“Tuh kan, apa gue bilang? Kita memang ditakdirin untuk
berpacaran, sayang.” Bisik Ando sambil memainkan ujung rambut Lista yang pendek
dan mengigit daun telinganya. Membuat gadis itu langsung tersadar dan berbalik
sambil mengelus telinganya yang malang.
“Lo apain telinga gue?” Desisnya dan sebuah cubitan pedas
melayang di pinggang Ando yang dijamin bikin memar.
“Gak kok, Cuma gigit aja, habis enak sih,” Ando menjawab
santai. Membuat Lista menatap sinis. Demi apapun di dunia ini, tak pernah dia
menghayal untuk kalah dihadapan cowok yang paling dibencinya sejagat raya yang
sekarang berdiri didepannya dengan senyumnya yang memuakkan. Dan menjadi
pacarnya selama setahun? Lebih baik dia mati daripada menjadi pasangan cowok
gila macam Ando. Pikirnya.
“Nah sayang...” Ando mulai merangkul Lista walau gadis itu
menolak mati-matian. Bahkan sampai ingin menggigit tangannya yang merangkulnya
itu sampai putus.
“Sayang pale lo peyang! Gue bukan pacar lo!”
“Gue gak peduli lo ngaku atau gak, yang gue tau, lo kalah dan
lo harus jadi pacar gue, suka atau gak.”
“Kenapa harus gue sih?! Kenapa gak sama yang lain aja?!
Mereka lebih sukarela disamping lo daripada gue!”
Ando terdiam sebentar dan menatap Lista sambil tersenyum yang
mampu membuat cewek-cewek normal pada pingsan. “Gue bosan sama yang sukarela,
gue lebih suka yang menolak kehadiran gue. Kayak lo. Bikin tertantang,”
Lista mencibir kearah lain. Entah apa yang merasukinya, Lista
berbalik menatap Ando dengan senyuman yang sanggup bikin cowok-cowok meleleh.
Sebelum bisa dicegah, tiba-tiba, BUK! Sebuah tonjokan sukses melayang di perut
Ando. Membuat cowok itu melepas rangkulannya dan membungkuk kesakitan. “Mampus
lo! Makanya jangan main-main sama gue! Ando gila!” Lista senang karna musuhnya
K.O dan buru-buru masuk kelas sebelum dia mendapat kesialan lagi. Meninggalkan
Ando yang tersenyum sinis melihat kepergiannya.
“Liat entar, Lista. Lo bakal gue bikin menderita daripada
ini!” Gumamnya puas dengan ide yang baru saja hadir diotaknya dan berjalan
tertatih-tatih menuju kelas.
“Setaannnnnn!!!!!” Lista berteriak histeris ketika melihat
Ando masuk kelas sambil menyeringai. Membuat Cindy yang asyik membaca novel,
jantungan dan langsung memukulnya dengan novel segede bantal di pundaknya.
“Lo mau gue gentayangin malam ini Lis karna teriak disamping
telinga gue?! Gue jantungan, Bego! Umpatnya sambil terus memukul Lista dengan
novelnya.
“Ampunnnn... mak... ampun... gue kaget liat dia nongol! Kayak
semua aura negatif pada masuk kedalam kelas terus mengelilingi gue,” Jelasnya sambil
terus menunjuk Ando yang tersenyum kearahnya. membuat Cindy berpikir, Lista
sakit jiwa.
“Lo gila,” Hanya itu yang bisa diucapkan Cindy karna tak tau
harus merespon apa lagi. Lalu dia menatap Ando yang terus menatap sahabat
labilnya ini, dan tatapannya beralih ke Lista yang langsung memelototinya.
Membuat Cindy memutuskan lebih baik melanjutkan baca novelnya daripada
memperhatikan dua pasangan gila yang pernah dia temui.
Seharian belajar, tak bosan-bosannya Ando melirik Lista yang
asyik memperhatikan pelajaran, sesekali mengobrol dengan Cindy lalu cekikikan.
Membuatnya tanpa sadar, tersenyum.
“Gimanapun caranya, lo
harus dengan gue, Lista.” Tekadnya dalam hati.
“Lo kenapa sih dilirik Ando mulu, Lis?” Sudah ribuan kali
dalam sehari, Cindy memergoki Ando melirik sahabatnya. Yang ditanya, ikut
melirik Ando dan mengacungkan tinju lalu memilih untuk menulis apa yang ditulis
guru.
“Dia minta ditonjok, Cind,” Jawabnya singkat, padat, dan
ngaco. Membuat Cindy menggelengkan kepalanya dan fokus melihat papan tulis
dengan pikiran kemana-mana.
Teeeetttt.... Bunyi bel pulang berbunyi. Membuat Lista
langsung buru-buru membereskan buku-buku dan memasukkan dalam tas. Tanpa
mempedulikan apakah bukunya sudah masuk semua atau malah buku Cindy yang dia
bawa pulang. Pikirannya Cuma satu, menghindar dari Ando, setan jadi-jadian.
Ando yang melihat gelagat gadis itu mau kabur, langsung menghampiri
dan menghentikan semua tingkah Lista dengan memegang tangannya yang sibuk memasukkan
buku tulisnya dan menatap lembut. Membuat Lista sedetik terpaku. “Lo tungguin
gue yah, gue mau ke toilet bentar. Ada yang mau gue omongin, tentang hubungan
kita dan peraturannya, sayang.” Bisiknya ketika mengucap kalimat terakhir dan
melepas pegangan tangannya.
“OGAH!” Hanya itu yang dijawab Lista dan dia melotot ke arah
Ando yang hanya senyam-senyum. Membuatnya jengkel.
“Gue sumpahin bibir lo
robek karna senyum sama gue! Lo kira gue terpesona apa dengan senyuman lo?!
Gantengan senyum papah gue daripada senyum lo!” Lista mengumpat dalam hati.
“Tunggu aku yah sayang, aku gak bakal lama kok,” Ando
mengabaikan jawaban Lista dan hendak mencium keningnya seperti seorang kekasih
ingin pamit untuk perang namun gagal total karna Lista menginjak kakinya keras-keras.
“PERGI!” Lista mengusir Ando dengan mendorong pundak cowok
itu menjauh. Membuat Ando tak punya pilihan lagi selain mengikuti keinginan
Lista sementara sambil berpikir bagaimana caranya agar gadis itu tunduk.
Cindy yang baru masuk kelas, tanpa sengaja dia menabrak Ando
yang didorong Lista keluar kelas dengan ekspresi murka. “Sorry...sorry... gak
sengaja,” Ando langsung meminta maaf ketika tau siapa yang ditabraknya. Lalu
menatap Lista di belakang.
“Gara-gara kamu sih dorong aku, aku jadi nabrak sahabat kamu kan?” Ando mengucapkan dengan nada menggoda, membuat Lista semakin jengkel.
“Gara-gara kamu sih dorong aku, aku jadi nabrak sahabat kamu kan?” Ando mengucapkan dengan nada menggoda, membuat Lista semakin jengkel.
“Enyah lo! Gue gak sudi jadi pacar boong-boongan lo! Ikutin
semua peraturan lo yang gak masuk akal!”
Kaget dengan reaksi Lista yang segitu menolaknya, membuatnya
berbalik badan dan meletakkan telunjuknya di bibir tipis kemerahan Lista,
menyuruh diam. “Sayang...” Ucapnya sambil mengelus kepala Lista, namun
disingkirkannya. “ Lo sudah terima taruhan gue, walaupun tak ada perjanjian di
atas kertas beserta tanda tangan karna gue ga sempat bikin, tapi gue anggap itu
sah. Dan... kalo lo gak mau sih, gak papa, tapi....” Ando menghentikan
ucapannya untuk sejenak menikmati wajah Lista yang separo penasaran apa
kelanjutannya, separo tak terima dengan keputusannya. “Lo akan gue anggap
pengecut karna menolak perjanjian ini, Elista Maharani Pradipta. Lo gak akan
ada harganya dimata gue, dan lo, akan selalu gue remehkan, didepan semuanya!
Apa lo, mau?” Ancamnya membuat Cindy yang ikut mendengar, kaget.
“Lis...” Cindy menegur Lista yang hanya diam dan menatap Ando
dengan tatapan marah. Dia bisa melihat di mata hijau terang sahabatnya itu,
betapa inginnya dia mencabik-cabik tubuh Ando lalu dia lempar dagingnya ke
kandang buaya atau komodo sampai tak tersisa.
Lista menarik napas. Bukan pasrah, karna kamus hidupnya tak
pernah ada kata pasrah. Dia menenangkan dirinya agar tak khilaf lalu menghajar
cowok didepannya hingga wajahnya hancur dan tulang-tulangnya pada patah semua.
“Gue... ikutin syarat lo. tapi ingat.... soal ini, hanya kita betiga yang tau,
kalo sampai lo bocorin,” Lista menunjuk dada Ando yang bidang dan menatap
tajam. “Perjanjian, BATAL! Lo tau arti kata BATAL kan?” dan Ando tersenyum lalu
tanpa bisa menghindar, dia mencium pipi kanan Lista dengan cepat sebelum
mendapat tonjokan lagi dan berkata, “Gue setuju, sayang.” Dan bergegas lari.
Meninggalkan Lista yang menjerit. “Setaaannnn!!!! GO TO THE HELL!” Umpatnya
sambil mengusap keras pipi yang dicium Ando, seolah takut terkena rabies.
Membuat Cindy yang sedari tadi sebagai obat nyamuk, bersuara. “Lis... tenang
lis... tenang... loh...loh... kenapa nangis?” Cindy panik seketika ketika Lista
menangis dan langsung memeluk dirinya.
“Gue takut...” Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya.
Lista berubah menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan Cindy, rapuh,
penuh trauma.
“Ando gak seperti dia, Lis.” Cindy menenangkan Lista yang
semakin terisak dipelukannya. Bisa merasakan betapa trauma itu masih berakar
kuat dibenak sahabatnya itu. Walau dia sudah merubah total penampilannya.
“Apa yang buat lo yakin, Cind? Semua cowok berengsek! Yang
waras Cuma bokap dan kak Bian. Sisanya?” Lista tersenyum sinis. “mendekat kalau
ada maunya, pergi ketika sudah mendapatkan! Itu cowok, Cind. Dan gue... gak mau
kejebak dilubang yang sama! Kenapa gue harus kalah sama Ando sih?! Kenapa gue
harus terima taruhan gila itu?!! Argghhhh!!!! Gue pengen batalin, Cind. Gue gak
mau teringat lagi. Tolongin gue....” Lista menatap sahabatnya dengan penuh
permohonan dan mata berkaca-kaca. Seolah menguatkan bahwa dia tak ingin
berurusan yang berhubungan dengan cowok.
“Lista... dengarin gue,” Cindy memegang kedua pipi Lista
dengan tangannya dan tersenyum. “semua cowok gak seperti dia, Lis. Kalo semua
cowok seperti yang lo pikirin, bokap lo akan pergi sebelum lo lahir, Lis. Dan
kak Bian, kakak yang lo banggakan itu, mungkin akan seberengsek dia, bahkan
lebih berengsek! Jangan lo samakan Ando dengan dia. Lagipula...” Cindy memeluk
sahabatnya agar tenang. Agar sedikit trauma yang dirasakan sahabatnya itu,
terbagi olehnya. “Apa lo mau diremehin Ando karna lo batalin rencana itu?
Setahun lo pacaran sama dia, gak akan bikin lo mati, Lis. Tuhan punya rencana
dibalik semua ini. Percaya deh.”
Lista mengangguk kuat-kuat dalam hati. Mengiyakan ucapan
Cindy dan tersenyum sambil menghapus sisa air matanya yang masih menetes.
“Thanks, udah buat gue kuat, udah jadi tiang disaat gue hendak rubuh.”
“Itulah sahabat, Lista.” Cindy tersenyum.
“Gue cabut dulu yah? Kalo si setan itu nyari gue,” Lista
memutar bola matanya dan mengusap hidungnya yang merah, “Bilang gue males
nunggu dia, gak penting! Dan kalo dia minta alamat rumah gue ke lo, jangan
dikasih. Gue males liat wajahnya dan pertanyaan interogasi dari nyokap dan Kak
Erika, serta wajah jahil dari bokap dan Kak Bian.” Lista menjelaskan panjang
lebar sambil bergidik apa jadinya kalo mama dan papahnya serta kedua kakaknya
melihat dia diapelin cowok, bakal diledek habis-habisan.
Cindy hanya mengacungkan jempolnya dan Lista tanpa babibu,
langsung lari keluar kelas. Takut ditangkap Ando. Cindy yang melihat itu, hanya
tersenyum sambil membereskan buku-buku yang diatas meja.
“Buku gue... Fisika, Matematika, Ya Allah... tabahkan Hambamu
yang selalu berurusan dengan Lista, Amien.” Keluhnya ketika melihat buku yang
dia cari, nyasar di tas Lista.
“Loh... Lista mana, Cind?” Tanya Ando ketika balik kekelas,
Lista menghilang. yang ada malah Cindy yang bertopang dagu. Meratapi nasib
buku-bukunya
“Pulang duluan katanya,”
“Hmm... lo boleh kabur
hari ini, List. Tapi... lo gak bisa kabur untuk esok-esoknya. Gue akan bikin
hidup lo kayak neraka selama setahun sama gue! Hahahaa...” Tekad Ando dalam hati.
“Lo kenapa, Ndo?” Cindy bingung melihat tingkah Ando
cengengesan sendiri.
“Eh... gak kok. gue lagi mikir sahabat lo aja, Kok dia kayak
menghindar gitu yah dari gue? Emang gue salah apa, Cind?” Tanyanya bingung.
“Lo beneran naksir sama sahabat gue?!” Cindy memekik dan Ando
mengangguk polos. “Wah... jangan deh Ndo. Sahabat gue anti cowok! Dan dia cewek
jadi-jadian! Lo bukannya disayang dan dicinta sama dia, yang ada lo malah dapat
kekerasan dalam pacaran sama dia!”
“Dia anti cowok?” Ando tak habis pikir, masa cewek secantik
dan sebohay Lista anti cowok? Ada yang tak beres, begitu pikirnya.
Cindy hanya mengangguk. Membuat Ando nyengir. “Gue akan buat
dia sayang sama gue, Cind. Doain sukses yah. By the way, lo kenapa gak pulang?”
“Gue ntar aja deh. lagi ngeratapin nasib buku-buku gue di tas
Lista semua karna lo,” Gerutunya dan membuat Ando tertawa. Sukses membuat Cindy
tertegun. “Coba aja gue yang taruhan sama
Ando, pasti gue sujud syukur karna pacaran ma dia, walau bohongan. Yang
penting, keren. Dasar si Lista, gak mensyukuri rezeki.” Batin Cindy.
“Hahahaha.. gue cabut dulu yah. Salam buat yayang Lista dari
gue yah.” Ando menepuk pundak Cindy dan
keluar kelas. “Semoga lo sukses, Ndo. Dia bukan cewek yang bisa lo sentuh
sembarangan. Hatinya udah beku karna trauma, Ndo.” Gumamnya lirih sambil
menatap Ando yang menghilang dari balik pintu dan memutuskan untuk pulang dengan
memori yang masih tertanam 2 tahun lalu, yang membuat kehidupan sahabatnya
berubah drastis dan melupakan sejenak nasib-nasib bukunya yang ada ditas
sahabatnya.
⃝⃝⃝
“I’m
Homeee...” Sapa Lista ketika pintu rumah dibuka lebar-lebar oleh Mpok Surti,
pembantu favoritnya yang paling paham dirinya.
“Duhhh...
Non Lista! Jangan teriak dekat telinga Mpok dong, ntar Mpok budek lagi,”
Keluhnya sambil mengusap telinganya sendiri. Membuat Lista nyengir.
“Maaf...Maaf...
Mpok... Lista khilaf. Mpok... Kak Rika udah pulang?” Tanyanya ketika melihat
rumah kosong.
“Belum...
Mas Bian tadi sempat pulang bentar, katanya lupa ambil tugas. Terus balik lagi
ke kampus. Dan dia sempat bilang beliin sesuatu ntuk Non Lista. Gak tau apaan.”
Ucapnya ketika melihat mata Lista berbinar.
“Wah...
yaudah Mpok, makasih yah,” Ucapnya riang seolah tau apa yang dibelikan dan
bergegas masuk kamar sambil bersinandung dan mengkhayal apa yang dibelikan
kakaknya untuknya.
“Kyaaaa....
Kucingg!!!!! Kenapa bisa masuk sini?!! Mpokkk!!!” Terdengar jeritan nyaring
Lista membuat Mpok Surti tergopoh-gopoh lari kekamarnya yang berada dilantai
dua.
“Apaan
Non?” Mpok Surti melongok dari pintu dan langsung mengambil kucing Persia lucu
dan imut mirip Garfield punya Erika ketika melihat Lista hendak memukulnya
dengan gitar yang teracung keatas. Siap menghantam kucing itu sampai tak
bertulang.
“Non
Lista sadis deh! kalo sampai Non Rika
ngamuk kucingnya babak belur, Mpok gak tanggung jawab!” Ucapnya sambil mengelus
kucing Erika yang mengeong manja dipangkuannya. Membuat Lista jijik.
“Hiyyy...
kucing...” Hanya itu yang terucap darinya. Baginya, sebagus apapun rasnya,
kucing tetap kucing. Hewan yang membuatnya sesak napas. Dan dia tau siapa yang
bertingkah iseng padanya. Membuatnya manyun.
“Yaudah
Tom, kabur yuk. Ntar kamu dicincang Non Lista lagi,” Ucap Mpok Surti sambil
membawa kucingnya keluar. Tak habis pikirnya kenapa kucing seimut ini malah
dibenci Lista? Sedangkan semua penghuni rumah, apalagi Erza, mama Lista sangat
mencintai kucing yang dia pangku sekarang.
Melihat
Mpok Surti menghilang, Lista langsung beres-beres dengan mengenakan masker yang
tersimpan rapi di laci. Dia anti semua tetek bengek tentang kucing. Asyik
membersihkan sambil bersinandung, tiba-tiba ponselnya berdering dalam tasnya dan tanpa melirik siapa yang menelpon, dia
langsung mengangkatnya.
“Gimana
dek hadiahnya? Lo suka kan? Terdengar suara cekikikan disana. membuat Lista
berkacak pinggang dan melepas maskernya agar bisa ngomong jelas.
“Lo
kenapa naroh kucing ka Rika di kamar gue?! Lo kan tau kak, adek lo yang paling
cantik ini anti KUCING! Lo bener-bener deh!” Lista mendamprat Bian yang tertawa
semakin nyaring.
“Hahahah...
coba gue ada dirumah, pasti gue ngakak liatnya. Terus... terus... Tom gimana?
Selamat kan?” Tanyanya dengan napas tersengal-sengal karna masih tertawa dan
hatinya mendadak was-was. Kalau sampai kucing kesayangan kakak dan mamanya
babak belur dihajar adeknya yang tak berperikucingan, dipastikan dia takkan
melihat matahari bersinar esok pagi.
Tebersit
ide jahil di otak Lista. “Mampus lo kak!”
Ucapnya puas dalam hati. “Kucingnya,
mati kak. Gue pukul pake gitar yang dibeli papah kemarin,” Lista mengucapkan
dengan suara terisak. Seolah-olah kucing itu mati dan dia sangat...sangat...
menyesal.
“Lo
pukul Tom pake gitar?!” Terdengar suara panik Bian di telpon sana. Membuat
Lista hendak tertawa ngakak kalau tak ingat dia sedang akting merana. “Lista!
Itu Kucing Lis! K.U.C.I.N.G! Bukan manusia! Gila lo, dek! Mampus gue! Gue bakal
digorok kak Rika, gak dianggap anak lagi ama mama, haduhh...” Belum selesai
Bian menjabarkan penderitaannya, telpon sudah diputus Lista dan dia tertawa
sekeras-kerasnya sambil memegang perutnya.
Tak
ingin kakaknya semakin gila menjabarkan penderitaannya, dia mengirim sms
“Kak... sekarang impas yah? Lo usilin gue, gue usilin balik. Hahahahaaa..” Dan
sms terkirim. Membuat Lista tertawa puas.
“Sompret
lo dek!” hanya itu balasan dari Bian, kakaknya yang paling usil, namun paling
tau dirinya dibandingkan Erika. Membuatnya tersenyum dan memutuskan untuk
menyetel kaset sambil beres-beres kamar.
“Gue
heran deh, apa bagusnya sih musik jazz itu? Bikin ngantuk. Sleppy song, gak
ngerti gue ama selera mama dan kak Rika.” Gumam Lista sambil menaikkan volume
suaranya menjadi menggelegar. Dijamin bikin penghuni rumah mendadak tuli
seketika karna musik Rock yang disetel Lista di kamarnya yang untungnya kedap
suara.
Asyik
menghayati plus kelelahan, membuat Lista
langsung merebahkan diri di kasur dan tertidur dengan kaki tergantung di
pinggir tempat tidur dan baju seragam yang masih dikenakannya. Tak menyadari
mamanya baru datang dan masuk kekamarnya sambil menutup kedua kupingnya dengan
tangannya karna suara musiknya.
“Astaga...
Lista...” Gumam Erza ketika melihat Lista tepar dan mematikan radio. Lalu duduk
disampingnya sambil mengelus rambut Lista yang pendek sambil memandang wajah
anaknya yang mirip dengannya dan suaminya
“Ma...”
Erika yang baru datang dari kampus, melihat mamanya duduk disamping adeknya,
memutuskan untuk menghampiri sambil melepas Tom dari gendongannya. Karna dia
tau adeknya akan ngamuk melihat kucing berkeliaran.
“Ya...”
Erza menoleh dan menatap anak pertamanya yang seperti melihat cerminan fisik
dirinya.
“Papah
mana, ma?”
“Masih
dirumah sakit. Bian kemana, Rika?” Tanya Erza karna tak melihat Bian, anak
keduanya yang fisiknya mirip suaminya. Mengekor dibelakang Rika
“Godain
cewek dikampus ma,” Jawab Rika cuek sambil berjalan mengambil gitar Lista
kemudian memainkannya. Membuat Erza menggelengkan kepalanya. Ternyata selain
mirip secara fisik, kelakuan juga mirip.
“Lista
punya pacar gak ma?” Erika menghentikan permainan gitarnya dan melirik Lista
yang tertidur pulas. Membuat mamanya nyengir.
“Kita
interogasi yuk? Mama juga penasaran nih,”
“Mama
mah, selalu penasaran deh perasaan,”
Erza
tersenyum mendengar jawaban anaknya. Lalu menatap Rika. “Kamu sendiri? Udah
punya belum? Perasaan kamu gak ada curhat lagi deh sama mama sejak putus sama
Gabriel.” Ungkit mamanya membuat Rika tersenyum malu.
“hahaha..
apaan sih ma. Makan yuk,” ajaknya agar mamanya melupakan pembicaraan yang tak ingin dibahasnya. Membuat
Lista terbangun dan menatap mereka berdua dengan tatapan bingung.
“Mama
ma kak Rika kapan pulang?” Tanyanya sambil mengucek-ucek matanya. Membuat
mereka saling bertatapan dan tersenyum. Seolah tau apa yang dipikirkan.
“Makan
yuk dek,” Ajak Rika tanpa menjawab pertanyaan dan menarik Lista agar keluar
kamar karna dia sudah lapar. Diikuti Erza yang berjalan dibelakangnya sambil
tersenyum melihat kedua anaknya akur dan sejuta pertanyaan pribadi siap dia
luncurkan kepada kedua anaknya tersayang.
“Papah
mana ma?” Tanya Lista disela kunyahannya. Membuat suaranya tak terdengar jelas
dan membuat mamanya berkerut kening.
“Habisin
dulu makanan lo dek, baru ngomong.” Tegur kakaknya sambil mempraktekkan cara
makan ala hotel berbintang. Membuat Lista merinding.
“Jangan
bilang lo nyuruh gue untuk makan anggun kayak gitu kak. Yang ada bukannya bikin
kenyang, malah bikin gue kelaparan.” Sahutnya cuek sambil melanjutkan makan dengan
gayanya sendiri. Membuat mamanya menggelengkan kepalanya.
“Gue
gak nyuruh, Cuma praktekin bagaimana makan ala cewek itu seharusnya. Sedangkan
gaya lo nunjukkin lo gak makan selama setahun.”
“Masa
sih?” Lista menjawab dengan makanan penuh dimulut. Membuatnya seperti bergumam.
“Minum
dulu sayang, baru ngomong lagi,” Erza menyodorkan air minumnya dan langsung
disambut Lista. Erika yang melihat itu hanya geleng – geleng kepala. Pusing.
Sesudah
menelan, Lista bertanya pada mamanya, “Papah mana ma? Sibuk lagi?”
“Papah
masih dirumah sakit, sayang. Bian udah kamu telpon, Ka?” Tanya Erza yang merasa
kehilangan salah satu anaknya yang juga duplikat suaminya. Luar dalam.
“Gak
usah ditelpon ma, ntar kak Bian balik sendiri kok kalau sudah selesai dengan
petualangannya.” Lista menjawab dan membuat Rika mengacungkan jempol tanda
setuju.
“By
the way...” Rika menghentikan makannya dan menatap adeknya. “Gue baru ingat,
kok Tom keluar dari kamar sih? Siapa yang ngeluarin? Seingat gue, Tom pagi tadi
masih guling – guling kayak Trenggiling di tempatnya.”
“Tuh...”
Lista menunjuk arah pintu yang dibukakan Mpok Surti dan muncullah Bian dengan
cengiran jahil khasnya. Seolah tau dirinya dinanti. Membuat Rika ikut melirik
dan nyengir, “Oh.. jadi ini pelakunya, Lis?” Tanyanya sambil mengikuti
kemanapun Bian melangkah dengan tatapan tajamnya. Membuat Bian salah tingkah
dan hampir menabrak kursi saking saltingnya dan langsung duduk disamping
mamanya. Meminta perlindungan.
“Coba
aja lo bukan kakak gue, mungkin udah gue jadiin pacar kak. Habis tatapan mata
lo itu loohh... bikin gue merasa ingin menyerahkan semua hidup ke lo agar bisa
selalu ditatap dengan mata indah dan wajah cantik lo itu. Cleopatra mah.. lewat
kak kalo dibandingin sama lo.” Pujinya sambil mengeluarkan gombal andalannya ketika
dirasa Rika hendak membunuhnya. Membuat mamanya tertawa.
“Belajar
gombal darimana lo, kak?” Tanya Lista yang takjub mendengar gombalan kakaknya
yang semakin maut. Sedangkan Rika, tak ada tanda-tanda terkena rayuan basi adek
sablengnya ini.
“Dari
papah dong. kan gue sering liatin gimana papah kalau merayu mama, hahahaa...”
Tawanya puas sambil terus menatap Rika yang hendak tersenyum salting mendengar
jawabannya. Namun ditahan.
“Jangan
ditahan kak. Ntar lo gak cantik lagi kalo senyuman indah lo gak dipamerin.
Tapi... ada bagusnya juga sih, biar lo keliatan semakin misterius terus gue
penasaran deh. hahahahaha..” Tawanya semakin nyaring ketika melihat wajah Rika
yang marah menjadi memerah malu. Tanda gombalannya sukses besar.
Lista
hanya geleng – geleng kepala melihat kedua kakak kembarnya ini. Sedangkan
mamanya hanya bisa tersenyum ketika melihat Rika mati kutu dirayu Bian.
Membuatnya teringat masa mudanya dulu.
“Mama
berangkat ke Rumah Sakit dulu yah, kalian hati – hati.” Pamit mamanya sambil
mengambil tas disampingnya dan berdiri. Diikuti oleh yang lainnya.
“Mau
Bian antar ma?” Tawarnya membuat Erika yang sudah pulih dari rayuan maut Bian,
mencibir.
“Gak
usah ma. Nyusahin bawa Bian ini, ntar semua perawat di Rumah Sakit pada mogok
kerja semua gara – gara dirayu si sableng ini!”
“Biar
sableng, gue kan tetap adek lo yang terganteng kan kak?”
“Apa
kata lo deh,” Erika menjawab pasrah. Habis stok jawaban.
“Sudah...
jangan berantem. Mama berangkat sendiri aja. Gud bye,” Ucapnya sambil mencium
pipi anaknya satu – satu dan keluar rumah diikuti Mpok Surti untuk menutup
pagar.
Melihat
mamanya pergi, mereka menghabiskan makan siang dengan diam walau diselingi
keributan kecil karna Bian selalu membuat ulah.
Selesai
makan, Lista memutuskan untuk masuk ke kamar, sedangkan Rika lebih memilih di
taman di temani Tom, dan Bian mengekor dibelakangnya.
“Lis...
Ponsel lo bunyi tuh,” Tegur Bian ketika mendengar ponsel adiknya berbunyi di
meja belajar.
Lista
langsung menghampiri ponselnya dan keningnya berkerut karna tak mengetahui
siapa yang menelponnya. Melihat kebingungan adiknya, Bian pun mendekatinya.
“Siapa dek?” Tanyanya. Karna dibandingkan dengan Rika, Lista lebih dekat
dengannya.
“Gak
kenal gue,” Lista mereject dan membuat ponselnya berbunyi berkali – kali setiap
Lista merejectnya. Membuatnya jengkel.
“Angkat
aja deh, siapa tau penting dek,”
Sambil
mendengus, dia mengangkatnya. “Halo?”
Di
seberang sana, Ando tersenyum akhirnya Lista mengangkat telponnya, walau dengan
nada jengkel. “Sayang... kamu lagi ngapain? Kangen deh sama kamu, Muah.”
Godanya membuat Lista merinding.
“Maaf mas, SALAH SAMBUNG!” dan Klik. Telpon terputus. Dengan sekali gerak, Lista mematikan ponselnya dan tersenyum puas.
“Maaf mas, SALAH SAMBUNG!” dan Klik. Telpon terputus. Dengan sekali gerak, Lista mematikan ponselnya dan tersenyum puas.
“Kok
dimatikan dek?” Tanya Bian penasaran.
Sebelum
dia menjawab,tiba – tiba telpon rumah di kamarnya berbunyi. Penasaran, dia
mengangkatnya. “Halo?”
“Lista...”
Terdengar suara Ando di balik telpon. Ketika dia ingin memutuskan, Ando
berteriak. “Kalo lo putusin nih telpon, jangan salahkan gue untuk melakukan
apapun yang buat lo malu!” Ancamnya.
“Mau
lo apaan sih? Gue udah ikutin kemauan lo! sekarang lo mau minta apalagi?!”
Bentaknya.
“Temuin
gue di taman dekat komplek rumah lo. gue lagi didepan komplek nih. Gue tunggu
selama 10 menit, kalo lo sampai gak datang, jangan salahin gue yang akan nemuin
dirumah dan ngaku lo adalah...”
“Ok...
Ok! Gue datang sekarang juga! Puas?!” Lista langsung memutuskan telpon dan
menatap Bian yang sedang memainkan gitarnya dengan wajah gusar.
“Kenapa
dek?” Tanya Bian yang menghentikan memetik gitar dan menatap Lista bingung.
“Ntar
gue ceritain deh kak, gue cabut dulu yah. Mau gorok anak orang, bye.” Pamitnya
tanpa memberikan penjelasan berarti bagi Bian.
“Dasar
aneh,” Gumam Bian dan melanjutkan permainannya.
“Heran
deh gue! Jadi cowok kok repotin gue banget yah!? Baru sehari jadi pacar gue,
gimana setahun yah?! Cih! Bisa gila gue!” Gerutunya sepanjang menuju garasi
rumah dan dia mengambil sepedanya lalu bergegas mendatangi Ando.
òòòò
“8
menit,” Ando melirik jam tangannya tanpa melirik Lista yang ngos – ngosan
menghampirinya. Maklum... jarak antara rumah dan tamannya jauh.
“Lo
mau ngomong apa? Cepetan! Gue gak ada waktu!” Lista mendecakkan lidahnya dengan
kesal dan tak mau menatap Ando yang dari tadi memandangnya penuh takjub.
Dengan
sepatu kets yang warnanya sudah abstrak saking lamanya, baju kaos kebesaran,
celana hotpants dan rambut acak – acakan disertai tatapan mata galak dan wajah
yang tak bersahabat membuat siapapun
melihat Lista saat ini, menjauh darinya sekitar radius 10 kilometer.
Takut kena amuk.
“Nih,”
Ando menyodorkan dua lembar kertas ke arah Lista. Dengan kasar Lista mengambil
kemudian membacanya dan membelalakkan matanya lalu menatap garang Ando yang
memasang wajah tak ada dosa.
“Maksud
lo apaan?! Mau ubah gue jadi badut ancol?!” Lista mengacungkan kertas di depan
muka Ando.
“Perasaan
gue nulis buat lo menjadi feminin deh. bukan nyuruh lo jadi badut Ancol.”
“sama
aja dodol! Lo nyuruh gue menjadi cewek?! Gue udah cewek! Apalagi yang harus gue
ubah?! Dan lo siapa gue seenak jidat nyuruh gue berubah?!”
“Penampilan
lo gak cewek. Cewek yang jadi pacar gue harus anggun, feminin, tata bahasa
bagus, jago masak dan lembut luar dalam.”
“Emang
gue pacar lo?! asal lo ingat yah, Gue bukan cewek yang bisa lo atur sesuka
hati! Kalo lo gak suka style gue, silahkan pergi!”
“Gue
gak mau pergi,” Ando menjawab kalem.
Saking
jengkelnya, Lista hanya diam sambil membaca poin berikutnya dan menghamuk “Gue
harus bawa bekal buat lo?! GILA! Lo kira gue babu apa?! Dan gue harus masak
buat lo?! Cuih! Dan apalagi nih,” Lista membaca poin paling bawah dan merobek
kertas penuh emosi. “Gue bukan boneka yang bisa lo atur sesuka hati, bukan
cewek yang nurut sama cowok macam lo! dan gue akan tetap melakukan apa yang gue
suka, lo gak ada hak untuk mencampuri apalagi mengubahnya! Bayangin aja, jalan
sama lo harus pake dress dan sepatu hak tinggi?! Bawain bekal pagi buat lo,
mulai bersifat feminin selama pacaran sama lo?! cuih! Mati berdiri gue!” Dengan
penuh emosi dia membuang serpihan kertas tepat didepan wajah Ando yang diam
tanpa emosi seperti dirinya.
“mau
gak mau, suka atau tidak, lo harus ikutin keinginan gue. Dan yang berhak
mutusin hubungan ini adalah gue, bukan lo. Lo sebagai pengikut setiap keputusan
gue, bukan penentu. Ngerti, sayang?” Ando mengelus pipi Lista yang memerah
saking marahnya.
“What
a jerk!” Umpatnya dan dia memutuskan untuk meninggalkan Ando dengan emosi tak
habis – habisnya.
Melihat
Lista pergi meninggalkannya tanpa pamit, Ando tersenyum puas dan mengirim pesan
ke ponsel Lista. “Ikutin kemauan gue, maka lo selamat. Kalo tidak, yah gak
papa, tapi lo akan gue anggap pengecut, Elista Maharani Pradipta.” Dan
terkirim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar