Sudah dua
minggu dia disini. sebangku dengan Ando, dia selalu memperhatikan Lista. entah
kenapa, melihat cewek itu berduaan dengan cowok taksirannya, membuatnya jengkel.
Dan kejengkelannya semakin memuncak ketika melihat Ando berduaan dengan Lista.
Ingin rasanya hati ini mendepak gadis itu jauh – jauh dan dia yang dilihat
Ando, yang tangannya dgenggam erat oleh cowok itu. Hingga sebuah ide muncul dari
kepala cantiknya dan tersenyum lalu menghampiri mereka.
“Hai,” Sapanya riang dan tanpa tau
malu duduk disamping Ando dan sengaja mepet hingga bersentuhan lengan seolah
kursi kantin mendadak mengecil.
“Hai juga,” Dia memutuskan tersenyum
dan entah kenapa, kehadiran Karen diantara mereka yang sedang asyik membahas
musik kesukaan masing – masing tanpa perdebatan mendadak garing seketika. Aura
Karen mendominasi.
Karen mengulurkan tangannya dan
tersenyum. “Kita belum kenalan, kan? Gue Karenina. Teman sebangku Ando, pacar
lo. kita satu kelas harus saling kenal.” Dia menekankan kata “teman sebangku”
dilapis senyumnya agar tak ada yang curiga dengan nadanya itu.
“Lista.”
“Lo pakai lensa kontak yah? Warna
hijau mata lo bagus. Hijau Toska. Gue suka,” Pujinya ketika melihat mata Lista
secara utuh. Biasanya dia melihat dari kejauhan saja sehingga tak bisa
memperhatikannya. Ando pun langsung
tersenyum miring mendengarnya seolah – olah cewek di depannya ini tau fashion
apalagi lensa kontak warna – warni. Kalaupun tau, dia berani pasang taruhan
Lista gak akan mengenakannya kecuali lensa bening.
“Gak... ini asli warna mata gue. Gue
anti pakai lensa kontak. Sensitif soalnya.”
“Lo blasteran yah?” Karen semakin
penasaran mengenai Lista. Setiap informasi dari gadis itu seperti harta karun
yang muncul secara Cuma – Cuma di hadapannya.
“Iya. Bokap gue blasteran Jerman,
warna matanya sama kayak gue. Sedangkan nyokap blasteran Turki.” Jelasnya
sambil meminum pesanannya. Dia melirik Karen yang mangut – mangut dan duduk
bersebelahan dengan Ando. entah kenapa dia merasa tak rela sendiri.
Seolah teringat sesuatu, Karen
mencolek lengannya. “Ndo, kita sekelompok kan tugas Seni yang mengambil foto
objek pemandangan alam itu?” Tanyanya mendadak di depan Lista yang mendadak
hampir saja tersedak minum. Matanya melotot.
Berdua dengan Karen? WAW!
Ando gelagapan menjawabnya,
“Berdua?”
Karen mengangguk antusias, tak
mempedulikan Lista yang kini menatap mereka bergantian. Ekspresi tak terbaca
antara ingin menyiram wajah Karen dengan air minuman yang dia pegang sekarang
atau meninggalkan tempat ini karna hatinya mendadak panas seketika. “Iya, Ando.
kita berdua, kan tugasnya berkelompok dengan teman sebangku. Lupa yah?” Dia
mencolek lengan Ando dengan suara digenit – genitkan.
“Iyaa... gue lupa. Memangnya lo ada
referensi?”
“Ada kok. Gue tau Hutan Pinus
disini. Pokoknya keren deh view disana. Biasanya cocok banget tuh ntuk prawedding
saking kerennya. Dan disana ada danau kecil juga banyak Angsa – angsa di tepi
danau. Pokoknya lo kalau liat bakalan
suka deh. Bagaimana kalo minggu ini kita kesana aja? Gue punya kamera khusus
fotografi kok. gue tau bagaimana cara ngambil objek yang bagus. Gini – gini gue
kursus fotografi loh...”
Lista berdiri dari duduknya, membuat
Ando tersadar bahwa sedari tadi Lista mendengar semuanya, “Mau kemana, Lis?”
“Gue mau bahas tugas yang lo bahas
sekarang itu sama Cindy. Duluan yah,” Dia berbalik meninggalkan kantin namun
terhenti ketika Karen memanggilnya,
Ando mengerutkan kening, dia tau Lista bohong karna tugas itu sudah dikerjakannya setelah dia sembuh dari sakit dan dialah yang menemani. Lista yang menyadari kebohongannya terbongkar, menoleh ke arah mana saja agar tak melihat Ando yang menatapnya tajam. Aura pertengkaran serasa memeluknya.
Ando mengerutkan kening, dia tau Lista bohong karna tugas itu sudah dikerjakannya setelah dia sembuh dari sakit dan dialah yang menemani. Lista yang menyadari kebohongannya terbongkar, menoleh ke arah mana saja agar tak melihat Ando yang menatapnya tajam. Aura pertengkaran serasa memeluknya.
“Lo ikut gak study tour ke Bali
itu, Lis?” Tanyanya dan dia mengangguk, “Kenapa emangnya, Ren?”
“Gak papa kok. gue mau nanya aja
soalnya gue pengen ikut, lo juga kan, Ndo?” dia berbalik ke arah Ando yang
fokus melirik Lista yang sengaja atau tidak, tak mau melihatnya, “Iya, gue ikut
kok.”
“Oke deh, nanti temanin gue ke
tempat Ibu Mae buat daftar yah. Gue pengen ikut.” Dia menoleh ke arah Ando yang
sekarang menatapnya. Kaget mendengar permintaannya. Lista sampai menoleh ke
arahnya dan melotot.
Gila nih cewek!
“Sama gue? Gue ada kesibukan. Mau
rapat sama anak – anak Judo setelah ini sama Lista. Iya, kan?”
“Iya kali. kan lo ketuanya, bukan
gue.” Jawabnya acuh dan melambaikan tangan ke arah mereka. “Gue duluan yah,
bye.” Ucapnya dan bergegas meninggalkannya.
Ando ingin menyusul Lista, namun
Karen tiba – tiba membahas tugas mereka dengan antusias dan argumen yang
cerdas, membuatnya terlupa soal Lista dan meladeninya.
♥
♥
Lista duduk di kursinya. Pembicaran Karen dan
Ando masih terngiang di telinganya seperti dia merekam lalu mendengarkannya
kembali.
“Tugas
Seni kita kemana, Cind?” Tanyanya ketika sahabatnya itu asyik membaca novel dan
Shabrina asyik mendengarkan musik di Iphone sambil menggerak – gerakkan
kepalanya sendiri.
“Yang
foto pemandangan itu? Kan udah lo lakuin kemaren itu sama Ando di Villa rahasia
dia, kenapa? Lo lupa?” Cindy kini menutup novelnya dan melirik Lista yang
gelagapan sendiri. Dia sangat mengenal setiap perubahan sahabatnya itu seperti
dia mengenal diri sendiri. Pasti ada yang gak beres, pikirnya.
“Masa
sih? Gak deh, tapi... serius?” Dia linglung sendiri dan mulai mengingat –
ingat. Lalu tersenyum sendiri ketika mengingat hal itu. Berdua dengan Ando di
pantai setelah dia sembuh dari sakit, saling berkejaran dan cowok itu
membantunya bagaimana cara mengambil objek yang bagus. Termasuk sunset dan
cowok itu mencium pipinya cepat saat dia terlalu terpesona dengan keindahan
pantai yang membiusnya. Ketika dia marah, cowok itu langsung meminta maaf dan
berkata bahwa dia terbawa suasana yang sangat romantis hingga otaknya mendadak
tak beres. Dia mengiyakan dalam hati dan tak mau membahasnya lagi.
“Kenapa
Lis? Ada masalah?” Cindy mengguncang tubuh Lista pelan ketika cewek itu
tersenyum sendiri, wajahnya merona sendiri.
Dia
tersadar dan gelagapan menjawabnya, “Gak, gak, gak papa kok.”
“Shabrina
yang juga memperhatikan perubahannya, melepas headset yang menyumpal
telinganya, “Yakin?” Tanyanya dan Cindy membenarkannya.
Melihat
tatapan kedua sahabatnya begitu menekannya, dia mendesah, lalu meluncurlah
cerita tentang kejadian di kantin tadi. Shabrina yang tipikal cewek mudah
terbakar sendiri hampir saja ingin mendamprat Karen yang masuk kelas dengan
Tata. Lista memperhatikannya dari masuk hingga sama – sama duduk. Tak ada yang
dilewatkannya.
“Dan
lo diam saja?” Desis Shabrina tajam. Matanya melirik Karen yang asyik mengobrol
dengan temannya tanpa menyadari salah satu dari teman sekelasnya hendak
melempar pisau pemotong daging ke arahnya saking sebalnya.
“Terus
gue harus marah gitu? Kan lo tau sendiri, Shab hubungan gue sama Ando itu gak
wajar.” Jawabnya lesu. Shabrina tau maksudnya. Walau dia tak sedekat Cindy,
tapi dia tau masalah ini dari Lista. Pacar kontrak. Begitu istilahnya.
“Iya
sih, tapi... lo tetap pacar dia, Lista! Masa lo diam aja sih ditindas cewek
songong macam Karen?! Seminggu dia begini, jangan kaget kalau minggu depan
mereka pacaran dan lo didepak Ando!” Shabrina berteriak keras dan Lista buru –
buru berdiri untuk mendekap mulutnya karna semua perhatian tertuju ke arah
mereka. Termasuk Karen yang mendengar penuh antusias.
Mereka
terdiam ketika Karen keluar lagi dengan membawa botol air mineral dan handuk
kecil. Lalu tatapan Shabrina berubah ganas ketika menatap Lista yang mengikuti
perginya gadis itu, “Lo harus bertindak, Lista! Dia pacar lo, Oke?”
“Gak,
dia pacar kontrak gue. Ngapain gue pertahanin? Gue gak ada hati sama dia. Di
mata gue selama lima bulan ini pacaran sama dia, dia Cuma cowok yang kadang
merayu untuk mendapatkan hal yang dia
mau. Dan dia merayu orang yang salah, karna gue tak pernah terbujuk.” Jawabnya
puas. “Kecuali dia main peluk, tatapan penuh mohon, baru gue meleleh, guys.”
Lanjutnya dalam hati.
“Yakin?”
Cindy mulai bersuara dan menatap Lista penuh arti. “Kalau lo gak ada apa – apa,
apa artinya lo nelpon dia tengah malam Cuma ntuk cerita ....” Mulutnya langsung
dibungkam Lista dengan mata melotot. Tak mau rahasia terbongkar ketika dia
tengah malam menelpon Ando karna ketakutan setengah mati oleh kak Bian yang mengerjainya
habis – habisan dengan memutar film hantu Produksi Jepang yang terkenal sangat
mengerikan, ditambah dengan cerita – cerita hantu saat kakaknya sedang praktek
di Rumah Sakit. Mulai dari terdengar suara tangisan di mobil ambulans, sampai
penampakan gadis dengan perut belum di jahit sempurna di ruang operasi. Dan dia
baru bisa tidur setelah Ando memainkan piano dengan lagu yang sangat
dikenalnya.
“Lo
naksir sama Ando, kan? iya, kan? pasti iya! Gue tau, Lista! Gue tauuu...”
Shabrina berbisik menggoda di telinganya. Wajah Lista langsung memerah
seketika.
“Iya
kan? kalau gak, wajah lo gak bakalan semerah tomat masak dari pohon, Lis.”
Cindy menambahkan dan tertawa geli ketika Lista menutupi wajahnya dengan buku.
“Gak!
gue gak naksir dia! Sampai kapanpun! Naksir sama dia itu adalah hal paling
bodoh dalam hidup gue.”
“Yakin??
Kok gue ngerasa lo naksir tapi malu ngaku yah? Pokoknya, lo naksir apa gak,
pertahanin tuh cowok, Lista! Jangan sampai jatuh dalam pesona Karen! Awas kalau
sampai lo diputusin, gue sayat – sayat si Karen itu, baru gue sayat lo yang
bodoh karna lepasin Ando!” Ancam Shabrina membuat Lista nyengir.
“terserah
lo deh, Shab. Yang jelas, gue gak naksir dia dan dia gak naksir gue. Kami
pacaran bukan karna sama – sama suka, tapi karna gue kalah taruhan dan dia
senang hati menerimanya. Itu aja.” Lista berdiri dari duduknya dan memutuskan
untuk keluar kelas. Diikuti Cindy dan Shabrina yang berjalan di belakangnya.
♥
♥
Lista
berjalan sendiri mengelilingi sekolahnya. Kedua temannya sudah berbelok menuju
kantin karna belum sarapan dan dia males mengikutinya. Tiba di persimpangan,
dia melihat Pamela yang juga melihatnya dan tersenyum sinis.
“Kasian
deh yang galau diputusin Ando,” Ucapnya penuh kesinisan ketika mereka saling berselisihan.
Membuat Lista terhenti dan menatap Pamela.
“Maksud
lo apa?”
“Ya
ampun, saking galaunya telinga lo mendadak konslet yah? Lo putusan kan sama
Ando?”
“Dasar
Nenek Sihir!” Umpat Lista dalam hati.
“Itu
hanya terjadi dalam mimpi lo kalau gue putusan sama Ando! lo terlalu ngarep
sih,”
“Udahlah,
ngaku aja deh lo putusan sama dia. Gue siap kok jadi teman curhat lo.” Pamela
menjawab dengan penuh siasat.
“Dan
itu akan jadi pilihan gue paling terakhir diambil apabila Cuma kita berdua yang
ada di muka Bumi ini, Mel. Udahlah, terima kenyataan aja kalau lo itu DIPUTUSIN
ANDO karna terlalu gatel!” Lista hampir hilang sabar ketika melihat wajah
Pamela penuh congkak dan meremehkannya. Seandainya membunuh itu legal, dia
takkan segan – segan menyolok kedua matanya itu dengan tangannya ini.
Pamela
hampir saja ingin menarik rambut Lista itu jika dia tak teringat pemandangan
super romantis dan jadi pembicaraan satu sekolah sekarang. “Gue tau lo gak bisa
terima kenyataan diputusin Ando jadi ngomong gitu, Lista. Udahlah, terima aja
napa lo putusan sama dia dan Ando jadian sama Karen? Kalau gak, mereka gak akan
mesraan di lapangan Basket sekarang.” Penjelasan Pamela membuat otak Lista
berhenti jalan seketika.
“WHAT?!
MEREKA BERDUA?!” Tanpa sadar dia mengucapkannya dengan keras hingga
beberapa orang yang lewat melirik ke arahnya. “Lo gak bohong kan?” Desisnya
membuat Pamela tersinggung.
“Ngapain
gue bohong soal beginian? Lo liat aja sana! Ckckckck.. kasian deh yang
diputusin Ando. tapi bagus deh, lo memang pantes diputusin sih.” Jawab Pamela
sinis ketika Lista melewatinya sambil menabrak punggung. Membuatnya mundur.
“seharusnya
gue yang ngomong begitu, Pamela. Lo memang pantes diputusin Ando karna lo
itu...” Dia melirik Pamela dari atas sampai bawah dengan tatapan mencela. “Gak
pantes – pantesnya ntuk diliatin lebih lama! Bikin sakit mata!” Dia tersenyum
miring, seperti Ando lakukan bila sedang geli atau meremehkan seseorang.
Membuat Pamela terdiam.
Kenapa
senyum mereka mirip yah?
“Lo...”
Dia meradang dan hampir menamparnya kalau saja Lista tak menamparnya keras.
Membuat gerakan tangannya terhenti di udara. Pipinya nyut – nyutan. “Seharusnya
gue yang dari dulu menampar lo. bukan lo tampar gue!” Ucapnya puas dan
meninggalkan Pamela yang menatapnya dengan dendam. Namun dia tak membalas.
Lista
langsung pergi meninggalkannya. moodnya langsung rusak untuk hari ini.
Entah kenapa, ucapan Pamela membuatnya penasaran untuk melihatnya. Hatinya
terasa terbakar.
“kenapa
gue jadi cemburu begini?
♥ ♥
Dia terdiam di pinggir lapangan Basket dan
duduk di kursi paling pojok agar Ando tak tau bahwa dia mengawasinya. Dia
melihat Karen duduk paling depan dengan air mineral dan handuk di tangannya.
Ketika cowok itu selesai bermain, cewek itu langsung menghampirinya dan
menyerahkan air mineral itu sambil mengelap wajah Ando yang penuh peluh dengan
handuk kecil itu. Sesekali mereka saling bercanda dan Karen tak segan – segan
mencubit lengan cowok itu dengan manja. Seperti seorang pacar yang merajuk.
“Seharusnya
gue yang ngelakuin hal itu,” Bisiknya pada diri sendiri ketika melihat semua
itu. Terkadang, dia menemani Ando bermain basket dan duduk disampingnya. Itupun
bukan karna dia sukarela, tapi karna cowok itu memaksanya. Tapi entah kenapa,
dia menikmatinya. Dan ketika melihat Karen yang melakukannya, dia mendadak tak
rela.
Dia
asyik memperhatikan sampai – sampai tak menyadari dari sisi lain, Jayden,
Sahabat Ando memperhatikannya. Ketika Lista menoleh, dia menempelkan jari pada
mulutnya tanda menyuruh cowok itu diam dan segera meninggalkan lapangan Basket
sebelum Ando melihat.
Entah
kenapa, hatinya semakin tersayat – sayat. Dia ingin meluapkannya. Tapi dengan
apa dia tak tau. Sampai dia melihat Dion yang asyik berjalan ke arah lain dengan membawa bola di tangannya.
Dengan semangat dia memanggil Dion dan berlari mendekati cowok itu yang tersenyum
ke arahnya.
Karen
yang sadar dari awal kehadiran Lista dari duduk di pojok sampai pergi
meninggalkan mereka, tersenyum sendiri dan sengaja menampakkan kemesraan terang
– terangan pada Lista. Ketika gadis itu pergi, dia tersenyum puas.
“Yes...
yesss...” Bisiknya puas.
♥
♥
“Lo
putus sama Lista, Ndo?” Tanya Jayden saat mereka bermain lagi. Karen mulai
memberi teriakan ala cheerlader dan berkali – kali mengacungkan dua
jempol ke arahnya ketika bola masuk ring.
Ando
terdiam. Keningnya berkerut mendengar pertanyaan Jayden, “Gak. kalaupun putus,
gue udah curhat sama lo minta saran supaya kami balikan lagi. Kenapa emangnya?”
Jayden
langsung memberi tanda pada teman – temannya lain bahwa dia berhenti main dan menarik Ando ke pinggir
lapangan, “Gue tadi liat Lista duduk disitu,” Dia menunjuk kursi yang diduduki
Lista, “Dan dia melihat lo berduaan sama Karen. Tatapan matanya itu lo, kayak
sedih gitu. Pas dia lihat gue, tuh anak langsung kasih sinyal agar gue gak
kasih tau lo dan dia pergi begitu saja.”
“Serius
lo? dia kesini?”
“Ngapain
juga gue bohong? Meskipun gue naksir berat sama pacar lo, gue lebih baik milih
nyari aman ntuk rebut dia dari lo. bukan cara kampungan begini. Panas – panasin
orang terus jadi pahlawan kesiangan buat si cewek.”
Melihat
Ando terdiam. Dia menghela napas, “Perasaan lo sama Lista gimana? Masih anggap
pacar kontrak? Kalau iya, 5 bulan lagi kontrak lo pacaran sama dia habis dan
gue bisa dekatin dia setelah itu,” Dan Jayden tertawa melihat Ando menatapnya
garang
“Gak
tau gue, Jay. Di depan dia gue pengen selalu lihat senyumnya, tawanya,
candanya, pokoknya yang baik – baik deh. kami jarang berantem sekarang,
kalaupun iya, palingan ribut masalah siapa yang bayar dan pergi kemana. Dan dia
akrab sama Lily. Bahkan tuh anak sampai nginap dirumah Lista karna pengen
ngerasain gimana tidur sama cewek. Ckckckk...”
“mereka
ngomongin apa sih?” Batin Karen ketika melihat Jayden dan Ando saling
berangkul lengan dan bicara. Dia memutuskan mendekat, namun tak jadi.
Mata abu – abu Jayden bersinar
seolah dia mendapatkan Mobil BMW terbaru dari sebuah sayembara. “Lo lebih jago
dari gue soal pacaran, masa lo gak tau bahwa itu perasaan suka?! Parah! Lo suka
sama Lista, Fernando!”
Sebelum
hendak menjawab, Ando melihat lapangan sepak bola terlihat ramai. Dia kemudian
bertanya pada temannya yang berhenti main dan berlari ke arah lapangan bola,
“Kenapa?”
“Ada
pemandangan indah di lapangan Bola,” Jelas temannya dan melanjutkan larinya.
Mereka
saling bertatapan, “Kita lihat yuk?” Ajaknya dan Jayden langsung berlari
mengikuti kerumunan. Meninggalkannya.
“Dasar
Playboy!” Ando tertawa dan dia mengambil ponselnya. Mencoba menelpon Lista,
namun cewek itu tidak merespon hingga 3 kali. membuatnya menghela napas.
“Apa
benar gue naksir dia? Tapi... masa iya? Ah... gak mungkin deh.” Tanyanya pada
diri sendiri sambil memutar ponselnya.
Tiba
– tiba ada yang menepuk punggungnya pelan. Dia menoleh, ternyata Karen di
sampingnya, “Yuk,” Dia menarik Ando mengikuti yang lain sebelum cowok itu
mengiyakan.
♥
♥
“WAW!
Rame banget lapangan, Dion!” Triak Lista dari ujung sana ketika cewek itu
berhasil memasukkan bola ke gawang kesekian kalinya. Dia lompat – lompat
kesenangan dan berlari ke arah cowok tambun itu.
“Kan
karna lo yang main, lis. Kalau lo gak ada mah, biar kami main pakai kostum
badut juga gak bakalan lirik.” Canda Dion ketika melihat Lista memakai pakaian
bola Juventus kesukaannya, baju seragamnya entah dia lempar kemana. Awalnya dia
bingung ketika Lista menghampiri dan memohonnya untuk ikut main bola, dia tak
tega untuk menolak dan menyetujuinya. Membuat gadis itu kegirangan bahkan
hampir memeluknya kalau saja dia tak sadar mereka berada dimana sekarang. Membuat
Lista tertawa dengan wajah memerah malu.
Lista
tertawa mendengarnya. Baju Juventus pemberian kak Bian saat dia ulang tahun
sangat pas di badannya. Melihat Ando di lapangan basket tadi dan
pertengkarannya dengan Pamela di lorong kelas membuatnya butuh pelampiasan
untuk menendang sesuatu. Ketika melihat bola dipegang Dion, dia langsung ingin
main. Bahkan selama main, dia selalu membayangkan bola yang dia tendang itu
wajah Pamela atau wajah Karen. Hal tersebut sukses membuatnya plong
Beberapa
cowok dari timnya mengerubungi dirinya yang asyik ngobrol dengan Dion sambil
bertos ria. Membuatnya mundur sangat perlahan hingga akhirnya menubruk
seseorang. Dia menoleh ke belakang dan terpaku.
“Ando?”
Tanyanya ketika cowok itu memegang kedua belakang pundak dengan posesif.
“Apa yang lo lakuin disini?” Desisnya.
♥
♥
Ando
maju ke depan dengan susah payah. Dia dari awal merasa “pemandangan indah” yang
dimaksud beberapa cowok itu adalah Lista karna dia tau cewek satu itu jago main
bola. Bahkan Karen pun tak dia pedulikan yang jauh tertinggal di belakangnya.
Dia
melihat Lista loncat – loncat kesenangan dengan pakaian baju bola Juventus yang
dia tau itu asli. Bukan merk abal – abal seperti dijual di pasar. dia sangat
yakin itu Lista karna tak ada cowok yang kulitnya seputih itu, dan tatanan
rambutnya walau seperti cowok dari belakang, namun tetap saja dia paling
berbeda di antara lainnya.
Ketika
cewek itu mendekati Dion, entah kenapa dia merasa ada sepercik perasaan tak
suka cewek itu berdekatan dan bertos ria, bahkan tertawa dengannya. Hingga dia
melihat beberapa yang lain terang – terangan mendekati Lista, membuatnya
langsung teringat apa yang ditakutkan gadis itu dan berjalan mendekatinya dan
memegang pundak cewek itu. Membuatnya menoleh dan melotot. Wajahnya terlihat
kaget namun ditutupinya.
“Ngapain
lo disini?” Cewek itu bertanya balik dan melirik ke belakang. Dia melihat Karen
disitu.
Perlahan,
Lista memajukan tubuhnya, namun Ando menarik kuat pundaknya hingga dia seperti
bersandar di dada cowok itu. “Gue mau main, Ando!”
“Gak...
lo pulang. Gue gak mau lo disini jadi tontonan cowok – cowok yang lapar liat lo
kayak makanan!”
“Tapi
gue menikmati! Udah ah, entar kita kayak orang pacaran lagi dekat – dekat kayak
gini!” Dia gak bohong. Beberapa cowok melirik mereka, apalagi Ando dengan
senyum arti.
Ando
berbisik di telinganya, “Kita memang pacaran kan? masa lo lupa sih, sayang?”
“Pacar
Kontrak!” Desisnya dan menyingkirkan tangan Ando dengan tangannya dan berjalan
ke arah lain.
“Lo
masih mau main, Lis?” Teriak Dion tak terima bintang lapangannya melarikan diri
di saat dia di puncak kemenangan. Dia melirik Ando seolah menyalahkannya. Cowok
itu hanya nyengir.
“Gak,
Dion. Gue mendadak gak mood.” Dia menekan kata “ gak mood” dengan
sangat jelas dan matanya melirik Ando lalu berbalik pergi.
Ando
mengejarnya. Membiarkan Karen terdiam melihat mereka dan tangannya mengepal
keras. “Apa bagusnya sih tuh cewek?! Gak ada anggun – anggunnya banget! liat
aja ntar, Karen beraksi.”
♥
♥
Seharian
Lista benar – benar menganggap Ando tak ada. Bahkan di saat cowok itu duduk
terang – terangan di sampingnya, dia melihat seolah tak ada siapa – siapa
disampingnya. Kedua temannya hanya angkat bahu melihat tingkah Lista yang satu
ini.
“Cind,
gue pulang ikut lo yah.” Ucapnya ketika bel sudah berbunyi dan dia sengaja
mengucapkan jelas – jelas ketika Ando lewat di depannya. Diikuti Karen yang
berjalan di belakangnya.
Ando
langsung berhenti dan menatap Lista dengan kening berkerut. Lalu memutuskan
menghampirinya, “Lo pulang sama gue, Elista.”
“Gue
ikut lo yah, Cind? Kita udah lama gak jalan bareng.” Lista pura – pura tuli dan
terus mendesak Cindy lewat tatapan matanya. Memberi kode agar mengangguk.
Cindy
dibuat bingung oleh dua pasangan aneh di depannya ini. Yang satu melotot agar
mengiyakan ajakannya, yang satunya lagi melotot agar menolak. Bahkan senyumnya
pun dibuat menggoda agar dia terpengaruh, “Tuhan, kenapa gue harus berteman
dengan dua manusia aneh ini?!” Jeritnya dalam hati.
Dia
memutuskan untuk membantu Ando. “Sorry, Lis, gue ada janji sama...” Dia
terdiam, mencari korban agar bisa kabur dari situasi ini, “Sama nyokap gue
untuk antar dia ke dokter gigi. Dadah...” Dia cipika – cipiki dengan Lista dan
memutuskan keluar kelas secepat mungkin sebelum sahabatnya itu memohon – mohon
hingga dia tak bisa nolak.
Ando
berterima kasih dalam hati karna Cindy memilihnya. Gadis itu manyun lalu
memutuskan keluar kelas sendiri. Tanpa meliriknya yang berdiri tak jauh
darinya.
Tak
ingin gadis itu menjauh, dia menarik lengannya. Memutuskan menyelesaikan
masalah mereka. “Ikut gue!” dia langsung menarik lengan kanan Lista dan
menyeret dirinya keluar kelas.
“Lepasin!”
Dia kaget karna diseret – seret seperti karung beras dan berusaha melepas.
Namun Ando lebih erat memegangnya.
“Silahkan
mimpi, sayang.” Ucapnya pelan dan menariknya kuat hingga Lista sejajar
dengannya lalu dia langsung merangkul pundak Lista agar gadis itu tak kabur.
Karen
melihat mereka dan diabaikan Ando membuatnya jengkel. Dia tak pernah diabaikan
cowok dan perlakuan Ando membuatnya sakit hati. Dengan geram dia meninggalkan
kelas dan berusaha menyusun rencana agar cewek itu menyingkir jauh – jauh dari
cowok itu.
♥
♥
Dia
duduk di kursi taman yang sepi. Ando berada di sampingnya, sibuk memotret untuk
tugasnya. Membuat Lista gatal untuk bertanya setelah diam sepanjang perjalanan.
“Katanya
mau bareng si Karen itu pergi danau yang romantis. Kok jadi kesini bareng gue?”
Suaranya terdengar ketus membuat Ando menghentikan kegiatannya dan mengarahkan
lensa kamera ke arah gadis itu lalu memotretnya. Senyum jahil terpampang di
wajahnya.
“Senyum
dong, Lis. Kan hasil foto gue jadi jelek begini.” Dia menampilkan hasil
jepretannya. Membuat Lista semakin manyun.
“Itu
karna lo yang gak becus foto gue! Coba lo foto tuh si Pamela atau si Karen,
siapa tau hasilnya langsung bersinar!”
Dia
menghentikan kegiatannya dan menoleh ke Lista yang terlihat salah ucap,
“Pamela? Karen? Lo kenapa sih, Lis?!”
Bodoh!
Bodoh! Kenapa gue bahas mereka! Ishhh!!
Lista
melihat paman gulali lewat di depannya, “Gue mau itu...” Dia berdiri dari
duduknya namun Ando menariknya untuk duduk kembali dan berdiri menghadap Lista
dan meletakkan kedua tangan di sisi kiri dan kanan bangku sebagai penopang
tubuhnya agar tak menimpanya yang sudah pucat pasi karna jarak mereka sangat
berdekatan. Bahkan bersentuhan lutut. Dan cowok itu tak tanggung – tanggung
menipiskan jarak dengan menunduk dan wajah berdekatan. Membuat kening mereka
saling bersentuhan saking dekatnya.
“Kenapa
lo jadi marah – marah sama gue hari ini? Cemburu gue dekat sama Karen?”
Tatapannya terlihat menggoda dan tersenyum miring. Lista gagap dibuatnya. Aroma
mint dari tubuhnya membuat Lista mendadak blank seketika.
“Ndooo...
menjauh...” Dia mendorong cowok itu agar menjauh, namun tak bergeming. Membuat
Lista putus asa, “An..Anu... tadi gue ketemu si Pamela, dia cerita lo sama dia
berduaan terus meremehkan gue. Gue udah emosi dari pagi, ditambah dia, yaudah
gue ejek balik, dia ngomel dan pengen nampar gue. Tapi keduluan gue.
Ahhahaaa... puas gue liatnya!” Dia tertawa ketika melihat wajah Pamela seperti
ingin membunuhnya.
“Yakin
Cuma itu yang bikin lo kesel? Bukan karna lo liat gue sama Karen berduaan? lo
tadi nyamperin gue kan di lapangan Basket?” Lista menggeleng cepat. Cowok itu
tersenyum, “Kalau bohong, gue cium loh disini.” Ketika Lista mendongkakkan
wajahnya dengan ekspresi menantang. Seolah tak takut dengan ancamannya. Dia
tertawa geli, “Yasudah.” Dia semakin mendongkakkan wajah Lista dengan jarinya
dan menarik pelan agar semakin dekat, dekat, bahkan Ando bisa merasakan hela
napas gadis itu gugup dan memilih menutup matanya.
Ando
terkekeh melihatnya. Wajah Lista yang semakin memucat membuatnya tak tega untuk
mencium walaupun dalam hati dia sangat, sangat ingin melakukannya. Tapi dia
menahan nafsunya. “Lo cemburu gue dekat dengan Karen?” Tanyanya blak – blakan
dengan posisi tak berubah. Bahkan tangan Ando mulai merangkul pinggangnya.
Membuat Lista seolah tersengat.
Lista
menatap ke arah lain. Dia memilih tak menjawab karna dia sendiripun tak tau apa
jawabannya. Membuat Ando terkekeh lalu merubah posisinya dengan melepas
rangkulan di pinggangnya dan berdiri tegak lalu duduk di samping Lista. “Apapun
jawaban lo, gue sama Karen Cuma teman. Gak ada maksud lebih. Dia cantik dan
dekatin gue, yaudah gue ladenin.” Jawabannya membuat Lista spontan berdiri.
Membuat Ando buru – buru meralat. “Tapi, dia Cuma teman, Lista. Lo tetap pacar
gue dan gue pacar lo. oke?”
“Pacar
kontrak.”
“Tapi...” Dia berjalan sejajar dengan Lista dan merangkul pundaknya walau cewek itu menolak mati – matian, “ Gue merasa kita gak kontrak kok. gue menikmati setiap hari bersama lo, jemput lo dan antar lo pulang sekolah, liat lo sama Lily tertawa bareng dan saling mengerjai. Itu bikin gue ...” Dia terdiam karna Lista berhenti melangkah dan menatap dirinya sekarang.
“Gombalan lo gak berlaku untuk gue, Ndo.”
Dia tertawa mendengarnya, “Lo pikir gue menggombal sekarang? Gue serius, tau!” Dia mengacak – acak rambut Lista yang menatapnya bingung.
“Tapi...” Dia berjalan sejajar dengan Lista dan merangkul pundaknya walau cewek itu menolak mati – matian, “ Gue merasa kita gak kontrak kok. gue menikmati setiap hari bersama lo, jemput lo dan antar lo pulang sekolah, liat lo sama Lily tertawa bareng dan saling mengerjai. Itu bikin gue ...” Dia terdiam karna Lista berhenti melangkah dan menatap dirinya sekarang.
“Gombalan lo gak berlaku untuk gue, Ndo.”
Dia tertawa mendengarnya, “Lo pikir gue menggombal sekarang? Gue serius, tau!” Dia mengacak – acak rambut Lista yang menatapnya bingung.
Serius?
Lo jangan bikin gue geer dong!
“Jangan berantakin rambut gue!” Dia memukul tangan Ando yang masih di atas kepalanya ntuk membuat rambutnya semakin berantakan. Wajahnya merengut membuat cowok itu semakin tertawa dan menunduk lalu mendekatkan wajahnya hingga mereka saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Saking dekatnya Ando bisa melihat iris mata Lista yang hijau toska. Sangat cantik.
“Jangan berantakin rambut gue!” Dia memukul tangan Ando yang masih di atas kepalanya ntuk membuat rambutnya semakin berantakan. Wajahnya merengut membuat cowok itu semakin tertawa dan menunduk lalu mendekatkan wajahnya hingga mereka saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Saking dekatnya Ando bisa melihat iris mata Lista yang hijau toska. Sangat cantik.
Lista
deg – degan ketika bola mata dengan iris hitam kelam itu sangat dekat
dengannya. Dia tak pernah memperhatikan Ando sedekat dan seintens ini. Tatapan
mata yang tajam ditambah dengan warna mata yang hitam kelam, membuatnya seperti
disihir untuk menjadi patung. Diam tak bergerak.
Tangan Ando terulur dan menarik hidungnya keras hingga dia berteriak kesakitan. Sebelum kakinya sempat menginjak kak Ando, cowok itu sudah berlari meninggalkannya dengan tertawa.
Tangan Ando terulur dan menarik hidungnya keras hingga dia berteriak kesakitan. Sebelum kakinya sempat menginjak kak Ando, cowok itu sudah berlari meninggalkannya dengan tertawa.
“Andooo!!
Awas lo!” Lista mengejarnya sambil mengusap ujung hidungnya yang memerah karna
tarikan Ando yang tak tanggung – tanggung.
Cowok
itu berhenti berlari ketika menoleh ke belakang, Lista berhenti mengejarnya dan menunduk sambil
memegang dadanya. Seolah kesakitan. Membuat Ando langsung menghampirinya,
“Kenapa Lis?” Tanyanya cemas ketika gadis itu menunjukkan ekspresi kesakitan
dan seolah – olah susah menjawab pertanyaannya.
Lista
langsung menarik hidung Ando dengan sangat kuat hingga cowok itu kesakitan. Dia
segera berlari dan berteriak, “Gotcha! Kita seri!” Teriaknya puas
karna actingnya sukses membuat cowok itu tertipu dan segera berlari ketika
dia dikejar dari belakang.
Ando
berhasil menangkap pinggangnya dan mengangkatnya lalu memutar tubuh Lista dari
belakang. Cewek itu langsung berteriak minta diturunkan karna malu dilihat oleh
pengunjung taman sekitar. Dan Ando menurut lalu menurunkannya.
“Satu
hal yang lo harus tau, Karen Cuma teman gue dan jangan lo selalu bilang kita
“pacar kontrak” karna gue gak suka mendengarnya. Gue menikmati semua ini
bersama lo, Lista. Jangan lo rusak.” Dia berbisik dan memeluk Lista dari
belakang.
Entah
terpengaruh suasana atau karna ucapan Ando yang terdengar tulus, dia
mempercayainya. Sangat mempercayainya hingga dia berharap, itu bukan ucapan
pemanis belaka.
♥
♥
Lista
mengacungkan jempolnya ketika melihat hasil – hasil jepretan Ando. setiap
jepretannya seolah memberi suatu perasaan yang tenang, membuat siapapun yang
melihat akan merasakan maksud dari fotografer dan ingin merasakannya juga. Seperti
foto Ando yang berobjek kursi taman bewarna hijau dengan dinaungi pohon yang
besar dan rindang. Beberapa daun kuning berserakan di tanah seolah memberi
kesan bahwa jepretan ini diambil di Luar negeri saat musim gugur. Bukan di
Indonesia.
“Kok
ada gue disini?” Dia menunjuk fotonya yang sedang makan gulali dan fotonya yang
lain sedang melempar remah – remah roti di tanah dan burung – burung
mengelilinginya. Membuatnya tanpa sadar tersenyum.
“Gue
suka sama ekspresi lo disini. Natural tanpa ada tipuan. Kayaknya foto ini yang
gue jadikan buat tugas.” Dia menunjuk hasil foto Lista yang tertawa karna
diserbu burung – burung kecil.
“Jangan!”
Lista langsung menolak dan Ando tertawa melihat ekspresinya, “Enggak kok. gue
bercanda. Emang gue mau foto lo diliatin oleh orang lain selain gue? Cuma gue
yang boleh melihat ini dan mengaguminya. Oke?”
“Posesif
amat sih.”
“Soal
lo gue entah kenapa harus posesif mulu sama lo. takut lo ilang.” Dia tertawa melihat
Lista merengut.
“Minggu
depan kita study tour kan?” Tanyanya dan Lista mengangguk. “Gue jemput
yah ntar. Kita ke bandara bareng.”
“Terus
mobil lo titipin disitu?” Dan Ando mengangguk.
“Lily
gimana? Gak mungkin kan dia lo tinggal berdua dengan Bik Ijah?” Dia sangat
menyukai Lily. Apalagi gadis itu sudah beberapa kali menginap dirumahnya dan
tidur dengannya, juga kak Erika. Membuat Ando keceplosan betapa beruntungnya
Lily bisa satu kamar, satu tempat tidur dengannya. Wajahnya langsung merona
seketika ketika mendengar itu.
“Kenapa
lo?” Dia bingung ketika melihat semburat merah di pipi Lista. Padahal dia tak
ada menggodanya. “Mikirin gue yah? Awas loh mikirin yang mesum – mesum.”
Godanya membuat Lista semakin merona malu dan memukul pundaknya.
“Apaan
sih lo! mesum banget omongannya.” Sungutnya dan dia tertawa.
“Itu dia. Sedangkan Bik Ijah pernah bilang
kangen sama cucunya. Gue pengen iyain, tapi Lily gimana? Entahlah, dekat lo
bikin gue pengen mesum mulu.”
“Nginap
aja di rumah gue selama kita study
tour. Gak papa kok. kak Rika suka sama dia. Katanya ada cewek waras yang
bisa dia dandan sesuka hati. Kak Bian juga suka, apalagi ortu gue.” Dan Lista
langsung menginjak kakinya sebagai jawaban atas ucapannya yang terakhir itu.
Membuat cowok itu berteriak kesakitan.
Ando
mangut – mangut. Dalam hati dia ingin menolak karna merasa terlalu merepotkan. Seolah
tau, dia menepuk pundaknya pelan. “Jangan pernah mikir Lily repotin keluarga
gue. Dia lucu, manis, polos, bikin kami geleng – geleng karna kritis banget
pertanyaannya. Lo gak pernah liat dia berdebat dengan kak Bian. wajahnya
langsung berubah keras kepala dan tak mau dibantah. Sampai – sampai dia disogok
kakak gue coklat tetap aja gak mau. Hahahaaahahaa...” Lista tertawa ketika
melihat Lily bermain catur dengan kakaknya,Bian dan Lily menuduhnya bermain
curang karna merasa ada yang tak beres dengan letak bidak caturnya ketika dia
pergi ke toilet sebentar. Kakaknya mengelak dan mengatakan dengan lembut kalau
Lily salah lihat, tapi cewek kecil itu keras kepala dan yakin kak Bian mengubah
letaknya. Sampai – sampai kakaknya menyogok coklat dan senyuman yang biasanya
bikin cewek – cewek, apalagi gadis cilik, meleleh. Namun dia tak bergeming. Tak
terpesona. Sukses membuat kak Bian mengakui perbuatannya dan membenarkan letak
bidak caturnya dan berkata padanya kalau saja Lily seumuran dengannya, mungkin
sudah dia jadikan pacar, kalau perlu dia nikahi karna dia menyukai sifat keras
kepalanya. Membuat Erika, kakak perempuannya langsung menggetok kepalanya
seketika agar kembali ke pikiran yang waras.
Ando
tertawa ketika mengingat kejadian itu. Dia tau Lily akan berubah sekeras batu
kalau dia merasa benar. Sifatnya persis seperti mamanya, Seilla dan cukup
membuat kakaknya dulu kelimpungan menghadapinya. “Iya... gue ingat kok. kita
pulang yuk,” Ajaknya dan Lista mengangguk lalu berjalan meninggalkan taman
dengan bergandengan tangan tanpa mereka sadari.
♥
♥
“Nelpon siapa sih lo?” Tanya Sinta, temannya
waktu dia di SMA Jakarta, bingung melihat Karen tak berhenti menelpon seseorang
dan berdecak kesal. Beberapa cowok yang menatapnya menggoda tak digubrisnya.
Siapa yang tak tergoda melihatnya mengenakan baju you can see bewarna
hitam, celana jins hot pants, rambutnya yang ikal terurai memberi kesan
seksi, bibirnya yang penuh, dan wajahnya yang menggoda cukup membuat dia jadi
pusat perhatian di mall sekarang. Namun dia tak menyadarinya karna fokus
berusaha telponnya direspon.
“Gue
nelpon teman gak di angkat dari tadi! Bikin rempong!” dia mengambil rokok dan
menyalakan sumbunya lalu membakar ujung rokok itu dan menghirupnya perlahan. Sinta
yang sudah tau tingkah laku Karen, tak memperdulikannya.
Tatapan
mereka tiba – tiba tertuju ketika melihat sepasang kekasih masuk dalam cafe
dan duduk bersama. Mereka terpesona dengan cowok yang duduk tak jauh dari Karen
dan cewek itu membelakanginya sehingga dia tak melihat. Tapi wajah cowoknya itu
sukses membuat Karen jadi membandingkannya dengan Ando.
“Hot!
Ganteng mampus!” Ucapnya dengan suara terpesona ketika cowok itu melepas
kacamata coklat yang menutupi matanya dan dia bisa melihat jelas betapa
sempurnanya Tuhan menciptakan sesosok manusia yang satu ini. Seolah tanpa sela.
Kemeja biru dengan dua kancing atas terbuka, rambut acak – acakan dan wajahnya
yang membuatnya tak bisa berpaling, semakin membuatnya terlihat penasaran.
“Dekatin
gih,” Ucapnya dan Karen menggeleng. Dia tak berani ambil resiko menggoda cowok
sembarangan di cafe, apalagi ketika di depan pacar cowok itu sendiri.
Sekilas,
cewek itu menoleh ke belakang seolah mencari sesuatu dan tak sengaja mereka
bertatapan. Cewek itu tersenyum lalu berbalik lagi. Membuatnya terpaku melihat
betapa cantik cewek itu dengan rambut coklatnya dan warna bajunya yang peach
semakin membuatnya terlihat sangat cantik. Lalu tatapannya berpindah ke arah
cowok itu yang juga menatapnya dan tersenyum. Entah kenapa merasa familiar.
“Kenapa
gue merasa pernah ketemu mereka yah?”
♥
♥
Ando mengangkat telponnya ketika sedang di jalan
mengantar Lista pulang. Cewek itu awalnya cuek saja ketika mendengar ponsel
Ando berbunyi, tapi dia mendadak fokus ketika tau siapa yang menelponnya.
Karen.
“Kenapa,
Ren? Ke mall? Lo liat? serius? Lo di mall mana sekarang? Gue susul deh. oke
deh. thanks Karen.” Dia menutup telponnya dan bersiul – siul senang.
“Tadi
Karen menelpon dia bilang menemukan buku tentang fotografi yang gue cari dari
dulu. Dia sudah membelikannya dan ingin gue menyusul karna ada liat kamera
bagus yang udah gue mau sejak dulu dan kebetulan dia juga kursus fotografi, jadi
gue sekalian belajar sama dia. Hasil jepretan gue itu hasil belajar gue sama
Karen.”
“Dan
lo belajarnya dimana, Ndo?”
“Kemana
aja. Kadang gue jemput dia dirumah. Gue baru tau kalau rumah lo satu kompleks dengannya
dan dipisahkan beberapa rumah aja. Ckckckk...” penjelasan Ando yang datar
membuat Lista melotot ke arahnya tanpa sadar.
“Gue satu kompleks dengan Karen?!
Waw!”
“Bukannya
lo pernah bilang sama gue gak pernah jemput cewek lain selain gue?” Tanpa sadar
dia menyuarakan pemikirannya dengan cepat dan nadanya terdengar ketus. Membuat Ando
menoleh ke arahnya.
“Bukan
jemput dalam artian dia duduk di mobil gue. Dia gue jemput, terus dia keluar
dari rumahnya dengan mobilnya sendiri. Gue ngikutin dia dari belakang. Kenapa? Lo cemburu yah dengarnya?” Dia
mengerling dan Lista seketika sadar langsung menatap ke arah lain. Merutuki
kebodohannya.
“Bodoh!
Bodoh!”
“Ngapain
gue cemburu? Gue lupa kalau lo itu playboy. Jadi wajar aja kalau seorang
Karen gak bisa buat lo berpaling dan terima ajakannya.”
“Gue
ngomong apaan sih? Kok jadi kesannya gue cemburuan banget? dia bukan SIAPA –
SIAPA lo!”
Ando
terdiam. Dia fokus menyetir mobilnya tanpa menjawab apapun. Sampai mereka tiba
di depan rumah Lista dan gadis itu langsung turun. Namun Ando menahannya.
“Lo
mau apa Lista? Gue gak temuin Karen?”
“Lo
mau ketemu atau gak, itu bukan urusan gue. Kan, yang ketemuan itu lo, punya
urusan lo, yaudah sana temuin si Karen. Ngapain nanya pendapat gue. Lagipula,
kalaupun gue jawab, emang lo mau ikutin?”
“Iya.
Gue akan ikutin apa yang lo jawab.”
Lista
terdiam mendengarnya. Dia tak menyangka Ando, seorang cowok yang hobi mengatur
hidup orang dan tak mau diatur itu mau menuruti pendapatnya, “Jawaban gue?
Temuin si Karen. Oke? Gue gak papa. Bye.” Putusnya dan langsung keluar
mobil Ando tanpa menoleh ke belakang.
Ando
melihat Lista masuk rumah. Terdiam dan menatap ponselnya yang berdering dan
tertulis nama Karen disitu. Dengan mantap dia mengangkatnya, “sorry,
Karen, gue mendadak gak bisa nih. Keponakan gue masuk RS jadi harus dijenguk?
Apa? Mau ikutan jenguk? Gak usah, gue bareng Lista kesana, soalnya dia akrab
sama pacar gue. Maaf banget yah.” Ando memberikan alasan dan langsung menutup
ponsel ketika cewek itu memutuskan telponnya. Dan dia menatap jendela lantai
dua yang dia tau itu adalah kamar Lista.
“Lo
memang cewek yang gak bisa bohong yah, Lista.” Dia tersenyum dan menjalankan
mobilnya meninggalkan rumah Lista.
♥
♥
“Kak
Bian! ini kerjaan lo kan bawa Tom?! Bawa dia keluar!” Lista berteriak pada
kakaknya yang baru saja datang bersama Erika. kedua kakaknya saling
berpandangan. Tak pernah melihat Lista begitu emosi.
“Calm
down, dek.” Erika naik ke atas dan menenangkan Lista yang menunjuk Tom,
kucingnya yang menatap adeknya dengan tatapan mencela dan mengeong seolah
mengomel. Membuat Lista melotot. “Apa lo liat – liat gue?!” Dia membalas
ngeongan kucing itu dengan omelan dan tatapan yang garang.
“Lo
PMS dek?” Bian menyentuh pundak Lista. Namun adiknya itu menghentakkan dengan
kasar. “Iya! Pengen makan seseorang!” Dia menjelaskan kepanjangannya dengan
versi sendiri. Membuat Bian menatap Lista dengan kening berkerut.
“Lo
pengen makan siapa sih? Cerita dong. siapa tau gue boleh ikutan nyicip.” Jawab
asal Bian membuat Erika menatapnya garang. Seolah berkata “Jangan asal
ngomong kalau tak ingin disikat Lista!”
“Argh!
Gue jengkel!” Lista berteriak dan mengacak rambutnya lalu langsung masuk kamar
dengan membanting pintu. Meninggalkan kedua kakaknya yang kebingungan.
“Dia
kenapa sih?” Tanya Bian dan Erika hanya mengangkat bahu.
Lista
duduk di sisi kanan tempat tidur, semua tingkah Ando dan Karen terbayang jelas
di otaknya, bukan sekali – dua kali dia melihat mereka begitu, bahkan dia
pernah memergoki Ando menunggu Karen saat pulang sekolah dna mereka berjalan
bersama. Awalnya dia cuek saja, berusaha tak peduli, tapi lama – lama dia tak
tahan. Pamela yang menatapnya penuh cela, Karen yang selalu mendekati Ando
setiap mereka berduaan hingga akhirnya cowok itu melupakannya. Sungguh membuat
hatinya kesal. Dan puncaknya, Karen menelponnya dan mengajak cowok itu ke mall
bareng. Dia sangat yakin sekarang Ando pergi kesana, berduaan dengan gadis itu.
Seperti orang pacaran. Entah kenapa, dia sangat, sangat tak rela.
Gue
kenapa sih?
♥
♥
“Lo kenapa?” Sinta bingung ketika Karen
berdecak sebal ketika memutuskan telpon. Lima menit yang lalu wajahnya terlihat
ceria ketika telponnya di respon, kemudian terlihat kecewa, dan akhirnya saat
menutup telpon setelah bermanis – manis ria, wajahnya penuh emosi.
“Ando
batalin janji gue gara – gara jenguk keponakannya! Gue pengen ikut malah dia
ngajak pacarnya!”
“Ando
yang lo ceritain itu?” Tanya Sinta antusias dan cewek itu mengangguk sambil
menghisap rokoknya yang ke empat. Temannya yang satu ini memang kecanduan
rokok. Tapi tak pernah wajahnya menunjukkan bahwa dia pecandu.
Sinta
mangut – mangut. Dia terpesona dengan Ando ketika cewek itu menceritakan penuh
antusias dan iri karna Karen sebangku dengannya. Tapi dia Cuma sebatas
terpesona. Tidak seperti Karen, obsesi ingin merebut.
“Gue
ikut dia study tour ke bali. Dan gue gak akan lepas dari dia sejengkal
pun! Gak akan gue biarkan dia dengan si Lista. Hmmm....” Dia menghembuskan asap
rokok ke udara dan tersenyum sinis. Informasi Lista sudah di dapatnya. Dia tau
alamat rumah gadis itu ternyata satu kompleks dengannya. Dan takkan susah
mencarinya kalau begitu. Mengingat semua rencana itu. Wajahnya sumringah
kembali.
“Bali,
I’m coming, with him. Yeay!”
Teaser
part 12 – be yours?! DAMN! – Disaster holiday.
Karen
berusaha mengambil gelas yang letaknya sangat susah dia ambil. Dia berada di
rumah Lista dengan alasan ingin bareng pergi ke bandara karna tak mau berangkat
sendiri dan gadis itu menyambut kedatangannya dengan ramah. Saking ramahnya dia
sampai disuruh mengambil air minum sendiri. Seperti di rumahnya sendiri.
Tiba
– tiba sesosok tubuh tinggi darinya, beraoroma maskulin, berada di belakangnya
dan membantunya mengambil gelas dengan mudah. Dia berbalik untuk melihat siapa
yang membantunya dan terperangah bahwa cowok itu adalah yang dia lihat di cafe
itu. Sangat tampan dilihat dari dekat. Warna mata hijau toska seperti Lista
ternyata juga dimiliki cowok itu. Senyum tipisnya manis, penuh jahil, namun
entah kenapa dia mendadak waspada.
“Makasih.”
Ucapnya ketika cowok itu masih menatapnya dengan tatapan penuh tanya,
“Lo
Karen yah? Gue Bian, kakak Lista.” Dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan
tangan dan tersenyum. Karen menatapnya penuh terpesona, “Gue godain ah...”
“Iya,
Gue Karenina. Teman Lista.”Dia membalas uluran tangan Bian dan tersenyum penuh
goda. Membuat Bian tergelitik untuk menyambut senyumnya.
“Nama
yang cantik dan menggoda. Seperti orangnya. Gue suka.” Jawabnya dan Karen
tersenyum puas. “Dan lo adalah kakak cowok teman gue yang paling ganteng pernah
gue lihat.” Balasnya dan Bian hanya tertawa.
Karen
mendongkak ke atas karna Bian tinggi untuknya, dan jarak mereka sangat dekat,
sangat mepet dengan Bian menopang kedua tangannya di lemari tempat meletakkan
gelas – gelas.
“Ehm...”
Suara deheman lembut menyadarkan mereka berdua. Bian tersenyum ke arah suara
itu. Erika bersandar di dinding. Menatap mereka yang posenya seperti hendak
berciuman itu dengan tatapan tegas.
“Ini
kembaran dan kaka gue, Erika.”
Kakaknya
hanya tersenyum, “Mereka sudah ada di depan tuh. Lista sudah ribut nyari lo. salam
kenal yah.”
Karen
membalas senyumnya, “Salam kenal kak.” Dan bergegas menyusul mereka yang
menunggunya. Dan Erika menatap Bian dengan tatapan sinis. “Lo!” dia menunjuk
wajah Bian yang tertawa melihatnya.
Karen
langsung berlari keluar dengan menyeret kopernya dan tanpa tau malu, dia duduk
di depan ketika Lista hendak duduk disitu, “Sorry, lista. Gue gak biasa duduk
di belakang. Biasanya gue langsung muntah – muntah begitu, gak tau kenapa. Gak
papa kan gue duduk di depan, di samping pacar lo?” Tanyanya dengan ekspresi
menyesal ketika Lista menatapnya tanpa ekspresi.
“Silahkan.
Toh lo udah duduk sebangku juga dengan dia selama 3 minggu. Santai aja.” Lista
tersenyum dan duduk di belakang dengan kedua temannya, Shabrina dan Cindy yang
menatapnya dengan eksrpresi terkejut. Tak menyangka Karen segitu frontalnya.
“Dasar
mak lampir!” desis Shabrina gemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar