Laman

Minggu, 03 Maret 2013

Be Yours?! DAMN! PART 10




“Lis... Lis...” seseorang mengguncang pelan tubuhnya. dia berbalik sambil kakinya menendang pelan, namun orang itu tak bergeming. Malah semakin semangat membangunkannya. Membuatnya mengerang.
            “Apa kak?” Perlahan, dia membuka mata dan mendadak silau karna jendela kamarnya yang – besar itu sudah tak tertutup tirai lagi. Kak Bian dengan sengaknya membiarkan cahaya matahari masuk bebas kamarnya. Dan sekarang tersenyum tanpa dosa ke arahnya
            “Bangun. Ini udah jam 6!” Suara kakaknya yang setengah berteriak, mengejutkannya. Dia melirik jam di dinding dan langsung meloncat keluar. Tiba – tiba tubuhnya langsung terhuyung ke samping. Kepalanya sakit luar biasa.
            “Kenapa, Lis?” Bian langsung menangkap tubuhnya dan mendudukkanya di ranjang lagi. Kepalanya serasa ditusuk seribu paku tak terlihat. Penglihatannya serasa berputar kemana – mana.
            “Pusing...” Keluhnya sambil memijit pelan kepalanya sendiri.
            Erika menempelkan punggung tangannya di kening Lista dan mengernyit. “Tubuh lo anget, Lista. Lo gak usah masuk yah.”
            “Hari ini ujian kak. Gue males ikut susulan.”
            “Tapi, daripada lo kayak gini, gak bisa jawab, mending gausah masuk.”
            “Tapi... ujiannya susah kak. Fisika. Kalo ikut susulan ntar gabisa nyontek, dong. lagian gue sanggup kok. palingan ini pusing biasa aja.”
            Bian dan Erika berpandangan, lalu tertawa. seolah teringat masa – masa SMA dimana mereka saling memanfaatkan satu sama lain dalam setiap ujian. “Beneran? Atau...” Dia tertawa terbahak – bahak melihat Lista memerah. dia tau maksud kakaknya. Pasti mengenai Ando. mengingat sudah seminggu mereka balikan dan dia langsung dibawa pergi ke pantai pada subuh buta, membuatnya selalu dijadikan objek untuk digoda.
            “Ya gak lah! Ngapain juga demi Ando gue sekolah! Males!” Lista manyun dan berdiri perlahan. Merasa kepalanya sudah tak terlalu sakit, dia keluar kamar untuk mandi.
            “Tumben tuh anak sakit. Kenapa yah?” Tanyanya sambil memanggil Tom yang lewat di depan kamar Lista dan kucing itu menghampirinya.
            Tom dielus – elus sesekali diajak bercanda dipangkuan Erika. Bian nyengir melihatnya dan ikut mengelusnya. “Lily itu cantik banget yah. Gue kayak liat Lista waktu kecil.” Ucapnya ketika teringat Ando kemaren mengajak Lily  pertama kalinya untuk malam mingguan dengan Lista. Pakaiannya yang feminin, senyum manis dan tingkahnya polos sanggup membuat dia dan mamanya jatuh hati dan membujuk Ando secara halus agar Lily menginap saja dirumah mereka. Namun ditolaknya.

            Bian mengangguk. Dia mengenang bagaimana Lista waktu itu sangat manja padanya, feminin, tatapan mata yang hangat dan cenderung bersikap manis. tapi itu dulu, sebelum si berengsek dan antek – antek sialan itu merusak semuanya. Mengingat semua itu, kedua tangannya terkepal, dia sudah bersumpah, kalau sampai mereka muncul di hadapannya, akan dipastikan itu jadi hari terakhir mereka menginjak kaki di tanah.

            Erika yang merasakan perubahan emosi Bian yang mendadak, melepas Tom untuk keluar dari kamar Lista dan berdiri lalu merangkul pundaknya. “Dylan...” Bian mengucap nama itu pelan dan hampir saja meludah kalau tak ingat dimana dia sekarang. “Takkan pernah selamat kalau ketemu gue ntar. Liat aja,” Senyum sinisnya muncul. Masih ingat dalam bayangan bagaimana Lista menangis di pelukan sambil menceritakan semuanya, dan esoknya langsung memotong pendek rambutnya dan berubah seketika dari dia yang manja padanya, centil, menjadi seperti saat ini. Keras kepala dan berusaha terlihat kuat dari yang sebenarnya.

            “Bian...” Erika mengelus pelan punggung adiknya. “Bagaimana kalau kita ke bawah? Mama pasti ribut tuh karna kita gak turun – turun.” Ucapnya dengan nada lembut. Berusaha menenangkan emosi Bian yang tenang namun membawa aura silent killer di sekitarnya.
            Dia menutup mata. Menenangkan Naga tidur yang bergejolak dalam dirinya. nanti akan ada saatnya Naganya akan menyemburkan api ke arah orang yang tepat. Dan dialah yang paling diinginkannya terbakar hidup - hidup didepannya.            
            “Yuk.” Bian menarik napas dan langsung balas merangkul kakaknya dan keluar dari kamar.

♥ ♥

            Jam 07.00 Ando siap didepan rumah Lista diikuti Lily yang duduk di belakang dengan rambut dikepang dua dan diberi pita, membuatnya sangat manis. Seperti boneka.
            “Kak... Kak Lista kok gak keluar?” Tanyanya sambil memutar tali tasnya sendiri.
            Ando angkat bahu dan memutuskan untuk turun. Diikuti Lily yang membuka mobil dan meloncat turun lalu menggandeng tangan Ando.

            Sebelum memencet bel, Lista sudah keluar dengan penampilan yang mulai kecewek – cewekan dan tersenyum padanya lalu ke Lily yang yang melambai tangan ke arahnya. Erika menyembul dari belakang, diikuti mamanya.
            “Tante, kak Rika. Pagi...” Sapa Ando sopan diikuti dengan Lily yang langsung berlari pelan dan mencium tangan mereka. Membuat Erza langsung mencubit pipinya gemas.
            “Pagi, cantik.” Sapa Erika dan mencium pipi Lily yang ranum.
            “Pagi, kak Rika, tante Erza.” Dia membalas dengan senyum polos.
            “Yuk, kak.” Tanpa ragu dia menarik tangan Lista untuk menghampiri kakaknya. “Duluan ma, kak.” Pamit Lista sambil terus ditarik Lily. Ando nyengir melihatnya semangat ntuk menyeret Lista ke mobil. Ketika mereka masuk ke dalam, Lily semangat melambaikan tangan pada mereka.

♥ ♥


            Sepanjang perjalanan, Lista lebih banyak diam. Kepalanya semakin sakit saja. Beberapa kali pandangannya serasa mengabur. Ando beberapa kali memperhatikan Lista yang selalu memijit keningnya sendiri. Membuatnya untuk mengulurkan tangan, bermaksud memijitnya sambil menyetir mobil. Tapi gadis itu menjauhkan tubuhnya. tak ingin disentuh.
            “Lo fokus nyetir aja. Gue gak papa.” Tolaknya halus sambil menjauhkan tangan Ando yang sedikit lagi menyentuh keningnya.
            “Tubuh lo kok anget, Lis?” Tanya Ando ketika tangan Lista yang hangat bersentuhan dengannya.
            Lily tiba – tiba berteriak, membuat Lista mengabaikan pertanyaan Ando sambil bersyukur karna membuat cowok itu melupakan pertanyaannya yang tak terjawab. “Kenapa, Li?” Ando langsung mengerem mendadak dan menoleh ke belakang dengan wajah cemas.
            “Ada cicak kak tadi lewat di kaca. Lily kaget.” Jawabnya dengan nada polos. Membuat Lista menghela napas. Dasar anak kecil. Pikirnya
            “Kamu jangan teriak lagi yah. Kaget kakak jadinya.” Nasihat Ando dan dia mengangguk patuh sambil tersenyum ke arah Lista. Membuatnya gatal untuk mengacak – acak kunciran rapi gadis itu.
            “Siapa yang kuncirin rambutnya Lily, Ndo?”
            Ando terdiam sejenak. Dia nyengir kuda. “Gue.”
            Lista melongo. “Serius? Ah... gue gak percaya sama omongan lo.” Jawabnya dengan sinis. Teringat dia kena tipu mentah – mentah seminggu yang lalu waktu di pantai bahwa Lily adalah anaknya. Membuat Lista harus menyaring setiap ucapan Ando baru mempercayainya.
            “Mau bukti? Panjangin dulu rambut lo, ntar gue kuncir.” Jawabnya sambil tertawa melihat Lista menatapnya penuh curiga.

            Dia langsung menoleh ke belakang, mencari bukti.“Li, yang kuncirin rambut kamu siapa? Bik Ijah yah?” Tanyanya dan Lily dengan lugunya menggeleng dan menunjuk Ando yang menyetir mobil. “Kak Ando yang kuncirin. Bagus kan, kak?” Tanyanya sambil memamerkan kunciran di rambutnya dan siap – siap untuk turun ketika mobil tepat berhenti di gerbang sekolahnya.
            Lista melongo sekali lagi dan menatap jari – jari Ando yang panjang itu dengan seksama. Tak bisa membayangkan cowok model Ando, yang arogan luar biasa, sengak ampun – ampunan, Playboy cap Sapi, menguncir rambut Lily setiap hari, benar – benar....
            “Kak, Lily sekolah dulu yah. Dadah, kak Lista, kak Ando.” Pamitnya membuyarkan lamunan Lista dan gadis cilik itu turun dari mobil setelah mencium kedua pipi mereka dan melambaikan tangan.
            “Tiap pagi lo kayak gini, Ndo? Antar Lily terus kuncirin rambutnya? Waw! Lo berbakat jadi bapak rumah tangga kayaknya,” Ledeknya ketika mobil jalan kembali menuju sekolah mereka.
            Ando nyengir mendengar ledekan Lista. “Iyaa.. gue kan cowok serba bisa. hahahaa... Lo mau? Ntar gue kuncirin deh, kalau perlu sama Lily. Hahaha..”
            “Gak.. gak. Sama lo aja gue gak percaya, apalagi sama Lily. Tuh anak, kckckc...” Lista mengakui bahwa keponakan Ando yang satu itu  memang luar biasa usilnya.Seperti sabtu kemaren saat mereka bertiga di bioskop untuk menonton film kesukaan gadis itu, dia dikerjai karna minumannnya sengaja ditukar dengan punya Ando yang wkatu itu memesan soda. Sedangkan dia anti dengan minuman bersoda, dan ketika meminumnya, mulutnya serasa penuh buih tak terlihat. Lily yang tau dengan antipatinya itu, tertawa terbahak – bahak dan langsung memasang wajah polos seolah tak tau apa – apa ketika Ando menatapnya penuh curiga karna minumannya berubah menjadi rasa kopi yang luar biasa pahit. Minuman yang paling dia hindari.
            Ando tertawa mengingat kejahilan Lily yang lain ketika jam weker pagi tadi yang selalu dia putar mendadak tak berbunyi, dan Lily senang hati membangunkannya dengan menggelitiki telapak kakinya dengan kemoceng. Dan Ando menceritakannya pada Lista kegilaan Lily yang lain, membuat mereka tertawa bersama.
            “Gila tuh anak! Usil ampun – ampunan! Lebih parah dari kak Bian tuh.” Ucap Lista disela tawanya. Kepalanya yang masih nyut – nyutan merasa berkurang sedikit.
            “Lily kemaren cerita ma gue kalau dia kesengsem sama Kak Bian. hahahaha... kakak lo itu, ckckck..” Lista semakin tertawa mendengarnya.
            “Lily naksir kak Bian? wah.... gue kayaknya harus bikin Fanpage Bianlovers nih. Hahahaaa...”
            Ando tersenyum mendengar Lista tertawa. tawanya seperti bunyi lonceng yang berdenting merdu di telinganya. Menularkan kebahagiaan di sekitarnya. Termasuk dirinya.
            Dia membelokkan mobilnya ketika gerbang sekolah terlihat. Lista melihat Cindy yang berdiri di depan gerbang, menarik lengan baju Ando. minta turun. “Gue mau nyamperin Cindy,” Begitu alasannya ketika Ando menatapnya dengan kening berkerut. Seolah tak setuju karna menurunkan Lista di jalan. Namun diturutinya.
            Dan dia menghentikan mobilnya dan Lista langsung turun dari mobilnya setelah celingak – celinguk karna tak ingin terlihat oleh Pamela, mantan Ando yang paling sangar pernah ditemui karna pernah menyindirnya pedas di depan yang lain saat dia berada di toilet bersama Cindy. Kalau saja dia tidak  happy  sepanjang hari karna dibelikan Ando sepasang merpati sebagai pengganti punyanya yang mati karna sakit, mungkin hari itu dia akan masuk ruang BP karna menghajar Pamela.
            “Lo nyari siapa sih?” Dia bingung melihat Lista melirik spion mobilnya dan menghela napas lega.
            “Gue males ketemu si Pamela, mantan lo yang tak terhitung itu melihat gue bareng lo. mood  gue lagi gak bisa diajak ribut hari ini. Jadi mending menghindar daripada gue masuk BP.” Lista menggerutu karna hampir saja  sabtu kemarin dia akan mencetak sejarah dalam hidupnya melayangkan tinjunya dengan senang hati ke wajah Pamela yang menyindirnya karna dia cewek jadi – jadian dan dituduh pakai pelet agar Ando jadi pacarnya dan putus darinya. Lista hampir saja menghajarnya kalau Ando tak datang dan menariknya menjauh.
            Lista menatap sebal karna Ando tertawa melihatnya. Dia langsung membuka pintu mobilnya dan melompat turun. Tubuhnya langsung terhuyung ke belakang dan membentur pelan mobil karna kepalanya semakin sakit. Ando yang sudah siap siaga turun, langsung ditahan Lista dengan mengacungkan jempol seolah tak apa – apa dari luar dan Cindy langsung menghampirinya.
           
            “Kepala gue pusing, Cind.” Didepan sahabatnya, dia bebas mencurahkan apa yang dia rasa sekarang. Termasuk pusing di kepalanya yang semakin menyiksa karna semalaman berhujan – hujan ria dengan kedua kakak sablengnya dan masuk rumah basah kuyup seperti kucing tercebur di sungai kalau mamanya tak berteriak menyuruh mereka masuk rumah sambil ngomel – ngomel. Sedangkan papahnya hanya nyengir. Bahkan rayuan Bian yang seharusnya membuat mamanya tenang, malah semakin habis – habisan memarahi mereka.

            Cindy memegang keningnya dan mengernyit karna tubuhnya semakin demam. Tapi anehnya dia menggigil. “Ando tau lo sakit?” Lista menggeleng lemah. Dia tak mau cowok itu tau kalau dia sakit. Entah kenapa, dia merasa Ando tak perlu tau keadaan dirinya sekarang.
            “Sudah gue duga.” Cindy menghela napas dan merangkul lengan Lista yang jalannya sudah mulai oleng.
           
            Ando berjalan di belakang mereka dengan wajah cemas melihat wajah Lista yang semakin pucat. Ketika dia ingin menghampiri, Cindy menoleh ke belakang dan menggeleng. Ando yang tau maksudnya, hanya bisa menggertakkan gigi dan pasrah untuk mengikuti kemauan Lista yang tak ingin dia tau bahwa dirinya sakit.

♥ ♥

            “Ujian Fisika bikin kepala gue serasa mau pecah!” Jeritnya sambil menelungkupkan wajah ke meja karna stres sambil memandang kepergian Ibu Mae yang baru saja tersenyum puas  meninggalkan kelasnya karna menyiksa murid – murid dengan soal Fisika yang njelimet. Kalau saja Cindy tak memberinya contekan, mungkin kertasnya sudah kosong melompong saking tau apa yang dia tulis.

            Cindy tersenyum simpul mendengar keluhan Lista dan menoleh ke belakang dan mengucapkan terima kasih tanpa suara pada Ando karna membantu Lista menjawab ujian Fisika dengan melemparkan jawabannya ke arah Cindy dan menyalinnya kembali seolah – olah jawaban itu darinya, Bukan dari Ando. seperti permintaan cowok itu. Dia hanya mengangguk dan tersenyum lalu  keluar kelas sambil melirik Lista yang masih duduk di kursi dengan wajah tertelungkup di meja dengan wajah cemas. Cindy memandang kepergiannya dan mendadak ponselnya bergetar. Dia membaca sms dan tersenyum lalu melirik Lista.
            By : Ando.
            “Cind, kalo Lista masih sakit, sms gue. Biar gue tarik pulang kerumah. bodo amat dia ngomel – ngomel sambil bilang sehat aja. Sekalian kasih tau sama dia gak usah ikut pelajaran olahraga hari ini. Wajah pucat begitu masih gak butuh perhatian gue? Benar – benar sahabat lo itu!” Sms penuh gerutu dari Ando membuatnya nyengir lebar dan segera membalasnya.
           
            “Pelajaran olahraga lo gak usah ikut yah. Disini aja. Atau gue antar ke UKS?” Namun Lista menggeleng lemah.
            “Lo sakit, Lista! Lo gak sadar wajah pucat begitu?! Belum lagi harinya panas ampun – ampunan! Gue gak nanggung kalau lo pingsan di lapangan!”
            “Gue sehat aja, Cindy. Liat? gak papa kan. mungkin ini pusing biasa karna mandi hujan. Bentar lagi akan ilang kok. jangan manjain penyakit.” Dia mengeluarkan petuah andalan yang entah copy darimana dan mengambil jaket tebal yang dia bawa dalam tas lalu mengenakannya. Entah kenapa dia merasa sangat kedinginan. Padahal cuacanya panas.
            “Tapi lo pucat, Lista! Lo gak sadar?!” Cindy mengambil cermin kecil yang selalu ada dalam tasnya dan meletakkannya tepat di depan Lista agar sahabat kepala batunya itu bisa melihat sepucat apa wajahnya sekarang.
            Lista melihat wajahnya memucat, tatapan mata sayu khas orang sakit, dan pipinya yang merona tanda dia sedang kena demam. Dia menyerahkan  cerminnya. “Biasa aja tuh wajah gue.” Elaknya sambil menyentuh pipinya yang hangat di tangannya yang dingin.
            Ketika dia hendak menjawab, tiba - tiba Ando datang sambil menyodorkan gelas berisi teh panas ke arah Lista. “Minum.” Perintahnya ketika Lista menatapnya dengan kening berkerut.
            “Wajah lo pucat, pakai jaket padahal harinya sedang panas, apa artinya kalau lo gak sakit? Gak usah pura – pura kuat, Lista.”
            “Gue gak pura – pura kuat,Ando! gue...” Ucapannya terhenti karna Ando menatapnya tajam.
            “Minum.” Dia menunjuk gelas di meja yang mengepul hangat.
            “Gak. gue gak suka minum teh.”
            Dia pusing sekarang. Lebih mudah menghadapi Lily yang berubah menjadi sangat penurut bila sakit daripada menghadapi Lista yang semakin keras kepala. begitu pikirnya. Dia menoleh ke arah Cindy minta bantuan, namun cewek itu mengangkat bahu dan berdiri.
            “Gue mau ke kantin dulu yah. Sama Shab,” Cindy menatap Lista yang mengangguk dan melirik Ando,“Paksa dia minum. Lo dibohongin.” Ucapnya tanpa suara ketika mereka bertatapan dan keluar kelas.
            Ando langsung ambil posisi duduk di kursi Cindy dan berhadapan dengan Lista, “please, Lis. Minum. Lo kedinginan tuh.” Namun Lista menolak.
            Ando menghela napas, “Ayolah... ntar tehnya dingin loh,”
            “Gak. gue gak suka minum teh panas.”
            “Terus lo mau minum apa, Lista? Susu coklat?” Dan gadis itu menggeleng.
            “Ya sudah,” Ando berdiri dan tanpa aba – aba, dia menarik Lista yang sedang duduk itu di pelukannya. Wajah Lista tepat di dadanya. Posisinya yang sedang berdiri dan Lista yang duduk memudahkan untuk mengelus punggungnya dan menundukkan kepala untuk mencium rambut Lista.
            “Pilih minum atau gue peluk sampai pelajaran berikutnya?” Bisik Ando di atas kepalanya. Lista berusaha melepas, tapi tangannya ditarik paksa untuk melingkari pinggangnya dan dipegangnya agar tak kabur.
            “Kita diliatin, Ndo. Lepasin,” Lista tak bohong. Semua tatapan ke arah mereka sekarang. Semakin mempertegas hubungannya. Bahkan dia melihat Pamela yang lewat di depan kelasnya bersama Siska, yang juga mantan Ando melihatnya dan melongo kaget. Apalagi Pamela yang hampir semua orang tau kalau dia masih mengharapkan Ando sampai detik ini, seperti ingin mencabik – cabiknya.
            “gue gak peduli. Yang gue peduliin adalah tubuh lo yang semakin hangat di pelukan gue. Lo sakit, Lista. Kenapa lo abaikan? Kenapa lo pura – pura kuat di depan gue? Gue gak akan marah karna lo sakit, Lista. Malah gue jaga.” Bisik Ando ketika Lista menggeleng di pelukannya.
            “Gue gak mau perhatian lo bikin gue jatuh untuk kedua kalinya, Ndo. Mengingat lo berpotensi untuk meninggalkan gue ntar. Mending gue dingin sekalian.”Belanya dalam hati.
            “Lepasin, Ndo. Gue mau minum.” Ucapnya pelan hingga menyerupai bisikan. Dia langsung melepasnya dan membiarkan Lista memeluk gelas yang masih mengeluarkan uap hangat itu dan meminumnya perlahan.
            “Enak?” Tanya Ando yang kembali duduk dan menatapnya seksama. Dia mengangguk dan menghirupnya lagi sebelum diminum. Daripada dipeluk lama – lama berpotensi dijadikan objek gosip selama beberapa bulan ke depan, lebih baik dia mengikuti permintaannya.
            Ando menempelkan tangan di keningnya. Refleks Lista langsung menjauh, namun Ando sigap memegang lengannya. Menahan gerakannya. “Lo mau ke UKS buat istirahat?” Dia menggeleng.
            “Pulang kerumah?” Gadis itu menggeleng lagi. “Gue mau ikut olahraga. Jangan bantah keputusan gue.” Lista menjawab garang ketika Ando menatapnya tak setuju.
            “Gue gak mau manjain penyakit, Oke? Gue sehat dan terimakasih atas teh panasnya. Tapi gue ingin melakukan apa yang gue mau.” Putusnya dan masih menatap Ando dengan tatapan keras kepala. Cowok itu mendesah sambil menatapnya.
            “Terserah lo deh. kalau lo sanggup, silahkan. Gue Cuma nyampein yang terbaik buat kondisi lo saat ini.” Dia berdiri dan berjalan meninggalkan Lista yang tak menyangka Ando mengalah semudah itu. Di dalam pikirannya, mereka akan bertengkar lagi.
            Entah kenapa, sepeninggal Ando, perasaan hilang itu hadir lagi apabila dia berantem dengannya. Begitu kuat, namun dia berusaha mengabaikannya. “Ini keputusan gue. Jangan menyesal.” Bisiknya dalam hati dan meminum tehnya yang entah kenapa menjadi tak seenak saat ada Ando di depannya.

            Ando duduk dikursinya yang kosong dan menatap Lista yang mengeluarkan baju olahraganya dan keluar kelas bersama Cindy yang cemas dengan keputusannya dan berusaha untuk merubah jalan pikirannya. Namun Lista menggeleng keras dan berjalan mantap menuju pintu. Ando bisa merasakan frustasinya Cindy, “Dasar gadis keras kepala.” Rutuknya dan memutuskan untuk keluar ketika Dion, salah satu temannya mengajaknya main bola di bawah.

♥ ♥

            Lista Cuma duduk di kursi taman sedangkan teman – temannya yang lain sedang melakukan pemanasan. Kepalanya semakin pusing, bahkan pandangannya mulai berputar. Tapi dia mencoba ntuk cuek. Tak mempedulikan alarm tubuhnya bahwa dia sakit.
            “Lis...” Panggil Shabrina dan duduk di sampingnya. Shabrina, cewek supel itu mengajaknya ngobrol sambil melirik cowok – cowok cakep dari kelas sebelah. Lista hanya mengangguk dan sesekali merespon.
            Tiba – tiba, entah darimana, bola mengenai kepalanya dengan keras. Membuat Lista berdiri sambil terhuyung – huyung menahan kepalanya yang semakin sakit dan berkacak pinggang penuh ekspresi marah. Dia melirik satu – persatu cowok yang main dan bertatapan dengan Ando yang berjalan ke arahnya. “Siapa yang nendang bola itu ke gue?!”
            “Gue.” Jawab Ando tenang dan merebut bola itu. Namun ditarik Lista dengan tatapan garang.
            “Cuma sakit biasa aja, kan? yasudah, gue minta maaf kalau tendangan gue bikin kepala lo benjol.” Ando melanjutkan ucapannya dan menatap Lista dengan tatapan cuek. Tak peduli gadis itu sedang menahan sakit kepalanya hingga mau pecah rasanya.
            Saking bencinya, Lista melempar bola itu ke arah lain dan menatap Ando penuh emosi lalu berbalik tanpa berkata apa –apa. Sepanjang jalan, dia mendumel sendiri. “Dia kan tau gue sakit! Kenapa dia gitu?! Eh... tapi bukannya gue yang gak mau diperhatiin dia? Tapi kan bukan berarti seenaknya dia bilang gitu seolah – olah menendang bola hingga mengenai kepala orang itu legal! Liat aja ntar kalau keturunan gue nanti ada yang jadi Hakim, gue suruh dia bikin UUD bahwa nendang bola mengenai kepala orang dituntut hukuman mati di pohon lombok!” Dumelnya dalam hati.
            Ando menatap Lista yang semakin memijit kepalanya itu dengan tatapan tak terbaca dan berteriak kepada teman – temannya untuk meneruskan permainan.

♥ ♥

          Hari sedang panas luar biasa. Lista dan teman – teman cewek yang lain berjemur di lapangan karna mendapat giliran dribel bola basket dan memasukkannya ke ring sebanyak 20 kali. Lista yang berada di belakang Cindy, menyandarkan kepalanya di pundak. Dia semakin menggigil. Kepalanya semakin sakit saja, panasnya hari ini semakin membuatnya lemah.
            “Gue antarin ke UKS aja yah,” Cindy berbisik ke arah Lista yang semakin lemas. Matanya mencari – cari Ando, namun tak ditemukan di kalangan cowok manapun. Kemana dia????
            Lista menggeleng dan mendengar Pak Anto memanggilnya. Tanda gilirannya. Dia melangkah lunglai ke depan dan berdiri sambil memegang bola basket pemberian Kinan, temannya.
            Dia mulai mendribel dan memasukkannya. Banyak yang gagal daripada masuk. Dia menoleh ke arah lain sambil mendribel dan seketika terpaku. wajahnya pucat pias.
            Dari kejauhan, dia melihat Dylan, tokoh utama dalam setiap skenario mimpi buruk menghampirinya. wajahnya menunjukkan senyum yang paling dia benci sambil melangkah pelan ke arahnya yang mendadak mundur. Dia menoleh ke belakang, mencari Cindy, namun entah kenapa dia tak melihatnya di kerumunan teman – temannya.
            Teguran Pak Anto tak dihiraukannya. dia mundur perlahan, jantungnya berdegup kencang, wajahnya pucat pias, pikirannya menyuruh untuk melempar bola basket itu ke arah mana saja dan dia lari. Tapi tubuhnya berkhianat dengan diam di tempat, tak pergi kemana – mana.
            “Lis...” Panggilnya dan dia semakin pucat. Kepalanya semakin pusing, dan pandangannya mulai mengabur, terlihat seperti titik – titik kecil hingga akhirnya gelap gulita, dia pingsan.
            Dia mendengar suara lain, ribut – ribut mengelilingi sambil memanggil namanya, secara pikiran dia sadar, tapi tubuhnya terlalu lelah ntuk membuka mata. Dia mendengar suara itu, aroma tubuh yang sangat dikenalnya, berada di sekitarnya dan mengangkat tubuhnya seraya dibawa berlari. Suaranya panik luar biasa dan berkali – kali memanggilnya.
           

♥ ♥

            Dia menidurkan Lista di ranjang dan menyelimutinya. Perjalanan yang luar biasa macet menuju rumah gadis itu membuatnya mengambil keputusan untuk membawa Lista kerumahnya yang dekat dengan sekolah. Sepanjang perjalanan, gadis itu mengerang kesakitan dan kepanasan. Berkali – kali mengigau memanggil nama seseorang dengan penuh ketakutan sampai – sampai meneteskan air mata.
            “Syutt... diam, Elista. Tenang...” Ando membujuknya ketika gadis bergerak gelisah dalam tidurnya. Gadis itu pingsan dengan wajah sangat ketakutan tepat di depannya ketika dia bermaksud menghampirinya saat Lista mendribel bola. Dia mencoba mendekati, tapi Lista semakin mundur ketakutan sambil menoleh ke belakang. Ketika jarak semakin dekat, tau – tau gadis itu pingsan dan dia langsung berlari dan menggendong Lista untuk membawanya pulang. Kedua kakaknya sudah dia telpon dan mereka tau Lista dirumahnya setelah dia menjelaskan alasan selengkap – lengkapnya dan menarik napas lega ketika Bian mengijinkannya untuk merawat Lista sebelum mengantarnya pulang kerumah.

            Melihat Lista semakin gelisah dalam tidur, dia berdiri dari sampingnya dan berjalan pelan menuju piano yang ada di kamar. Dia menekan tuts – tuts piano dengan lembut dan memainkan lagu kesukaannya. Yirumakiss the rain dan love me mengalun indah di kamarnya. Sesekali dia melirik Lista dan tersenyum ketika gadis itu sudah berangsur tenang. Tak gelisah lagi. Dan dia semakin memainkannya dengan lembut.

♥♥
           
            Dia terbangun ketika mendengar denting piano yang lembut memenuhi kamar. Dia melihat sekelilingnya yang tampak asing di matanya. Kamar yang 3x lipat lebih besar darinya dengan nuansa coklat, jendela kamar berukuran besar, sofa besar bewarna hitam dan TV Plasma serta lemari besar menempel di dinding dan gitar berdiri samping meja belajar membuatnya berkerut kening. Ini bukan kamarnya. Sama sekali bukan. Kalau bukan dikamarnya, dia dimana?
            Lista memegang keningnya ketika sesuatu yang lembut ada di atas kepalanya. Dia mengambil dan ada handuk kecil yang dilipat untuk mengompresnya. Dia mencoba duduk. Permainan Piano yang indah itu langsung berhenti dan Ando berjalan menghampirinya dan duduk disamping. Lengannya dipegang lembut. Tubuhnya di dorong untuk tidur kembali.
            “Tidur, Lista.” Perintahnya tanpa nada memaksa dan mengambil handuk itu dan memegang keningnya.
            “Gue kenapa disini? Ini dimana sih? bukannya gue...” Ucapannya terhenti ketika Ando meletakkan termometer di mulutnya. Bibirnya langsung mengatup rapat.
            “Lo gue bawa kesini karna demam lo semakin tinggi dan mengigau kesakitan. Sedangkan perjalanan menuju rumah lo macet ampun – ampunan. Kedua kakak lo tau kalau lo di rumah gue. Kata kak Bian, kalau lo udah enakan, baru pulang kerumah.” Jelas Ando panjang lebar dan dia mengangguk.
            “Gue ambil yah.” Dia mengambil termometer di mulut Lista dan mengguncang pelan. “Demamnya udah gak tinggi lagi.”
            “Makasih. Gue jadi repotin lo.” Ucapnya penuh sesal. Ando mengacak rambutnya.
            “Ngapain minta maaf? Gue gak merasa kerepotan kok. lagipula gue udah terbiasa rawat Lily kalau dia demam. Jadi gue gak kebingungan saat lo sakit. Mungkin bedanya lo itu keras kepala, butuh pingsan dulu baru dirawat. Dan Lily, Cuma tidur dan menutup diri dengan selimut, udah tau kalau dia demam.” Dan Lista manyun mendegarnya namun dalam hati mengiyakan.

            Kamar Ando terbuka lebar dan Lily langsung berlari ke arah mereka dengan pakaian sekolah dan memeluk Ando lalu mencium pipinya. Dia melirik Lista yang tidur. “Kak Lista kenapa disini?” Tanyanya pada Ando.
            “Kak Lista sakit demam, Li.” Jelasnya dan gadis itu mangut – mangut lalu berpindah dari Ando dan duduk di ranjang Ando dekat kaki Lista.
            “Kak... Lily pijitin kakinya yah. Kak Ando sering begitu kalau Lily sakit,” Pintanya dengan tatapan memohon. Lista yang tau akal bulusnya, menggeleng lemah.
            “Gak usah, Lily. Kakak gak papa kok.” Tolaknya halus. Membuat Lily langsung memasang ekspresi sedih. Membuatnya tak tega dan buru – buru meralat. “Tapi boleh juga tuh kamu pijitin kalau mau. Tapi gak papa nih?” Dan wajah Lily seketika cerah lalu menggeleng. “Gak papa kok, kak.” Dia menjawab penuh semangat dan tangan mungilnya sudah memijit kaki kiri dan kanannya bergantian.
            Melihat mereka akrab, Ando berdiri. “Gue ambil makanan dulu yah. Dan lo harus makan.” Jawabnya tegas ketika sorot mata Lista seolah berkata “Perut gue gak ingin dikasih makan!” dan dia keluar kamar.
            “Lily, kamu sama siapa tadi pulangnya?”
            “Sama Om Parto. Supir kantor kak Ando. soalnya kan kak Ando sekolah, gak mungkin jemput Lily pulang sekolah. Kecuali hari sabtu, baru kak Ando bisa jemput,” Jelasnya dan Lista mengangguk.
            Otak usil Lily tiba – tiba dalam posisi ON. Dia memijit kaki Lista sampai ke telapak kakinya dan menggelitiki perlahan sampai ke pinggang. Lista yang titik lemahnya disitu, tertawa terbahak – bahak sambil memohon agar Lily berhenti.
            “Adu...duh... sudah, Lily... sudah...” Lista memohon dengan napas tersengal – sengal sambil memegang dada seolah kesakitan yang amat sangat. Lily langsung berhenti dan menatap Lista yang menutup mata
            “Kak...” Panggilnya cemas. Lista langsung membuka mata dan tertawa ketika wajah Lily hampir menangis karnanya. Kejahilan harus dibalas dengan kejahilan. Begitu prinsipnya.
            “Kita seri, kan?” Ucapnya sambil mengulurkan tangan. Lily yang tertipu hanya bisa mengangguk kalah dan tersenyum lebar.
            Ando masuk dengan membawa baki berisi makanan dan obat.  “Kak, Lily aja yah suapin kak Lista. Oke?” Pintanya ketika Ando meletakkan baki itu disamping.
            Ando menggeleng. “Kamu ganti baju dulu, makan sama Bik Ijah di bawah. Kakak aja yang suapin Lista.” Dan Lily langsung manyun dan menghentakkan kakinya sambil keluar kamar. Dia merajuk.
            Ando tertawa geli melihat Lily merajuk. Dia menatap Lista. “Kasihan tuh dia ngambek. Bujukin gih. Gak enak gue.”
            “Biarin aja. Ntar dia normal sendiri. Gue sengaja gak ijinin dia karna tau otak usilnya bakalan nongol lagi. Lily itu bukan perawat yang handal untuk orang sakit.” Ando tertawa dan membantu Lista mendudukkannya di kasur lalu menyuapi bubur yang sudah dibuat Bik Ijah.
            “Gue bisa sendiri.” Lista berusaha menolak. Namun Ando menggeleng. “Gue suapin.” Jawabnya tegas, tak bisa dibantah. Membuat Lista memilih nurut.
            “Ndo, gue boleh tanya sesuatu gak?” Tanya Lista disela suapan Ando padanya. Cowok itu mengangguk.
            “Tadi, pas olahraga, lo liat cowok lain gak? pas gue dribel, gue liat Dylan. Dia hampirin gue. Gue ketakutan, gue noleh ke belakang nyari Cindy atau lo, tapi kalian gak ada. Gue mencoba mundur, tapi dia semakin dekat. Setelah itu, gue merasa gelap semuanya. Sampai gue berada disini. Lo liat dia, kan? Dia gak mungkin sekolah disini, Ndo. Dia seumuran kak Bian, otomatis kuliah. Tapi kenapa dia ada disini? Di sekolah? Gue...” Dia bingung ketika Ando terdiam dan menatapnya. Entah apa arti tatapannya, namun terlihat sakit.
            “Gue gak liat Dylan atau cowok lain yang gue gak kenal di sekolah kita, Lista.”
            “Tapi gue yakin itu Dylan, Ndo!”
            Ando meletakkan mangkuk buburnya di meja. Menatap Lista yang keras kepala. “Segitu takutnya lo sama Dylan sampai gue pun lo anggap dia? Gue yang hampirin lo saat itu, Lista! Gue yang manggil lo tapi lo mundur ketakutan! Gue liat lo noleh ke belakang dan lo ditegur pak Anto, gue liat wajah ketakutan itu! Tapi gue gak nyangka ternyata lo liat Dylan dari sosok gue. Ckckkck...”
            Lista terhenyak mendengar pengakuannya. “Serius?” Dia menatap Ando yang menatapnya lelah. “Sorry, Ndo, Bukan maks...”
            “Lo minum obat setelah itu tidur. Nanti kalau udah baikan gue antar lo pulang kerumah.” Dia memotong ucapan Lista dan menyerahkan gelas serta obat . Tanpa debat gadis itu menurutnya.
            “Ando...” Panggilnya ketika cowok itu berjalan keluar sambil membawa baki makannya. “Selamat tidur.” Ucapnya tanpa menatap Lista dan menutup pintu.

            Sepeninggal Ando, Lista menghela napas. “Sorry, Ndo. Bukan maksud gue begitu.” Ucapnya pelan. Mendadak, dia lebih memilih demam tinggi agar Ando disini, merawatnya. Lista langsung membuang jauh – jauh pikirannya dan menutup matanya. Mencoba tidur.

            Cowok itu bersandar di balik pintu. Dia menutup mata. Entah kenapa, semua usahanya hari ini terasa sia – sia ketika gadis itu melihat dirinya adalah Dylan, cowok yang tak pernah dia lihat, namun entah kenapa dia bernafsu untuk menghajarnya hingga babak belur. “Apa yang harus gue lakuin agar lo liat gue bukan sebagai Dylan, Lista?” Ucapnya pelan dengan nada putus asa dan memutuskan turun ke bawah untuk membujuk Lily yang mungkin masih merajuk.

♥ ♥

            Lista sudah bangun dan melirik jam yang menunjukkan pukul 06.00 sore. Dia bergegas turun dari tempat tidur. Dia seperti melayang karna kepalanya masih pusing. Namun ditahannya.
            Ando masuk ke kamar dan melihat Lista duduk di meja belajar sambil memijit kepalanya. Dia bergegas menghampiri dan memegang keningnya. “Masih demam, Lis.”
            Lista mendadak tak enak dengan perhatian Ando karna kejadian siang tadi. Dia menepis tangannya. “Gue gak papa. Bisa anterin gue pulang? Gue gak mau repotin.”
            “Tapi...”
            “Please...” Dia memohon dan mencoba berdiri dengan tangan kiri memegang meja belajar sebagai penopangnya.
            Ando membantunya. Wajahnya cemas. “Lo yakin mau pulang sekarang?” Dan dia mengangguk, “Gue gak mau repotin lo lebih jauh lagi. Lagipula gue punya dua kakak calon dokter nganggur dirumah, Harus bisa dimanfaatkan.” Dia tertawa geli bagaimana rempongnya kedua kakaknya nanti mengurus dia yang sakit. Dia bertekad akan sangat manja pada mereka.

            “Yasudah kalau gitu.” Dia mengambil kunci mobil di samping Lista dan memapahnya keluar kamar karna gadis itu masih sangat lemah. Namun keras kepala luar biasa.

♥ ♥

            “Lily kenapa gak ikut?” Tanyanya ketika mereka sudah di jalan dan Ando menyalakan radio di mobilnya yang entah kenapa bersinandung lagu – lagu romantis.
            “Gue suruh kerjain PR. Kalau gak gitu, dia bakalan ikut terus minta yang aneh – aneh.”
            “Lo sayang banget yah sama dia. Gue suka liatnya. Sekaligus iri.” Ntah kenapa, ucapan terakhir itu meluncur tiba – tiba tanpa rem. Membuatnya langsung memalingkan wajah, melirik jalan raya.
            Ando yang sangat sadar dengan ucapan Lista, tiba – tiba jadi ingin menggoda sedikit. “Yakin iri? Lily aja ngambek sama gue sampai – sampai minum es banyak biar demam separah lo terus gue perhatiin. Lagipula, lo adalah cewek kedua selain Lily yang gue rawat. Jadi gak usah iri, beb.” Dia menjawab sambil mengacak rambut Lista dan memegang keningnya. Masih demam, pikirnya cemas.
            Dia berusaha menyingkirkan telapak tangan Ando yang menyentuh keningnya. Namun akhirnya dia biarkan saja. “Ando, sorry yah soal tadi. Gue sumpah demi apapun gak ada maksud anggap lo Dylan. Gue juga gak tau kenapa jadi liat lo sebagai Dylan waktu itu. Apa karna pengaruh sakit kali yah? Tapi, beneran deh Ndo, gue...” Dia terdiam ketika mobil berhenti di lampu merah dan Ando menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Menyuruh diam.
            “Gue tau lo gak sengaja. Udah gak usah dibahas lagi.” Dia menjalankan mobilnya dan melepaskan jemari yang membungkam mulut Lista. Dan gadis itupun diam dan menyandarkan kepalanya di jok mobil. Kepalanya semakin pusing. Namun berusaha ditahannya. Dia pun menutup mata dan akhirnya tertidur.

♥ ♥
           
            “Lis.. bangun...” Ando menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia bisa saja tak usah membangunkannya dan menggendong gadis itu masuk rumah. Tapi akan terlihat tak sopan nantinya.
            Lista mengerang dan membuka mata dengan berat. Penglihatannya serasa berputar – putar. Tak bisa fokus. lalu menatap Ando yang cemas. “Makasih atas perhatiannya. Sorry gue repotin lo.” Ucapnya sambil turun dari mobil. Namun ditahannya.
            “Tunggu gue aja yang bukain.” Dia hendak keluar namun Lista menarik lengan bajunya. “Gak usah. Gue bisa sendiri. Makasih.” Dia tersenyum lemah.
            Lista membuka mobil, dia turun perlahan dan berjalan masuk rumah yang mendadak jauh dari jangkauan. Ando langsung turun dari mobil dan berjalan di belakangnya.
            Dia merasa penglihatannya semakin buram, kepalanya semakin pusing, ditambah lagi rintik – rintik hujan  yang membasahi tubuhnya, membuatnya kedinginan, tubuhnya tak tahan lagi dan akhirnya pingsan.
            Ando langsung berlari dan menangkap tubuh Lista itu sebelum menyentuh tanah dan menggendongnya masuk dalam rumah.

♥ ♥

            Bian duduk di samping Lista sambil mengukur tekanan darah dengan wajah serius. Awalnya dia ingin mengomel siapa yang menggedor pintu rumah jam 8 malam. Tapi ketika melihat Lista pingsan di gendongan Ando, omelannya hilang dan langsung menyuruh cowok itu membawanya ke lantai dua. Sedangkan dia lari ke kamar untuk mengambil peralatan prakteknya.
            Erika menempelkan tangan di keningnya. Matanya melirik Bian yang masih sibuk memeriksa detak jantung Lista lewat stetoskop yang menempel di telinganya. Kedua orang tuanya yang lembur malam ini tak tau Lista sakit. Jadi mereka yang mengurusnya.
            “Pantesan pingsan. Darahnya rendah banget.100/70. Gue lupa adik kita satu ini keturunan darah rendah.” Bian melepas stetoskopnya dan mengambil termometer yang dikapit di ketiaknya. “39 derajat. Ckckkck...”
            Ando menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dia melihat kamar Lista yang jauh dari cewek kebanyakan. Poster band – band rock yang diketahuinya, gitar, cat kamar bewarna hijau, tape dan majalah – majalah musik luar negeri serta tentang film. Dia pun menghampiri Erika.
            “Lista gimana, kak?” Tanyanya dan Bian berdiri lalu keluar kamar. Entah menelpon siapa.
            “Demam tinggi nih anak. Darah rendah. Pasti gara – gara mandi hujan kemarin nih. Kckckk... By the way, makasih yah udah rawat dia seharian. Gue jadi merasa gak enak nih.”
            Ando tersenyum. “Santai aja kak. Dia kan pacar gue, masa dibiarin aja sakit?”
            Erika tersenyum mendengarnya. “Senang gue dengarnya.”
            Bian masuk dalam kamar. Nyengir melihat Ando dan menghampiri Lista yang masih pingsan lalu mengacak – acak rambutnya. “Gue ke rumah sakit dulu yah ambil resep. Tadi gue nelpon papah karna gak tau Lista harus minum obat apa. Gue gak berani asal diagnosis. Ntar mati keracunan adik gue. Kan sayang, limited sih.” Dia pun mencium kening Lista dengan sayang, “Dek, besok – besok kalau sakit, sakit gigi aja yah, atau gusi berlubang, atau gigi lo lepas. Biar gue sama kak Rika tau lo harus minum obat apa. Gue jadi merasa gak ada gunanya masuk kedokteran tapi gak bisa obatin lo yang demam ini.” Erika dan Ando saling berpandangan. Tak tau harus tertawa atau diam saja.
            Thanks yah dah obatin adek kami. Lo pacar yang siaga.” Dia menepuk pundak Ando dan melirik Erika lalu keluar kamar terburu – buru.
            Sepeninggal Bian, Ando pun pamit pulang karna Lily sudah menelpon dan Erika minta lain kali dia dibawa serta. Dan Ando pun mengangguk.

♥ ♥

          “Nih, obatnya. Tadi mama tebusin pas ketemu papah di Poli. Lista gak papa, kan? dia sama siapa pas pulang?” Erza menyerahkan obat untuk Lista ke Bian yang tiba di Rumah Sakit langsung menemuinya di ruangannya.
            “Sip, ma. Lista gak papa kok, ma. Kan Ada Bian dan Erika yang siaga. Sama Ando tadi.” Jelasnya dan mamanya mangut – mangut.
            “Yaudah. Nanti bentar lagi mama pulang kok. Hati – hati yah sayang.” Dia mencium pipi Bian dan membuat cowok itu langsung pasang ekspresi malu.
            “Ma... di ruangan mama gak ada CCTV kan? Takutnya nanti ada yang liat terus jadi gosip dan papah marah sama mama karna cium pria lain. Hahahaha...”
            Erza ikut tertawa mendengarnya. “Kalaupun ada siapa yang berani nuntut? Wong suster disini sudah tau semua kalau kamu anak mama. Hahahaa..”
            Bian nyengir dan membuka pintu ruangannya. “Bye, ma.”
            Erza tersenyum dan berdiri di depan pintu mengantar kepergiaannya.

            Bian berjalan sambil menoleh ke belakang ketika ada yang memanggilnya. Dari arah depan, seseorang berlari ke arahnya dengan berkas di tangan dan tak bisa menghindar Bian hingga akhirnya mereka bertubrukan dan jatuh ke lantai beserta berkas – berkas yang dipegangnya
            “Sorry... sorry...” Bian langsung sigap membantu yang ternyata adalah suster disini. Sedangkan cewek bejilbab putih itu saking paniknya hanya mengangguk tanpa mendongkakkan wajah ke arahnya.
            Bian melihat name tag yang ada di dada suster itu. “Suster Lhyesha Anindya.” Ucapnya dan cewek itu langsung mendongkakkan wajah. Merasa dipanggil. “Iya...” Jawabnya lembut dan gerakan membereskan map terhenti.  Sejenak terpesona dengan cowok di depannya hingga tak bisa bersuara.
            Bian hanya tersenyum dan membantunya berdiri lalu menyerahkan separuh berkas yang ada di tangannya. “Ini, suster berkasnya. Maaf sudah nabrak.” Dan suster bejilbab itu hanya tersenyum kikuk lalu bergegas lari tanpa melirik Bian yang kini memperhatikannya menyerahkan berkas itu ke tangan mamanya.
            Erza yang melihat kejadian itu, memandang suster Lhyesha dan Bian dengan senyum simpul seolah tak apa – apa. Seolah tersadar, Bian langsung melangkah keluar dengan batin bertanya – tanya.

            “Itu suster kok serasa sering lihat yah? Dimana? Kayaknya suster baru deh. gue tanyain mama aja deh.” Putusnya dalam hati
           

♥ ♥

            “Ando mana kak?” Tanya Lista yang sudah sadar dan langsung disuapi Erika dengan bubur buatan Bian yang rasanya sangat pas.
            “Sudah pulang tuh.” Jawab Erika yang langsung dijawab “O” olehnya. Entah kenapa hatinya tebersit kecewa. Namun cepat – cepat ditepisnya.
            Bian masuk kamar dengan membawa obat dan air putih. Membuatnya mengerang. “Gue gak mau minum obat kak. Gak enak rasanya. Puahiitt...” Dia langsung memasang eksrpresi ingin muntah. Namun kakaknya hanya tersenyum
            Bian duduk disamping sambil mengelus rambutnya. “Diminum yah. Ntar gue beliin coklat deh kalau udah sembuh. Gimana?”
            “Sama Eskrim yah,” Lista mulai terpancing dan Bian mengangguk.
            Lista langsung mengangguk karna percaya kakaknya tak pernah bohong dan meminum obatnya dengan wajah kecut.
            Bian tersenyum melihatnya dan menyelimuti Lista yang mulai merebahkan diri. “Gak nelpon Ando dulu dek? Siapa tau dia nunggu kabar lo.” Sarannya dan Lista pun mengambil ponsel di sampingnya dan mengetik sms.
            For : Ando.
            “Gue udah sadar dan sekarang lagi diobatin sama kedua kakak gue. Makasih yah sudah perhatian sama gue hari ini. J” dan sms terkirim. Entah kenapa membuatnya tersenyum.
           
            Ando yang asyik dirumah sambil mengerjakan pekerjaan kakaknya ditemani Lily yang tidur sambil mengisap jempol tangan itu tersenyum dengan sms Lista dan buru – buru membalasnya.
            For : lista, My girlfriend (Wannabe)
            “Sama – sama. Jangan lupa makan sama minum obat yah.”  Dia terdiam. Tak tau harus membalas apalagi. Lalu tersenyum ketika sebaris kata – kata muncul di otaknya. “semoga cepat sembuh, yah. I’ll be miss your rock-head, sweety.” Dan sms terkirim.

            Di seberang sana, Lista hanya manyun lalu tidur tanpa membalas sms Ando.

♥ ♥

          Selama 3 hari dia absen sekolah dengan surat ijin sakitnya yang sebenarnya bisa dititip dengan Ando, namun entah kenapa Bian sukarela mengantarnya ke sekolah. Bisa dipastikan, selama 3 hari itu Lista mendadak seperti artis karna banyak teman – teman sekelasnya, apalagi cewek menjenguknya karna terpesona dengan kakaknya dan menerornya apakah kakaknya sudah punya pacar atau belum. Ketika dia protes ke Bian, cowok itu hanya tertawa dan sering muncul seolah tak sengaja di hadapan teman – temannya lalu ikut nimbrung. Di akhir jenguk, teman – temannya malah menyuruh dia untuk sering – sering saja sakit agar mereka  bisa menjenguk sekaligus melihat kakaknya lagi.
           
            Ando pun tertawa terbahak – bahak mendengar cerita Lista sepanjang perjalanan menuju sekolah setelah mengantar Lily yang mendadak jadi anak pendiam selama di mobil karna digendong Bian dan dipuji dia adalah gadis cilik yang paling cantik pernah dilihatnya. Lista sempat melihat wajah Lily semakin merona merah dan menatap kakaknya malu – malu. “kakak lo itu benar – benar... Lily aja sampai gak bisa ngomong lagi ketika dia dgendong.”
           
            Lista tertawa mengingatnya. Bahkan Jayden, sahabat Ando yang menjenguknya kemarin itu sempat terpana melihat Erika yang lewat di kamarnya dan tersenyum. Ando yang saat itu ada di samping lista, hanya nyengir melihat ekspresi sahabatnya itu.
            “Tapi, gue lebih suka lo gak demam lagi, Lis. Soalnya ga ada yang bisa gue usilin. Hahahaa...”
            “Apaan sih lo.” Dia mendorong lengan Ando pelan ketika cowok itu memarkir mobilnya sempurna dan menatap ke arahnya.
            “Gue ngomong jujur loh. Yuk...” Ando turun dari mobilnya diikuti Lista dan entah kenapa, karna perasaan gadis itu sedang bahagia atau gimana, tak menolak ketika dia merangkul tangannya untuk ke kelas.

♥ ♥

            ”Trouble.”

            Bel pertama berbunyi nyaring, mereka yang asyik berada di luar langsung masuk kelas dan duduk di kursi masing – masing. Ibu Noor, Pengajar Bahasa Indonesia masuk kekelasnya diikuti cewek cantik, berambut ikal, tubuh semampai, baju sekolah yang agak ngefresh, tatapannya menggoda, serta aura sexy yang sangat kental ketika dia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan terhenti ketika melihat Ando yang juga memperhatikannya. Dia tersenyum manis dan cowok itu hanya menatapnya dan berpaling. Membuatnya bingung namun berhasil disembunyikannya ketika Ibu Noor menyuruhnya untuk memperkenalkan diri.
            “Hai. Nama saya Karenina. Biasa dipanggil Karen,” Dia menatap Ando sekali lagi lalu tersenyum ketika cowok itu menoleh ke arahnya. “Saya pindahan dari SMA Jakarta. Salam kenal.” Dia tersenyum manis. Membuat cowok – cowok dikelasnya terpana melihat senyum seksinya itu.
            “Karen, Kamu duduk dengan Ando yah.” Ibu Noor menunjuk kursi sebelah Ando yang kosong karna teman sebangkunya, Ryan sudah pindah keluar kota. Dan cowok – cowok menatap Ando dengan tatapan tak rela dan serasa ingin mendepak teman sebangkunya jauh – jauh agar Karen duduk dengan mereka saja.
            Dia tersenyum lalu dengan berjalan anggun. Membiarkan dirinya menjadi pusat perhatian cowok – cowok yang meliriknya. Lista pun ikut menoleh ke belakang ketika Karen, anak baru itu duduk di samping Ando dan mereka saling kenalan. Entah kenapa hatinya muncul desiran aneh. Sangat aneh sampai dia tak rela ketika Ando langsung akrab dengan Karen.
            “Kenapa lo?” Tanya Cindy ketika Lista yang entah sudah berapa kali menoleh ke belakang. Melihat Karen yang sekarang pura – pura mencari perhatian dengan bertanya pelajaran pada Ando dan menggeser kursinya agar semakin dekat dengan cowok itu hingga bersentuhan lengan saking dekatnya.
            Lista langsung fokus ke depan. Membuang jauh – jauh apa yang dia lihat tadi di belakang. “Gak papa.” Jawabnya dan fokus mencatat apa yang ditulis di depan.
           
♥ ♥

            “Dia siapa?” Tanya Karen saat istirahat bersama teman barunya, Tata ketika melihat Lista yang asyik berbicara berdua dengan Cindy di kelas. Dan Ando menghampiri gadis berambut pendek itu lalu duduk di depannya. Bahasa tubuhnya mengartikan lain. Seolah ada yang istimewa di antara mereka. Dan entah kenapa, Karen tak bisa menerimanya.
            “Dia?” Tata menunjuk dan Karen mengangguk antusias. Dia sangat penasaran. “Elista Maharani. Pacarnya Ando tuh. Teman sebangku lo. lo beruntung sebangku sama dia. Dia cowok paling WAW di sekolah ini dan playboy sekolah. Gue sampai sekarang gak nyangka Lista pacaran sama dia dan awet. Biasanya si Ando paling tahan seminggu doang.” Jelas Tata sambil menunjuk Pamela yang baru saja lewat di depan mereka “Dan yang barusan lewat itu Pamela, mantan pacar Ando yang sampai saat ini berdoa agar cowok itu putusan dan balik sama dia. Walau dilihat dari manapun itu tak mungkin.”

            Karen mengangguk. Tatapannya tak lepas dari Lista yang dilihatnya sedang berdebat dengan Ando dan cowok itu langsung menatapnya tajam hingga gadis itu mendadak tak bisa berkata apa – apa dan keluar kelas dengan wajah emosi dan sempat mereka bertatapan sebelum cewek itu menoleh ke arah lain. Ando pun langsung berlari menyusulnya. Mengabaikannya.

            “Walau mereka sering berantem. Tapi... ya begitulah.” Tambahnya dan cewek itu mengangguk membenarkan. Ando adalah teman sebangkunya yang sangat menarik hati saat dia masuk ke kelas ini, dan dia entah kenapa tak bisa terima gadis berambut pendek itu berpacaran dengan Ando.
            Karen tersenyum miring. Bukan Karenina namanya kalau tak bisa merebut apa yang dimiliki orang lain untuk menjadi miliknya. Mengingat dia pindah kesini karna hal itu. “well, saatnya dia jadi milik gue.” Batinnya dan dia tersenyum penuh siasat ke arah Lista yang menoleh ke arahnya. Wajahnya bingung.
            “Kenapa perasaan gue gak tenang begini yah?” Tanyanya ketika melihat Karen, anak baru menatapnya penuh cela dan melirik Ando. refleks, dia menoleh ke Ando yang menggenggam tangannya dan cewek itu menatap tangan yang digenggam itu. Ekspresi tak terbaca.
            He’s mine, Girl.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar