Laman

Minggu, 03 Maret 2013

Be Yours?! DAMN! PART 8





“Lis... Kok gak malam mingguan?” Bian bingung melihat Lista asyik bermain piano dan memainkan lagu kesukaannya. Biasanya malam minggu seperti ini, Ando sudah siap sedia di ruang tamu menunggunya untuk jalan bareng. Tapi... selama 5 bulan ini, jangankan malam mingguan, pergi ke sekolah aja tak pernah bareng lagi.
            Lista mengabaikan pertanyaan kakaknya dan asyik memainkan tuts – tuts piano. Kejadian nahas 5 bulan lalu membuatnya terlalu takut berhadapan dengan Ando. jangankan berhadapan, bertatapan aja sudah membuatnya ingin lari. Padahal cowok itu bukannya tak mau minta maaf, tapi sudah beribu cara dari normal sampai abnormal dilakukan agar dimaafkan. Tapi entah kenapa, setiap berhadapan dengannya, membuatnya ketakutan.
            “Ando bukan dia, Lis. Dia bukan Dylan.” Dia berusaha meyakinkan hatinya berkali – kali.
            Melihat adiknya melamun, dia mencolek punggungnya pelan. “Geser dong. liat lo melamun, gue jadi pengen main nih.” Usirnya halus sambil nyengir ketika Lista tersadar dan merengut namun menurut juga untuk menjauh.
            “Liat piano jadi pengen nyanyi. Jangan terpesona yah sama suara indah gue.” Gumam Bian sambil meregangkan sepuluh jarinya dan menekan lembut tuts piano lalu bernyanyi. Dan Lista bertopang dagu mendengarkan.

“Takkan pernah habis, air mataku
bila ku ingat tentang dirimu...
Mungkin hanya kau yang tau, mengapa sampai saat ini
ku masih sendiri
Adakah disana kau rindu padaku
meski kita ada di dunia berbeda.
bila masih mungkin, waktu ku putar kan ku tunggu dirimu.”

            “Stoppp...” Bian berhenti bernyanyi dan menoleh ke asal suara yang menyuruhnya berhenti. Erika mengangkat tangan dengan tubuh basah kuyup di depan pintu rumah karna kehujanan.
            “Gue kehujanan, kedinginan karna baru datang dari kampus, masa disambut dengan nyanyian galau lo sih, Bian? Gue ikutan galau tauk!” Erika menyemprotnya dan Bian hanya tertawa. namun dia dan Lista tau persis, matanya tak menunjukkan demikian.
            “Masih merasa kehilangan? Udah lewat tiga tahun loh. Move on,” Lista memberi semangat kepada kakaknya yang mendadak galau. Entah kenapa, akhir – akhir ini bukan mood dia saja yang berubah – rubah seperti Bunglon, tapi kakaknya juga.
            “Lo nyuruh gue move on, tapi lo sendiri gak bisa kan?” Bian menjawab sambil memainkan tuts – tuts piano. Dia bukannya tak berusaha, namun usahanya habis untuk bisa melupakan Jasmine, melatinya yang mungkin sekarang kehujanan di sana. Mengingat hal itu lagi, membuatnya sedih.
            “Maksudnya?”
            “Buktinya beberapa bulan ini gue liat lo lebih sering termenung di kamar setelah Ando jemput lo pertama kali untuk ke sekolah. Kenapa? Putusan?”
            “Gue gak putusan kok. Cuma ada masalah aja kak.” Kilahnya. “Dan saking beratnya gue gak mau cerita sama lo, kak. Beresiko bikin anak orang babak belur.” Tambahnya dalam hati.
            “Wajah lo nunjukin lo putusan sama dia.” Bian menatap Lista yang berdiri di depannya dan tersenyum jahil. Ekspresi kesedihan itu hilang dari wajahnya. Namun siapapun tau, itu hanya sementara. Topeng.
            “Kenapa lo jadi pengen nyudutin gue? Gue gak putusan, Kak Bian sayang. Gue cuma ada masalah dan gak mau cerita sama lo. ntar lo rempong lagi. Gue kan tau lo kalo rempong mengalahkan nenek – nenek kehilangan gigi palsu!” Semprotnya dan Bian memasang wajah seolah – olah shock. Membuat mata hijaunya membesar lucu.
            “Emang gue segitunya, kak?” Dia menoleh ke arah Erika yang melepas sweaternya yang basah kuyup  hingga baju kaos yang menempel pas membentuk tubuhnya terlihat dan menatap Bian yang mendadak menutup wajahnya malu.
            Please, Kak. Gue bukan anak kecil lagi. Jadi tolong banget, jangan buka baju di depan gue sama Lista. Jangan lo pamerin kulit indah lo ke gue. Takutnya nanti gue akan pingsan melihat kecantikan lo yang semakin membuat gue tertawan untuk berdiri di samping lo. apalagi tatapan lo... widiihhh...” Gombalnya ketika Erika mengurai rambut panjangnya dan menyisir dengan jari lalu menatap garang.
            “Otak lo ngeres banget sih! Kalau gue pakai terus, bisa masuk angin tauk!” Erika jengkel dan menggetok kepala Bian keras. Membuat adiknya tertawa.
            “Lo pakai parfum apa kak? Enak banget. Tapi.. kok mirip punya gue yah?” Bian mengendus harum parfum kakaknya dan tertegun. Samar – samar dia teringat harumnya Jasmine. Lalu dia menatap kakaknya. “Dia gak ada disini, Bian. dia sudah tenang dan gak kesakitan lagi. Jadi, buat dia tersenyum disana dengan menunjukkan lo kuat. Bukan rapuh gini. Lagipula, mungkin waktu ntuk menjadi kekasih lo telah habis. Karna dia sekarang menjadi kekasih Tuhan yang abadi di sana.” Batinnya dalam hati. Memberi motivasi.
            Erika tersenyum malu. persis kucing digoda majikannya. “Gue tadi masuk ke kamar lo, tapi lo gak ada terus gue liat botol parfum di meja. Gue cium eh... ternyata suka. Yaudah gue minta sedikit deh. Gak papa kan?”
            Bian menggeleng. Justru senang. “Gak kak. Santai aja kali.”
            “Tapi... sejak kapan lo suka bau – bau tumbuhan begini? Melati lagi. Perasaan kemarin bau parfum lo kayak maskulin gitu. Ganti yah?” Tanya Erika yang ingat minggu lalu ke mall bareng dengan Bian untuk beli parfum dan dia masih ingat pilihan Bian yang baunya maskulin dan dia sangat menyukainya.
           
            “Iya... gue suka. Bau melati. Kayak dia. Sebenarnya gue beli dua. Satu, yang lo beliin itu dan satunya lagi yang ini. Pas coba – coba kemarin, gue seperti mencium kehadiran dia karna gue hapal baunya. Yaudah, gue beli aja.” Jawabnya dalam senyum. Dia menatap Lista dan Erika bergantian. Dan mereka mengerti.
            “Sampai kapan lo begini, Bian? Kita gak selamanya hidup di masa lalu. Dia masa lalu lo yang terindah. Sudah sepantasnya lo simpan sebagai kenangan, bukan sebagai pengingat hingga lo lupa untuk melanjutkan hidup. Dia juga gak akan mau liat lo kayak gini.” Erika memberi nasihat dan Bian hanya diam mendengarkan sambil memainkan tuts piano. Kalau dulu Lista yang dinasihati panjang lebar, sekarang Bian juga kena.
            Dia menatap kakaknya dan menatap ke luar yang masih hujan dengan derasnya. Senyum mulai tersungging di wajahnya. Mungkin kata kakaknya benar, dia harus menikmati hidupnya dan menyimpan Jasmine di sudut hatinya paling dalam seperti pintanya. tapi, itu akan dia lakukan kalau sudah menemukan pasangannya. “Ka... masih hujan kan?” Dan Erika mengangguk bingung. “Saatnya mandi hujaaaannn...” Dia menarik Lista dan Erika keluar rumah untuk mandi hujan bersama. Menikmati tetesan air membasahi wajahnya. Kalau beruntung, dia akan mengirim pesan rindu kepada seseorang lewat hujan agar seseorang itu tau, bahwa dia takkan pernah bisa dilupakan.

            “Hujan, bolehkah ku titip pesan rindu padanya? Melatiku yang sedang tersenyum di atas sana dan melihatku yang sedang tersiksa karna merindukan kehadirannya? Jika bisa, sampaikan padanya dengan nyanyian rindu lewat rintik hujan yang membasahiku sekarang bahwa aku selalu mencintainya.”

            Melihat Bian tertawa menikmati tetesan air hujan, Lista tersenyum dan untuk sementara dia melupakan masalahnya dengan Ando yang tak jelas mau dibawa kemana.

♥ ♥

          “Gimana dengan Lista, pacar kesayangan lo? masih berantem?” Tanya Jayden, sahabatnya yang beda kelas sekarang duduk di depannya. Orang pertama yang mengetahui kehancuran keluarganya sebelum Lista dan Lily sangat menyenangi kehadirannya. Bagi gadis cilik itu, Jayden seperti pangeran ganteng impian di cerita dongeng yang selalu dibacakan Ando tiap malam sebelum tidur dan dia adalah putrinya.

            Ando mengacak rambutnya frustasi. Semua cara sudah dilakukan. Mulai dari mendekati, membawakan cemilan kesukaannya walau harus menyogok Cindy yang ogah – ogahan memberitahunya, sampai dia ikut – ikutan bersepeda ke sekolah dan mobil Jeepnya nganggur di garasi hanya untuk maaf dari cewek itu. Kalau ditanya kenapa, dia juga tak tau. Yang jelas, dia hanya ingin cewek itu mengatakan “Lo udah gue maafin kok.” Kalau sampai kejadian, dia sudah bernazar akan mentraktir sekelasan makan sepuasnya di kantin.
            “Baru kali ini lo gigih dekatin Lista. Apa istimewanya sih? Cantik? Okelah. Tapi bukan itu kan yang buat lo tergila – gila?” Dia menggeleng. “Yang cantik dari Lista banyak, Jay. Tapi... yang persis kayak dia gak ada. Lo gak pernah lihat dia secara lebih dalam sih.”
            “Gimana gue dekatin dia kalau setiap didekatin dia langsung Siaga 3 untuk menghindar?! Cuma lo aja yang bisa dekatin dia, bahkan pacaran! Walau kontrak sih.”
            “iya sih. Jay, ada ide gak gimana caranya gue baikan ma dia?”
            “Baru kali ini seorang Playboy macam lo kelimpungan mencari cara agar dimaafkan pacarnya. Kirim puisi deh. lo kan jago tuh nulis puisi sampai hati cewek – cewek meleleh.”
            “Udahhh...” Ando mengangguk lesu. Masih ingat kejadian konyol dimana setelah selesai upacara, dia yang sebagai salah satu petugas inti tiba – tiba mengambil mic dan membacakan puisi super romantis yang dibuatnya hanya untuk Lista seorang. Intinya dia meminta maaf. Namun reaksi di luar dugaan, Lista hanya terdiam menatapnya di barisan paduan suara dan melenglang pergi. Tanpa menyadari bahwa efek puisi Ando membuat cewek lain pada histeris saking romantisnya.
            Jayden mangut – mangut. Dia ingat betapa kelimpungan ketika menghadapi para gadis yang berubah ganas bertanya apakah sahabatnya sekarang pacaran sama Lista dan puisi itu untuknya. Ketika dia mengiyakan, aura patah hati dan galau tiba – tiba mencekik lehernya.
            “Nyanyi? Gue biasanya gitu tuh. Tiap selingkuhan gue ngambek, gue pasti nyanyi super romantis walau esoknya gue depak.” Usulnya lagi dan dia mengangguk lesu. Baru kemarin dia bernyanyi sambil memainkan gitar saat pelajaran musik di depan kelas dan jelas – jelas lirik itu untuk Lista. Namun gadis itu hanya menatapnya diam dan tak bergeming. Seperti patung.
            “Apa gue perlu joget goyang itik di lapangan sambil nyanyi supaya Lista maafin gue?” Ando mengusulkan ide gila dalam otaknya. Membuat Jayden melotot hingga mata abu – abu indahnya hendak keluar.
            “Dan lo pengen gue temanin joget gitu maksudnya?” Dan Ando mengangguk. Dia meninju pelan lengannya. “Sinting! Lo bakal hancurin image cowok keren di mata cewek dalam waktu satu hari hanya untuk maaf dari Lista! Udahlah, Boy. Cewek cantik dan bohay dari dia masih banyak, yang cerdas dari dia masih ada, lo tinggal cari dan gotcha, you’ll find it.”
            Ando membenarkan setiap ucapan Jayden, sahabat yang berjulukan  penghancur wanita no. 2 setelah dia. Dengan pesona wajah Itali - Perancisnya, suaranya yang sexy dan tatapan mata lembut sukses membuat semua cewek akan bertekuk lutut. Sama sepertinya. Tapi entah kenapa, hatinya berkata tak ada yang bisa menamakan posisi gadis itu walau yang lebih sempurna darinya banyak. Buktinya, dia sanggup bertahan 5 bulan dengan gadis itu dan tak ada niat menduakannya. Padahal status mereka bukan pacar sesungguhnya. Hanya kontrak.
            “Kalau kerumahnya sekarang gimana?” Usul Jayden membuyarkan penyesalannya.
            Ando menatapnya skeptis. Secara romantis saja ditolaknya mentah – mentah, apalagi datang terang – terangan. Idenya terlalu ngadat untuk menjawab apabila ditolak mentah – mentah.
            Seolah mengetahui pikiran Ando. dia tersenyum. “Begini, lo minta maaf dengan datang kerumah dan pasang wajah sangat menyesal. Cewek, kalau diigituin pasti luluh. Lagipula, gue yakin dia gak akan ngusir lo deh. palingan sembunyi di balik jendela. Takut lo cium sampai semaput lagi.” Jayden tertawa melihatnya hanya menggaruk – garuk kepala.
            “Kalo dia ngusir sebelum gue ngomong sepatah katapun gimana?”
            “Berarti... itu signal buat gue ntuk cariin lo pacar lebih sempurna dari Lista. Udahlah, friend, kalo lo benar – benar sayang sama dia, kejar aja sampai dia minta maaf. Kalau perlu lo bawa peralatan kemah ala pramuka terus tidur di depan rumahnya sampai dia maafin lo.”
           
            “Kata siapa gue sayang sama dia? Gue gak ada hati Jay sama dia. Gue Cuma merasa MENYESAL. Bukan SAYANG apalagi CINTA. Gak ada istilahnya di kamus gue.”

            “Kalo lo merasa gak ada rasa, kenapa lo berusaha ngotot minta maaf sama dia? Ini bukan lo, Ndo. Gue tau lo dari kelas 1 SD dan sampai sekarang. gue tau sepak terjang lo dalam berhubungan dengan puluhan bahkan ratusan saking banyak cewek di hidup lo, dan Cuma dengan Lista lo semaput karna ga dapat maaf dia. Sebelum – sebelumnya malah lo gak akan pernah peduli dengan pacar lo sendiri. Walau lo yang salah gak akan pernah minta maaf. Malah pacar lo yang mohon – mohon. Apa namanya kalo bukan suka sama dia? Ratu Es sekolah?” Panjang lebar dia menjelaskan dan Ando hanya diam.
            “Dan itu bukan perasaan menyesal, Ndo. Bukannya lo juga pernah bilang gak akan pernah ciuman sama pacar lo kalo gak ada perasaan sayang atau apapun. Kenapa lo sekarang ciuman sama dia? Ngancam dia? Gue tau lo lebih sadis kalo ngancem cewek, Ndo. Bukan dengan ciuman pastinya.” Tambahnya lagi.
           
            Tumben nih kunyuk playboy beres ngomongnya.

            Ando hanya mengangkat bahu. “Gak  tau gue.”     
            “Sekarang rencana lo gimana? Nemuin Lista malam ini atau Cuma cerita semua kelakuan bodoh lo yang hasilnya gak dapat maaf sama Lista sama gue sepanjang malam?”
            “Lo yakin dia akan maafin gue malam ini? Minimal gak ngusir gue dulu?” Dan Jayden mengangguk mantap. “Kalo sampai keyakinan lo salah, gue kasih tau si Jessica kalo lo punya tiga selingkuhan yang sekelas sama dia.” Ancamnya                 
            “Ancaman lo basi banget, Ndo. Udah ribuan kali lo ancam gue kayak gitu dan gak pernah kejadian. Bikin kebal.”
            “Lo pengen gue lakuin itu? Kali ini gak main – main lohh...”
           
            Jayden menatapnya penuh penilaian. Kemudian nyengir. “Silahkan. Gue gak peduli. Lagipula, gue percaya dengan pepatah ”Hilang satu cewek, masih banyak cewek lain yang bisa dipacari.”
            Dia nyengir. Dalam hati membenarkan ucapan sahabat sablengnya itu. Mungkin dia akan melakukannya lagi apabila maaf Lista tak didapatkannya. But, Who knows with that?

♥ ♥

            Dia sudah di depan rumah Lista sekarang. Hujan mulai reda dan waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Sebenarnya terlalu malam untuk bertemu, tapi untuk mendapatkan maaf, Waktu takkan menjadi masalah untuknya.
            “Semoga gue dimaafin. Amien.” Doanya dalam hati sambil melangkah untuk masuk dalam rumah.

            “Bi... ada Lista?” Tanyanya ketika melihat pembantu Lista membukakan pintu untuknya.
            “Ada kok. silahkan masuk, mas.” Mpok Surti buru – buru mempersilahkannya masuk dan Ando mengangguk.

            Samar – samar terdengar suara tertawa dan godaan dari ruang keluarga. Dia yang berada di ruang tamu mengetahui siapa yang tertawa itu. Suara yang entah kenapa dirindukannya selama 5 bulan ini. Membuatnya tak bisa tidur dan tersenyum ketika teringat tawa gadis itu walau bukan dirinya yang membuat lelucon.
           
            Dengan sekujur tubuh basah, apalagi rambutnya, dia berjalan ke ruang tamu ketika Mpok Surti memberitahunya di tengah keasyikan mandi hujan kalau Ando datang. kedua kakaknya hanya mengangkat bahu dan Bian memanfaatkan hal itu untuk mengambil selang air lalu memutar kerannya dan menyiram ke arah Erika yang menatap kepergian Lista lalu segera berlari ketika dia bernafsu mengejarnya dengan teriakan kemarahan.
           
            Ando menghentikan lamunannya ketika melihat sekujur tubuh gadis itu basah. Refleks, dia berdiri dari duduknya dan mendekat. Namun Lista langsung mundur. Tak ingin didekati. “Mau ngapain?”
            Ando berhenti mendekat melihat penolakan Lista. “Gue mau minta maaf soal kemarin itu. Sumpah, Lis. Gue gak ada maksud ntuk melakukan itu. Gue emosi. Please...”
            “Udah gue maafin kok. sekarang lo bisa pulang.” Jawabnya dingin sambil menatap ke arah lain. Tak ingin menatap Ando karna takut akan menggoyahkan pertahanannya.
            “Liat gue, Lis.” Tanpa suara, dia mendekat ke arah Lista dan gadis itu terlalu kaget hingga tak bisa mundur karna lengannya dipegang Ando pelan. Tak berniat untuk menyakitinya.
            “Lepasin, Ndo.” Pintanya sambil menunduk. Namun Ando menggeleng.
            “Maafin gue dulu. Baru dilepas. Gue tulus minta maaf, Lis. Gue khilaf waktu itu. Gue gak pernah merasa ditolak, dibantah, dan ditinggalkan begitu saja disaat emosi. Ketika lo melakukannya, gue hanya mikir cara apa yang harus dilakuin agar lo tau gue gak suka dengan tingkah lo.”
            “Tapi kenapa harus lo ikat dan cium gue paksa, Ndo? Gue gak suka dan merasa dikendalikan! Lo gak bisa melakukan itu.”
            “Gue tau. Dan gue gak nyangka reaksi lo segitunya. Gue lebih milih lo ngamuk dan menghajar gue daripada melihat lo ketakutan dan melihat gue seolah – olah buronan berbahaya yang lepas dari kejaran polisi dan mengincar nyawa lo.”
            Melihat Lista tak jua menatapnya, dia menghela napas. Bingung harus berkata apa. Padahal dia tulus meminta maaf. “Please, Forgive me, dear. I really, really sorry about that. Gue benar – benar gak ada maksud nyakitin lo. gue janji, itu adalah perlakuan bodoh terkhir yang gue lakuin ke lo, Lis dan gak akan pernah lakuin itu lagi. If you not trust me, Look at my eyes and see the truth for every words i saying for you. No lies in there.”
            Lista menuruti perintah Ando dan mendongkakkan wajah ntuk menatapnya. Mencari keseriusan di setiap ucapan penuh janji di dalam matanya. Dan mencari jawaban dalam hatinya sendiri.
            “Ando bukan dia. Dan tulus minta maaf sama lo. lagipula, dia benar – benar khilaf kan? dan siapa pun pasti akan melakukannya apabila berhadapan dengan lo yang keras kepala luar biasa itu.” Batinnya berbisik dan hatinya menyetujui penuh semangat.
            “Gue ragu sama lo. Lo cowok buaya.” Jawabnya dan Ando mengendurkan pegangan di lengannya. Wajahnya terlihat putus asa. “What’s i do now to make you believing me?”
            Lista mengangkat bahu. Dia ragu. Memaafkan sangat susah dilakukannya. Mengingat, masa lalunya selalu mengintai disaat bersama dengan Ando. walaupun hatinya berkata tegas bahwa Ando bukan Dylan. Masa lalu yang sangat menyakitkannya.“Waktu terus berjalan. Sampai kapan lo berkutat dengan masa lalu dan menganggap Ando sama bajingannya dengan Dylan? Satu – satunya cara adalah lo harus memberitahunya. Cepat atau lambat. Dia akan tau. Bangkai tak bisa disembunyikan selamanya dalam peti, Lis. Baunya pasti akan tercium dan dia akan mengikuti arah bau itu. Ketika ketemu, gak akan yang bisa lo lakukan selain mengeluarkannya.” Batinnya menjelaskan dan dia tanpa sadar menggeleng.
            “Gue akan menyimpan bangkai itu serapat yang gue bisa. Dan dia takkan pernah tau.” Putusnya dalam hati. Mematahkan telak pendapat batinnya sendiri.

            “Pulanglah, Ndo.” Lista melepas tangan Ando di lengannya dan menatapnya. Tak terlihat tatapan arogan yang memuakkan itu. Tapi tatapan putus asa dan harapan tulus untuk dimaafkan. Membuatnya merasa seperti orang jahat karna tak memaafkannya.
            “Gue gak akan pulang sebelum lo maafin gue, Lista.”
            “Ngertiin, please. Gue butuh waktu maafin semua perlakuan lo, Ndo. Lo gak tau gue. Dan gak akan pernah tau.” Lista mundur selangkah dan menatapnya. “Pulanglah. Gue menghargai, bukan berarti memaafkan. I need more times to forgive everything.
            “Gue tau semuanya. Dylan.” Ando berkata pelan. Seketika ekspresi Lista berubah gelap. Wajahnya jauh lebih ketakutan daripada yang diperkirakannya.
            “A... pp..a yang lo. ke..ta..hui ss...oal di..a? Si..ap..pa ya..ng mem...ber..itahu?” Lista bertanya dengan suara terbata – bata dan wajahnya pucat pias. Saking kagetnya, dia merasa hendak rubuh kalau saja tak berpegangan dengan dinding.
            Ando tak menyangka segitu hebatnya trauma yang diakibatkan ketika dia menyebut namanya. Ando bergegas memegangnya, namun Lista menepisnya.
            “Apa yang lo tau soal dia?” Lista mengulang pertanyaannya dengan napas sedikit tenang. Wajahnya masih ketakutan.
            “Ga banyak. Lo pernah suka hingga sakit luar biasa karna cowok itu gak tulus sayang sama lo dan sejak saat itu lo anggap gue dengan dia hanya karna kami sama – sama playboy. Kenapa? Gue beda, Lis. Lo gak bisa samain dia dengan orang yang gak pernah gue temuin....” Dia berhenti ketika Lista mengangkat tangannya.
            “Stop. Gue gak mau dengar. Please... pergi, Ndo.” Usirnya secara halus.
            “Lis...”
            “Pergi,”
            “Kalau gue gak mau?”
            “Ndo...” Lista menatap penuh putus asa. “Gue hanya ingin lo pergi sekarang. Gue capek. Gue ...”
            “Jadi itu alasannya lo gak maafin gue? Hanya karna dia nyakitin sampai bikin lo kayak gini terus lampiasin semuanya ke gue? Apa yang dia lakuin selain menyakiti lo hingga lo gak bisa disentuh, Lis? Apa? Jawab gue!” Ando emosi sekarang. Putus asa tak dimaafkan, merasa dianggap bayang – bayang Dylan, cowok masa lalu yang entah kenapa merugikannya secara tak sadar, dan dia terluka.
            “Lo gak tau...”
            “Lo selalu bilang gak tau, Lista! Apa susahnya jujur sama gue?! Gue capek apa yang gue lakuin selalu salah karna ketakutan lo! gue sudah jujur, Lis. Apa yang gue rasain selama 5 bulan ini bersama lo, walau kita berantem sekarang, gue ceritain, lo tau masa lalu gue, apa salahnya lo membagi sedikit sama gue?”
            “Kenapa lo jadi nyudutin gue?!” Lista merasa tak terima disudutkan. Seolah – olah semua ini salahnya.
            “Karna lo memang pantas untuk gue sudutkan sekarang! Lo mau gue gimana sekarang agar lo gak anggap gue sebagai Dylan tercinta lo yang sangat merugikan bagi gue yang gak tau apa – apa?!”
            “Lo merasa dirugikan oleh orang yang gak pernah lo temui? Bagaimana bisa?” Lista bertanya dengan nada mengejek.
            “Bisa! Masa lalu yang dia buat ke lo buat gue merasa dirugikan! Gue tulus minta maaf, lo nolak!”
            “Gue bukan nolak! Gue hanya ingin memikirkan...”
            “Memikirkan apa gue pantas dimaafkan gitu? Memikirkan apa cowok yang 11 : 12 mirip sama Dylan lo ini pantas untuk diberi kesempatan kedua?!”
            “Ando! Bukan begitu maksud gue!”
            Kenapa jadi gue yang marah dan dia yang terluka?
            Ando menggeleng. “Gue pulang. Gak ada gunanya gue hujan – hujan minta maaf tapi lo anggap angin lalu.” Putusnya dan langsung keluar rumah Lista dan berlari menuju mobilnya dengan perasaan kesal. Sedangkan hujan semakin deras dan dalam sekejap, tubuhnya basah kuyup. Lista hanya menatapnya tanpa ada niat untuk memanggilnya kembali.

♥ ♥


            Di dalam mobil, Ando memukul stir mobilnya dan menundukkan wajah hingga mengenai stir. Pusing dirinya sekarang. “Kenapa jadi kacau begini? Kenapa gue marah? Seharusnya gue lebih sabar dan gak mengungkit nama itu di depan dia. Tapi... kenapa dia ketakutan begitu?” Tanyanya pada diri sendiri.
            “Dylan...” Gumamnya. Cowok itu membuatnya penasaran setengah mati. Kalau cowok itu yang membuat Lista ketakutan setengah mati setiap melihatnya, membuat kedua kakaknya memprotect Lista segitu kuatnya. Berarti kesalahannya sangat besar hingga semua ini ditimpa padanya.
            “Jangan salahin siapa – siapa kalau gue akan cari tau sendiri, Lista.” Gumamnya dalam gelap dan memutuskan meninggalkan rumah Lista dengan sejuta rencana di otaknya.

♥ ♥

          “Jika kau mengetahuinya, akankah kau menerimanya? Sedangkan aku sampai saat ini tak bisa menerima kenyataan itu.”

            Lista menatap kepergian Ando yang gusar itu dari balik jendela setelah pintu langsung ditutup ketika Ando pergi. Dia menghela napas sedih. Kenapa perasaannya jadi sesakit ini? Kenapa dia merasa sangat bersalah?
            “Gue mungkin harus tidur.” Putusnya dan bergegas masuk ke kamar untuk mandi karna tubuhnya basah kuyup akibat hujan dan dia kedinginan sekarang. Setelah selesai melakukan semuanya, mungkin dia bisa tidur pulas. Melupakan semua masalahnya.

“I’m sorry for blaming you.
for everything i just couldn’t do
and i hurt myself by hurting you.”

Christina Aguilera – Hurt.

♥ ♥

          “Ada saatnya kau tau, sayang. Tapi bukan sekarang. Aku akan memberitahumu, pasti. Dan di saat kau tau, bolehkah aku berharap lebih?”

            Lista sedang mencari seseorang di tengah pesta prom SMPnya. Pacarnya, Dylan tiba – tiba menghilang darinya. Sedangkan dia ingin menggandengnya sepanjang malam. Menunjukkan pada semua orang yang ada disini bahwa dia adalah cowok yang paling disayanginya saat ini.
            “Cind, liat Dylan gak?” Dia melihat Cindy sedang asyik mengobrol dengan Naila, temannya dan bergegas menghampiri.
            Cindy menoleh dan melihat sahabatnya yang sangat cantik ini dengan balutan gaun bewarna biru malam yang terbuka di bagian punggung, rambut panjangnya di tata rapi dam senyum manisnya hilang dan berganti wajah kebingungan. Tak sampai hati dia memberitahu bahwa baru seperkian detik, Dylan, cowok playboy yang berasal dari SMA yang bersampingan dengan SMPnya ini sedang menggandeng Maharani, cewek cantik namun ganjen luar biasa mengalahkan tante – tante itu ke ruangan sepi. Entah berbuat apa.
            “Gue gak lihat tuh. Mungkin lagi ngumpul sama teman – temannya.” Dusta Cindy. Namun tak sepenuhnya dia bohong. Karna selama ini cowok yang banyak dikagumi oleh cewek – cewek selain Bian, kakaknya Lista yang baru pindah itu selalu bersama gengnya kemanapun pergi.
            Lista mangut – mangut. Mempercayai kebohongan Cindy yang sangat kentara itu. Kepanikan mencari pacar membuatnya tak awas dengan tingkah Cindy yang ganjil. “Gue cari dia dulu yah.” Dan Lista langsung menghilang di kerumunan. Meninggalkan Cindy yang terdiam dan memutuskan untuk mengikutnya perlahan.

            “Mana sih Dylan?! Heran deh ngilang kayak hantu!” Gerutunya sambil menyibakkan gaun panjang yang modelnya dia rancang sendiri karna tak mau ada orang lain yang sama memakai seperti punyanya. Dan bisa dilihat Dylan memujinya habis – habisan dan kedua kakaknya tersenyum melihat indahnya gaun yang dipakainya sekarang.
            “Gimana, bray? Uang taruhan udah terkumpul berapa?” Terdengar suara pelan di saat Lista melewati sebuah ruangan sepi di Aula sekolahnya yang luas ampun – ampunan hingga bisa dijadikan tempat prom tahun ini.
            “Ini suara Dylan. Taruhan apa?” Lista berhenti dan menempelkan telinganya di pintu. Dia gugup.
            “Ya deh tau yang menang taruhan karna berhasil dapatin dia. Sudah lo apain aja tuh cewek, Lan? Lo cium di bagian mana aja? Lo kan kissing prince.” Ejek Jason, sahabat Dylan yang harus rela uangnya sebesar 500ribu berpindah hak ke tangan Dylan yang menunjukkan cengiran puas.
            “Belum gue apa – apain sih. Dia pasif gitu. Belum lagi si Bian, heran deh gue! Posesif banget jadi kakak! Gue gak bisa ngapa – ngapain! Sini, uangnya mana? Kan seharusnya gue dapat 3 juta dari taruhan siapa yang bisa mendapatkan Lista, cewek SMP ingusan.” Ejeknya sambil mengambil uang dari teman – temannya yang lain dengan wajah puas. Puas karna mendapatkan Lista semudah itu. Dia malah berpikir jalannya akan sulit mengingat gadis itu dingin dan dijaga oleh Bian, kakak posesif yang sekelas dengannya dan Erika, primadona baru sekolahnya yang pernah didekati, namun gagal karna cewek itu menganggapnya angin lalu. Membuatnya berubah haluan untuk mendekati Lista karna taruhan oleh 6 orang yang sedang memasang wajah kalah di depannya saat ini. 6 bulan cukup untuk pacaran dengannya. Sesuai perjanjian. Dan selama itu, takkan pernah ada cinta dalam kamusnya selama bersama Lista yang polos itu.
            Lista bagai tersiram air sedingin Kutub Utara di sekujur tubuhnya. Dylan, cowok yang dia sukai, yang dia bela hingga hampir perang dunia dengan kakaknya sendiri, Bian dan Erika karna mengatakan bahwa cowok itu buaya, pendusta, dsb. Lista menutup mata dan telinga ketika mendengar semua itu dan melawan kakaknya pertama kali dalam seumur hidupnya. Tapi sekarang, hatinya hancur berkeping – keping. Ketulusannya dibayar dengan uang 3 juta yang sekarang dipegang Dylan.
            “Lo ada gak selama 6 bulan cinta sama Lista? Mengingat tuh cewek cinta mati kayaknya sama lo.”
            “Hidup gue gak butuh cinta seorang anak ingusan macam Lista. Dia cinta mati, gue gak. Gue kan pacaran sama dia karna taruhan, otomatis gue melakukan semuanya untuk mendapatkan itu. Masalah dia cinta atau gak, gue gak tanggung. Lagipula, itung – itung gue balas dendam karna cinta gue ditolak sama kakaknya, Erika dan kalah telak oleh Bian dalam segala hal. Lo pada tau kan kalau gue, Dylan Perdana gak suka dikalahkan dan ditolak?” Dia berkata penuh kesombongan dan sakit hati.
            Mendadak, dia berhenti dan menatap Lista yang berdiri di depan pintu dengan tatapan nanar dan hancur berkeping – keping. Tangannya mengepal sampai memutih saking emosinya. Matanya berkilat – kilat marah. “Gak nyangka perasaan tulus dibayar murah seharga 3 juta! Lo cowok paling murahan dan gak pantas hidup di dunia ini yang pernah gue temuin!” Lista meluapkan emosinya dan menahan air matanya yang hendak menetes. Dia tak ingin menangis membuatnya lemah.       
            Dylan kaget dengan kedatangan Lista. Namun senyum manis tak hilang. “Terus? Sekarang lo ingin melakukan apa? Harga lo memang mahal, Lis. Mengingat susah gue dekatin lo.” Dia menjawab santai sambil mendekat ke arah Lista yang berjalan mundur.
            “Jangan... jangan dekatin gue, manusia busuk! Jangan...” Lista terus mundur ..

            “Gak! Gak!” Lista terbangun dengan napas ngos – ngosan. Mimpi itu hadir lagi. Lebih nyata dari sebelumnya. Membuat air matanya meluncur turun membasahi pipinya. Mendadak, hatinya semakin terasa sakit.

            Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1 pagi. Dia gak ingin mengungsi ke kamar kedua kakaknya. Tapi dia butuh ketenangan. Dengan ragu, dia menelpon seseorang yang sudah ada di kepalanya entah sejak kapan.

♥ ♥

          Ponselnya berdering membangunkan Ando yang tertidur di meja kerja. Entah sudah berapa jam dia tertidur di ruangan ini mengingat dia bekerja seperti orang gila karna kesal dengan ulah Lista. Bahkan Lily pun tak berani mengusiknya dan memilih untuk tidur di sofa karna tak ingin tidur sendiri di kamar yang luas.
            Keningnya berkerut ketika melihat nama Lista di layar ponsel. Dengan ragu dia mengangkatnya. “Halo...”
            Detik kemudian, dia mendengar tangisan di telpon dan cerita yang tak pernah dibayangkannya. Hampir setengah jam Ando menenangkan Lista yang terdengar sangat ketakutan dan mengutuk mati – matian si Dylan itu.
            “Syuutt.. Lis... udah... udah... jangan nangis. Gue ngerti kok.” Ando terus saja menenangkan Lista. Seandainya dia ada disana, mungkin gadis itu akan dipeluknya erat agar tak ketakutan. Membayangkan hal itu, membuatnya menggeleng untuk mengusir pikiran itu.
            Lista bingung kenapa dia jadi menelpon Ando. padahal mereka lagi marahan. Hatinya ternyata tak sejalan dengan kenyataan sekarang.”Ndo... gue minta maaf yah bandingin lo sama Dylan. Gue gak ada maksud kayak gitu. Gue hanya ketakutan. Dan...” Dia terdiam sesaat. “Gue maafin lo kok.” Ucapnya dalam senyum. Entah kenapa, hatinya langsung plong.
            Ando hampir saja jingkrak – jingkrak kesenangan seperti anak kecil kalau saja tak ingat Lily tidur pulas di sofa. Dan senyumnya merekah. “Makasih.” Ucapnya dan Lista mengangguk.
            “Lis...” Panggilnya ketika isakan kecil masih terdengar samar – samar.
            “Iya...”
            “Gue boleh gak senin jemput lo sekolah?” Tanyanya hati – hati. Dia ingin bersama dengan Lista lagi. Naik mobil berdua Lily membuatnya hampa.
            Mengingat gadis itu masih takut akan sikapnya tempo lalu, dia tersenyum “Kita gak berdua lagi kok. akan ada seseorang yang mau gue kenalin ke lo. kemaren gak sempat. Dia senyum kebahagiaan gue saat ini.” Sambil berkata begitu, dia berjalan menghampiri Lily yang tertidur dan mencium keningnya sayang.
            Lista lega mendengarnya. “Boleh. Gue penasaran.”
            Senyumnya semakin lebar. “Sip. Gak tidur?” Tanyanya.
            “Gue takut tidur dan akan mimpi itu lagi.” Lista menjawab lesu. Kayaknya malam ini dia harus bergadang lagi.
            “Lo tidur. Tadi baru aja hujan – hujanan kan? ntar sakit.”
            “Gak mau.”
            “Lis...”
            “Ayolaahh... gue gak bisa tidur kalau sudah mimpi buruk, Ndo.”
            “Gue temanin. Sekarang, lo rebahan di kasur, ponsel jangan sampai lepas.” Ando memerintahnya dan entah kenapa, Lista menurut.
            “Terus?”
            Terdengar nyanyian sebelum tidur dari ponselnya. Membuatnya tersenyum dan akhirnya tertidur nyaman karna suaranya yang lembut, seperti penyanyi kesukaannya, Glen Fredly bernyanyi untuknya. Fernando menyanyikan sebuah lagu untuknya. Membuatnya terharu.
            “Lis...” Panggilnya ketika satu nyanyian selesai dinyanyikan. Dia sengaja menyanyi untuk Lista seperti yang sering dilakukannya ketika Lily tak bisa tidur. Terdengar helaan napas halus dari ponselnya. Membuatnya tersenyum. “Selamat tidur, Elista. Have a nice dream.” Ucapnya tulus dan mematikan ponselnya.

            Dia menatap Lily yang tertidur di sofa dan memutuskan untuk menggendongnya ke kamarnya untuk tidur nyaman karna jam sudah menunjukkan pukul 02.15 pagi.
            “Hari senin...” Ucapnya sambil mengusap pelan rambut Lily yang tertidur pulas disampingnya dan menyelimutinya. “Kamu akan ketemu Lista. Temenan yang baik yah.” Ucapnya dan mendadak teringat sesuatu, dia mengambil ponsel dan mengirim pesan untuk seseorang. Setelah terkirim, dia menepuk bantalnya dan tidur.

            For Lista, My girlfriend (Wannabe)
            “Lis.... besok gue jemput jam 5 subuh yah. Ada yang mau tunjukkin sama lo. pemandangan indah. Ntar gue telpon kalau sudah tiba di rumah lo.

Have a nice dream. Wish you dreaming me.”
J.

Pertanyaannya satu, kemana?

1 komentar: