“Tidak!” Teriaknya dan Lista langsung
terbangun dengan mata melotot ketakutan dan bergerak – gerak liar. Mencari sosok
yang menghantuinya. Mimpi buruk itu, yang seharusnya tak pernah dia impikan
lagi, hadir menemaninya, di saat dia bisa melupakannya. Tanpa sadar, Lista
memeluk lututnya dan menangis tertahan.
“Kenapa
harus gue mimpiin lagi?” Tanyanya dan memeluk dirinya sendiri. Mencari – cari
perlindungan dirinya yang tersisa. Berusaha membangun tinggi tembok yang
melindunginya dari masa lalu yang menghancurkan semuanya. Dia pun menghapus air
mata yang masih menetes.
Dia
melirik jam di dinding. Sekarang pukul 02.00 pagi. Matanya segar, tak bisa
tidur lagi. Terlalu takut untuk menutup mata. Takut menghadapi mimpinya
sendiri.
“Apa
gue tidur sama Kak Rika aja yah?” Dan dia pun menggeleng kuat – kuat.
Ringtone
Pink - Try berbunyi pelan, membuyarkan lamunan. Dengan kening berkerut dia
melirik ponselnya sambil berpikir orang gila macam mana yang menelponnya jam 2
pagi ini. “Kenapa, Ndo? Lo gak bisa tidur?” Tanyanya langsung tanpa mengucapkan
kalimat pembuka.
Ando
kaget karna telpon pagi butanya direspon Lista. Jujur, dia tak bisa tidur karna
memikirkan Lista dan masa lalunya. Membuat otaknya berputar. Ada yang tak
beres, ada yang disembunyikan gadis itu darinya. Dan dia baru sadar kenapa
harus menelpon Lista. Membuatnya blank. “Lo gak tidur?”
“Gue
baru aja kebangun dan sekarang gak bisa tidur.” Tanpa sadar dia bercerita.
“Kenapa
lo kebangun kalo boleh gue tau?”
“Bukan
urusan lo kenapa gue kebangun! Udah ah, gue mau tidur dulu. Bye.” Putusnya dan
langsung menon – aktifkan ponselnya agar tak berbunyi lagi.
“Ganggu
orang aja deh! heran gue!” Umpatnya pelan sambil menatap ponselnya yang mati
total dan memutuskan keluar kamar. Menyerah tidur sendiri.
Ando
berusaha menghubungi ponsel Lista, namun tak aktif. Membuatnya frustasi. “Kenapa
gue harus mikirin dia? Udahlah, Ndo. Lo kan pacaran sama dia bukan karna cinta.
Cuma karna ambisi aja kan? Yaudah, gak usah lo urusin tuh Lista.” Kata
hatinya mengingatkan dan tanpa sadar dia mengangguk.
“Ngapain
juga gue urusin dia? Mending tidur.” Putusnya dan berusaha memejamkan matanya.
♥
♥
“Kak
Bian pasti belum tidur. Yakin gue.” Gumamnya dan mulai mengetuk pintu kamar
kakaknya yang berada disebelahnya.
“Kak
Bian...” Bisiknya sambil terus mengetuk pintu pelan. Dan dalam ketukan ketiga,
Bian membuka pintu dengan mata super mengantuk sambil mengacak – acak rambutnya
dan menatapnya bingung.
“Kenapa,
dek?” Tanyanya melihat Lista berdiri di depan pintu kamarnya dengan bantal dan
guling di genggamnya.
“Gak
bisa tidur, kak. Mimpi gue buruk banget.”
Bian
pun langsung tersadar maksud ucapannya dan tersenyum lalu memeluk adik
kesayangannya. Yang dia jaga. “Yaudah... lo tidur sama gue aja. Dijamin pasti
langsung ngorok.” Ucapnya dan Lista seolah mendapat ketenangan, dia tersenyum.
“Makasih,
kak.”
“Anytime,
dek.”
“Lo
tidur di ranjang deh. gue di sofa.” Ucapnya sambil mengambil bantal gulingnya
lalu meletakkan di sofa besar kamarnya yang berhadapan langsung dengan
Televisi.
Lista
menggeleng. “Gue suka tidur di sofa, kak.”
Bian
memelototinya. “Please, dek. Lo jangan bangunin Macan tidur keras kepala gue
sepagi ini. Lo di ranjang, gue di sofa. Titik. Dan jangan membantah.” Tambahnya
ketika melihat Lista siap membuka mulut. Perang dengannya.
Dia
pun pasrah dan akhirnya merebahkan diri di ranjang Bian. Ketika dia menoleh ke
sofa, kakaknya sudah tidur pulas dan sesekali tersenyum.
“Seandainya
gue bisa tidur sedamai itu. Pasti nikmat.” Ucapnya pelan dan berusaha untuk
tidur.
“Dek...
bangun...” Seseorang membangunkannya ketika dia mulai bisa tertidur tanpa
mimpi. Dengan berat hati Lista membuka matanya dan kaget karna di depannya
adalah Kak Rika yang sekarang menatapnya bingung. Bukan kak Bian, si pemilik
kamar.
“Lo
kenapa tidur disini, Lis?” Tanyanya bingung ketika dia bangun duluan, melihat
Bian langsung menghampirinya dan bercerita bahwa dia ada di kamarnya.
Lista
garuk – garuk kepalanya tak gatal. “Gue gak bisa tidur kak. Mimpi buruk.”
“Kenapa
lo harus tidur di kamar Bian? Kan di kamar gue juga bisa, Lis.” Rika sekarang
duduk disamping adiknya yang terlihat kacau. Dan dia mempraktikkan ilmu Psikologis
mengetahui apa yang di pikirkan orang lain yang diketahuinya dari tantenya,
Tasya.
“Gue
pengen ngungsi di kamar lo, kak. Tapi kan ada Tom. Sedangkan gue anti luar
binasa ma tuh hewan.” Lista memberikan alasannya dan membuat Rika manyun karna
Tom dijadikan “Kambing Hitam” oleh adiknya sendiri.
Bian
masuk ke kamar ketika melihat Lista dengan rambut acaknya duduk di ranjangnya.
Lalu mendekatinya. “Udahlah, kak. Kan sesekali adik kesayangan gue tidur disini
gak papa kan? Daripada dia tidur sama lo tapi makin gak tenang karna ada
belahan jiwa lo, si Tom.” Ucapnya sambil mengelus pundak Erika dan Lista.
Lista
dan kakaknya hanya tersenyum. “Makasih kak Bian udah ijinin Lista tidur disini.
Makin cinta deh,” Ucapnya yang membuat Erika hampir muntah mendengarnya dan
Bian, langsung menyodorkan pipi kirinya. Minta dicium.
Lista
tertawa dan langsung mencium pipi kakaknya. Membuat Erika memutar matanya.
“Hati – hati, Lis. Setelah lo nyium dia, mungkin bibir lo bakal bengkak kayak
disengat selusin lebah beracun. Pipinya berbisa tuh.” Ucapnya dan membuat Bian
tertawa. “Lo kenapa sirik banget kak? Pengen nyium pipi gue juga? Nih, cium.”
Dengan senang dia mendekatkan pipi kanannya ke Rika. Membuatnya mendapat
tepukan ringan darinya. “Ngimpi!”
Lista
tertawa melihat kedua kakaknya berantem dan mencium kedua pipinya kilat lalu
langsung berlari masuk kamarnya sambil bersinandung. Meninggalkan mereka berdua
yang saling bertatapan.
“Selama
dia tidur disini, lo liat ada yang aneh gak, Bian?” Tanyanya pelan ketika tak ada
lagi siapa – siapa.
Bian
menggeleng. “Gak sih. Napasnya teratur. Cuma mimik wajahnya itu, kayak
ketakutan gitu.” Jelasnya membuat Rika terdiam.
“Ando
bukan “dia”, Bian. Gue tau itu dan lo juga kan?” Ucapnya. Seolah tau apa yang
dipikirkan.
“Memang
bukan dia kok. Ando jauh lebih baik daripada si brengsek itu!” Bian mengepal
tangannya. Tatapan jenaka di mata hijau terang, berubah menjadi kelam. Wajahnya
penuh ekspresi dendam. “Sampai dia dan antek – anteknya muncul dihadapan Lista,
atau kita.” Dia menyeringai. Membuat Rika ngeri melihat sisi gelap kembarannya.
“Gue pastiin dia dan mereka, takkan pernah menginjak Bumi lagi!”
“Bian...”
Rika menyentuh pelan pundaknya dan Bian menutup matanya. Mengendalikan emosi
yang sudah terkubur lama didalamnya. Menunggu dikeluarkan. Menunggu diperintahkan
untuk menghancurkan seseorang. “Iya kak?” Dia menatap kakaknya dan tersenyum
jahil. Hilang sosok gelap itu. Membuat Rika tersenyum.
“Gue
baru ingat adik kita yang satu itu punya janji untuk menjelaskan kemaren sama
kita. Nagih yuk?” Ajaknya untuk mengalihkan sisi gelap adiknya dan Bian
langsung mengangguk. “Ok kak. Gue penasaran.” Kemudian mereka langsung menyerbu
kedua orang tuanya yang asyik sarapan di meja makan. Menunggu Lista.
♥
♥
“Nah
Lista, ayoo ceritaaaaaa...” Tanpa menunggu Lista duduk dengan tenang di meja
makan, Rika langsung menyerangnya dengan pertanyaan. Membuatnya teringat dengan
janjinya dan mengerang. “Apa yang harus gue bilang? Masa gue bilang, “Lista
pacar kontrak ma, pah, kak, dengan Ando karna Lista kalah taruhan.”? Mati
digebang kak Bian gue kalo ngomong gitu!”
Kedua orang tuanya menatap penuh antusias.
Apalagi Erza. “Ayooo... cerita...”
Lista
hanya geleng – geleng dan tersenyum. Sebuah skenario untuk tersusun rapi. “Ando
itu teman sekelas Lista selama 3 tahun. Kami baru aja jadian kemaren, ma, pah,
kak Bian, Kak Rika. Dan kemaren itu Cuma jalan ke Mall untuk makan terus
keliling aja. Pengen nonton tapi waktunya gak sempat. Kan papah nyuruh dia
untuk antarin Lista pulang jam setengah 10 malam.”
“Dia
ngebut gak bawa mobil dek? Perasaan kemaren jalanan macet banget deh. iya kan,
kak?” Tanya Bian sambil menoleh Erika yang menatapnya sinis.
“Ngebut
banget kak!” Ucapnya jengkel.
“Macet
sih macet, tapi lo kebangetan! Masa di saat – saat macet kayak gitu lo malah
buka jendela mobil dan menatap segerombol cewek di mobil sebelah kita dengan
intens banget terus digoda! Lo bikin malu!” Erika mendamprat Bian yang tertawa
terbahak – bahak. “Belum lagi lo bawa mobil ngebutt banget! Hanya karna alasan
pengen pipis! Lo kan bisa singgah di tempat yang gue tunjuk kemaren kan? Bener
– bener deh. Jera gue nyuruh lo bawa mobil!”
“Kak
Rika...” Rayunya dan tersenyum ketika sang kakak menoleh sinis ke arahnya. “Gue
minta maaf deh kalo lo cemburu dengan tingkah gue kemaren. Tapi percaya deh
kak, gue tetap kembaran lo kok dan Cuma lo doang yang di hati gue saat ini.
Percaya deh sama gue.” Godanya membuat Lista tertawa terbahak – bahak, diikuti
orang tuanya.
“Saat
ini aja kak? Esok – esoknya enggak nih?” Goda Lista ketika melihat Rika menoleh
galak ke arahnya. Seolah mengatakan. “Jangan beri Bian angin segar!”
“Selamanya
deh kak Rika akan di hati gue. Karna gue yakin di lubuk hati paling dalam, dia
nempatin gue di tempat khusus yang tak bisa disamain sama orang lain. Iya kan,
kak Rika?” Tanya Bian dan Rika pun merona mendengar rayuan kembaran sablengnya.
“Sinting
lo! iya... lo gue tempatin di tempat khusus di hati gue. Tau gak namanya apa?”
Tanya Rika dan Bian mengangguk antusias. “namanya “Orang sinting dan perayu
ulung serta master PHP” bagus kan namanya?”
“Bagus
banget namanya kak. Tapi gue lebih suka kalo judulnya Cuma “perayu ulung dan Master
cinta” aja. Hahahaha...”Godanya membuat Rika semakin memerah.
Erza
tertawa terbahak – bahak mendengar gombalan Bian yang mirip dengan suaminya.
Dan Putra, garuk – garuk kepala. Merasa tersaingi dengan anaknya sendiri.
Sedangkan Lista, bersyukur karna diselamatkan oleh tingkah konyolnya Bian.
Erika
merona luar biasa. Dia melirik Lista yang tertawa terbahak – bahak dan sadar
interogasi belum berakhir. “Nah Lista...” Panggilnya membuatnya berhenti dan
menatap Rika yang matanya mulai berkilat – kilat penuh interogasi. “Mampus
gue.”
“Iya
kak...”
“Gue
dengar dari Bian, dia ketua ekskul Judo yah di sekolah lo?” Tanyanya dan Lista
mengangguk.
“Nah...
dia gimana sih nembak lo? gue lihat dia orangnya romantis deh.” Ucapan Rika
membuatnya ingin muntah “Romantis? Seorang iblis itu romantis?! Sinting lo
kak! Yang ada dia penyiksa wanita dan playboy cap Sapi!”
“Gimana yah?” Lista berpikir keras mencari
ide. “Dia bilang pas istirahat kalo dia naksir terus pengen Lista jadi
pacarnya. Gitu doang.” Ucapnya dan membuat mereka melongo total.
“Serius
dek?” Tanya Bian shock. “Kalo gue nembak cewek mah gue bawa ke Taman
dekat rumah kita itu terus gue bawa gitar dan nyanyi lagu romantis di depan dia
sambil berlutut. Itu gue lo...” Ucapnya bangga membuat Rika tertawa.
“Lo
emangnya pernah nembak cewek? Yang ada lo bikin cewek nangis semua!” Ucapnya
sadis.
“Tapi...
kalo gue disuruh nembak Kak Rika,” Ucapnya tanpa menjawab balasan sinis
kakaknya. “Mungkin lebih so sweet dari ini. Lebih malah... kan kak Rika
segalanya buat gue.” Jawabnya membuat Rika mencak – mencak. “Lo juga dek,
segalanya buat gue hancurkan!” Jawabnya sinis.
“Hahahha...
kalau papah gimana dulu lamar mama?” Tanya Bian tiba – tiba ketika melihat
papahnya masih shock dengan ucapan anaknya. Membuat mamanya tersipu.
Putra
tersenyum penuh bangga. “Papah dulu lamar mamamu ini di Jerman, waktu kami
libur panjang kuliah dan siap – siap mau pulang ke Indonesia. Papah bawa mama
ke taman dekat rumah nenek. Kan disitu banyak anak – anak kecil main dan mamamu
suka itu. Terus papah tinggalin mamamu disitu dan sebagian anak – anak papah
panggil untuk nyodorin balon berbentuk hati dan bunga Tulip. Mereka nurut dan
mamamu langsung diserbu.” Putra tertawa mengingat kejadian itu. Lalu menatap
ketiga anaknya yang antusias mendengar masa mudanya yang penuh kegilaan. “Pas
udah semuanya, Papah bawa gitar dan nyanyi di depan mama yang kaget karna dengan
kejutan ini dan anak – anak itu berdiri di belakang papah sambil memegang balon
dan Tante Kathy sama Om Restu memegang sepasang merpati. Pas mamamu bilang iya,
balon dan burung merpati itu dilepas oleh mereka. Begitu...” Tutupnya dan
melirik istrinya penuh sayang.
“So
sweet...” Ucap Rika tanpa sadar dan berharap suatu saat nanti akan bertemu
dengan suami yang seperti papahnya.
“Nah
Lis, Ando itu gimana sifatnya?” Pertanyaan Bian tiba – tiba membuat Lista yang
masih mengkhayal akan dilamar seromantis papahnya itu kaget.
“Sengak!
Tapi gimana yah kak... baik sih.” Ucapnya susah payah karna tak ikhlas
mengucapkan kalimat terakhir itu.
Bian
angguk – angguk dan melirik Rika. “Latihan yuk?” Ajaknya dan dia langsung
menggangguk.
“Lista
ikut!” Putusnya dan langsung berlari menyusul kedua kakaknya. Meninggalkan mama
dan papahnya yang tersenyum.
“Kayaknya
ada selanjutnya deh setelah aku jawab iya itu,” Kata Erza sambil melihat ketiga
anaknya siap – siap latihan.
Putra
tersenyum. Kemudian berbisik “Memang ada. Tapi lebih baik itu jadi kenangan
kita berdua saja. Cukup kita saja yang tau.” Jawabnya membuat Erza merona dan
dia mengecup bibirnya cepat sebelum menyusul anak – anaknya di taman.
♥
♥
“Listanya
ada Bi?” Tanya Ando ketika dia sudah di depan rumah Lista. Maksudnya ingin
mengajak lari pagi. Dan mpok Surti langsung mengangguk seolah terhipnotis
dengan penampilan Ando.
Baju
kaos yang membentuk dada bidangnya dan celana olahraga serta sepatu kets.
Membuatnya terasa semakin ganteng karna ada peluh menetes di wajahnya.
Erza
yang melihat siapa bertamu, tersenyum. “Masuk aja Ndo. Lista ada kok di taman
sama kedua kakaknya. Ada apa?”
“Gak
Tan. Saya pengen ngajak dia olahraga pagi saja. Soalnya rame kayaknya di depan
komplek orang – orang pada lari pagi.”
Erza
mengangguk. “Kamu ke taman aja. Mereka lagi latihan biasanya disitu.”
“Latihan
apa tante?” Tanya Ando bingung.
Erza
tersenyum minta maklum. “Latihan karate sama Judo. Papahnya juga ada tuh. Ikut
aja. Kata Lista kamu jago olahraga itu.”
“Gak
juga tan. Masih jago Lista soal bela diri.” Ucapnya merendah.
“Saya
dulu juga ikut bela diri karate dan papahnya Judo.” Jelas Erza membuat Ando
tertegun. “Bukan keluarga sembarangan kayaknya nih. Seandainya ada maling
masuk ke rumah mereka, mungkin maling itu takkan bisa keluar hidup – hidup.”
“Ayo...”
Erza membuyarkan lamunan Ando dan dengan patuh dia mengikuti Erza di belakang.
♥
♥
“Lista...”
Panggil Erza di saat dia ingin menendang papahnya. Lista menoleh dan dengan cepat
Putra membalas serangan anaknya dan membuatnya jatuh.
“Konsentrasi,
sayang.” Tegur Putra sambil membantu Lista berdiri.
Dia
manyun karna sebentar lagi akan mengalahkan papahnya lalu menoleh ke mamanya.
Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika melihat Ando dibelakang.
Ngapain
si Iblis itu ada disini?!
“Sip...
ada lawan.” Kata Bian puas melihat Ando seolah menyerahkan diri kepada
keluarganya dan berdiri untuk menantangnya. Namun, Erika menahannya. “Sorry,
dek. Gue duluan. ” Ucapnya yakin dan berjalan ke arah Ando. meninggalkan Bian
yang melongo.
Putra
melihat Erika berjalan ke arah mereka. Melirik istrinya yang menunggu di depan
pintu taman. Tersenyum. “Kalian lanjutin aja latihannya. Papah mau jalan sama
mama dulu.” Ucapnya dan berjalan ke arah istrinya lalu merangkulnya mesra.
Lista
berjalan mendekati Ando dan mendesis. “Lo ngapain disini?!”
“Mau
ngajak olahraga pagi. Biar sehat. Biar lo gak marah – marah lagi.” Ucapnya
pelan lalu tersenyum ketika melihat Rika berdiri di depannya.
“Hai
Ando..” Sapanya dan tersenyum manis ketika Ando membalas senyumannya.
“Hai
juga kak Rika.”
“Gue
dengar dari Lista lo jago olahrga bela diri kan? Apa aja kalo boleh gue tau?”
Tanyanya dengan senyuman masih di wajahnya. Membuat Lista yang melihat wajah
kakaknya, mundur perlahan.
“Kak
Rika kenapa kak?” Tanyanya ketika Bian disampingnya.
“Biarin
aja. Udah lama gue gak liat kayak ginian.” Jawab Bian dengan wajah tak kalah
penasarannya. Tak biasa melihat Rika mendekati cowok.
Ando
tersenyum. Dia merasa ada maksud tersirat dari pertanyaannya. Namun dia pasang
pura – pura bodoh. “Gue bisa Judo sama karate kak. Taekwondo juga kok.”
“Lo
mau gak kita bertanding? Disini? Sekarang? Karate?” Tanyanya dan membuat Lista
dan Bian ternganga.
Kak
Rika gila!” Ucapnya setengah tak sadar. Bian mengangguk. Tak mengerti jalan
pikiran kakaknya. Padahal mereka kembar.
Ando
mengangguk. Tebakannya benar. Kak Rika ingin mengujinya apakah dia mampu
menjaga Lista atau tidak. melihat adiknya dipenuhi trauma masa lalu. “Boleh.
Gue siap.”
“Bagus...
sekarang... Lo lebih suka tanding sama cewek dengan rambut terurai atau diikat
ke belakang?” Tanya Rika lagi membuat Ando bingung. Apa artinya.
“Gue
suka cewek tanding dengan gaya rambut apa aja. Asalkan dia nyaman.” Ucapnya
diplomatis. Kalau saja Lista yang bertanya begitu, mungkin akan dijawabnya
beda.
Lista
mendengar jawabannya, mencibir. “Sok cari muka! Kalo dia terima cewek apa
adanya, ngapain nyuruh gue jadi cewek tulen?! Dasar cowok muna!”
“Kalo
gue jadi Ando, ditanyain kak Rika gitu, mungkin jawabannya akan beda.” Kata
Bian membuat sumpah serapah dalam hatinya terhenti.
“Emang
lo akan jawab apa kak?”
“Gue
jawab,” Bian nyengir memikirkannya. “Gue lebih suka lo digerai, kak. Jadi
biarpun tubuh gue besoknya memar semua karna lo, tapi gue bisa menyimpan
sejepret wajah cantik lo dengan rambut tergerai saat menghajar gue.” Jawabnya membuat Lista tertawa ngakak.
“Dasar
lo kak.”
Erika
tersenyum, kemudian melangkah maju ke Ando yang siap memasang kuda – kuda.
Dengan senyumnya, dia mendekat. Menggoda, apakah pacar adiknya ini benar –
benar terbaik atau hanya main – main. Kalaupun hanya untuk mempermainkan
adiknya, dengan senang hati dia akan menghajarnya hingga tak bertulang. “Lo
sayang dengan Lista, kan?” Tanyanya. Mengunci tatapan Ando. membuatnya terdiam.
“Gue
sayang dengan adek lo, Kak Rika.”
Erika tersenyum. Menatap Lista, lalu menatap Bian lama ketika cowok itu menunjukkan ekspresi bingung. Kemudian beralih ke Ando yang menunggunya. “Bagus. Lo harus kalahin gue untuk membuktikannya, Fernando Hayman. Karna gue,” Dia menyunggingkan senyum tantangan. “Takkan ngalah walau lo pacar adik kesayangan gue.”
Erika tersenyum. Menatap Lista, lalu menatap Bian lama ketika cowok itu menunjukkan ekspresi bingung. Kemudian beralih ke Ando yang menunggunya. “Bagus. Lo harus kalahin gue untuk membuktikannya, Fernando Hayman. Karna gue,” Dia menyunggingkan senyum tantangan. “Takkan ngalah walau lo pacar adik kesayangan gue.”
Seberapa
beratnya trauma Lista hingga kakaknya jadi pada over begini?”
“Gue suka cewek ini.” Gumamnya. “Ok
kak. I’ll be take it and showed the best.” Dia tersenyum dan Erika mundur.
Mengurai rambut panjangnya, Siap menyerangnya.
◙
◙
“Kak Rika gak serius buat Ando mati kan kak?”
Lista mau tak mau khawatir melihat pertandingan mereka. Jauh dari kata lembut.
Saling menyerang. Walaupun dia tau keahlian kakaknya dalam bela diri, namun
Ando tak bisa diremehkan. Dia atlet Karate Nasional!
Bian
angkat bahu. Dia mengetahui apa maksud kakaknya sekarang. “Gak deh kayaknya.
Palingan parahnya antara patah tulang dalam atau ringannya, memar sekujur
tubuh. Kayak gue.” Kata Bian dengan nada pahit mengingat pernah bertanding
dengan Erika dan babak belur. Seolah dia dianggap lawan, bukan saudara kandung.
“Gak
beres otak kak Rika kayaknya,” Ucapnya dan Bian tertawa. “Dia melakukan begitu,
karna ingin melindungi lo. dia tak ingin lo jatuh lagi, Lista.” Ucapnya pelan.
Membuat Lista terdiam.
“Gue
sempat mikir buruk loh pas kak Rika dekatin Ando. gue kira dia mau merayu.
Ahahhaha...” Tawanya membuat Bian ikutan tertawa. “Ya gak lah, dek! Kak Erika udah
punya cowok. Dia Co – ass dirumah sakit tempat papah dan mama praktik. Dokter
muda juga.” Bisiknya dan membuat Lista mangap.
“Lo
pernah liat kak?” Dan Bian mengangguk.
“Mama
dan papah tau?” Dia menggeleng. “Cuma kenal biasa aja.”
Lista
tersenyum. Ada bahan baru. Pikirnya. “Gue godain ah ntar kak Rika. Whahaha...”
◘
◘
“Harus
ada yang jadi wasit, Kak Bian! Kalau gak, mereka gak akan berhenti! Ini bukan
pertandingan normal! Ini saling bunuh namanya!” Teriaknya ketika melihat Kak
Rika terjatuh dengan keras di tanah. Dan hidungnya berdarah. Namun senyumnya
tak jua hilang.
“Lo
masih kuat, Kak Rika?” Ando sempat berhenti menyerang dan membantunya berdiri.
Namun, dia langsung diserang balik oleh Erika dengan tendangan di ulu hati.
Membuatnya terjatuh dan batuk.
“Peraturan
pertama, jangan bantuin lawan lo jatuh! Apalagi menanyakannya! Lo lengah, dek.”
Jelasnya. Lawan yang tak bisa dianggap remeh. Pikirnya.
Bian
maju ke depan. “Gue jadi wasit kalian. Kalo gak, kalian bakal masuk UGD karna
main tanpa henti.” Jelasnya dan Erika mengangguk.
Kemudian,
Bian dengan senang hati memulai perannya.
☺☺
Ando jatuh ke tanah sekian kalinya. Dia
melirik Lista yang cemas. Ntah kearahnya atau kakaknya. Dia melihat Erika dan
kondisinya tak jauh lebih parah darinya.
“Gimana
caranya gue menang yah? Ini cewek jago bener! Sekali tendangan gue bakal jadi
iwak peyek kayaknya.”
“Nyerah?”
Tanyanya melihat Ando tak jua berdiri.
Dia
tersenyum mengejek. Nyerah bukan solusi. Dia lebih baik kalah terhormat
daripada nyerah dan menjadi pecundang di mata Erika. Tertatih, dia berdiri.
Memegang perutnya. “Gak. Gue sanggup, kak.” Jawabnya yakin.
“Nyali
kuat, keras kepala kayak Lista. Harga diri yang tinggi. Sip.. gue suka.”
“Ok,
ini permainan terakhir, apapun hasilnya,” Dia tersenyum sekali lagi. Sungguh,
wajah bonyoknya tak jua menghilangkan senyum cantiknya. “Lo harus terima itu.”
Ando
tersenyum. “Sekali lagi... kuat, Ndo.” Tekadnya dalam hati.
Dia
pun memasang ancang – ancang, memikirkan apa yang harus digunakan untuk lawannya
skak – mat. Rika melihat tekad di matanya yang hitam legam itu, membuatnya mau
tak mau, tersenyum geli dan senang hati melayaninya.
“Gue
siap, dek.” Katanya pada Bian yang memperhatikan mereka berdua.
“Ok,”
Dan permainan pun dimulai sekali lagi.
♥
♥
Erika terjatuh keras di tanah dan mengerang
kesakitan. Bian dan Lista segera berlari menghampirinya. Diikuti Ando yang
melupakan sakitnya. Serangan darinya di perut cukup membuat lawannya kesakitan.
Erika
melirik Ando dan tersenyum. Lalu mengulurkan tangannya. “Congrats, you win,
boy. Lo lolos dari gue. Selamat yah,”
“Kak...
lo gak papa kan? Sini... bangun. Gue bantuin.” Lista panik dan langsung
membantu kakaknya berdiri diikuti Bian. Namun Rika menggeleng. “Lo obatin luka
pacar lo deh. Gue sama Bian aja. Gue gak papa, dek. Tenang aja. Udah biasa.”
Katanya sambil menenangkan adiknya yang hampir menangis melihat kondisinya.
“Pokoknya
gue mau nolong lo dulu kak. Ando belakangan.Sini gue bantuin.” Lista membantu
memapah Erika walau kakaknya menolak.
“Keras
kepala lo jangan dikumatin dong, dek. Kasian pacar lo tuh. Gue bisa kok.” Bian
tertawa geli melihat Lista ngotot. Dia menunduk dan memegang kedua kaki Erika
lalu menggendongnya. Tanpa mempedulikan sang kakak berteriak di telinganya dan
Lista yang melongo.
Terlalu
takjub, dia menoleh ke belakang dan melihat Ando terduduk di lantai, menatapnya
intens.“Gue gak ditolongin nih ceritanya? Pacar loh,” Katanya ketika Lista
menghampirinya.
“Bentar...
gue ambilin obat – obatan dulu.” Katanya dan bergegas masuk ke dalam.
Ando
tersenyum melihat Lista memperhatikannya dan meringis ketika sikutnya
bergesekan dengan tubuhnya sendiri.
“Pelan
– pelan dong! Aduhh...” Teriaknya ketika Bian berkonsentrasi penuh mengompres
memar di tangannya.
“Gue
udah pelan – pelan kak. Banget malah. Lo nya aja yang sensi luar dalam!”
Rutuknya lalu menekan memar Rika dan langsung mendapat jitakan.
“Lo
ikhlas gak sih obatin luka gue?!” Rika masih mengaduh kesakitan dan hampir saja
air matanya menetes saking nyerinya.
Bian
melihat itu, semakin pelan dia mengobati kakaknya. “Kenapa lo jadi nyerahin
diri ke dia kak? Biar lo gak kesakitan kayak gini kak. Gini – gini lo harus
sadar kodrat dong kalo lo cewek.”
“Karna
kalo gue biarin lo main sama Ando, gue takutnya lo gunain dia sebagai
pelampiasan emosi. Lo kalo kalap ngeri, dek. Gue gak mau Lista liat itu.”
“Iya
sih... gue masih gak bisa bedain mana Ando dan mana si bajingan itu.” Ucapnya
pelan lalu meneruskan pekerjaannya lagi. “Dan itu sebabnya lo ngalah dan biarin
dia menang kak? Lo mungkin bisa bohongin mereka berdua, tapi tidak dengan gue,
kak.”
Erika
tertawa kemudian meringis lagi karna perutnya nyeri bekas tendangan Ando. “Iya.
Lo harus liat tatapan matanya saat dia nolak nyerah, harga dirinya terlalu
tinggi untuk mengatakan nyerah, tekad kuat, percaya dirinya dan sifat
melindungi bisa kebaca, Bian. Seandainya dia iyain tawaran gue, mungkin gue
akan habis – habisan nyerang. Karna itu berarti cowok lemah macam dia tak
pantas buat Lista!”
“Gue
bisa membaca arti setiap gerakan balasan lo ke Ando kak,”
“Oh
yah? Bisa lo jelasin apa aja? Mengingat lo orangnya paling gak peka baca
situasi.”
Bian
merengut. Namun tertawa mendengar penilaian Erika. “Artinya,” Bian berdehem
sebentar. “Lo harus ingat, setiap tendangan yang gue beri, akan lo rasakan
dua kali lipat sakitnya kalo lo sampai buat Lista menangis di depan kami dan
bilang lo hancurin hatinya. Adik gue sudah hancur sebelum ketemu lo!” betul
gak?” Tanyanya membuat Erika terdiam.
“Iya...
apapun akan gue lakuin agar adek kita gak kayak dulu lagi, Bian. Gue gak bisa
bayangin kalo hal itu terjadi lagi. Bikin hati gue ikutan hancur.” Putusnya dan
membuat Bian terdiam. Memilih untuk konsentrasi mengobati luka kakaknya
♥♥
“Aduh!
Pelan – pelan, Lista! Lo bakal remukin tangan gue!” Teriaknya ketika Lista
mengobati memar di lengannya. Jengkel, Lista semakin menekan memarnya. Membuat
Ando mengerang kesakitan. “Lo bisa gak sih lebih lembut dikit obatin gue?!”
“Lo
juga udah gue obatin masih aja ngeyel! Gue udah pelan, Ando!”
“Pelan
apaan?! Lo nyiksa gue! Pelanin lagi!” Perintahnya dan dengan mulut mencibir,
Lista berusaha untuk lembut mengobati cowok sengak di depannya ini.
“Siapa
suruh lo nyamperin gue dan iyain ajakan kak Rika! Derita lo itu...” Gerutunya
pelan sambil terus mengobatin lukanya.
Ando
memegang dagu Lista yang lancip dan mendongkakkannya. Ingin membaca rahasia
apalagi yang disembunyikan dari tatapan hijau terangnya itu. “Lo tau gue,
Lista. Gue kayak lo. gak bisa ditantang. Lagipula...” Sambil berkata begitu,
tatapannya melembut. Cukup menggetarkan hati Lista sesaat. “Itu sebagai
pembuktian diri pada kakak lo, kalo gue sayang sama lo.”
Sayang
sama gue?! Dasar Munafik!
“Gak
ada kata sayang dalam hubungan kita, Ando. gue, terpaksa dan lo, jadikan gue
sebagai hadiah atas kemenangan lo. selesai.” Putusnya dan Ando memilih tidak
membantah karna itu memang benar adanya.
Hampir
satu jam Lista mengobati luka – luka Ando sambil sesekali mengernyit ngeri
betapa ngerinya luka yang diakibatkan kakaknya pada Ando. dia menatapnya yang
masih mengernyit kesakitan. Membuatnya khawatir. “Lo tadi kesini bawa mobil?”
Tanyanya membuat Ando menggeleng.
“Gue
jalan kaki.” Jawabnya dan dia melongo.
“Jalan
kaki? Memangnya rumah kita dekat yah?” Tanyanya dan Ando menggeleng.
“Lumayan
jauh. Cuma kita satu jalan walau beda komplek. Kan gue sekalian ngajak lo lari
pagi. Makanya gak bawa mobil.”
Lista
geleng – geleng kepala. Segitu ingin lari pagi dengannya sampai – sampai rela
jalan kaki ke rumahnya. Membuatnya sedikit terharu. “Gue antarin pulang yah?
Bentar...” Lista membereskan peralatannya dan bergegas keluar. Namun ditahan.
“Gak
usah. Gue bisa jalan kaki lagi pulang kerumah. Gue gak mau repotin lo, Lis.”
Lista
memutar bola matanya. Tanda jengkel. “Please, Ando. lo gak mungkin gue ijinin pulang
kerumah jalan kaki dengan kondisi kayak gini! gak! Gue antar lo pulang. Ok?” Melihat
Ando masih menentangnya. Membuatnya menghela napas. “Ando... lo gak repotin
gue. Beneran deh. Lo Cuma jengkelin gue aja karna pagi – pagi kerumah. Gue
ingin nganter lo. gue bukan cewek tegaan yang biarin cowok pulang dari rumah
gue setelah dihajar habis – habisan oleh kakaknya.” Jelasnya.
“Gue
gak bisa repotin orang, Lis. Lo bikin harga diri gue terluka. Gue udah kuat
kok.”
Oh
my...
“Astaga,
Ando! bisa gak lo turunin kadar harga diri lo itu sebentaar aja? Lo gak repotin
gue. Ok? Lista menatapnya dengan keras
kepala. Dan dia pun tak ingin berdebat lebih jauh di saat kepalanya mulai nyut
– nyutan. “Yasudahlah. Kali ini
gue ikutin mau lo. nantinya, belum tentu gue ikutin.” Jawabnya dan tanpa sadar
Lista menghela napas lega.
“Gue
bikinin minum dulu yah. Setelah itu gue antar pulang.” Ucapnya dan dia bergegas
berlari ke dalam. Meninggalkan Ando yang menatapnya.
Lo
adalah orang paling beruntung yang pernah gue kenal, Lista.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar