“Lis... Lis...” seseorang mengguncang
pelan tubuhnya. dia berbalik sambil kakinya menendang pelan, namun orang itu
tak bergeming. Malah semakin semangat membangunkannya. Membuatnya mengerang.
“Apa
kak?” Perlahan, dia membuka mata dan mendadak silau karna jendela kamarnya yang
– besar itu sudah tak tertutup tirai lagi. Kak Bian dengan sengaknya membiarkan
cahaya matahari masuk bebas kamarnya. Dan sekarang tersenyum tanpa dosa ke
arahnya
“Bangun.
Ini udah jam 6!” Suara kakaknya yang setengah berteriak, mengejutkannya. Dia
melirik jam di dinding dan langsung meloncat keluar. Tiba – tiba tubuhnya
langsung terhuyung ke samping. Kepalanya sakit luar biasa.
“Kenapa,
Lis?” Bian langsung menangkap tubuhnya dan mendudukkanya di ranjang lagi.
Kepalanya serasa ditusuk seribu paku tak terlihat. Penglihatannya serasa
berputar kemana – mana.
“Pusing...”
Keluhnya sambil memijit pelan kepalanya sendiri.
Erika
menempelkan punggung tangannya di kening Lista dan mengernyit. “Tubuh lo anget,
Lista. Lo gak usah masuk yah.”
“Hari
ini ujian kak. Gue males ikut susulan.”
“Tapi,
daripada lo kayak gini, gak bisa jawab, mending gausah masuk.”
“Tapi...
ujiannya susah kak. Fisika. Kalo ikut susulan ntar gabisa nyontek, dong. lagian
gue sanggup kok. palingan ini pusing biasa aja.”
Bian
dan Erika berpandangan, lalu tertawa. seolah teringat masa – masa SMA dimana
mereka saling memanfaatkan satu sama lain dalam setiap ujian. “Beneran?
Atau...” Dia tertawa terbahak – bahak melihat Lista memerah. dia tau maksud
kakaknya. Pasti mengenai Ando. mengingat sudah seminggu mereka balikan dan dia langsung
dibawa pergi ke pantai pada subuh buta, membuatnya selalu dijadikan objek untuk
digoda.
“Ya
gak lah! Ngapain juga demi Ando gue sekolah! Males!” Lista manyun dan berdiri
perlahan. Merasa kepalanya sudah tak terlalu sakit, dia keluar kamar untuk
mandi.
“Tumben
tuh anak sakit. Kenapa yah?” Tanyanya sambil memanggil Tom yang lewat di depan
kamar Lista dan kucing itu menghampirinya.
Tom
dielus – elus sesekali diajak bercanda dipangkuan Erika. Bian nyengir
melihatnya dan ikut mengelusnya. “Lily itu cantik banget yah. Gue kayak liat
Lista waktu kecil.” Ucapnya ketika teringat Ando kemaren mengajak Lily pertama kalinya untuk malam mingguan dengan Lista.
Pakaiannya yang feminin, senyum manis dan tingkahnya polos sanggup membuat dia
dan mamanya jatuh hati dan membujuk Ando secara halus agar Lily menginap saja
dirumah mereka. Namun ditolaknya.
Bian
mengangguk. Dia mengenang bagaimana Lista waktu itu sangat manja padanya,
feminin, tatapan mata yang hangat dan cenderung bersikap manis. tapi itu dulu,
sebelum si berengsek dan antek – antek sialan itu merusak semuanya. Mengingat
semua itu, kedua tangannya terkepal, dia sudah bersumpah, kalau sampai mereka
muncul di hadapannya, akan dipastikan itu jadi hari terakhir mereka menginjak
kaki di tanah.
Erika
yang merasakan perubahan emosi Bian yang mendadak, melepas Tom untuk keluar
dari kamar Lista dan berdiri lalu merangkul pundaknya. “Dylan...” Bian mengucap
nama itu pelan dan hampir saja meludah kalau tak ingat dimana dia sekarang. “Takkan
pernah selamat kalau ketemu gue ntar. Liat aja,” Senyum sinisnya muncul. Masih
ingat dalam bayangan bagaimana Lista menangis di pelukan sambil menceritakan
semuanya, dan esoknya langsung memotong pendek rambutnya dan berubah seketika
dari dia yang manja padanya, centil, menjadi seperti saat ini. Keras kepala dan
berusaha terlihat kuat dari yang sebenarnya.
“Bian...”
Erika mengelus pelan punggung adiknya. “Bagaimana kalau kita ke bawah? Mama
pasti ribut tuh karna kita gak turun – turun.” Ucapnya dengan nada lembut.
Berusaha menenangkan emosi Bian yang tenang namun membawa aura silent killer
di sekitarnya.
Dia
menutup mata. Menenangkan Naga tidur yang bergejolak dalam dirinya. nanti akan
ada saatnya Naganya akan menyemburkan api ke arah orang yang tepat. Dan dialah
yang paling diinginkannya terbakar hidup - hidup didepannya.
“Yuk.”
Bian menarik napas dan langsung balas merangkul kakaknya dan keluar dari kamar.
♥
♥
Jam
07.00 Ando siap didepan rumah Lista diikuti Lily yang duduk di belakang dengan
rambut dikepang dua dan diberi pita, membuatnya sangat manis. Seperti boneka.
“Kak...
Kak Lista kok gak keluar?” Tanyanya sambil memutar tali tasnya sendiri.
Ando
angkat bahu dan memutuskan untuk turun. Diikuti Lily yang membuka mobil dan
meloncat turun lalu menggandeng tangan Ando.
Sebelum
memencet bel, Lista sudah keluar dengan penampilan yang mulai kecewek – cewekan
dan tersenyum padanya lalu ke Lily yang yang melambai tangan ke arahnya. Erika
menyembul dari belakang, diikuti mamanya.
“Tante,
kak Rika. Pagi...” Sapa Ando sopan diikuti dengan Lily yang langsung berlari
pelan dan mencium tangan mereka. Membuat Erza langsung mencubit pipinya gemas.
“Pagi,
cantik.” Sapa Erika dan mencium pipi Lily yang ranum.
“Pagi,
kak Rika, tante Erza.” Dia membalas dengan senyum polos.
“Yuk,
kak.” Tanpa ragu dia menarik tangan Lista untuk menghampiri kakaknya. “Duluan
ma, kak.” Pamit Lista sambil terus ditarik Lily. Ando nyengir melihatnya semangat
ntuk menyeret Lista ke mobil. Ketika mereka masuk ke dalam, Lily semangat
melambaikan tangan pada mereka.
♥
♥
Sepanjang
perjalanan, Lista lebih banyak diam. Kepalanya semakin sakit saja. Beberapa
kali pandangannya serasa mengabur. Ando beberapa kali memperhatikan Lista yang
selalu memijit keningnya sendiri. Membuatnya untuk mengulurkan tangan,
bermaksud memijitnya sambil menyetir mobil. Tapi gadis itu menjauhkan tubuhnya.
tak ingin disentuh.
“Lo
fokus nyetir aja. Gue gak papa.” Tolaknya halus sambil menjauhkan tangan Ando
yang sedikit lagi menyentuh keningnya.
“Tubuh
lo kok anget, Lis?” Tanya Ando ketika tangan Lista yang hangat bersentuhan
dengannya.
Lily
tiba – tiba berteriak, membuat Lista mengabaikan pertanyaan Ando sambil
bersyukur karna membuat cowok itu melupakan pertanyaannya yang tak terjawab.
“Kenapa, Li?” Ando langsung mengerem mendadak dan menoleh ke belakang dengan
wajah cemas.
“Ada
cicak kak tadi lewat di kaca. Lily kaget.” Jawabnya dengan nada polos. Membuat
Lista menghela napas. Dasar anak kecil. Pikirnya
“Kamu
jangan teriak lagi yah. Kaget kakak jadinya.” Nasihat Ando dan dia mengangguk
patuh sambil tersenyum ke arah Lista. Membuatnya gatal untuk mengacak – acak
kunciran rapi gadis itu.
“Siapa
yang kuncirin rambutnya Lily, Ndo?”
Ando
terdiam sejenak. Dia nyengir kuda. “Gue.”
Lista
melongo. “Serius? Ah... gue gak percaya sama omongan lo.” Jawabnya dengan
sinis. Teringat dia kena tipu mentah – mentah seminggu yang lalu waktu di
pantai bahwa Lily adalah anaknya. Membuat Lista harus menyaring setiap ucapan
Ando baru mempercayainya.
“Mau
bukti? Panjangin dulu rambut lo, ntar gue kuncir.” Jawabnya sambil tertawa
melihat Lista menatapnya penuh curiga.
Dia
langsung menoleh ke belakang, mencari bukti.“Li, yang kuncirin rambut kamu
siapa? Bik Ijah yah?” Tanyanya dan Lily dengan lugunya menggeleng dan menunjuk
Ando yang menyetir mobil. “Kak Ando yang kuncirin. Bagus kan, kak?” Tanyanya
sambil memamerkan kunciran di rambutnya dan siap – siap untuk turun ketika mobil
tepat berhenti di gerbang sekolahnya.
Lista
melongo sekali lagi dan menatap jari – jari Ando yang panjang itu dengan
seksama. Tak bisa membayangkan cowok model Ando, yang arogan luar biasa, sengak
ampun – ampunan, Playboy cap Sapi, menguncir rambut Lily setiap hari,
benar – benar....
“Kak,
Lily sekolah dulu yah. Dadah, kak Lista, kak Ando.” Pamitnya membuyarkan
lamunan Lista dan gadis cilik itu turun dari mobil setelah mencium kedua pipi
mereka dan melambaikan tangan.
“Tiap
pagi lo kayak gini, Ndo? Antar Lily terus kuncirin rambutnya? Waw! Lo berbakat
jadi bapak rumah tangga kayaknya,” Ledeknya ketika mobil jalan kembali menuju
sekolah mereka.
Ando
nyengir mendengar ledekan Lista. “Iyaa.. gue kan cowok serba bisa. hahahaa...
Lo mau? Ntar gue kuncirin deh, kalau perlu sama Lily. Hahaha..”
“Gak..
gak. Sama lo aja gue gak percaya, apalagi sama Lily. Tuh anak, kckckc...” Lista
mengakui bahwa keponakan Ando yang satu itu
memang luar biasa usilnya.Seperti sabtu kemaren saat mereka bertiga di
bioskop untuk menonton film kesukaan gadis itu, dia dikerjai karna minumannnya
sengaja ditukar dengan punya Ando yang wkatu itu memesan soda. Sedangkan dia
anti dengan minuman bersoda, dan ketika meminumnya, mulutnya serasa penuh buih
tak terlihat. Lily yang tau dengan antipatinya itu, tertawa terbahak – bahak
dan langsung memasang wajah polos seolah tak tau apa – apa ketika Ando
menatapnya penuh curiga karna minumannya berubah menjadi rasa kopi yang luar
biasa pahit. Minuman yang paling dia hindari.
Ando
tertawa mengingat kejahilan Lily yang lain ketika jam weker pagi tadi yang
selalu dia putar mendadak tak berbunyi, dan Lily senang hati membangunkannya
dengan menggelitiki telapak kakinya dengan kemoceng. Dan Ando menceritakannya
pada Lista kegilaan Lily yang lain, membuat mereka tertawa bersama.
“Gila
tuh anak! Usil ampun – ampunan! Lebih parah dari kak Bian tuh.” Ucap Lista
disela tawanya. Kepalanya yang masih nyut – nyutan merasa berkurang sedikit.
“Lily kemaren cerita ma gue kalau dia kesengsem sama Kak Bian. hahahaha... kakak lo itu, ckckck..” Lista semakin tertawa mendengarnya.
“Lily kemaren cerita ma gue kalau dia kesengsem sama Kak Bian. hahahaha... kakak lo itu, ckckck..” Lista semakin tertawa mendengarnya.
“Lily
naksir kak Bian? wah.... gue kayaknya harus bikin Fanpage Bianlovers
nih. Hahahaaa...”
Ando
tersenyum mendengar Lista tertawa. tawanya seperti bunyi lonceng yang
berdenting merdu di telinganya. Menularkan kebahagiaan di sekitarnya. Termasuk
dirinya.
Dia
membelokkan mobilnya ketika gerbang sekolah terlihat. Lista melihat Cindy yang
berdiri di depan gerbang, menarik lengan baju Ando. minta turun. “Gue mau
nyamperin Cindy,” Begitu alasannya ketika Ando menatapnya dengan kening
berkerut. Seolah tak setuju karna menurunkan Lista di jalan. Namun diturutinya.
Dan
dia menghentikan mobilnya dan Lista langsung turun dari mobilnya setelah
celingak – celinguk karna tak ingin terlihat oleh Pamela, mantan Ando yang
paling sangar pernah ditemui karna pernah menyindirnya pedas di depan yang lain
saat dia berada di toilet bersama Cindy. Kalau saja dia tidak happy sepanjang hari karna dibelikan Ando sepasang
merpati sebagai pengganti punyanya yang mati karna sakit, mungkin hari itu dia
akan masuk ruang BP karna menghajar Pamela.
“Lo
nyari siapa sih?” Dia bingung melihat Lista melirik spion mobilnya dan menghela
napas lega.
“Gue
males ketemu si Pamela, mantan lo yang tak terhitung itu melihat gue bareng lo.
mood gue lagi gak bisa diajak
ribut hari ini. Jadi mending menghindar daripada gue masuk BP.” Lista
menggerutu karna hampir saja sabtu
kemarin dia akan mencetak sejarah dalam hidupnya melayangkan tinjunya dengan senang
hati ke wajah Pamela yang menyindirnya karna dia cewek jadi – jadian dan
dituduh pakai pelet agar Ando jadi pacarnya dan putus darinya. Lista hampir
saja menghajarnya kalau Ando tak datang dan menariknya menjauh.
Lista
menatap sebal karna Ando tertawa melihatnya. Dia langsung membuka pintu
mobilnya dan melompat turun. Tubuhnya langsung terhuyung ke belakang dan
membentur pelan mobil karna kepalanya semakin sakit. Ando yang sudah siap siaga
turun, langsung ditahan Lista dengan mengacungkan jempol seolah tak apa – apa
dari luar dan Cindy langsung menghampirinya.
“Kepala
gue pusing, Cind.” Didepan sahabatnya, dia bebas mencurahkan apa yang dia rasa
sekarang. Termasuk pusing di kepalanya yang semakin menyiksa karna semalaman
berhujan – hujan ria dengan kedua kakak sablengnya dan masuk rumah basah kuyup
seperti kucing tercebur di sungai kalau mamanya tak berteriak menyuruh mereka
masuk rumah sambil ngomel – ngomel. Sedangkan papahnya hanya nyengir. Bahkan
rayuan Bian yang seharusnya membuat mamanya tenang, malah semakin habis –
habisan memarahi mereka.
Cindy
memegang keningnya dan mengernyit karna tubuhnya semakin demam. Tapi anehnya
dia menggigil. “Ando tau lo sakit?” Lista menggeleng lemah. Dia tak mau cowok
itu tau kalau dia sakit. Entah kenapa, dia merasa Ando tak perlu tau keadaan
dirinya sekarang.
“Sudah
gue duga.” Cindy menghela napas dan merangkul lengan Lista yang jalannya sudah
mulai oleng.
Ando
berjalan di belakang mereka dengan wajah cemas melihat wajah Lista yang semakin
pucat. Ketika dia ingin menghampiri, Cindy menoleh ke belakang dan menggeleng.
Ando yang tau maksudnya, hanya bisa menggertakkan gigi dan pasrah untuk
mengikuti kemauan Lista yang tak ingin dia tau bahwa dirinya sakit.
♥
♥
“Ujian
Fisika bikin kepala gue serasa mau pecah!” Jeritnya sambil menelungkupkan wajah
ke meja karna stres sambil memandang kepergian Ibu Mae yang baru saja tersenyum
puas meninggalkan kelasnya karna
menyiksa murid – murid dengan soal Fisika yang njelimet. Kalau saja
Cindy tak memberinya contekan, mungkin kertasnya sudah kosong melompong saking
tau apa yang dia tulis.
Cindy
tersenyum simpul mendengar keluhan Lista dan menoleh ke belakang dan
mengucapkan terima kasih tanpa suara pada Ando karna membantu Lista menjawab
ujian Fisika dengan melemparkan jawabannya ke arah Cindy dan menyalinnya
kembali seolah – olah jawaban itu darinya, Bukan dari Ando. seperti permintaan
cowok itu. Dia hanya mengangguk dan tersenyum lalu keluar kelas sambil melirik Lista yang masih
duduk di kursi dengan wajah tertelungkup di meja dengan wajah cemas. Cindy
memandang kepergiannya dan mendadak ponselnya bergetar. Dia membaca sms dan
tersenyum lalu melirik Lista.
By
: Ando.
“Cind, kalo Lista masih sakit, sms
gue. Biar gue tarik pulang kerumah. bodo amat dia ngomel – ngomel sambil bilang
sehat aja. Sekalian kasih tau sama dia gak usah ikut pelajaran olahraga hari
ini. Wajah pucat begitu masih gak butuh perhatian gue? Benar – benar sahabat lo
itu!” Sms penuh gerutu dari Ando membuatnya
nyengir lebar dan segera membalasnya.
“Pelajaran
olahraga lo gak usah ikut yah. Disini aja. Atau gue antar ke UKS?” Namun Lista
menggeleng lemah.
“Lo
sakit, Lista! Lo gak sadar wajah pucat begitu?! Belum lagi harinya panas ampun
– ampunan! Gue gak nanggung kalau lo pingsan di lapangan!”
“Gue
sehat aja, Cindy. Liat? gak papa kan. mungkin ini pusing biasa karna mandi
hujan. Bentar lagi akan ilang kok. jangan manjain penyakit.” Dia mengeluarkan
petuah andalan yang entah copy darimana dan mengambil jaket tebal yang dia
bawa dalam tas lalu mengenakannya. Entah kenapa dia merasa sangat kedinginan.
Padahal cuacanya panas.
“Tapi
lo pucat, Lista! Lo gak sadar?!” Cindy mengambil cermin kecil yang selalu ada
dalam tasnya dan meletakkannya tepat di depan Lista agar sahabat kepala batunya
itu bisa melihat sepucat apa wajahnya sekarang.
Lista
melihat wajahnya memucat, tatapan mata sayu khas orang sakit, dan pipinya yang
merona tanda dia sedang kena demam. Dia menyerahkan cerminnya. “Biasa aja tuh wajah gue.” Elaknya
sambil menyentuh pipinya yang hangat di tangannya yang dingin.
Ketika
dia hendak menjawab, tiba - tiba Ando datang sambil menyodorkan gelas berisi
teh panas ke arah Lista. “Minum.” Perintahnya ketika Lista menatapnya dengan
kening berkerut.
“Wajah
lo pucat, pakai jaket padahal harinya sedang panas, apa artinya kalau lo gak
sakit? Gak usah pura – pura kuat, Lista.”
“Gue
gak pura – pura kuat,Ando! gue...” Ucapannya terhenti karna Ando menatapnya
tajam.
“Minum.”
Dia menunjuk gelas di meja yang mengepul hangat.
“Gak.
gue gak suka minum teh.”
Dia
pusing sekarang. Lebih mudah menghadapi Lily yang berubah menjadi sangat
penurut bila sakit daripada menghadapi Lista yang semakin keras kepala. begitu
pikirnya. Dia menoleh ke arah Cindy minta bantuan, namun cewek itu mengangkat
bahu dan berdiri.
“Gue
mau ke kantin dulu yah. Sama Shab,” Cindy menatap Lista yang mengangguk dan
melirik Ando,“Paksa dia minum. Lo dibohongin.” Ucapnya tanpa suara
ketika mereka bertatapan dan keluar kelas.
Ando
langsung ambil posisi duduk di kursi Cindy dan berhadapan dengan Lista, “please,
Lis. Minum. Lo kedinginan tuh.” Namun Lista menolak.
Ando
menghela napas, “Ayolah... ntar tehnya dingin loh,”
“Gak.
gue gak suka minum teh panas.”
“Terus
lo mau minum apa, Lista? Susu coklat?” Dan gadis itu menggeleng.
“Ya
sudah,” Ando berdiri dan tanpa aba – aba, dia menarik Lista yang sedang duduk
itu di pelukannya. Wajah Lista tepat di dadanya. Posisinya yang sedang berdiri
dan Lista yang duduk memudahkan untuk mengelus punggungnya dan menundukkan
kepala untuk mencium rambut Lista.
“Pilih
minum atau gue peluk sampai pelajaran berikutnya?” Bisik Ando di atas
kepalanya. Lista berusaha melepas, tapi tangannya ditarik paksa untuk
melingkari pinggangnya dan dipegangnya agar tak kabur.
“Kita
diliatin, Ndo. Lepasin,” Lista tak bohong. Semua tatapan ke arah mereka
sekarang. Semakin mempertegas hubungannya. Bahkan dia melihat Pamela yang lewat
di depan kelasnya bersama Siska, yang juga mantan Ando melihatnya dan melongo
kaget. Apalagi Pamela yang hampir semua orang tau kalau dia masih mengharapkan
Ando sampai detik ini, seperti ingin mencabik – cabiknya.
“gue
gak peduli. Yang gue peduliin adalah tubuh lo yang semakin hangat di pelukan
gue. Lo sakit, Lista. Kenapa lo abaikan? Kenapa lo pura – pura kuat di depan
gue? Gue gak akan marah karna lo sakit, Lista. Malah gue jaga.” Bisik Ando
ketika Lista menggeleng di pelukannya.
“Gue
gak mau perhatian lo bikin gue jatuh untuk kedua kalinya, Ndo. Mengingat lo
berpotensi untuk meninggalkan gue ntar. Mending gue dingin sekalian.”Belanya
dalam hati.
“Lepasin,
Ndo. Gue mau minum.” Ucapnya pelan hingga menyerupai bisikan. Dia langsung
melepasnya dan membiarkan Lista memeluk gelas yang masih mengeluarkan uap
hangat itu dan meminumnya perlahan.
“Enak?”
Tanya Ando yang kembali duduk dan menatapnya seksama. Dia mengangguk dan
menghirupnya lagi sebelum diminum. Daripada dipeluk lama – lama berpotensi
dijadikan objek gosip selama beberapa bulan ke depan, lebih baik dia mengikuti
permintaannya.
Ando
menempelkan tangan di keningnya. Refleks Lista langsung menjauh, namun Ando
sigap memegang lengannya. Menahan gerakannya. “Lo mau ke UKS buat istirahat?”
Dia menggeleng.
“Pulang kerumah?” Gadis itu menggeleng lagi. “Gue mau ikut olahraga. Jangan bantah keputusan gue.” Lista menjawab garang ketika Ando menatapnya tak setuju.
“Pulang kerumah?” Gadis itu menggeleng lagi. “Gue mau ikut olahraga. Jangan bantah keputusan gue.” Lista menjawab garang ketika Ando menatapnya tak setuju.
“Gue
gak mau manjain penyakit, Oke? Gue sehat dan terimakasih atas teh panasnya.
Tapi gue ingin melakukan apa yang gue mau.” Putusnya dan masih menatap Ando
dengan tatapan keras kepala. Cowok itu mendesah sambil menatapnya.
“Terserah
lo deh. kalau lo sanggup, silahkan. Gue Cuma nyampein yang terbaik buat kondisi
lo saat ini.” Dia berdiri dan berjalan meninggalkan Lista yang tak menyangka
Ando mengalah semudah itu. Di dalam pikirannya, mereka akan bertengkar lagi.
Entah
kenapa, sepeninggal Ando, perasaan hilang itu hadir lagi apabila dia berantem
dengannya. Begitu kuat, namun dia berusaha mengabaikannya. “Ini keputusan gue.
Jangan menyesal.” Bisiknya dalam hati dan meminum tehnya yang entah kenapa
menjadi tak seenak saat ada Ando di depannya.
Ando
duduk dikursinya yang kosong dan menatap Lista yang mengeluarkan baju
olahraganya dan keluar kelas bersama Cindy yang cemas dengan keputusannya dan
berusaha untuk merubah jalan pikirannya. Namun Lista menggeleng keras dan
berjalan mantap menuju pintu. Ando bisa merasakan frustasinya Cindy, “Dasar
gadis keras kepala.” Rutuknya dan memutuskan untuk keluar ketika Dion, salah
satu temannya mengajaknya main bola di bawah.
♥
♥
Lista
Cuma duduk di kursi taman sedangkan teman – temannya yang lain sedang melakukan
pemanasan. Kepalanya semakin pusing, bahkan pandangannya mulai berputar. Tapi
dia mencoba ntuk cuek. Tak mempedulikan alarm tubuhnya bahwa dia sakit.
“Lis...”
Panggil Shabrina dan duduk di sampingnya. Shabrina, cewek supel itu mengajaknya
ngobrol sambil melirik cowok – cowok cakep dari kelas sebelah. Lista hanya
mengangguk dan sesekali merespon.
Tiba
– tiba, entah darimana, bola mengenai kepalanya dengan keras. Membuat Lista berdiri
sambil terhuyung – huyung menahan kepalanya yang semakin sakit dan berkacak
pinggang penuh ekspresi marah. Dia melirik satu – persatu cowok yang main dan
bertatapan dengan Ando yang berjalan ke arahnya. “Siapa yang nendang bola itu
ke gue?!”
“Gue.”
Jawab Ando tenang dan merebut bola itu. Namun ditarik Lista dengan tatapan
garang.
“Cuma
sakit biasa aja, kan? yasudah, gue minta maaf kalau tendangan gue bikin kepala
lo benjol.” Ando melanjutkan ucapannya dan menatap Lista dengan tatapan cuek.
Tak peduli gadis itu sedang menahan sakit kepalanya hingga mau pecah rasanya.
Saking
bencinya, Lista melempar bola itu ke arah lain dan menatap Ando penuh emosi
lalu berbalik tanpa berkata apa –apa. Sepanjang jalan, dia mendumel sendiri. “Dia
kan tau gue sakit! Kenapa dia gitu?! Eh... tapi bukannya gue yang gak mau
diperhatiin dia? Tapi kan bukan berarti seenaknya dia bilang gitu seolah – olah
menendang bola hingga mengenai kepala orang itu legal! Liat aja ntar kalau
keturunan gue nanti ada yang jadi Hakim, gue suruh dia bikin UUD bahwa nendang
bola mengenai kepala orang dituntut hukuman mati di pohon lombok!” Dumelnya
dalam hati.
Ando
menatap Lista yang semakin memijit kepalanya itu dengan tatapan tak terbaca dan
berteriak kepada teman – temannya untuk meneruskan permainan.
♥
♥
Hari sedang panas luar biasa. Lista dan teman
– teman cewek yang lain berjemur di lapangan karna mendapat giliran dribel
bola basket dan memasukkannya ke ring sebanyak 20 kali. Lista yang berada di
belakang Cindy, menyandarkan kepalanya di pundak. Dia semakin menggigil.
Kepalanya semakin sakit saja, panasnya hari ini semakin membuatnya lemah.
“Gue
antarin ke UKS aja yah,” Cindy berbisik ke arah Lista yang semakin lemas.
Matanya mencari – cari Ando, namun tak ditemukan di kalangan cowok manapun.
Kemana dia????
Lista
menggeleng dan mendengar Pak Anto memanggilnya. Tanda gilirannya. Dia melangkah
lunglai ke depan dan berdiri sambil memegang bola basket pemberian Kinan,
temannya.
Dia
mulai mendribel dan memasukkannya. Banyak yang gagal daripada masuk. Dia
menoleh ke arah lain sambil mendribel dan seketika terpaku. wajahnya pucat
pias.
Dari
kejauhan, dia melihat Dylan, tokoh utama dalam setiap skenario mimpi buruk
menghampirinya. wajahnya menunjukkan senyum yang paling dia benci sambil
melangkah pelan ke arahnya yang mendadak mundur. Dia menoleh ke belakang,
mencari Cindy, namun entah kenapa dia tak melihatnya di kerumunan teman –
temannya.
Teguran
Pak Anto tak dihiraukannya. dia mundur perlahan, jantungnya berdegup kencang,
wajahnya pucat pias, pikirannya menyuruh untuk melempar bola basket itu ke arah
mana saja dan dia lari. Tapi tubuhnya berkhianat dengan diam di tempat, tak
pergi kemana – mana.
“Lis...”
Panggilnya dan dia semakin pucat. Kepalanya semakin pusing, dan pandangannya
mulai mengabur, terlihat seperti titik – titik kecil hingga akhirnya gelap
gulita, dia pingsan.
Dia
mendengar suara lain, ribut – ribut mengelilingi sambil memanggil namanya,
secara pikiran dia sadar, tapi tubuhnya terlalu lelah ntuk membuka mata. Dia
mendengar suara itu, aroma tubuh yang sangat dikenalnya, berada di sekitarnya
dan mengangkat tubuhnya seraya dibawa berlari. Suaranya panik luar biasa dan
berkali – kali memanggilnya.
♥
♥
Dia
menidurkan Lista di ranjang dan menyelimutinya. Perjalanan yang luar biasa
macet menuju rumah gadis itu membuatnya mengambil keputusan untuk membawa Lista
kerumahnya yang dekat dengan sekolah. Sepanjang perjalanan, gadis itu mengerang
kesakitan dan kepanasan. Berkali – kali mengigau memanggil nama seseorang
dengan penuh ketakutan sampai – sampai meneteskan air mata.
“Syutt...
diam, Elista. Tenang...” Ando membujuknya ketika gadis bergerak gelisah dalam
tidurnya. Gadis itu pingsan dengan wajah sangat ketakutan tepat di depannya
ketika dia bermaksud menghampirinya saat Lista mendribel bola. Dia mencoba
mendekati, tapi Lista semakin mundur ketakutan sambil menoleh ke belakang.
Ketika jarak semakin dekat, tau – tau gadis itu pingsan dan dia langsung
berlari dan menggendong Lista untuk membawanya pulang. Kedua kakaknya sudah dia
telpon dan mereka tau Lista dirumahnya setelah dia menjelaskan alasan selengkap
– lengkapnya dan menarik napas lega ketika Bian mengijinkannya untuk merawat
Lista sebelum mengantarnya pulang kerumah.
Melihat
Lista semakin gelisah dalam tidur, dia berdiri dari sampingnya dan berjalan
pelan menuju piano yang ada di kamar. Dia menekan tuts – tuts piano dengan
lembut dan memainkan lagu kesukaannya. Yiruma –kiss the rain dan love
me mengalun indah di kamarnya. Sesekali dia melirik Lista dan tersenyum
ketika gadis itu sudah berangsur tenang. Tak gelisah lagi. Dan dia semakin
memainkannya dengan lembut.
♥♥
Dia
terbangun ketika mendengar denting piano yang lembut memenuhi kamar. Dia
melihat sekelilingnya yang tampak asing di matanya. Kamar yang 3x lipat lebih
besar darinya dengan nuansa coklat, jendela kamar berukuran besar, sofa besar
bewarna hitam dan TV Plasma serta lemari besar menempel di dinding dan gitar
berdiri samping meja belajar membuatnya berkerut kening. Ini bukan kamarnya.
Sama sekali bukan. Kalau bukan dikamarnya, dia dimana?
Lista
memegang keningnya ketika sesuatu yang lembut ada di atas kepalanya. Dia
mengambil dan ada handuk kecil yang dilipat untuk mengompresnya. Dia mencoba
duduk. Permainan Piano yang indah itu langsung berhenti dan Ando berjalan
menghampirinya dan duduk disamping. Lengannya dipegang lembut. Tubuhnya di
dorong untuk tidur kembali.
“Tidur,
Lista.” Perintahnya tanpa nada memaksa dan mengambil handuk itu dan memegang
keningnya.
“Gue
kenapa disini? Ini dimana sih? bukannya gue...” Ucapannya terhenti ketika Ando
meletakkan termometer di mulutnya. Bibirnya langsung mengatup rapat.
“Lo
gue bawa kesini karna demam lo semakin tinggi dan mengigau kesakitan. Sedangkan
perjalanan menuju rumah lo macet ampun – ampunan. Kedua kakak lo tau kalau lo
di rumah gue. Kata kak Bian, kalau lo udah enakan, baru pulang kerumah.” Jelas
Ando panjang lebar dan dia mengangguk.
“Gue
ambil yah.” Dia mengambil termometer di mulut Lista dan mengguncang pelan.
“Demamnya udah gak tinggi lagi.”
“Makasih.
Gue jadi repotin lo.” Ucapnya penuh sesal. Ando mengacak rambutnya.
“Ngapain
minta maaf? Gue gak merasa kerepotan kok. lagipula gue udah terbiasa rawat Lily
kalau dia demam. Jadi gue gak kebingungan saat lo sakit. Mungkin bedanya lo itu
keras kepala, butuh pingsan dulu baru dirawat. Dan Lily, Cuma tidur dan menutup
diri dengan selimut, udah tau kalau dia demam.” Dan Lista manyun mendegarnya
namun dalam hati mengiyakan.
Kamar
Ando terbuka lebar dan Lily langsung berlari ke arah mereka dengan pakaian
sekolah dan memeluk Ando lalu mencium pipinya. Dia melirik Lista yang tidur.
“Kak Lista kenapa disini?” Tanyanya pada Ando.
“Kak
Lista sakit demam, Li.” Jelasnya dan gadis itu mangut – mangut lalu berpindah
dari Ando dan duduk di ranjang Ando dekat kaki Lista.
“Kak...
Lily pijitin kakinya yah. Kak Ando sering begitu kalau Lily sakit,” Pintanya
dengan tatapan memohon. Lista yang tau akal bulusnya, menggeleng lemah.
“Gak
usah, Lily. Kakak gak papa kok.” Tolaknya halus. Membuat Lily langsung memasang
ekspresi sedih. Membuatnya tak tega dan buru – buru meralat. “Tapi boleh juga
tuh kamu pijitin kalau mau. Tapi gak papa nih?” Dan wajah Lily seketika cerah
lalu menggeleng. “Gak papa kok, kak.” Dia menjawab penuh semangat dan tangan
mungilnya sudah memijit kaki kiri dan kanannya bergantian.
Melihat
mereka akrab, Ando berdiri. “Gue ambil makanan dulu yah. Dan lo harus makan.”
Jawabnya tegas ketika sorot mata Lista seolah berkata “Perut gue gak ingin
dikasih makan!” dan dia keluar kamar.
“Lily,
kamu sama siapa tadi pulangnya?”
“Sama
Om Parto. Supir kantor kak Ando. soalnya kan kak Ando sekolah, gak mungkin
jemput Lily pulang sekolah. Kecuali hari sabtu, baru kak Ando bisa jemput,”
Jelasnya dan Lista mengangguk.
Otak
usil Lily tiba – tiba dalam posisi ON. Dia memijit kaki Lista sampai ke telapak
kakinya dan menggelitiki perlahan sampai ke pinggang. Lista yang titik lemahnya
disitu, tertawa terbahak – bahak sambil memohon agar Lily berhenti.
“Adu...duh...
sudah, Lily... sudah...” Lista memohon dengan napas tersengal – sengal sambil
memegang dada seolah kesakitan yang amat sangat. Lily langsung berhenti dan
menatap Lista yang menutup mata
“Kak...”
Panggilnya cemas. Lista langsung membuka mata dan tertawa ketika wajah Lily
hampir menangis karnanya. Kejahilan harus dibalas dengan kejahilan. Begitu
prinsipnya.
“Kita
seri, kan?” Ucapnya sambil mengulurkan tangan. Lily yang tertipu hanya bisa
mengangguk kalah dan tersenyum lebar.
Ando
masuk dengan membawa baki berisi makanan dan obat. “Kak, Lily aja yah suapin kak Lista. Oke?”
Pintanya ketika Ando meletakkan baki itu disamping.
Ando
menggeleng. “Kamu ganti baju dulu, makan sama Bik Ijah di bawah. Kakak aja yang
suapin Lista.” Dan Lily langsung manyun dan menghentakkan kakinya sambil keluar
kamar. Dia merajuk.
Ando
tertawa geli melihat Lily merajuk. Dia menatap Lista. “Kasihan tuh dia ngambek.
Bujukin gih. Gak enak gue.”
“Biarin
aja. Ntar dia normal sendiri. Gue sengaja gak ijinin dia karna tau otak usilnya
bakalan nongol lagi. Lily itu bukan perawat yang handal untuk orang sakit.”
Ando tertawa dan membantu Lista mendudukkannya di kasur lalu menyuapi bubur
yang sudah dibuat Bik Ijah.
“Gue
bisa sendiri.” Lista berusaha menolak. Namun Ando menggeleng. “Gue suapin.”
Jawabnya tegas, tak bisa dibantah. Membuat Lista memilih nurut.
“Ndo,
gue boleh tanya sesuatu gak?” Tanya Lista disela suapan Ando padanya. Cowok itu
mengangguk.
“Tadi,
pas olahraga, lo liat cowok lain gak? pas gue dribel, gue liat Dylan. Dia
hampirin gue. Gue ketakutan, gue noleh ke belakang nyari Cindy atau lo, tapi
kalian gak ada. Gue mencoba mundur, tapi dia semakin dekat. Setelah itu, gue
merasa gelap semuanya. Sampai gue berada disini. Lo liat dia, kan? Dia gak
mungkin sekolah disini, Ndo. Dia seumuran kak Bian, otomatis kuliah. Tapi
kenapa dia ada disini? Di sekolah? Gue...” Dia bingung ketika Ando terdiam dan
menatapnya. Entah apa arti tatapannya, namun terlihat sakit.
“Gue
gak liat Dylan atau cowok lain yang gue gak kenal di sekolah kita, Lista.”
“Tapi
gue yakin itu Dylan, Ndo!”
Ando
meletakkan mangkuk buburnya di meja. Menatap Lista yang keras kepala. “Segitu
takutnya lo sama Dylan sampai gue pun lo anggap dia? Gue yang hampirin lo saat
itu, Lista! Gue yang manggil lo tapi lo mundur ketakutan! Gue liat lo noleh ke
belakang dan lo ditegur pak Anto, gue liat wajah ketakutan itu! Tapi gue gak
nyangka ternyata lo liat Dylan dari sosok gue. Ckckkck...”
Lista
terhenyak mendengar pengakuannya. “Serius?” Dia menatap Ando yang menatapnya
lelah. “Sorry, Ndo, Bukan maks...”
“Lo
minum obat setelah itu tidur. Nanti kalau udah baikan gue antar lo pulang
kerumah.” Dia memotong ucapan Lista dan menyerahkan gelas serta obat . Tanpa
debat gadis itu menurutnya.
“Ando...”
Panggilnya ketika cowok itu berjalan keluar sambil membawa baki makannya.
“Selamat tidur.” Ucapnya tanpa menatap Lista dan menutup pintu.
Sepeninggal
Ando, Lista menghela napas. “Sorry, Ndo. Bukan maksud gue begitu.”
Ucapnya pelan. Mendadak, dia lebih memilih demam tinggi agar Ando disini,
merawatnya. Lista langsung membuang jauh – jauh pikirannya dan menutup matanya.
Mencoba tidur.
Cowok
itu bersandar di balik pintu. Dia menutup mata. Entah kenapa, semua usahanya
hari ini terasa sia – sia ketika gadis itu melihat dirinya adalah Dylan, cowok
yang tak pernah dia lihat, namun entah kenapa dia bernafsu untuk menghajarnya
hingga babak belur. “Apa yang harus gue lakuin agar lo liat gue bukan sebagai
Dylan, Lista?” Ucapnya pelan dengan nada putus asa dan memutuskan turun ke
bawah untuk membujuk Lily yang mungkin masih merajuk.
♥
♥
Lista
sudah bangun dan melirik jam yang menunjukkan pukul 06.00 sore. Dia bergegas
turun dari tempat tidur. Dia seperti melayang karna kepalanya masih pusing.
Namun ditahannya.
Ando
masuk ke kamar dan melihat Lista duduk di meja belajar sambil memijit
kepalanya. Dia bergegas menghampiri dan memegang keningnya. “Masih demam, Lis.”
Lista
mendadak tak enak dengan perhatian Ando karna kejadian siang tadi. Dia menepis
tangannya. “Gue gak papa. Bisa anterin gue pulang? Gue gak mau repotin.”
“Tapi...”
“Please...”
Dia memohon dan mencoba berdiri dengan tangan kiri memegang meja belajar
sebagai penopangnya.
Ando
membantunya. Wajahnya cemas. “Lo yakin mau pulang sekarang?” Dan dia
mengangguk, “Gue gak mau repotin lo lebih jauh lagi. Lagipula gue punya dua
kakak calon dokter nganggur dirumah, Harus bisa dimanfaatkan.” Dia tertawa geli
bagaimana rempongnya kedua kakaknya nanti mengurus dia yang sakit. Dia bertekad
akan sangat manja pada mereka.
“Yasudah
kalau gitu.” Dia mengambil kunci mobil di samping Lista dan memapahnya keluar
kamar karna gadis itu masih sangat lemah. Namun keras kepala luar biasa.
♥
♥
“Lily
kenapa gak ikut?” Tanyanya ketika mereka sudah di jalan dan Ando menyalakan
radio di mobilnya yang entah kenapa bersinandung lagu – lagu romantis.
“Gue
suruh kerjain PR. Kalau gak gitu, dia bakalan ikut terus minta yang aneh –
aneh.”
“Lo
sayang banget yah sama dia. Gue suka liatnya. Sekaligus iri.” Ntah kenapa,
ucapan terakhir itu meluncur tiba – tiba tanpa rem. Membuatnya langsung
memalingkan wajah, melirik jalan raya.
Ando
yang sangat sadar dengan ucapan Lista, tiba – tiba jadi ingin menggoda sedikit.
“Yakin iri? Lily aja ngambek sama gue sampai – sampai minum es banyak biar
demam separah lo terus gue perhatiin. Lagipula, lo adalah cewek kedua selain
Lily yang gue rawat. Jadi gak usah iri, beb.” Dia menjawab sambil mengacak
rambut Lista dan memegang keningnya. Masih demam, pikirnya cemas.
Dia
berusaha menyingkirkan telapak tangan Ando yang menyentuh keningnya. Namun
akhirnya dia biarkan saja. “Ando, sorry yah soal tadi. Gue sumpah demi
apapun gak ada maksud anggap lo Dylan. Gue juga gak tau kenapa jadi liat lo
sebagai Dylan waktu itu. Apa karna pengaruh sakit kali yah? Tapi, beneran deh
Ndo, gue...” Dia terdiam ketika mobil berhenti di lampu merah dan Ando
menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Menyuruh diam.
“Gue
tau lo gak sengaja. Udah gak usah dibahas lagi.” Dia menjalankan mobilnya dan
melepaskan jemari yang membungkam mulut Lista. Dan gadis itupun diam dan
menyandarkan kepalanya di jok mobil. Kepalanya semakin pusing. Namun berusaha
ditahannya. Dia pun menutup mata dan akhirnya tertidur.
♥
♥
“Lis..
bangun...” Ando menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia bisa saja tak usah
membangunkannya dan menggendong gadis itu masuk rumah. Tapi akan terlihat tak
sopan nantinya.
Lista
mengerang dan membuka mata dengan berat. Penglihatannya serasa berputar –
putar. Tak bisa fokus. lalu menatap Ando yang cemas. “Makasih atas
perhatiannya. Sorry gue repotin lo.” Ucapnya sambil turun dari mobil. Namun
ditahannya.
“Tunggu
gue aja yang bukain.” Dia hendak keluar namun Lista menarik lengan bajunya.
“Gak usah. Gue bisa sendiri. Makasih.” Dia tersenyum lemah.
Lista
membuka mobil, dia turun perlahan dan berjalan masuk rumah yang mendadak jauh
dari jangkauan. Ando langsung turun dari mobil dan berjalan di belakangnya.
Dia
merasa penglihatannya semakin buram, kepalanya semakin pusing, ditambah lagi
rintik – rintik hujan yang membasahi
tubuhnya, membuatnya kedinginan, tubuhnya tak tahan lagi dan akhirnya pingsan.
Ando
langsung berlari dan menangkap tubuh Lista itu sebelum menyentuh tanah dan menggendongnya
masuk dalam rumah.
♥
♥
Bian
duduk di samping Lista sambil mengukur tekanan darah dengan wajah serius.
Awalnya dia ingin mengomel siapa yang menggedor pintu rumah jam 8 malam. Tapi
ketika melihat Lista pingsan di gendongan Ando, omelannya hilang dan langsung
menyuruh cowok itu membawanya ke lantai dua. Sedangkan dia lari ke kamar untuk
mengambil peralatan prakteknya.
Erika
menempelkan tangan di keningnya. Matanya melirik Bian yang masih sibuk
memeriksa detak jantung Lista lewat stetoskop yang menempel di
telinganya. Kedua orang tuanya yang lembur malam ini tak tau Lista sakit. Jadi
mereka yang mengurusnya.
“Pantesan
pingsan. Darahnya rendah banget.100/70. Gue lupa adik kita satu ini keturunan
darah rendah.” Bian melepas stetoskopnya dan mengambil termometer yang dikapit
di ketiaknya. “39 derajat. Ckckkck...”
Ando
menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dia melihat kamar Lista yang jauh dari cewek
kebanyakan. Poster band – band rock yang diketahuinya, gitar, cat kamar
bewarna hijau, tape dan majalah – majalah musik luar negeri serta
tentang film. Dia pun menghampiri Erika.
“Lista
gimana, kak?” Tanyanya dan Bian berdiri lalu keluar kamar. Entah menelpon
siapa.
“Demam
tinggi nih anak. Darah rendah. Pasti gara – gara mandi hujan kemarin nih.
Kckckk... By the way, makasih yah udah rawat dia seharian. Gue jadi
merasa gak enak nih.”
Ando
tersenyum. “Santai aja kak. Dia kan pacar gue, masa dibiarin aja sakit?”
Erika
tersenyum mendengarnya. “Senang gue dengarnya.”
Bian
masuk dalam kamar. Nyengir melihat Ando dan menghampiri Lista yang masih
pingsan lalu mengacak – acak rambutnya. “Gue ke rumah sakit dulu yah ambil
resep. Tadi gue nelpon papah karna gak tau Lista harus minum obat apa. Gue gak
berani asal diagnosis. Ntar mati keracunan adik gue. Kan sayang, limited
sih.” Dia pun mencium kening Lista dengan sayang, “Dek, besok – besok kalau
sakit, sakit gigi aja yah, atau gusi berlubang, atau gigi lo lepas. Biar gue
sama kak Rika tau lo harus minum obat apa. Gue jadi merasa gak ada gunanya
masuk kedokteran tapi gak bisa obatin lo yang demam ini.” Erika dan Ando saling
berpandangan. Tak tau harus tertawa atau diam saja.
“Thanks
yah dah obatin adek kami. Lo pacar yang siaga.” Dia menepuk pundak Ando dan
melirik Erika lalu keluar kamar terburu – buru.
Sepeninggal
Bian, Ando pun pamit pulang karna Lily sudah menelpon dan Erika minta lain kali
dia dibawa serta. Dan Ando pun mengangguk.
♥
♥
“Nih, obatnya. Tadi mama tebusin pas ketemu
papah di Poli. Lista gak papa, kan? dia sama siapa pas pulang?” Erza
menyerahkan obat untuk Lista ke Bian yang tiba di Rumah Sakit langsung menemuinya
di ruangannya.
“Sip,
ma. Lista gak papa kok, ma. Kan Ada Bian dan Erika yang siaga. Sama Ando tadi.”
Jelasnya dan mamanya mangut – mangut.
“Yaudah.
Nanti bentar lagi mama pulang kok. Hati – hati yah sayang.” Dia mencium pipi
Bian dan membuat cowok itu langsung pasang ekspresi malu.
“Ma...
di ruangan mama gak ada CCTV kan? Takutnya nanti ada yang liat terus jadi gosip
dan papah marah sama mama karna cium pria lain. Hahahaha...”
Erza
ikut tertawa mendengarnya. “Kalaupun ada siapa yang berani nuntut? Wong
suster disini sudah tau semua kalau kamu anak mama. Hahahaa..”
Bian
nyengir dan membuka pintu ruangannya. “Bye, ma.”
Erza
tersenyum dan berdiri di depan pintu mengantar kepergiaannya.
Bian
berjalan sambil menoleh ke belakang ketika ada yang memanggilnya. Dari arah
depan, seseorang berlari ke arahnya dengan berkas di tangan dan tak bisa menghindar
Bian hingga akhirnya mereka bertubrukan dan jatuh ke lantai beserta berkas –
berkas yang dipegangnya
“Sorry...
sorry...” Bian langsung sigap membantu yang ternyata adalah suster disini.
Sedangkan cewek bejilbab putih itu saking paniknya hanya mengangguk tanpa
mendongkakkan wajah ke arahnya.
Bian
melihat name tag yang ada di dada suster itu. “Suster Lhyesha
Anindya.” Ucapnya dan cewek itu langsung mendongkakkan wajah. Merasa dipanggil.
“Iya...” Jawabnya lembut dan gerakan membereskan map terhenti. Sejenak terpesona dengan cowok di depannya
hingga tak bisa bersuara.
Bian
hanya tersenyum dan membantunya berdiri lalu menyerahkan separuh berkas yang
ada di tangannya. “Ini, suster berkasnya. Maaf sudah nabrak.” Dan suster
bejilbab itu hanya tersenyum kikuk lalu bergegas lari tanpa melirik Bian yang
kini memperhatikannya menyerahkan berkas itu ke tangan mamanya.
Erza
yang melihat kejadian itu, memandang suster Lhyesha dan Bian dengan senyum
simpul seolah tak apa – apa. Seolah tersadar, Bian langsung melangkah keluar
dengan batin bertanya – tanya.
“Itu
suster kok serasa sering lihat yah? Dimana? Kayaknya suster baru deh. gue
tanyain mama aja deh.” Putusnya dalam hati
♥
♥
“Ando
mana kak?” Tanya Lista yang sudah sadar dan langsung disuapi Erika dengan bubur
buatan Bian yang rasanya sangat pas.
“Sudah
pulang tuh.” Jawab Erika yang langsung dijawab “O” olehnya. Entah kenapa
hatinya tebersit kecewa. Namun cepat – cepat ditepisnya.
Bian
masuk kamar dengan membawa obat dan air putih. Membuatnya mengerang. “Gue gak
mau minum obat kak. Gak enak rasanya. Puahiitt...” Dia langsung memasang
eksrpresi ingin muntah. Namun kakaknya hanya tersenyum
Bian
duduk disamping sambil mengelus rambutnya. “Diminum yah. Ntar gue beliin coklat
deh kalau udah sembuh. Gimana?”
“Sama
Eskrim yah,” Lista mulai terpancing dan Bian mengangguk.
Lista
langsung mengangguk karna percaya kakaknya tak pernah bohong dan meminum
obatnya dengan wajah kecut.
Bian
tersenyum melihatnya dan menyelimuti Lista yang mulai merebahkan diri. “Gak
nelpon Ando dulu dek? Siapa tau dia nunggu kabar lo.” Sarannya dan Lista pun
mengambil ponsel di sampingnya dan mengetik sms.
For
: Ando.
“Gue udah sadar dan sekarang lagi
diobatin sama kedua kakak gue. Makasih yah sudah perhatian sama gue hari ini. J” dan sms terkirim. Entah kenapa membuatnya
tersenyum.
Ando
yang asyik dirumah sambil mengerjakan pekerjaan kakaknya ditemani Lily yang
tidur sambil mengisap jempol tangan itu tersenyum dengan sms Lista dan buru –
buru membalasnya.
For
: lista, My girlfriend (Wannabe)
“Sama – sama. Jangan lupa makan sama
minum obat yah.” Dia terdiam. Tak tau harus membalas apalagi.
Lalu tersenyum ketika sebaris kata – kata muncul di otaknya. “semoga cepat
sembuh, yah. I’ll be miss your rock-head, sweety.” Dan sms terkirim.
Di
seberang sana, Lista hanya manyun lalu tidur tanpa membalas sms Ando.
♥
♥
Selama 3 hari dia absen sekolah dengan surat
ijin sakitnya yang sebenarnya bisa dititip dengan Ando, namun entah kenapa Bian
sukarela mengantarnya ke sekolah. Bisa dipastikan, selama 3 hari itu Lista
mendadak seperti artis karna banyak teman – teman sekelasnya, apalagi cewek
menjenguknya karna terpesona dengan kakaknya dan menerornya apakah kakaknya
sudah punya pacar atau belum. Ketika dia protes ke Bian, cowok itu hanya
tertawa dan sering muncul seolah tak sengaja di hadapan teman – temannya lalu
ikut nimbrung. Di akhir jenguk, teman – temannya malah menyuruh dia untuk sering
– sering saja sakit agar mereka bisa
menjenguk sekaligus melihat kakaknya lagi.
Ando
pun tertawa terbahak – bahak mendengar cerita Lista sepanjang perjalanan menuju
sekolah setelah mengantar Lily yang mendadak jadi anak pendiam selama di mobil
karna digendong Bian dan dipuji dia adalah gadis cilik yang paling cantik
pernah dilihatnya. Lista sempat melihat wajah Lily semakin merona merah dan
menatap kakaknya malu – malu. “kakak lo itu benar – benar... Lily aja sampai
gak bisa ngomong lagi ketika dia dgendong.”
Lista
tertawa mengingatnya. Bahkan Jayden, sahabat Ando yang menjenguknya kemarin itu
sempat terpana melihat Erika yang lewat di kamarnya dan tersenyum. Ando yang
saat itu ada di samping lista, hanya nyengir melihat ekspresi sahabatnya itu.
“Tapi,
gue lebih suka lo gak demam lagi, Lis. Soalnya ga ada yang bisa gue usilin.
Hahahaa...”
“Apaan
sih lo.” Dia mendorong lengan Ando pelan ketika cowok itu memarkir mobilnya
sempurna dan menatap ke arahnya.
“Gue
ngomong jujur loh. Yuk...” Ando turun dari mobilnya diikuti Lista dan entah
kenapa, karna perasaan gadis itu sedang bahagia atau gimana, tak menolak ketika
dia merangkul tangannya untuk ke kelas.
♥
♥
”Trouble.”
Bel
pertama berbunyi nyaring, mereka yang asyik berada di luar langsung masuk kelas
dan duduk di kursi masing – masing. Ibu Noor, Pengajar Bahasa Indonesia masuk
kekelasnya diikuti cewek cantik, berambut ikal, tubuh semampai, baju sekolah
yang agak ngefresh, tatapannya menggoda, serta aura sexy yang
sangat kental ketika dia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan terhenti
ketika melihat Ando yang juga memperhatikannya. Dia tersenyum manis dan cowok
itu hanya menatapnya dan berpaling. Membuatnya bingung namun berhasil
disembunyikannya ketika Ibu Noor menyuruhnya untuk memperkenalkan diri.
“Hai.
Nama saya Karenina. Biasa dipanggil Karen,” Dia menatap Ando sekali lagi lalu
tersenyum ketika cowok itu menoleh ke arahnya. “Saya pindahan dari SMA Jakarta.
Salam kenal.” Dia tersenyum manis. Membuat cowok – cowok dikelasnya terpana
melihat senyum seksinya itu.
“Karen,
Kamu duduk dengan Ando yah.” Ibu Noor menunjuk kursi sebelah Ando yang kosong
karna teman sebangkunya, Ryan sudah pindah keluar kota. Dan cowok – cowok
menatap Ando dengan tatapan tak rela dan serasa ingin mendepak teman
sebangkunya jauh – jauh agar Karen duduk dengan mereka saja.
Dia
tersenyum lalu dengan berjalan anggun. Membiarkan dirinya menjadi pusat
perhatian cowok – cowok yang meliriknya. Lista pun ikut menoleh ke belakang
ketika Karen, anak baru itu duduk di samping Ando dan mereka saling kenalan.
Entah kenapa hatinya muncul desiran aneh. Sangat aneh sampai dia tak rela
ketika Ando langsung akrab dengan Karen.
“Kenapa
lo?” Tanya Cindy ketika Lista yang entah sudah berapa kali menoleh ke belakang.
Melihat Karen yang sekarang pura – pura mencari perhatian dengan bertanya
pelajaran pada Ando dan menggeser kursinya agar semakin dekat dengan cowok itu
hingga bersentuhan lengan saking dekatnya.
Lista
langsung fokus ke depan. Membuang jauh – jauh apa yang dia lihat tadi di
belakang. “Gak papa.” Jawabnya dan fokus mencatat apa yang ditulis di depan.
♥
♥
“Dia
siapa?” Tanya Karen saat istirahat bersama teman barunya, Tata ketika melihat
Lista yang asyik berbicara berdua dengan Cindy di kelas. Dan Ando menghampiri
gadis berambut pendek itu lalu duduk di depannya. Bahasa tubuhnya mengartikan
lain. Seolah ada yang istimewa di antara mereka. Dan entah kenapa, Karen tak
bisa menerimanya.
“Dia?”
Tata menunjuk dan Karen mengangguk antusias. Dia sangat penasaran. “Elista
Maharani. Pacarnya Ando tuh. Teman sebangku lo. lo beruntung sebangku sama dia.
Dia cowok paling WAW di sekolah ini dan playboy sekolah. Gue sampai sekarang
gak nyangka Lista pacaran sama dia dan awet. Biasanya si Ando paling tahan
seminggu doang.” Jelas Tata sambil menunjuk Pamela yang baru saja lewat di
depan mereka “Dan yang barusan lewat itu Pamela, mantan pacar Ando yang sampai
saat ini berdoa agar cowok itu putusan dan balik sama dia. Walau dilihat dari
manapun itu tak mungkin.”
Karen
mengangguk. Tatapannya tak lepas dari Lista yang dilihatnya sedang berdebat
dengan Ando dan cowok itu langsung menatapnya tajam hingga gadis itu mendadak
tak bisa berkata apa – apa dan keluar kelas dengan wajah emosi dan sempat
mereka bertatapan sebelum cewek itu menoleh ke arah lain. Ando pun langsung
berlari menyusulnya. Mengabaikannya.
“Walau
mereka sering berantem. Tapi... ya begitulah.” Tambahnya dan cewek itu
mengangguk membenarkan. Ando adalah teman sebangkunya yang sangat menarik hati
saat dia masuk ke kelas ini, dan dia entah kenapa tak bisa terima gadis
berambut pendek itu berpacaran dengan Ando.
Karen
tersenyum miring. Bukan Karenina namanya kalau tak bisa merebut apa yang
dimiliki orang lain untuk menjadi miliknya. Mengingat dia pindah kesini karna
hal itu. “well, saatnya dia jadi milik gue.” Batinnya dan dia
tersenyum penuh siasat ke arah Lista yang menoleh ke arahnya. Wajahnya bingung.
“Kenapa
perasaan gue gak tenang begini yah?” Tanyanya ketika melihat Karen, anak baru
menatapnya penuh cela dan melirik Ando. refleks, dia menoleh ke Ando yang
menggenggam tangannya dan cewek itu menatap tangan yang digenggam itu. Ekspresi
tak terbaca.
“He’s
mine, Girl.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar