Laman

Minggu, 03 Maret 2013

Cintaku di Tiang Jemuran. Part 1 - Kepincut pesona tetangga sebelah


“Huah! Ini hari kok panasnya kayak Gurun Sahara yah? apa sekarang Indonesia yang katanya Negeri Tropis menjadi Negeri Gurun Sahara?” Gerutu  seorang gadis sambil memandang langit yang tanpa dosanya membiarkan Matahari bersinar garang, dan Angin entah sedang pergi kemana, tak mendorong awan-awan kecil yang nganggur di Langit untuk menutupi sebagian tubuh Matahari, agar penderitaannya, sebagai wakil penduduk Bumi merasa rada-rada berkurang.
           
            “Perut gue udah konser lagi! Rumah masih jauh! Alamak… Derita bener gue yah!” Gerutunya berlanjut dengan langkah terseok-seok, seperti balapan dengan Pocong Ngesot, dia mencoba melangkahkan kaki menuju rumahnya yang baru berumur seminggu itu. Dengan harapan ketika gadis itu pulang kerumah, makanan sudah tersedia di meja makan.


            Akhirnya dia sampai juga dirumah yang bernuansa ala Jepang Dan Indonesia Tempoe Doeloe, Negeri asal Papahnya yang saking cintanya dengan Jepang dan tak ingin kehilangan identitas sebagai warga cinta Jepang terlalu dalam, namun juga mencintai budaya Indonesia, Budaya Istrinya, jadilah rumah campuran antara Budaya Jepang dan Budaya Indonesia disatukan  di tengah himpitan Rumah-rumah minimalis ala Barat itu.

            “Mama… Akina Pulang,” Kata gadis itu ketika menggeser Pintu depan dan melepaskan sepatunya lalu meletakkan di rak yang sudah tersedia di sampingnya  dan berlari mencari mamanya tanpa melepas kaos kakinya.

            “Sudah pulang? Bagaimana di sekolah barumu?” Kata Mamanya keluar dari dapur sambil menggulung rambutnya dengan tusuk konde dan tersenyum.

            “Aneh ma! Masa sepanjang jalan Akina diliatin mulu?! Dianggap anak kecil lagi! huh! mentang-mentang!” Gerutunya sambil memanyunkan mulut tipisnya, salah satu asset paling berharga, sehingga Ibunya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah polah gadis kesayangannya itu.

            “Bagaimana ceritanya sayang? Mama pengen dengar.” Kata Mama sambil mengelus rambut panjang Akina yang sekarang minum teh hijau buatan Ibunya asli Jepang.


            Dengan mulut semakin dimajukan, sehingga tak bisa membedakan yang mana moncong knalpot dan yang mana mulut, dia menceritakan dengan berat hati pengalaman pertama pindah sekolah itu.


Flashback…


            “Kamu baik-baik saja Akina? Apa kamu sakit?” Tanya Kepala Sekolah ketika melihat wajahnya pucat. Tanda gugup masuk sekolah baru.
            “Saya tidak apa-apa Pak. Terima Kasih.” Jawabnya dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, namun terdengar kaku.
            “Ya sudah. Nanti Pak Rahman akan mengantarkan kamu kekelas yang baru. Saya harap kamu kerasaan disini. itu Pak Rahmannya datang.” Dan Akina menoleh ke belakang karna penasaran bagaimana rupa Pak Rahman yang akan jadi Wali Kelasnya itu.
            “Saya ke kelas dulu Pak, Terima Kasih.” Kata Akina sopan sambil membungkukkan tubuhnya, sebagai tanda hormatnya kepada yang lebih tua. Kebiasaannya yang menjadi harga mati baginya.


            Pak Kepala Sekolah yang bingung dengan kebiasaan yang sering dilihatnya di Drama Korea yang selalu ditonton istrinya setiap sore itu ikut membungkukkan badannya, untuk menghormati adat budaya gadis itu. Meskipun dia tak tau artinya apaan.


            Sepanjang perjalanan menuju kelas, Akina merasa dirinya seperti aneh sendiri karna menjadi pusat perhatian oleh mereka, apalagi anak-anak cowok yang tak biasa liat cewek putih sedikit, nyosor mulu.


            “Perkenalkan, Nama saya Akina Anindya Hino, dipanggil Akina.” Katanya sambil memperkenalkan diri dan tersenyum kepada seluruh penjuru kelas yang menatapnya bingung karna tingginya hanya 154 cm, terlihat mungil untuk ukuran cewek Jepang yang tinggi semampai bikin iri itu,  didukung wajahnya yang babyface  dan matanya yang sipit, semakin lengkaplah mereka mengira, anak SMP nyasar masuk sekolah.


            “Lo beneran anak SMA? Kok wajah lo gak mendukung yah?” Tanya salah seorang cowok yang cukup membuatnya shock berat.
            “Tentu saja! Biar badan kecil mungil begini, gue punya KTP tauk!” gerutunya karna hal yang ditakutkan jadi kenyataan, dikira anak kecil nyasar.
            “Wah… gak nyangka bisa bahasa “gue-elo”. Gue kira lo tadi jawab “aku-kamu” doang.” Godanya lagi yang membuat Akina hampir meletus kalo tak ingat posisi dia anak baru, rentan disiksa.
            “Gue mau nanya, lo punya pacar gak?” Tanya Dion tanpa tedeng aleng-aleng yang membuat mereka tertawa.



            Akina kaget mendengar pertanyaan Dion dan menggelengkan kepalanya dengan wajah memerah malu.
            “Oh… Lo mau gak jadi pacar gue?” Tanya Dion semakin ngawur,semakin meledak tawa teman-teman sekelasnya, semakin Akina ingin menghilang saat itu juga.


            Merasa keadaan tak terkendali, Pak Rahman berdehem cukup keras agar semua anak asuhnya diam sebelum dia mengamuk. “Baik Akina, kamu duduk disebelah Fira saja.” Sambil menunjuk kursi Fira dan Akina pun bagai robot berjalan kea rah Fira yang tersenyum padanya. 
            “Akina.” Katanya memperkenalkan diri kepada teman sebangkunya itu sambil mengulurkan tangannya.
            “Fira Assifa Anggraeni, panggil aja Fira.” Lanjutnya sambil membalas uluran tangan Akina dan tersenyum.


Flashback Off.
            “Hahaha… nanti kapan-kapan kamu ajak si Fira kerumah Kina, mama pengen liat.” Pinta mamanya sambil mengelus rambut anaknya dengan sayang.
            “Ok deh ma. Ma… Akina lapar nih.”
            “Ya sudah. Mama ada siapin  makan siang untuk kamu tuh. Entar setelah selesai makan, kamu cuci piring dan jemur pakaian di lantai atas yah. sudah mama keringin tuh, tinggal angkut aja.” Perintah mamanya yang membuat Akina hanya menelan ludah pasrah.
            “Serasa jadi babu gue,” Gerutu Akina dalam hati.
            Akina pun bergegas ke dapur dan makan secepat dia bisa dan mencuci bekas piringnya makan tadi lalu mengambil cucian di belakang dan mengangkatnya keatas.
            Akina melihat disekelilingnya dari lantai atas yang ternyata  bisa melihat dari atas lapangan basket punya tetangga. Sambil menjemur pakaian, Akina mengomel panjang pendek karna disuruh berjemur pakaian sedangkan dia baru saja datang sambil melirik kesebelah. Tanpa sadar, pakaian yang dia ingin jemur meluncur mulus dari tangannya yang mungil dan terjatuh di lantai ketika dia melihat pemandangan indah disebelahnya.
            seorang cowok sedang bermain basket sendiri hanya  mengenakan celana jins ketat dan membiarkan dadanya yang bidang terjemur bebas. dengan tinggi badan sekitar 175 cm, kulit kecoklatan dicampur peluh yang semakin membuatnya terlihat eksotis, Tatapan mata tajam saat membidik bola ke ring serta wajahnya yang tampan dan alisnya yang tebal sukses membuat gadis malang itu degap-degup tak keruan.
            “Buset! Tetangga gue ganteng banget! Jantung gue! jantung gue!” Teriak Akina pelan sambil menatap lekat cowok yang asyik saja memasukkan bola basketnya ke ring tanpa menyadari dirinya hampir saja membuatnya kena serangan jantung saking terpesona.
            “Semoga noleh … semoga noleh! Huaaa… Dia noleh!” Teriaknya histeris sambil menundukkan badannya di dinding agar tak kelihatan si dia yang rupanya merasa diperhatikan dan menoleh ke atas, tempat Akina berpijak.


            “Gue rela deh disuruh jemur pakaian tengah malam sekalipun, asal dia yang nemanin. biar berbatasan tembok rumah, bodo amat!”
            “Akina… kamu ngapain diatas?! Udah selesai belum jemur pakaiannya?” Teriak mamanya dari lantai bawah menyadarkan Akina akan tugasnya yang belum kelar.
            “Bentar lagi ma,” Balas Akina sambil berdiri dan ketika menoleh ke samping, cowok itu masih ada! Bahkan menatapnya kearahnya dengan tatapan yang bikin Akina memilih mati daripada ditatap oleh cowok itu.
            “Fokus Kina… Fokus sama jemuran Lo. jangan gugup… jangan gugup… anggap dia setan, setan ganteng.” Batin Akina dalam hati
            di saat Akina focus dengan menjemur pakaiannya sambil menyemangati dirinya sendiri, Dia, cowok yang sukses buat Akina hampir pingsan itu,  menatap gadis itu dengan pandangan terganggu karna tak suka permainannya diliat olah gadis yang tak dikenal.

            “Dasar tetangga aneh.” Katanya lalu melanjutkan main basketnya setelah dilihatnya Akina tak ada lagi meliriknya. 
           
                                                            ❃❃❃❃❃❃

            “Oh GOSH! Jantung gue masih dagdigdug serrr….” Kata Akina ketika sampai di lantai bawah dan langsung duduk sambil memegang dadanya yang berdegup kencang seolah baru saja dikasih alat pengejut jantung.
            “Kamu kenapa sayang?” Tanya mamanya cemas melihat Akina terduduk ditangga sambil memegang dadanya.
     “Gak apa-apa ma. Akina kekamar dulu yah.” Katanya dan langsung masuk kamar serta mengunci pintu.    
            “Oh… tuh tetangga siapa namanya yah? Aduh… kok ganteng banget yah? tatapannya… WAW! Sesuatu!” Gumamnya sambil mengingat detil demi detil kejadian yang membuatnya sport jantung sambil rebahan dikamarnya yang bernuansa krem.
            Terlalu lama mengurung dikamar membuatnya bosan. Akhirnya diapun bangkit dari tidurnya dan duduk tegak di ranjang. “Daripada gue semakin gila begini, mending gue keluar aja deh.” Putusnya dan berjalan keluar dari kamarnya lalu menghampiri ibunya yang sedang betelponan dengan ayahnya.
            “Ma, Akina keliling kompleks dulu yah dengan sepeda.” Ijinnya dan langsung dijawab anggukan oleh mamanya.
            Tak ingin membuang waktu, Akina pun bergegas keluar rumah.
           
            “Sore begini enaknya memang keliling kompleks yah, tak ada yang mengganggu, bebas…” Katanya lepas sambil mengayuh sepeda dan melirik kiri-kanannya tanpa memperhatikan jalan dan…
            BUK! Tabrakan antar sepeda dari arah depan pun tak terhindarkan dan membuat mereka jatuh bersama-sama. 
            Akina langsung bangkit dari jatuhnya seolah melupakan sakitnya dan menghampiri cowok itu “Sorry…sorry… sorr…” Mendadak kata-katanya terhenti ketika tau siapa yang ditabraknya.
            “Tetangga sebelah rumah gue! yang gue lirik tadi! Aduh!.”
            “Gak apa-apa kok. gue juga salah karna gak liat lo. maaf, tetangga baru yah?” Tanyanya ramah dan membuat Akina kelabakan gimana jawabnya.
            “Iya… gue tetangga baru. Salam kenal.” Jawabnya dengan wajah tersipu malu dan menyukuri dalam hati akhirnya bisa kenalan juga.

            “Iya… rumah lo dimana?”

            Akina menunjuk rumahnya dan membuat cowok itu kaget “Wah… ternyata rumah kita bersebelahan yah. kenalin, nama gue Rajesha Anggara, dipanggil Angga. Kalo lo?”
            “Gue Akina Anindya Hino, dipanggil Akina.” Jawabnya dengan senyuman termanis yang dia punya.
            “Wah… Nama lo Jepang banget yah, Orang Jepang asli atau gimana nih?”
            “Gue campuran. Bokap dari Jepang, Nyokap dari Bandung.”
            Angga hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “By the way, Lo gak papa kan?” Tanyanya cemas.
            Akina hanya menggelengkan kepalanya. Tanda dia tak apa-apa. “Gue balik dulu yah. takut dicari nyokap. Bye Angga.”
            “Kebetulan rumah kita kan berdekatan, kenapa gak bareng aja? itung-itung kenalan lebih jauh lagi sebagai tetangga baru.” Tawar Angga yang membuat Akina melongo.
“Serius?” Tanya Akina dengan wajah bego.
            “Emang wajah gue sedang ngajak bercanda gitu? Gue serius, Gadis Kecil.” Jawabnya sambil tertawa melihat Akina manyun karna nama panggilannya.
            Akina pun mengiyakan ajakan Angga dengan senang hati dan mereka bersepeda bersama-sama.
            “Gue masuk dulu yah. Thanks Angga.” Kata Akina tulus ketika Angga mengantarkannya sampai depan rumah.
            “Yup. Gue masuk dulu yah, sampai jumpa Gadis Kecil.” Goda Angga yang buat pipi Akina bersemu merah dan gadis itu langsung masuk dalam rumah.

❈❈❈❈❈❈
           
            “Mama… Ada cucian yang belum dijemur gak?” Teriak Akina yang membuat mamanya heran.
            “Tumben kamu nawarin diri untuk menjemur pakaian. Biasanya punya sejuta alasan untuk nolak. Ada apaan sih?”
            Enggak apa - apa Ma. Yasudah kalau begitu Kina tidur dulu yah. Bye Ma.” Sambil tersenyum, Akina mencium pipi mamanya dan bergegas masuk kamar untuk tidur.
            “Gue mimpi apaan  yah kemarin jadi ngajak ngobrol sama Angga? Astaga! kenapa gue gak bilang kalo gue suka sama permainan basket dia? Kan siapa tau dia mau ngajarin gue main. Emang Cuma badan tinggi kayak tiang bendera aja yang bisa? Badan imut kayak gue juga bisa!” Ucapya dengan berapi-api lalu kemudian tertidur pulas sambil berharap semoga memimpikan Angga.

            “Gadis yang menarik.” Gumam Angga duduk di taman yang membuat kakaknya bingung.
            “Siapa yang lo sebut menarik Ngga?”
            “Ntar lo juga tau Kak. Gue masuk dulu yah.” Kata Angga sambil masuk dalam rumah membiarkan kakaknya sendiri diluar.


            “Dasar labil.” Kata kakaknya sambil tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar