“Lis... Kok gak malam mingguan?” Bian
bingung melihat Lista asyik bermain piano dan memainkan lagu kesukaannya.
Biasanya malam minggu seperti ini, Ando sudah siap sedia di ruang tamu
menunggunya untuk jalan bareng. Tapi... selama 5 bulan ini, jangankan malam
mingguan, pergi ke sekolah aja tak pernah bareng lagi.
Lista
mengabaikan pertanyaan kakaknya dan asyik memainkan tuts – tuts piano. Kejadian
nahas 5 bulan lalu membuatnya terlalu takut berhadapan dengan Ando. jangankan
berhadapan, bertatapan aja sudah membuatnya ingin lari. Padahal cowok itu
bukannya tak mau minta maaf, tapi sudah beribu cara dari normal sampai abnormal
dilakukan agar dimaafkan. Tapi entah kenapa, setiap berhadapan dengannya,
membuatnya ketakutan.
“Ando
bukan dia, Lis. Dia bukan Dylan.” Dia berusaha meyakinkan hatinya berkali –
kali.
Melihat
adiknya melamun, dia mencolek punggungnya pelan. “Geser dong. liat lo melamun,
gue jadi pengen main nih.” Usirnya halus sambil nyengir ketika Lista tersadar
dan merengut namun menurut juga untuk menjauh.
“Liat
piano jadi pengen nyanyi. Jangan terpesona yah sama suara indah gue.” Gumam
Bian sambil meregangkan sepuluh jarinya dan menekan lembut tuts piano lalu
bernyanyi. Dan Lista bertopang dagu mendengarkan.
“Takkan pernah
habis, air mataku
bila ku ingat tentang dirimu...
Mungkin hanya kau yang tau, mengapa sampai saat ini
ku masih sendiri
Adakah disana kau rindu padaku
meski kita ada di dunia berbeda.
bila masih mungkin, waktu ku putar kan ku tunggu dirimu.”
bila ku ingat tentang dirimu...
Mungkin hanya kau yang tau, mengapa sampai saat ini
ku masih sendiri
Adakah disana kau rindu padaku
meski kita ada di dunia berbeda.
bila masih mungkin, waktu ku putar kan ku tunggu dirimu.”
“Stoppp...”
Bian berhenti bernyanyi dan menoleh ke asal suara yang menyuruhnya berhenti.
Erika mengangkat tangan dengan tubuh basah kuyup di depan pintu rumah karna
kehujanan.
“Gue
kehujanan, kedinginan karna baru datang dari kampus, masa disambut dengan
nyanyian galau lo sih, Bian? Gue ikutan galau tauk!” Erika menyemprotnya dan
Bian hanya tertawa. namun dia dan Lista tau persis, matanya tak menunjukkan
demikian.
“Masih
merasa kehilangan? Udah lewat tiga tahun loh. Move on,” Lista memberi
semangat kepada kakaknya yang mendadak galau. Entah kenapa, akhir – akhir ini
bukan mood dia saja yang berubah – rubah seperti Bunglon, tapi kakaknya
juga.
“Lo
nyuruh gue move on, tapi lo sendiri gak bisa kan?” Bian menjawab sambil
memainkan tuts – tuts piano. Dia bukannya tak berusaha, namun usahanya habis
untuk bisa melupakan Jasmine, melatinya yang mungkin sekarang kehujanan di
sana. Mengingat hal itu lagi, membuatnya sedih.
“Maksudnya?”
“Buktinya
beberapa bulan ini gue liat lo lebih sering termenung di kamar setelah Ando
jemput lo pertama kali untuk ke sekolah. Kenapa? Putusan?”
“Gue
gak putusan kok. Cuma ada masalah aja kak.” Kilahnya. “Dan saking beratnya
gue gak mau cerita sama lo, kak. Beresiko bikin anak orang babak belur.” Tambahnya
dalam hati.
“Wajah
lo nunjukin lo putusan sama dia.” Bian menatap Lista yang berdiri di depannya
dan tersenyum jahil. Ekspresi kesedihan itu hilang dari wajahnya. Namun
siapapun tau, itu hanya sementara. Topeng.
“Kenapa
lo jadi pengen nyudutin gue? Gue gak putusan, Kak Bian sayang. Gue cuma ada
masalah dan gak mau cerita sama lo. ntar lo rempong lagi. Gue kan tau lo kalo
rempong mengalahkan nenek – nenek kehilangan gigi palsu!” Semprotnya dan Bian
memasang wajah seolah – olah shock. Membuat mata hijaunya membesar lucu.
“Emang
gue segitunya, kak?” Dia menoleh ke arah Erika yang melepas sweaternya
yang basah kuyup hingga baju kaos yang
menempel pas membentuk tubuhnya terlihat dan menatap Bian yang mendadak
menutup wajahnya malu.
“Please,
Kak. Gue bukan anak kecil lagi. Jadi tolong banget, jangan buka baju di
depan gue sama Lista. Jangan lo pamerin kulit indah lo ke gue. Takutnya nanti
gue akan pingsan melihat kecantikan lo yang semakin membuat gue tertawan untuk berdiri
di samping lo. apalagi tatapan lo... widiihhh...” Gombalnya ketika Erika
mengurai rambut panjangnya dan menyisir dengan jari lalu menatap garang.
“Otak
lo ngeres banget sih! Kalau gue pakai terus, bisa masuk angin tauk!” Erika
jengkel dan menggetok kepala Bian keras. Membuat adiknya tertawa.
“Lo
pakai parfum apa kak? Enak banget. Tapi.. kok mirip punya gue yah?” Bian
mengendus harum parfum kakaknya dan tertegun. Samar – samar dia teringat
harumnya Jasmine. Lalu dia menatap kakaknya. “Dia gak ada disini, Bian. dia
sudah tenang dan gak kesakitan lagi. Jadi, buat dia tersenyum disana dengan
menunjukkan lo kuat. Bukan rapuh gini. Lagipula, mungkin waktu ntuk menjadi
kekasih lo telah habis. Karna dia sekarang menjadi kekasih Tuhan yang abadi di
sana.” Batinnya dalam hati. Memberi motivasi.
Erika
tersenyum malu. persis kucing digoda majikannya. “Gue tadi masuk ke kamar lo,
tapi lo gak ada terus gue liat botol parfum di meja. Gue cium eh... ternyata
suka. Yaudah gue minta sedikit deh. Gak papa kan?”
Bian
menggeleng. Justru senang. “Gak kak. Santai aja kali.”
“Tapi...
sejak kapan lo suka bau – bau tumbuhan begini? Melati lagi. Perasaan kemarin
bau parfum lo kayak maskulin gitu. Ganti yah?” Tanya Erika yang ingat minggu
lalu ke mall bareng dengan Bian untuk beli parfum dan dia masih ingat pilihan
Bian yang baunya maskulin dan dia sangat menyukainya.
“Iya...
gue suka. Bau melati. Kayak dia. Sebenarnya gue beli dua. Satu, yang lo beliin
itu dan satunya lagi yang ini. Pas coba – coba kemarin, gue seperti mencium
kehadiran dia karna gue hapal baunya. Yaudah, gue beli aja.” Jawabnya dalam
senyum. Dia menatap Lista dan Erika bergantian. Dan mereka mengerti.
“Sampai
kapan lo begini, Bian? Kita gak selamanya hidup di masa lalu. Dia masa lalu lo
yang terindah. Sudah sepantasnya lo simpan sebagai kenangan, bukan sebagai
pengingat hingga lo lupa untuk melanjutkan hidup. Dia juga gak akan mau liat lo
kayak gini.” Erika memberi nasihat dan Bian hanya diam mendengarkan sambil
memainkan tuts piano. Kalau dulu Lista yang dinasihati panjang lebar, sekarang
Bian juga kena.
Dia
menatap kakaknya dan menatap ke luar yang masih hujan dengan derasnya. Senyum
mulai tersungging di wajahnya. Mungkin kata kakaknya benar, dia harus menikmati
hidupnya dan menyimpan Jasmine di sudut hatinya paling dalam seperti pintanya.
tapi, itu akan dia lakukan kalau sudah menemukan pasangannya. “Ka... masih
hujan kan?” Dan Erika mengangguk bingung. “Saatnya mandi hujaaaannn...” Dia
menarik Lista dan Erika keluar rumah untuk mandi hujan bersama. Menikmati
tetesan air membasahi wajahnya. Kalau beruntung, dia akan mengirim pesan rindu
kepada seseorang lewat hujan agar seseorang itu tau, bahwa dia takkan pernah
bisa dilupakan.
“Hujan, bolehkah
ku titip pesan rindu padanya? Melatiku yang sedang tersenyum di atas sana dan
melihatku yang sedang tersiksa karna merindukan kehadirannya? Jika bisa,
sampaikan padanya dengan nyanyian rindu lewat rintik hujan yang membasahiku
sekarang bahwa aku selalu mencintainya.”
Melihat
Bian tertawa menikmati tetesan air hujan, Lista tersenyum dan untuk sementara
dia melupakan masalahnya dengan Ando yang tak jelas mau dibawa kemana.
♥
♥
“Gimana dengan Lista, pacar kesayangan lo?
masih berantem?” Tanya Jayden, sahabatnya yang beda kelas sekarang duduk di
depannya. Orang pertama yang mengetahui kehancuran keluarganya sebelum Lista
dan Lily sangat menyenangi kehadirannya. Bagi gadis cilik itu, Jayden seperti
pangeran ganteng impian di cerita dongeng yang selalu dibacakan Ando tiap malam
sebelum tidur dan dia adalah putrinya.
Ando
mengacak rambutnya frustasi. Semua cara sudah dilakukan. Mulai dari mendekati,
membawakan cemilan kesukaannya walau harus menyogok Cindy yang ogah – ogahan
memberitahunya, sampai dia ikut – ikutan bersepeda ke sekolah dan mobil Jeepnya
nganggur di garasi hanya untuk maaf dari cewek itu. Kalau ditanya kenapa, dia
juga tak tau. Yang jelas, dia hanya ingin cewek itu mengatakan “Lo udah gue
maafin kok.” Kalau sampai kejadian, dia sudah bernazar akan mentraktir
sekelasan makan sepuasnya di kantin.
“Baru
kali ini lo gigih dekatin Lista. Apa istimewanya sih? Cantik? Okelah. Tapi
bukan itu kan yang buat lo tergila – gila?” Dia menggeleng. “Yang cantik dari
Lista banyak, Jay. Tapi... yang persis kayak dia gak ada. Lo gak pernah lihat
dia secara lebih dalam sih.”
“Gimana
gue dekatin dia kalau setiap didekatin dia langsung Siaga 3 untuk menghindar?!
Cuma lo aja yang bisa dekatin dia, bahkan pacaran! Walau kontrak sih.”
“iya
sih. Jay, ada ide gak gimana caranya gue baikan ma dia?”
“Baru
kali ini seorang Playboy macam lo kelimpungan mencari cara agar dimaafkan
pacarnya. Kirim puisi deh. lo kan jago tuh nulis puisi sampai hati cewek –
cewek meleleh.”
“Udahhh...”
Ando mengangguk lesu. Masih ingat kejadian konyol dimana setelah selesai
upacara, dia yang sebagai salah satu petugas inti tiba – tiba mengambil mic
dan membacakan puisi super romantis yang dibuatnya hanya untuk Lista seorang.
Intinya dia meminta maaf. Namun reaksi di luar dugaan, Lista hanya terdiam
menatapnya di barisan paduan suara dan melenglang pergi. Tanpa menyadari bahwa
efek puisi Ando membuat cewek lain pada histeris saking romantisnya.
Jayden
mangut – mangut. Dia ingat betapa kelimpungan ketika menghadapi para gadis yang
berubah ganas bertanya apakah sahabatnya sekarang pacaran sama Lista dan puisi
itu untuknya. Ketika dia mengiyakan, aura patah hati dan galau tiba – tiba
mencekik lehernya.
“Nyanyi?
Gue biasanya gitu tuh. Tiap selingkuhan gue ngambek, gue pasti nyanyi super
romantis walau esoknya gue depak.” Usulnya lagi dan dia mengangguk lesu. Baru
kemarin dia bernyanyi sambil memainkan gitar saat pelajaran musik di depan
kelas dan jelas – jelas lirik itu untuk Lista. Namun gadis itu hanya menatapnya
diam dan tak bergeming. Seperti patung.
“Apa
gue perlu joget goyang itik di lapangan sambil nyanyi supaya Lista maafin gue?”
Ando mengusulkan ide gila dalam otaknya. Membuat Jayden melotot hingga mata abu
– abu indahnya hendak keluar.
“Dan
lo pengen gue temanin joget gitu maksudnya?” Dan Ando mengangguk. Dia meninju
pelan lengannya. “Sinting! Lo bakal hancurin image cowok keren di mata
cewek dalam waktu satu hari hanya untuk maaf dari Lista! Udahlah, Boy.
Cewek cantik dan bohay dari dia masih banyak, yang cerdas dari dia masih ada,
lo tinggal cari dan gotcha, you’ll find it.”
Ando
membenarkan setiap ucapan Jayden, sahabat yang berjulukan penghancur wanita no. 2 setelah dia. Dengan
pesona wajah Itali - Perancisnya, suaranya yang sexy dan tatapan mata
lembut sukses membuat semua cewek akan bertekuk lutut. Sama sepertinya. Tapi
entah kenapa, hatinya berkata tak ada yang bisa menamakan posisi gadis itu
walau yang lebih sempurna darinya banyak. Buktinya, dia sanggup bertahan 5
bulan dengan gadis itu dan tak ada niat menduakannya. Padahal status mereka
bukan pacar sesungguhnya. Hanya kontrak.
“Kalau
kerumahnya sekarang gimana?” Usul Jayden membuyarkan penyesalannya.
Ando
menatapnya skeptis. Secara romantis saja ditolaknya mentah – mentah, apalagi
datang terang – terangan. Idenya terlalu ngadat untuk menjawab apabila ditolak
mentah – mentah.
Seolah
mengetahui pikiran Ando. dia tersenyum. “Begini, lo minta maaf dengan datang
kerumah dan pasang wajah sangat menyesal. Cewek, kalau diigituin pasti luluh.
Lagipula, gue yakin dia gak akan ngusir lo deh. palingan sembunyi di balik
jendela. Takut lo cium sampai semaput lagi.” Jayden tertawa melihatnya hanya
menggaruk – garuk kepala.
“Kalo
dia ngusir sebelum gue ngomong sepatah katapun gimana?”
“Berarti...
itu signal buat gue ntuk cariin lo pacar lebih sempurna dari Lista.
Udahlah, friend, kalo lo benar – benar sayang sama dia, kejar aja sampai
dia minta maaf. Kalau perlu lo bawa peralatan kemah ala pramuka terus tidur di
depan rumahnya sampai dia maafin lo.”
“Kata siapa gue sayang sama dia? Gue gak ada hati Jay sama dia. Gue Cuma merasa MENYESAL. Bukan SAYANG apalagi CINTA. Gak ada istilahnya di kamus gue.”
“Kalo lo merasa gak ada rasa, kenapa lo berusaha ngotot minta maaf sama dia? Ini bukan lo, Ndo. Gue tau lo dari kelas 1 SD dan sampai sekarang. gue tau sepak terjang lo dalam berhubungan dengan puluhan bahkan ratusan saking banyak cewek di hidup lo, dan Cuma dengan Lista lo semaput karna ga dapat maaf dia. Sebelum – sebelumnya malah lo gak akan pernah peduli dengan pacar lo sendiri. Walau lo yang salah gak akan pernah minta maaf. Malah pacar lo yang mohon – mohon. Apa namanya kalo bukan suka sama dia? Ratu Es sekolah?” Panjang lebar dia menjelaskan dan Ando hanya diam.
“Dan
itu bukan perasaan menyesal, Ndo. Bukannya lo juga pernah bilang gak akan
pernah ciuman sama pacar lo kalo gak ada perasaan sayang atau apapun. Kenapa lo
sekarang ciuman sama dia? Ngancam dia? Gue tau lo lebih sadis kalo ngancem
cewek, Ndo. Bukan dengan ciuman pastinya.” Tambahnya lagi.
Tumben
nih kunyuk playboy beres ngomongnya.
Ando
hanya mengangkat bahu. “Gak tau gue.”
“Sekarang
rencana lo gimana? Nemuin Lista malam ini atau Cuma cerita semua kelakuan bodoh
lo yang hasilnya gak dapat maaf sama Lista sama gue sepanjang malam?”
“Lo
yakin dia akan maafin gue malam ini? Minimal gak ngusir gue dulu?” Dan Jayden
mengangguk mantap. “Kalo sampai keyakinan lo salah, gue kasih tau si Jessica
kalo lo punya tiga selingkuhan yang sekelas sama dia.” Ancamnya
“Ancaman
lo basi banget, Ndo. Udah ribuan kali lo ancam gue kayak gitu dan gak pernah
kejadian. Bikin kebal.”
“Lo
pengen gue lakuin itu? Kali ini gak main – main lohh...”
Jayden
menatapnya penuh penilaian. Kemudian nyengir. “Silahkan. Gue gak peduli.
Lagipula, gue percaya dengan pepatah ”Hilang satu cewek, masih banyak cewek
lain yang bisa dipacari.”
Dia
nyengir. Dalam hati membenarkan ucapan sahabat sablengnya itu. Mungkin dia akan
melakukannya lagi apabila maaf Lista tak didapatkannya. But, Who knows with
that?
♥
♥
Dia
sudah di depan rumah Lista sekarang. Hujan mulai reda dan waktu sudah
menunjukkan pukul 09.00 malam. Sebenarnya terlalu malam untuk bertemu, tapi
untuk mendapatkan maaf, Waktu takkan menjadi masalah untuknya.
“Semoga
gue dimaafin. Amien.” Doanya dalam hati sambil melangkah untuk masuk dalam
rumah.
“Bi...
ada Lista?” Tanyanya ketika melihat pembantu Lista membukakan pintu untuknya.
“Ada
kok. silahkan masuk, mas.” Mpok Surti buru – buru mempersilahkannya masuk dan
Ando mengangguk.
Samar
– samar terdengar suara tertawa dan godaan dari ruang keluarga. Dia yang berada
di ruang tamu mengetahui siapa yang tertawa itu. Suara yang entah kenapa
dirindukannya selama 5 bulan ini. Membuatnya tak bisa tidur dan tersenyum
ketika teringat tawa gadis itu walau bukan dirinya yang membuat lelucon.
Dengan
sekujur tubuh basah, apalagi rambutnya, dia berjalan ke ruang tamu ketika Mpok
Surti memberitahunya di tengah keasyikan mandi hujan kalau Ando datang. kedua
kakaknya hanya mengangkat bahu dan Bian memanfaatkan hal itu untuk mengambil
selang air lalu memutar kerannya dan menyiram ke arah Erika yang menatap
kepergian Lista lalu segera berlari ketika dia bernafsu mengejarnya dengan
teriakan kemarahan.
Ando
menghentikan lamunannya ketika melihat sekujur tubuh gadis itu basah. Refleks,
dia berdiri dari duduknya dan mendekat. Namun Lista langsung mundur. Tak ingin
didekati. “Mau ngapain?”
Ando
berhenti mendekat melihat penolakan Lista. “Gue mau minta maaf soal kemarin
itu. Sumpah, Lis. Gue gak ada maksud ntuk melakukan itu. Gue emosi. Please...”
“Udah
gue maafin kok. sekarang lo bisa pulang.” Jawabnya dingin sambil menatap ke
arah lain. Tak ingin menatap Ando karna takut akan menggoyahkan pertahanannya.
“Liat
gue, Lis.” Tanpa suara, dia mendekat ke arah Lista dan gadis itu terlalu kaget
hingga tak bisa mundur karna lengannya dipegang Ando pelan. Tak berniat untuk
menyakitinya.
“Lepasin,
Ndo.” Pintanya sambil menunduk. Namun Ando menggeleng.
“Maafin
gue dulu. Baru dilepas. Gue tulus minta maaf, Lis. Gue khilaf waktu itu. Gue
gak pernah merasa ditolak, dibantah, dan ditinggalkan begitu saja disaat emosi.
Ketika lo melakukannya, gue hanya mikir cara apa yang harus dilakuin agar lo
tau gue gak suka dengan tingkah lo.”
“Tapi
kenapa harus lo ikat dan cium gue paksa, Ndo? Gue gak suka dan merasa
dikendalikan! Lo gak bisa melakukan itu.”
“Gue
tau. Dan gue gak nyangka reaksi lo segitunya. Gue lebih milih lo ngamuk dan
menghajar gue daripada melihat lo ketakutan dan melihat gue seolah – olah
buronan berbahaya yang lepas dari kejaran polisi dan mengincar nyawa lo.”
Melihat
Lista tak jua menatapnya, dia menghela napas. Bingung harus berkata apa.
Padahal dia tulus meminta maaf. “Please, Forgive me, dear. I really, really
sorry about that. Gue benar – benar gak ada maksud nyakitin lo. gue janji,
itu adalah perlakuan bodoh terkhir yang gue lakuin ke lo, Lis dan gak akan
pernah lakuin itu lagi. If you not trust me, Look at my eyes and see the
truth for every words i saying for you. No lies in there.”
Lista
menuruti perintah Ando dan mendongkakkan wajah ntuk menatapnya. Mencari
keseriusan di setiap ucapan penuh janji di dalam matanya. Dan mencari jawaban
dalam hatinya sendiri.
“Ando
bukan dia. Dan tulus minta maaf sama lo. lagipula, dia benar – benar khilaf
kan? dan siapa pun pasti akan melakukannya apabila berhadapan dengan lo yang
keras kepala luar biasa itu.” Batinnya berbisik dan hatinya menyetujui
penuh semangat.
“Gue
ragu sama lo. Lo cowok buaya.” Jawabnya dan Ando mengendurkan pegangan di
lengannya. Wajahnya terlihat putus asa. “What’s i do now to make you
believing me?”
Lista
mengangkat bahu. Dia ragu. Memaafkan sangat susah dilakukannya. Mengingat, masa
lalunya selalu mengintai disaat bersama dengan Ando. walaupun hatinya berkata
tegas bahwa Ando bukan Dylan. Masa lalu yang sangat menyakitkannya.“Waktu
terus berjalan. Sampai kapan lo berkutat dengan masa lalu dan menganggap Ando
sama bajingannya dengan Dylan? Satu – satunya cara adalah lo harus
memberitahunya. Cepat atau lambat. Dia akan tau. Bangkai tak bisa disembunyikan
selamanya dalam peti, Lis. Baunya pasti akan tercium dan dia akan mengikuti
arah bau itu. Ketika ketemu, gak akan yang bisa lo lakukan selain
mengeluarkannya.” Batinnya menjelaskan dan dia tanpa sadar menggeleng.
“Gue
akan menyimpan bangkai itu serapat yang gue bisa. Dan dia takkan pernah tau.”
Putusnya dalam hati. Mematahkan telak pendapat batinnya sendiri.
“Pulanglah,
Ndo.” Lista melepas tangan Ando di lengannya dan menatapnya. Tak terlihat
tatapan arogan yang memuakkan itu. Tapi tatapan putus asa dan harapan tulus
untuk dimaafkan. Membuatnya merasa seperti orang jahat karna tak memaafkannya.
“Gue
gak akan pulang sebelum lo maafin gue, Lista.”
“Ngertiin,
please. Gue butuh waktu maafin semua perlakuan lo, Ndo. Lo gak tau gue.
Dan gak akan pernah tau.” Lista mundur selangkah dan menatapnya. “Pulanglah.
Gue menghargai, bukan berarti memaafkan. I need more times to forgive
everything.”
“Gue
tau semuanya. Dylan.” Ando berkata pelan. Seketika ekspresi Lista berubah gelap.
Wajahnya jauh lebih ketakutan daripada yang diperkirakannya.
“A...
pp..a yang lo. ke..ta..hui ss...oal di..a? Si..ap..pa ya..ng mem...ber..itahu?”
Lista bertanya dengan suara terbata – bata dan wajahnya pucat pias. Saking
kagetnya, dia merasa hendak rubuh kalau saja tak berpegangan dengan dinding.
Ando
tak menyangka segitu hebatnya trauma yang diakibatkan ketika dia menyebut
namanya. Ando bergegas memegangnya, namun Lista menepisnya.
“Apa
yang lo tau soal dia?” Lista mengulang pertanyaannya dengan napas sedikit
tenang. Wajahnya masih ketakutan.
“Ga
banyak. Lo pernah suka hingga sakit luar biasa karna cowok itu gak tulus sayang
sama lo dan sejak saat itu lo anggap gue dengan dia hanya karna kami sama –
sama playboy. Kenapa? Gue beda, Lis. Lo gak bisa samain dia dengan orang yang
gak pernah gue temuin....” Dia berhenti ketika Lista mengangkat tangannya.
“Stop.
Gue gak mau dengar. Please... pergi, Ndo.” Usirnya secara halus.
“Lis...”
“Pergi,”
“Kalau
gue gak mau?”
“Ndo...”
Lista menatap penuh putus asa. “Gue hanya ingin lo pergi sekarang. Gue capek.
Gue ...”
“Jadi
itu alasannya lo gak maafin gue? Hanya karna dia nyakitin sampai bikin lo kayak
gini terus lampiasin semuanya ke gue? Apa yang dia lakuin selain menyakiti lo
hingga lo gak bisa disentuh, Lis? Apa? Jawab gue!” Ando emosi sekarang. Putus
asa tak dimaafkan, merasa dianggap bayang – bayang Dylan, cowok masa lalu yang
entah kenapa merugikannya secara tak sadar, dan dia terluka.
“Lo
gak tau...”
“Lo
selalu bilang gak tau, Lista! Apa susahnya jujur sama gue?! Gue capek apa yang
gue lakuin selalu salah karna ketakutan lo! gue sudah jujur, Lis. Apa yang gue
rasain selama 5 bulan ini bersama lo, walau kita berantem sekarang, gue
ceritain, lo tau masa lalu gue, apa salahnya lo membagi sedikit sama gue?”
“Kenapa
lo jadi nyudutin gue?!” Lista merasa tak terima disudutkan. Seolah – olah semua
ini salahnya.
“Karna
lo memang pantas untuk gue sudutkan sekarang! Lo mau gue gimana sekarang agar
lo gak anggap gue sebagai Dylan tercinta lo yang sangat merugikan bagi gue yang
gak tau apa – apa?!”
“Lo
merasa dirugikan oleh orang yang gak pernah lo temui? Bagaimana bisa?” Lista
bertanya dengan nada mengejek.
“Bisa!
Masa lalu yang dia buat ke lo buat gue merasa dirugikan! Gue tulus minta maaf,
lo nolak!”
“Gue
bukan nolak! Gue hanya ingin memikirkan...”
“Memikirkan
apa gue pantas dimaafkan gitu? Memikirkan apa cowok yang 11 : 12 mirip sama
Dylan lo ini pantas untuk diberi kesempatan kedua?!”
“Ando!
Bukan begitu maksud gue!”
Kenapa
jadi gue yang marah dan dia yang terluka?
Ando
menggeleng. “Gue pulang. Gak ada gunanya gue hujan – hujan minta maaf tapi lo
anggap angin lalu.” Putusnya dan langsung keluar rumah Lista dan berlari menuju
mobilnya dengan perasaan kesal. Sedangkan hujan semakin deras dan dalam
sekejap, tubuhnya basah kuyup. Lista hanya menatapnya tanpa ada niat untuk
memanggilnya kembali.
♥
♥
Di
dalam mobil, Ando memukul stir mobilnya dan menundukkan wajah hingga mengenai
stir. Pusing dirinya sekarang. “Kenapa jadi kacau begini? Kenapa gue marah?
Seharusnya gue lebih sabar dan gak mengungkit nama itu di depan dia. Tapi...
kenapa dia ketakutan begitu?” Tanyanya pada diri sendiri.
“Dylan...”
Gumamnya. Cowok itu membuatnya penasaran setengah mati. Kalau cowok itu yang
membuat Lista ketakutan setengah mati setiap melihatnya, membuat kedua kakaknya
memprotect Lista segitu kuatnya. Berarti kesalahannya sangat besar
hingga semua ini ditimpa padanya.
“Jangan
salahin siapa – siapa kalau gue akan cari tau sendiri, Lista.” Gumamnya dalam
gelap dan memutuskan meninggalkan rumah Lista dengan sejuta rencana di otaknya.
♥
♥
“Jika kau mengetahuinya, akankah kau
menerimanya? Sedangkan aku sampai saat ini tak bisa menerima kenyataan itu.”
Lista
menatap kepergian Ando yang gusar itu dari balik jendela setelah pintu langsung
ditutup ketika Ando pergi. Dia menghela napas sedih. Kenapa perasaannya jadi
sesakit ini? Kenapa dia merasa sangat bersalah?
“Gue
mungkin harus tidur.” Putusnya dan bergegas masuk ke kamar untuk mandi karna
tubuhnya basah kuyup akibat hujan dan dia kedinginan sekarang. Setelah selesai
melakukan semuanya, mungkin dia bisa tidur pulas. Melupakan semua masalahnya.
“I’m sorry for
blaming you.
for everything i just couldn’t do
and i hurt myself by hurting you.”
Christina Aguilera – Hurt.
for everything i just couldn’t do
and i hurt myself by hurting you.”
Christina Aguilera – Hurt.
♥
♥
“Ada saatnya kau tau, sayang. Tapi bukan
sekarang. Aku akan memberitahumu, pasti. Dan di saat kau tau, bolehkah aku
berharap lebih?”
Lista
sedang mencari seseorang di tengah pesta prom SMPnya. Pacarnya, Dylan tiba –
tiba menghilang darinya. Sedangkan dia ingin menggandengnya sepanjang malam.
Menunjukkan pada semua orang yang ada disini bahwa dia adalah cowok yang paling
disayanginya saat ini.
“Cind, liat Dylan gak?” Dia melihat
Cindy sedang asyik mengobrol dengan Naila, temannya dan bergegas menghampiri.
Cindy menoleh dan melihat sahabatnya
yang sangat cantik ini dengan balutan gaun bewarna biru malam yang terbuka di
bagian punggung, rambut panjangnya di tata rapi dam senyum manisnya hilang dan
berganti wajah kebingungan. Tak sampai hati dia memberitahu bahwa baru
seperkian detik, Dylan, cowok playboy yang berasal dari SMA yang bersampingan
dengan SMPnya ini sedang menggandeng Maharani, cewek cantik namun ganjen luar
biasa mengalahkan tante – tante itu ke ruangan sepi. Entah berbuat apa.
“Gue gak lihat tuh. Mungkin lagi
ngumpul sama teman – temannya.” Dusta Cindy. Namun tak sepenuhnya dia bohong.
Karna selama ini cowok yang banyak dikagumi oleh cewek – cewek selain Bian,
kakaknya Lista yang baru pindah itu selalu bersama gengnya kemanapun pergi.
Lista mangut – mangut. Mempercayai
kebohongan Cindy yang sangat kentara itu. Kepanikan mencari pacar membuatnya
tak awas dengan tingkah Cindy yang ganjil. “Gue cari dia dulu yah.” Dan Lista
langsung menghilang di kerumunan. Meninggalkan Cindy yang terdiam dan
memutuskan untuk mengikutnya perlahan.
“Mana sih Dylan?! Heran deh ngilang
kayak hantu!” Gerutunya sambil menyibakkan gaun panjang yang modelnya dia
rancang sendiri karna tak mau ada orang lain yang sama memakai seperti
punyanya. Dan bisa dilihat Dylan memujinya habis – habisan dan kedua kakaknya
tersenyum melihat indahnya gaun yang dipakainya sekarang.
“Gimana, bray? Uang taruhan udah
terkumpul berapa?” Terdengar suara pelan di saat Lista melewati sebuah ruangan
sepi di Aula sekolahnya yang luas ampun – ampunan hingga bisa dijadikan tempat
prom tahun ini.
“Ini suara Dylan. Taruhan apa?”
Lista berhenti dan menempelkan telinganya di pintu. Dia gugup.
“Ya deh tau yang menang taruhan
karna berhasil dapatin dia. Sudah lo apain aja tuh cewek, Lan? Lo cium di
bagian mana aja? Lo kan kissing prince.” Ejek Jason, sahabat Dylan yang harus
rela uangnya sebesar 500ribu berpindah hak ke tangan Dylan yang menunjukkan
cengiran puas.
“Belum gue apa – apain sih. Dia
pasif gitu. Belum lagi si Bian, heran deh gue! Posesif banget jadi kakak! Gue
gak bisa ngapa – ngapain! Sini, uangnya mana? Kan seharusnya gue dapat 3 juta
dari taruhan siapa yang bisa mendapatkan Lista, cewek SMP ingusan.” Ejeknya
sambil mengambil uang dari teman – temannya yang lain dengan wajah puas. Puas
karna mendapatkan Lista semudah itu. Dia malah berpikir jalannya akan sulit
mengingat gadis itu dingin dan dijaga oleh Bian, kakak posesif yang sekelas
dengannya dan Erika, primadona baru sekolahnya yang pernah didekati, namun
gagal karna cewek itu menganggapnya angin lalu. Membuatnya berubah haluan untuk
mendekati Lista karna taruhan oleh 6 orang yang sedang memasang wajah kalah di
depannya saat ini. 6 bulan cukup untuk pacaran dengannya. Sesuai perjanjian.
Dan selama itu, takkan pernah ada cinta dalam kamusnya selama bersama Lista
yang polos itu.
Lista bagai tersiram air sedingin
Kutub Utara di sekujur tubuhnya. Dylan, cowok yang dia sukai, yang dia bela
hingga hampir perang dunia dengan kakaknya sendiri, Bian dan Erika karna
mengatakan bahwa cowok itu buaya, pendusta, dsb. Lista menutup mata dan telinga
ketika mendengar semua itu dan melawan kakaknya pertama kali dalam seumur
hidupnya. Tapi sekarang, hatinya hancur berkeping – keping. Ketulusannya
dibayar dengan uang 3 juta yang sekarang dipegang Dylan.
“Lo ada gak selama 6 bulan cinta
sama Lista? Mengingat tuh cewek cinta mati kayaknya sama lo.”
“Hidup gue gak butuh cinta seorang
anak ingusan macam Lista. Dia cinta mati, gue gak. Gue kan pacaran sama dia
karna taruhan, otomatis gue melakukan semuanya untuk mendapatkan itu. Masalah
dia cinta atau gak, gue gak tanggung. Lagipula, itung – itung gue balas dendam
karna cinta gue ditolak sama kakaknya, Erika dan kalah telak oleh Bian dalam
segala hal. Lo pada tau kan kalau gue, Dylan Perdana gak suka dikalahkan dan
ditolak?” Dia berkata penuh kesombongan dan sakit hati.
Mendadak, dia berhenti dan menatap
Lista yang berdiri di depan pintu dengan tatapan nanar dan hancur berkeping –
keping. Tangannya mengepal sampai memutih saking emosinya. Matanya berkilat –
kilat marah. “Gak nyangka perasaan tulus dibayar murah seharga 3 juta! Lo cowok
paling murahan dan gak pantas hidup di dunia ini yang pernah gue temuin!” Lista
meluapkan emosinya dan menahan air matanya yang hendak menetes. Dia tak ingin
menangis membuatnya lemah.
Dylan kaget dengan kedatangan Lista.
Namun senyum manis tak hilang. “Terus? Sekarang lo ingin melakukan apa? Harga
lo memang mahal, Lis. Mengingat susah gue dekatin lo.” Dia menjawab santai
sambil mendekat ke arah Lista yang berjalan mundur.
“Jangan... jangan dekatin gue,
manusia busuk! Jangan...” Lista terus mundur ..
“Gak!
Gak!” Lista terbangun dengan napas ngos – ngosan. Mimpi itu hadir lagi. Lebih
nyata dari sebelumnya. Membuat air matanya meluncur turun membasahi pipinya.
Mendadak, hatinya semakin terasa sakit.
Dia
melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1 pagi. Dia gak ingin mengungsi ke
kamar kedua kakaknya. Tapi dia butuh ketenangan. Dengan ragu, dia menelpon
seseorang yang sudah ada di kepalanya entah sejak kapan.
♥
♥
Ponselnya berdering membangunkan Ando yang
tertidur di meja kerja. Entah sudah berapa jam dia tertidur di ruangan ini
mengingat dia bekerja seperti orang gila karna kesal dengan ulah Lista. Bahkan
Lily pun tak berani mengusiknya dan memilih untuk tidur di sofa karna tak ingin
tidur sendiri di kamar yang luas.
Keningnya
berkerut ketika melihat nama Lista di layar ponsel. Dengan ragu dia
mengangkatnya. “Halo...”
Detik
kemudian, dia mendengar tangisan di telpon dan cerita yang tak pernah
dibayangkannya. Hampir setengah jam Ando menenangkan Lista yang terdengar
sangat ketakutan dan mengutuk mati – matian si Dylan itu.
“Syuutt..
Lis... udah... udah... jangan nangis. Gue ngerti kok.” Ando terus saja
menenangkan Lista. Seandainya dia ada disana, mungkin gadis itu akan dipeluknya
erat agar tak ketakutan. Membayangkan hal itu, membuatnya menggeleng untuk
mengusir pikiran itu.
Lista
bingung kenapa dia jadi menelpon Ando. padahal mereka lagi marahan. Hatinya
ternyata tak sejalan dengan kenyataan sekarang.”Ndo... gue minta maaf yah
bandingin lo sama Dylan. Gue gak ada maksud kayak gitu. Gue hanya ketakutan.
Dan...” Dia terdiam sesaat. “Gue maafin lo kok.” Ucapnya dalam senyum. Entah
kenapa, hatinya langsung plong.
Ando
hampir saja jingkrak – jingkrak kesenangan seperti anak kecil kalau saja tak
ingat Lily tidur pulas di sofa. Dan senyumnya merekah. “Makasih.” Ucapnya dan
Lista mengangguk.
“Lis...”
Panggilnya ketika isakan kecil masih terdengar samar – samar.
“Iya...”
“Gue
boleh gak senin jemput lo sekolah?” Tanyanya hati – hati. Dia ingin bersama
dengan Lista lagi. Naik mobil berdua Lily membuatnya hampa.
Mengingat
gadis itu masih takut akan sikapnya tempo lalu, dia tersenyum “Kita gak berdua
lagi kok. akan ada seseorang yang mau gue kenalin ke lo. kemaren gak sempat.
Dia senyum kebahagiaan gue saat ini.” Sambil berkata begitu, dia berjalan
menghampiri Lily yang tertidur dan mencium keningnya sayang.
Lista
lega mendengarnya. “Boleh. Gue penasaran.”
Senyumnya
semakin lebar. “Sip. Gak tidur?” Tanyanya.
“Gue
takut tidur dan akan mimpi itu lagi.” Lista menjawab lesu. Kayaknya malam ini
dia harus bergadang lagi.
“Lo
tidur. Tadi baru aja hujan – hujanan kan? ntar sakit.”
“Gak
mau.”
“Lis...”
“Ayolaahh...
gue gak bisa tidur kalau sudah mimpi buruk, Ndo.”
“Gue
temanin. Sekarang, lo rebahan di kasur, ponsel jangan sampai lepas.” Ando
memerintahnya dan entah kenapa, Lista menurut.
“Terus?”
Terdengar
nyanyian sebelum tidur dari ponselnya. Membuatnya tersenyum dan akhirnya
tertidur nyaman karna suaranya yang lembut, seperti penyanyi kesukaannya, Glen
Fredly bernyanyi untuknya. Fernando menyanyikan sebuah lagu untuknya.
Membuatnya terharu.
“Lis...”
Panggilnya ketika satu nyanyian selesai dinyanyikan. Dia sengaja menyanyi untuk
Lista seperti yang sering dilakukannya ketika Lily tak bisa tidur. Terdengar
helaan napas halus dari ponselnya. Membuatnya tersenyum. “Selamat tidur,
Elista. Have a nice dream.” Ucapnya tulus dan mematikan ponselnya.
Dia
menatap Lily yang tertidur di sofa dan memutuskan untuk menggendongnya ke
kamarnya untuk tidur nyaman karna jam sudah menunjukkan pukul 02.15 pagi.
“Hari
senin...” Ucapnya sambil mengusap pelan rambut Lily yang tertidur pulas
disampingnya dan menyelimutinya. “Kamu akan ketemu Lista. Temenan yang baik
yah.” Ucapnya dan mendadak teringat sesuatu, dia mengambil ponsel dan mengirim
pesan untuk seseorang. Setelah terkirim, dia menepuk bantalnya dan tidur.
For
Lista, My girlfriend (Wannabe)
“Lis.... besok gue jemput jam 5
subuh yah. Ada yang mau tunjukkin sama lo. pemandangan indah. Ntar gue telpon
kalau sudah tiba di rumah lo.
Have a nice
dream. Wish you dreaming me.”
J.
Pertanyaannya satu, kemana?
kak ini ceritanya sampai part berapa ya ??
BalasHapus