Laman

Minggu, 03 Maret 2013

Past Time of the Story. Part 2 - First Meet


dapatkah kau lihat rasa
Di bawah hati sendu
tak semata hasrat rindu akan hadirmu
dapatkah kau lihat hasrat
di kanvas raut hati
yang perlu goresan tangan halusmu

hasrat ku tak mampu kau rasakan
dan cinta ini tak dapat kau lihat

bodohnya aku
yang selama ini..
Selalu mengharapkanmu
lebih dari sebuah sahabat
.”

            Eva terduduk kembali di kasur mamanya dengan tangan gemetar memegang kertas yang dibacanya. Sungguh, dia bisa merasakan betapa sakitnya perasaan penulis puisinya, mamanya sendiri. Siapapun Evan, pasti sangat berarti di hati mamanya.
            “Segitu berartinya kah Evan untukmu, Ma?” Gumamnya sambil membaca ulang puisi itu. Meresapi setiap sakit yang dicurahkan penulisnya lewat kata – kata.
            “Sayang... Kamu lagi ngapain di kamar papah? Mau ikut gak keliling Kompleks?” Ajakan Papahnya membuat lamunan Eva buyar seketika. Dengan menghapus air mata yang sempat menetes dan berdehem kecil agar suaranya berubah normal, dia memasukkan buku diary itu dibalik bajunya. Dia ingin membacanya lagi.
            “Ikut!!!” Eva berlari keluar kamar dan tersenyum ketika melihat ayahnya sudah berdiri di depan pintu.
            “Yasudah. Mandi sana deh, bau.” Usir papahnya sambil mendorong Eva pelan. Membuatnya manyun.
            “Iya... iya...” Gerutunya pelan sambil berjalan masuk kekamarnya.

ghgh

            Radith Syahreza, Papahnya Eva sekarang duduk di atas kasur sambil memegang foto istri tercintanya, belahan jiwanya yang pergi meninggalkannya dengan tatapan sedih.  Dia mengusap figura itu perlahan, seolah takut setiap sentuhannya, akan merusak figura itu.        
            “Re... Sedang apa kamu disana? Kau liat anak kita kan? Dia sangat mirip dengan kamu, Re. Kadang, setiap aku melihatnya, aku seperti melihat kamu hidup kembali dan duduk disampingku,Re. Tapi... secepat itulah aku sadar, bahwa kau tak ada disini. Re...” Papahnya mengusap air mata yang membasahi pipinya dan menarik napas. “Kamu lihat kan bagaimana aku membesarkannya tanpa ada pengganti dirimu? Tanpa ada yang mengisi relung hatiku? Kenapa? Karna, hanya kamulah yang aku cintai, Re. Walau... sampai kamu pergi pun, Aku gagal membuatmu hanya menatapku.”
            “Pah... gimana? Jadi gak? Eva udah siap nih,” Teriakan Eva dibalik pintu membuat papahnya tersadar dan tersenyum sambil memandang foto istrinya sekali lagi dan mengecupnya.
            “Makasih, Re,  kamu sudah memberikan malaikat kecil untukku disaat kamu pergi meninggalkanku.  Andai aku boleh meminta lebih, aku ingin kita membesarkan malaikat kecil ini bersama, menjaganya bersama. Aku sudah memberikan rahasiamu padanya. Tapi... aku tidak tau apa alasannya, Re. Sebelum aku bertanya, kamu sudah pergi.”
            “Pah... jadi gak nih? Kalo gak jadi, Eva tinggal!” Ancam anaknya di balik pintu membuat papahnya tersenyum dan menghapus air matanya.
            “Dia mirip kamu kan, Re? Aku pergi dulu yah, I love you,” Ucap papahnya tulus sambil meletakkan foto istrinya yang disampingnya adalah sebuket bunga irish putih segar. Yang setiap 2 hari sekali.
            Sebelum Eva siap – siap menggedor pintu dengan kekuatan penuh, mendadak papahnya keluar dan tersenyum. “Yuk,” Ajaknya sambil merangkul Eva turun ke lantai bawah.

ghgh
           
            “Papah ngapain aja sih di kamar? Lama banget!” Gerutunya ketika mereka mengeluarkan sepeda masing – masing dari garasi. Papahnya hanya diam dan mengelus rambut Eva lembut.
            “Ntar papah ceritain,” Ucapnya dan menoleh ke belakang dan melihat Mpok Ijah, pembantu mereka berdiri di depan pintu garasi. Siap menutup.
            “Hati – hati yah Pak, Non Eva,”
            Eva hanya mengacungkan jempol dan bersepeda duluan disusul oleh papahnya.

            Sepanjang jalan, mereka saling bercerita tentang kesibukan masing – masing. Eva menceritakan sekolahnya dan beberapa cowok yang berusaha mendekatinya. Dan papahnya menceritakan kesibukannya. Tak ada rahasia diantara mereka.
            “Papah belum cerita kenapa tadi lama di kamar. Ada apaan sih pah?”
            “Papah hanya kangen saja sama Mama. Jadi sempat cerita sebentar bagaimana kamu sekarang. Yah.. walaupun papah tau, mama kamu gak akan mendengarnya,”
            Eva terdiam mendengarnya. Sungguh dia bisa melihat betapa cintanya papahnya dengan mamanya. “Papah sayang yah sama Mama?”
            “Iya.. seperti sayang Papah ke kamu,” Radith memandang anaknya lurus. Dia bisa melihat betapa mirip wajah anaknya dengan istrinya.
            Eva hanya tersenyum dan berkata. “Balapan yuk pah? Siapa menang, ntar dapat hadiah!”
            “Hadiahnya apaan, Va?”
            “Bakal dimasakin sarapan sama yang kalah, ayoooo!” Eva langsung mengayuh sepedanya cepat. Takut keduluan Papahnya yang kata Tante Fira adalah Pembalap sepeda tingkat RT.

adad

            “Eva menang!!!” Teriaknya puas ketika mereka sudah di taman dan tertawa melihat papahnya yang selama ini susah dikalahkan, akhirnya kalah juga.
            “Yah... besok masak deh. Padahal papah kan pengen makan masakan Eva sesekali. Yah... walaupun hangus dikit. Hahaha...” Papahnya tertawa ketika melihat wajah senang anaknya berubah menjadi manyun.
            “Huh! Pah... Eva beli minum dulu yah. Haus nih. Papah mau nitip?” Tawarnya ketika papahnya sekarang duduk di kursi taman sambil mendengarkan musik di Ipodnya.
            “Air mineral yah. Papah tunggu disini.”
            “Ok deh,” Eva mengacungkan jempol dan bergegas bersepeda mencari warung disekitar taman.

            Setengah jam berkeliling di taman yang luasnya ampun – ampunan, akhirnya, Eva melihat sebuah warung kecil di sudut taman. Dengan cepat da mengayuh sepedanya kesana.
            “Paman, berapa?” Tanyanya ketika sudah tiba dan langsung mengambil dua botol mineral dan mengangkatnya.
            “6ribu, Mbak.” Jawab si empunya warung.
            Eva meletakkan kedua botol itu di depannya sementara dia mengambil uang di dalam tasnya. Tanpa disadari, bagai jin, Seorang cowok berdiri disampingnya dan langsung mengambil air mineral yang hendak dibayarnya. Kaget, Eva menatap garang ke arah cowok yang menghabisi air mineralnya dan mencubit keras di pinggang.
            “Aduh! Lo apa – apaan sih?!” Gerutu cowok itu sambil membalas tatapan Eva dengan tak kalah garangnya. Eva sempat terpesona melihat gantengnya cowok di depannya itu. Dengan wajah agak kearab – araban, badan tegap dan tingginya sekitar 180cm, Tatapan tajamnya di kedua bola matanya yang hitam pekat dan alis tebal sempurna yang menjulang tinggi, semakin sempurna fisiknya. Sadar bukan ini yang seharusnya dia lakukan, Eva menggeleng kepala kuat – kuat dan melotot. “Lo ngapain ambil pesanan gue?!
            “Pesanan apa?! Ngomong jangan ngasal deh!” Jawab cowok itu dengan nada emosi namun tak berpengaruh oleh suara baritonnya yang seksi.
            “Air mineral yang lo habisin itu punya gue! Lo dengan sengaknya berdiri disamping gue dan mengambilnya!”
            “Yaudah... lo ambil aja lagi. Kan masih banyak di depan lo ini. Gitu aja kok diributin! Heran deh!” dengan cueknya, dia mengambil air mineral di depannya dan meletakkannya bersisian dengan air mineral Eva yang melotot.
            “Kenapa lo pelototin gue? Gue tau... lo terpesona dengan kegantengan gue kan?” Lanjutnya bernada menggoda membuat Eva tersadar dengan pesona suara dan wajahnya. Sambil beristighfar dalam hati minta kekuatan, dia mencibir. “Sepersekian detik yang lalu, gue terpesona sama lo! tapi sekarang?” Eva menatapnya dengan tatapan mengejek “Gue merasa lo cuma keren tampang doang! Misi!” Usirnya ketika cowok itu berdiri di depannya. Menghalangi langkahnya.
            “Lo jujur banget deh jadi cewek. Boleh kenalan gak? Nama gue Reno Adrian, Lo siapa?” Dia menyodorkan tangan ke arah Eva dan tersenyum ketika gadis itu menatapnya galak.
            Cantik – cantik kok galak Naudzubillah yah? Tapi gak papa deh, gue suka kayak ginian,” Gumamnya dalam hati.
            “Nama gue Manusia! Puas?!” Eva menabrak tubuhnya kasar dan berjalan menghampiri sepedanya dan meninggalkannya.
            Melihat gadis tanpa nama itu meninggalkannya, dia tersenyum dan membayar beliannya dan meninggalkan warung itu dengan harapan bisa bertemu lagi.

            “Cih! Emangnya wajah gue kayak wajah minta kenalan gitu jadi ngajak duluan?! Dia kira dirinya siapa?! Orang penting?! Tapi...” Gerutu Eva terhenti dan dia berpikir “Kok dia ganteng sih? Apalagi suaranya itu lo... sexy man voice! Aish! Gue apaan sih?!” Gerutunya berlanjut dan bergegas menginjak cepat pedal sepedanya menghampiri papahnya sebelum dia dianggap anak hilang.

ghgh

            “Huh... Hah... Capek...” Eva langsung duduk disamping papahnya dan menyodorkan air minuman pesanannya. Melihat ada yang aneh dengan anaknya, dia melepas headsetnya.
            “Ada apa? Kok wajah kamu kayak masam gitu?”
            Mendengar pertanyaan papahnya, mengalirlah cerita dari mulut tipisnya bagai serangan air bah dari arah selatan. Papahnya hanya mangut – mangut tanda merespon.
            “Tapi kamu sempat terpesona kan dengan gantengnya? Ayo... ngaku...” Papahnya menggoda sambil menggelitik pinggang Eva. Membuatnya tertawa.
            “Aduh... Duh... Ampun Pah. Iya sih...” Eva mengangguk malu –malu. Namun wajahnya berubah masam kembali. “Cakep kalo tingkahnya sengak gitu percuma, Pah! Pulang yuk, udah malam nih, Pah.” Ajaknya sambil berdiri dan berjalan menghampiri sepedanya yang terparkir agak jauh darinya.
            Melihat itu, Papahnya segera mengikuti Eva dari belakang dan mereka bersepeda pulang kerumah.

ïïïï

            Sepanjang perjalanan, tak bosan – bosannya Afgan menggoda anaknya. Membuat Eva semakin melaju meninggalkan papahnya di belakang karna malu.
            “Udahlah, Pah. Eva malu nih,” Rajuknya ketika mereka sudah tiba di depan rumah.
            Papahnya hanya tertawa mendengarnya. Kemudian mengacak rambut Eva. “Iya... iya... Tapi... kalau kamu ketemu lagi, gimana?” Godanya membuat pipi sang anak semakin merah.
            “Gak tau!!!!!” Eva berteriak saking malunya dan masuk dalam rumah dan berlari menuju kamarnya lalu terdengar suara pintu kamar terbanting tanpa menghiraukan papahnya semakin tertawa dan Mpok Ijah menatap bingung kearahnya.
            “Kenapa, Pak?”
            Radith hanya menggeleng. “Gak papa, Mpok. Biasa... anak muda,” Jawabnya maklum.
            Mpok Ijah pun mengangguk paham dan ikut memaklumi walau tak tau apa yang harus dimaklumi.

ùùùù

            “Ah... Kenapa gue jadi blushing gini?! Papah sih! Godain gak tanggung – tanggung! Gue kan malu...” Gerutunya sambil duduk di meja belajar dan melihat foto mamanya sedang tersenyum, dia mengambilnya dan meletakkan di depannya. “Ma... papah jahil banget deh! masa Eva digodain kayak gitu sama cowok yang baru Eva kenal?! Eva kan malu, Ma! Tapi ma...” Ucapannya terhenti dan tangannya menyusuri lekuk pigura foto mamanya. “Dia ganteng kok, Ma. Sukses bikin Eva mangap seketika. Hahaha... tapi... masih gantengan papah kok.” Lanjutnya sambil tersenyum lalu dia mengambil sesuatu di bawah lacinya dan meletakkan di samping foto mamanya.
            “Eva mau nulis dulu yah ma, biar ntar kalo udah gede, buku diary ini akan jadi saksi apa yang Eva lakuin dulu. Sama kayak mama,” Sambil berkata begitu, dia mengembalikan foto mamanya ke tempat semula, lalu membuka halaman awal buku diarinya lalu membacanya.

Langit menyimpan semua
Satu persatu warna dunia
Seperti pelangi senja
Yang tersimpan semu.

Warna indahnya
Menutup kesipuan
Bas warna senja
Mengikis kelam.

Bagai cerita pagi
Berujung di akhir mentari
Memulai rembulan
‘Tuk berpijar di kesepian.

Pelagi Senja
Seperti warna hidupku
Setiap warnamu
Ciri dari kisahku.

“Biar dibaca berapa ratus kalipun, gue tetap senang liatnya. Secara... buatan gue gitu loh,” Ucapnya narsis lalu mencari halaman selanjutnya untuk dia isi.
12 agustus 2011

Hai teman... apa kabar? Baik kan? Baik dong. J
Friend.. tadi kan gue kekamar nyokap. Ya... biasalah... “menyepi” sejenak untuk masalah gue dengan Satya, sepupu rese gue yang tiada duanya itu! Terus... gue ketemu suatu harta karun, Dear! Coba tebak apa? Buku diary Nyokap! 0_o
Gue asalnya takut untuk baca, secara... rahasia nyokap Bok! Tapi... gue penasaran apa isinya, secara... gue baru saja memegang saksi hidup nyokap gue! Seperti membuka pintu masa lalu dan melihat bagaimana nyokap gue, walau lewat tulisan doang. Tapi itu berarti buat gue yang seumur hidup hanya tau bagaimana nyokap lewat tante Fira.
Akhirnya gue putusin untuk membaca dan lo tau apa yang terjadi?! Gue nangis hanya membaca dua halaman doang?! Kenapa? Isinya nyesek!
Nyesek karna nyokap suka sama sahabatnya sendiri, Evan Saputra dan sahabatnya itu, dari yang gue baca, malah suka sama cewek lain. Sedangkan nyokap mendam perasaan itu selama 3 tahun! Sungguh, nyokap gue kuat banget yah.
Cuma yang bikin gue penasaran, kenapa gue gak pernah dengar tante Fira cerita soal Evan yah? Kan dia sahabatnya juga. Sama kayak nyokap. Apa gue yang lupa yah?
Dear... tadi gue kan keliling sepeda dengan bokap. Terus pas gue mau beli air mineral di taman tempat biasa gue nongkrong, ada cowok cakep... banget! Cuma sengak!
Kenapa? Karna dia ngambil air mineral yang udah gue bayar! Pas gue nuntut, dengan entengnya dia mengambil air mineral yang lain sebagai pengganti punya gue!
Sungguh, Dear... suaranya sexy! Wajahnya! Guanteng! Gue sempat terpesona dan ntah kliatan banget atau gak, dia ngajak gue kenalan dan namanya adalah Reno Adrian. Pas dia nanya nama gue, dengan songongnya gue malah jawab nama gue adalah manusia! Hahaha... dodol banget kan?
Gara – gara itu... gue jadi ledekan papah sampai didepan rumah, Dear. Gue malu...

Eva tersenyum malu membaca tulisannya dan membalik ke halaman selanjutnya. Menulis puisi di setiap diarinya.

‘’Kini aku tengah dalam
kegusaran perasaanku
.
Saat ku temui
Penyesalan dalam diri ini
.

Ku acuhkanmu
Yang mengingkan mu mengenal diriku
.
yang inginkan seuntai nama keluar dari mulutku
.

Ku tak percaya,
Aku gundah
Akan keputusan tak terima
Salam hangat dari tanganmu.

Kini ku hanya bsa menyesal
Berharap waktu kembali ke masa itu ‘’

NF : Semoga besok ketemu dia lagi. Gue janji akan bilang nama asli gue esok, dan semoga, gue mimpi dia malam ini. Amien”
            “Akhirnya selesai juga, Ma... Eva tidur dulu yah, bye, love you, Mom.” Eva mengecup figura mamanya dan pergi tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar