu duduk disampingnya sambil mengelus rambut Lista yang pendek sambil memandang wajah anaknya yang mirip dengannya dan suaminya

“Ma...” Erika yang baru datang dari kampus, melihat mamanya duduk disamping adeknya, memutuskan untuk menghampiri sambil melepas Tom dari gendongannya. Karna dia tau adeknya akan ngamuk melihat kucing berkeliaran.
“Ya...” Erza menoleh dan menatap anak pertamanya yang seperti melihat cerminan fisik dirinya.
“Papah mana, ma?”
“Masih dirumah sakit. Bian kemana, Rika?” Tanya Erza karna tak melihat Bian, anak keduanya yang fisiknya mirip suaminya. Mengekor dibelakang Rika
“Godain cewek dikampus ma,” Jawab Rika cuek sambil berjalan mengambil gitar Lista kemudian memainkannya. Membuat Erza menggelengkan kepalanya. Ternyata selain mirip secara fisik, kelakuan juga mirip.

“Lista punya pacar gak ma?” Erika menghentikan permainan gitarnya dan melirik Lista yang tertidur pulas. Membuat mamanya nyengir.
“Kita interogasi yuk? Mama juga penasaran nih,”
“Mama mah, selalu penasaran deh perasaan,”
Erza tersenyum mendengar jawaban anaknya. Lalu menatap Rika. “Kamu sendiri? Udah punya belum? Perasaan kamu gak ada curhat lagi deh sama mama sejak putus sama Gabriel.” Ungkit mamanya membuat Rika tersenyum malu.
“hahaha.. apaan sih ma. Makan yuk,” ajaknya agar mamanya melupakan  pembicaraan yang tak ingin dibahasnya. Membuat Lista terbangun dan menatap mereka berdua dengan tatapan bingung.
“Mama ma kak Rika kapan pulang?” Tanyanya sambil mengucek-ucek matanya. Membuat mereka saling bertatapan dan tersenyum. Seolah tau apa yang dipikirkan.
“Makan yuk dek,” Ajak Rika tanpa menjawab pertanyaan dan menarik Lista agar keluar kamar karna dia sudah lapar. Diikuti Erza yang berjalan dibelakangnya sambil tersenyum melihat kedua anaknya akur dan sejuta pertanyaan pribadi siap dia luncurkan kepada kedua anaknya tersayang.

“Papah mana ma?” Tanya Lista disela kunyahannya. Membuat suaranya tak terdengar jelas dan membuat mamanya berkerut kening.
“Habisin dulu makanan lo dek, baru ngomong.” Tegur kakaknya sambil mempraktekkan cara makan ala hotel berbintang. Membuat Lista merinding.
“Jangan bilang lo nyuruh gue untuk makan anggun kayak gitu kak. Yang ada bukannya bikin kenyang, malah bikin gue kelaparan.” Sahutnya cuek sambil melanjutkan makan dengan gayanya sendiri. Membuat mamanya menggelengkan kepalanya.
“Gue gak nyuruh, Cuma praktekin bagaimana makan ala cewek itu seharusnya. Sedangkan gaya lo nunjukkin lo gak makan selama setahun.”
“Masa sih?” Lista menjawab dengan makanan penuh dimulut. Membuatnya seperti bergumam.
“Minum dulu sayang, baru ngomong lagi,” Erza menyodorkan air minumnya dan langsung disambut Lista. Erika yang melihat itu hanya geleng – geleng kepala. Pusing.
Sesudah menelan, Lista bertanya pada mamanya, “Papah mana ma? Sibuk lagi?”
“Papah masih dirumah sakit, sayang. Bian udah kamu telpon, Ka?” Tanya Erza yang merasa kehilangan salah satu anaknya yang juga duplikat suaminya. Luar dalam.
“Gak usah ditelpon ma, ntar kak Bian balik sendiri kok kalau sudah selesai dengan petualangannya.” Lista menjawab dan membuat Rika mengacungkan jempol tanda setuju.
“By the way...” Rika menghentikan makannya dan menatap adeknya. “Gue baru ingat, kok Tom keluar dari kamar sih? Siapa yang ngeluarin? Seingat gue, Tom pagi tadi masih guling – guling kayak Trenggiling di tempatnya.”
“Tuh...” Lista menunjuk arah pintu yang dibukakan Mpok Surti dan muncullah Bian dengan cengiran jahil khasnya. Seolah tau dirinya dinanti. Membuat Rika ikut melirik dan nyengir, “Oh.. jadi ini pelakunya, Lis?” Tanyanya sambil mengikuti kemanapun Bian melangkah dengan tatapan tajamnya. Membuat Bian salah tingkah dan hampir menabrak kursi saking saltingnya dan langsung duduk disamping mamanya. Meminta perlindungan.
“Coba aja lo bukan kakak gue, mungkin udah gue jadiin pacar kak. Habis tatapan mata lo itu loohh... bikin gue merasa ingin menyerahkan semua hidup ke lo agar bisa selalu ditatap dengan mata indah dan wajah cantik lo itu. Cleopatra mah.. lewat kak kalo dibandingin sama lo.” Pujinya sambil mengeluarkan gombal andalannya ketika dirasa Rika hendak membunuhnya. Membuat mamanya tertawa.
“Belajar gombal darimana lo, kak?” Tanya Lista yang takjub mendengar gombalan kakaknya yang semakin maut. Sedangkan Rika, tak ada tanda-tanda terkena rayuan basi adek sablengnya ini.
“Dari papah dong. kan gue sering liatin gimana papah kalau merayu mama, hahahaa...” Tawanya puas sambil terus menatap Rika yang hendak tersenyum salting mendengar jawabannya. Namun ditahan.
“Jangan ditahan kak. Ntar lo gak cantik lagi kalo senyuman indah lo gak dipamerin. Tapi... ada bagusnya juga sih, biar lo keliatan semakin misterius terus gue penasaran deh. hahahahaha..” Tawanya semakin nyaring ketika melihat wajah Rika yang marah menjadi memerah malu. Tanda gombalannya sukses besar.
Lista hanya geleng – geleng kepala melihat kedua kakak kembarnya ini. Sedangkan mamanya hanya bisa tersenyum ketika melihat Rika mati kutu dirayu Bian. Membuatnya teringat masa mudanya dulu.
“Mama berangkat ke Rumah Sakit dulu yah, kalian hati – hati.” Pamit mamanya sambil mengambil tas disampingnya dan berdiri. Diikuti oleh yang lainnya.
“Mau Bian antar ma?” Tawarnya membuat Erika yang sudah pulih dari rayuan maut Bian, mencibir.
“Gak usah ma. Nyusahin bawa Bian ini, ntar semua perawat di Rumah Sakit pada mogok kerja semua gara – gara dirayu si sableng ini!”
“Biar sableng, gue kan tetap adek lo yang terganteng kan kak?”
“Apa kata lo deh,” Erika menjawab pasrah. Habis stok jawaban.

“Sudah... jangan berantem. Mama berangkat sendiri aja. Gud bye,” Ucapnya sambil mencium pipi anaknya satu – satu dan keluar rumah diikuti Mpok Surti untuk menutup pagar.
Melihat mamanya pergi, mereka menghabiskan makan siang dengan diam walau diselingi keributan kecil karna Bian selalu membuat ulah.


Selesai makan, Lista memutuskan untuk masuk ke kamar, sedangkan Rika lebih memilih di taman di temani Tom, dan Bian mengekor dibelakangnya.
“Lis... Ponsel lo bunyi tuh,” Tegur Bian ketika mendengar ponsel adiknya berbunyi di meja belajar.
Lista langsung menghampiri ponselnya dan keningnya berkerut karna tak mengetahui siapa yang menelponnya. Melihat kebingungan adiknya, Bian pun mendekatinya. “Siapa dek?” Tanyanya. Karna dibandingkan dengan Rika, Lista lebih dekat dengannya.
“Gak kenal gue,” Lista mereject dan membuat ponselnya berbunyi berkali – kali setiap Lista merejectnya. Membuatnya jengkel.
“Angkat aja deh, siapa tau penting dek,”
Sambil mendengus, dia mengangkatnya. “Halo?”
Di seberang sana, Ando tersenyum akhirnya Lista mengangkat telponnya, walau dengan nada jengkel. “Sayang... kamu lagi ngapain? Kangen deh sama kamu, Muah.” Godanya membuat Lista merinding.
            “Maaf mas, SALAH SAMBUNG!” dan Klik. Telpon terputus. Dengan sekali gerak, Lista mematikan ponselnya dan tersenyum puas.
“Kok dimatikan dek?” Tanya Bian penasaran.
Sebelum dia menjawab,tiba – tiba telpon rumah di kamarnya berbunyi. Penasaran, dia mengangkatnya. “Halo?”
“Lista...” Terdengar suara Ando di balik telpon. Ketika dia ingin memutuskan, Ando berteriak. “Kalo lo putusin nih telpon, jangan salahkan gue untuk melakukan apapun yang buat lo malu!” Ancamnya.
“Mau lo apaan sih? Gue udah ikutin kemauan lo! sekarang lo mau minta apalagi?!” Bentaknya.
“Temuin gue di taman dekat komplek rumah lo. gue lagi didepan komplek nih. Gue tunggu selama 10 menit, kalo lo sampai gak datang, jangan salahin gue yang akan nemuin dirumah dan ngaku lo adalah...”
“Ok... Ok! Gue datang sekarang juga! Puas?!” Lista langsung memutuskan telpon dan menatap Bian yang sedang memainkan gitarnya dengan wajah gusar.
“Kenapa dek?” Tanya Bian yang menghentikan memetik gitar dan menatap Lista bingung.
“Ntar gue ceritain deh kak, gue cabut dulu yah. Mau gorok anak orang, bye.” Pamitnya tanpa memberikan penjelasan berarti bagi Bian.
“Dasar aneh,” Gumam Bian dan melanjutkan permainannya.

“Heran deh gue! Jadi cowok kok repotin gue banget yah!? Baru sehari jadi pacar gue, gimana setahun yah?! Cih! Bisa gila gue!” Gerutunya sepanjang menuju garasi rumah dan dia mengambil sepedanya lalu bergegas mendatangi Ando.

òòòò

“8 menit,” Ando melirik jam tangannya tanpa melirik Lista yang ngos – ngosan menghampirinya. Maklum... jarak antara rumah dan tamannya jauh.
“Lo mau ngomong apa? Cepetan! Gue gak ada waktu!” Lista mendecakkan lidahnya dengan kesal dan tak mau menatap Ando yang dari tadi memandangnya penuh takjub.
Dengan sepatu kets yang warnanya sudah abstrak saking lamanya, baju kaos kebesaran, celana hotpants dan rambut acak – acakan disertai tatapan mata galak dan wajah yang tak bersahabat membuat siapapun  melihat Lista saat ini, menjauh darinya sekitar radius 10 kilometer. Takut kena amuk.
“Nih,” Ando menyodorkan dua lembar kertas ke arah Lista. Dengan kasar Lista mengambil kemudian membacanya dan membelalakkan matanya lalu menatap garang Ando yang memasang wajah tak ada dosa.
“Maksud lo apaan?! Mau ubah gue jadi badut ancol?!” Lista mengacungkan kertas di depan muka Ando.
“Perasaan gue nulis buat lo menjadi feminin deh. bukan nyuruh lo jadi badut Ancol.”
“sama aja dodol! Lo nyuruh gue menjadi cewek?! Gue udah cewek! Apalagi yang harus gue ubah?! Dan lo siapa gue seenak jidat nyuruh gue berubah?!”
“Penampilan lo gak cewek. Cewek yang jadi pacar gue harus anggun, feminin, tata bahasa bagus, jago masak dan lembut luar dalam.”
“Emang gue pacar lo?! asal lo ingat yah, Gue bukan cewek yang bisa lo atur sesuka hati! Kalo lo gak suka style gue, silahkan pergi!”
“Gue gak mau pergi,” Ando menjawab kalem.
Saking jengkelnya, Lista hanya diam sambil membaca poin berikutnya dan menghamuk “Gue harus bawa bekal buat lo?! GILA! Lo kira gue babu apa?! Dan gue harus masak buat lo?! Cuih! Dan apalagi nih,” Lista membaca poin paling bawah dan merobek kertas penuh emosi. “Gue bukan boneka yang bisa lo atur sesuka hati, bukan cewek yang nurut sama cowok macam lo! dan gue akan tetap melakukan apa yang gue suka, lo gak ada hak untuk mencampuri apalagi mengubahnya! Bayangin aja, jalan sama lo harus pake dress dan sepatu hak tinggi?! Bawain bekal pagi buat lo, mulai bersifat feminin selama pacaran sama lo?! cuih! Mati berdiri gue!” Dengan penuh emosi dia membuang serpihan kertas tepat didepan wajah Ando yang diam tanpa emosi seperti dirinya.
“mau gak mau, suka atau tidak, lo harus ikutin keinginan gue. Dan yang berhak mutusin hubungan ini adalah gue, bukan lo. Lo sebagai pengikut setiap keputusan gue, bukan penentu. Ngerti, sayang?” Ando mengelus pipi Lista yang memerah saking marahnya.
“What a jerk!” Umpatnya dan dia memutuskan untuk meninggalkan Ando dengan emosi tak habis – habisnya.

Melihat Lista pergi meninggalkannya tanpa pamit, Ando tersenyum puas dan mengirim pesan ke ponsel Lista. “Ikutin kemauan gue, maka lo selamat. Kalo tidak, yah gak papa, tapi lo akan gue anggap pengecut, Elista Maharani Pradipta.” Dan terkirim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar