“Lo gak
salah makan kan, Lis?” Tanya Bian yang masih shock dengan ucapan adiknya. Lista
ingin berubah? Apakah kiamat sudah dekat hingga adiknya tobat ingin kembali ke
jalan yang benar? #ngomong apaan lo Bian –“
Erza dan Putra saling berkerut
kening dan berpandangan. Erza mengangkat bahu dan Putra melepas kacamatanya lalu menatap mata
Lista lekat. “Papah gak mau,” Ucapnya membuat Erza langsung mencubit
pinggangnya dan melotot ke arahnya.
“Bian setuju pah!” Sahut Bian
membuatnya mendapat jitakan dari Erika.
“Adek lo mau berubah malah gak
disetujuin! Kakak macam apa lo, Bian?” Gerutu Erika yang dibalas cengiran Bian.
“Pasti ada udang di balik panci nih,
lo ada masalah yah dek jadi pengen berubah? Ini bukan lo, Lis. Gue tau pasti
ada sesuatu nih. Yakin gue,” Bian pindah duduk di samping Lista dan menepuk
pundaknya.
“Beneran gak papa kok, kak Bian, Kak
Rika. Lista pengen berubah aja,” Lista buka suara dan membuat Putra menatap
Bian yang langsung direspon balik.
“Padahal papah lebih suka kamu gaya
cowok begini daripada berubah cewek. Serasa gimanaaa.. gitu...” Ucapnya yang
langsung dibalas anggukan kuat oleh Bian yang rupanya sepaham dengannya.
Erza hanya geleng – geleng melihat
kekompakan papah dan anak dalam hal sesat. Sebelum sempat berkomentar, tiba –
tiba telpon rumahnya berbunyi dan Mpok Surti tergopoh – gopoh berlari dan
mengangkatnya kemudian menatap Lista. “Non Lista, ada yang nyari nih dari...”
Ucapannya terputus ketika Lista meloncat dari kursi tamu tempat dia duduk dan
mempelototinya agar diam kemudian mengambil gagang telpon dari tangan Mpok
Surti. “Ada apa? Mau neror gue lagi?” Ucapnya dengan nada dingin ketika
mendengar suara tertawa disana.
Ando nyengir kuda ketika mendengar
dinginnya suara Lista. Membuat gadis itu emosi adalah hobinya sekarang. “Jalan
yuk. Gue bosan dirumah nih. Hari ini kan malam minggu, wajar dong kita jalan.
Kan pacaran.”
“Jalan aja sama yang lain! Gue
males!” dan telpon langsung ditutupnya kemudian melirik ke belakang. Takut
percakapan dicuri dengar.
“Gimana Ma? Kak Rika? Bantuin yah...
yah... please... ajarin Lista jadi cewek anggun. Lista udah lupa caranya nih,”
Ucapnya sambil berlari ke tempat mereka dan memohon dengan wajah memelas
andalannya.
Erika dan mamanya saling bertatapan
lalu tersenyum. Ahirnya tiba juga, begitu pikir Erika yang dari dulu gatal
ingin mengubah penampilan adiknya agar lebih manusiawi. “”Oke deh. gue setuju,”
Ucap Rika yang langsung dipeluk Lista.
“Makasih kak,” Ucap Lista penuh
syukur. Satu masalah selesai.
“Gue ikut bantuin deh. gini – gini
kan gue modis juga dalam hal pakaian. Kak Rika mah lewat,” Ucap Bian yang
memancing emosi Rika.
“Bian...” Panggil Rika penuh sabar
yang dia tahan sedemikian rupa. Kalau saja papah dan mamanya tak ada disini,
sudah tewas kembarannya sekarang.
Bian yang tau arti tatapan kakaknya,
nyengir. “Iyaaa.. Kak Rika? Kenapa? Mau bilang kalo lo sayang sama gue? Tenang
aja kak. Gue juga sayang sama lo kok. sebelum lo ngomong malah.” Ucapnya narsis
membuat Rika memasang ekspresi mau muntah.
“Nunggu dunia kiamat baru gue bilang
sayang sama lo. itupun gak ikhlas bilangnya,”
“Gak papa kok, Kak gak ikhlas
omongnya, yang penting gue bisa dengar ucapan indah itu dari mulut lo. walau
harus diselingi dengan cibiran. I’m a right?”
“Sakarep lo deh,” Balas Rika yang
mati kutu dengan gombalan Bian yang tak ada habisnya.
“Bian itu kayak kamu yah lama –
lama. Suka gombalin.” Bisik Erza ke Putra ketika melihat Bian beralih haluan
menggoda Lista hingga wajahnya merah seperti kepiting rebus.
Putra melihat, nyengir kuda. “Itu
berarti bakatku nurun sama dia. Bakat langka tuh. Perlu dilestarikan. Tapi...
tetap saja gombalan Bian tak ada apa – apanya dengan gombalan papah.” Sambil
berkata begitu, Putra menatap Erza dan mengedipkan sebelah matanya. Membuatnya
tersipu.
“Apaan sih.” Bisiknya sambil
mencubit pinggang Putra kemudian mereka saling berpandangan dan tertawa.
Membuat ketiga anaknya berpandangan bingung.
Asyik – asyiknya bercanda, tiba –
tiba Mpok Surti menghampiri mereka. “Non Lista, ada teman non tuh di depan.
Cowok, ganteng pisan!” Suara Mpok Surti berubah menjadi histeris ketika
mengucapkan kalimat terakhir itu dan wajahnya memerah malu karna semua
pandangan menuju padanya.
Lista pucat pasi. Bian dan Rika
saling berpandangan, kemudian nyengir. “Kayaknya kita dilangkahin nih sama adek
kita yang satu ini, Bian. Hmmmm....” ucap Rika sambil melirik mamanya yang
tersenyum menyelidik.
Sebelum menjadi buruk, Lista buru –
buru berlari ke depan pintu dan ketika tiba, dia terperangah dengan apa yang
diliatnya.
Ando, memakai baju kaos bewarna
hitam yang dilapisi dengan hem dan lengan bajunya dilipat membuatnya terlihat
WAW! Dengan rambut mohawk dan sepatu kets, cukup membuat Lista terpesona untuk
beberapa detik.
“Sudah cukup ngagumin kegantengan
gue?” Suara narsis Ando membuyarkan keterpesonaannya dan dia langsung memasang
wajah jutek.
“Ngapain lo disini?” Terlalu
terpesona dengan apa yang dilihatnya. Hingga di antara banyak sumpah serapah
yang siap diluncurkan, malah hilang tak tersisa.
“Masa seorang cowok yang baru saja
jadian hari ini tidak boleh ngapelin ceweknya? Gue bosan di rumah, jalan yuk.
Mumpung malam minggu, film di bioskop pada bagus semua.”
“Lo ngajak gue jalan?” Lista bengong
total.
“Iyaaa... sayang....”
“Gue gak mau.” Tolaknya mentah –
mentah. membuat Ando nyengir. Namun sebelum dia melancarkan balasan, tiba –
tiba, Erza berdiri di belakang Lista dan tersenyum ke arahnya. Sempat membuat
Ando terpesona. “Pantesan anaknya cantik, wong mamanya cantik banget!
Astaga! Ini manusia apa bidadari?”
“Kok temannya gak disuruh masuk, Lis? Suruh masuk
dulu. Gak enak berdiri di luar.” Erza menepuk pundak Lista dan tersenyum ketika
dia melotot kearahnya.
“Ayooo masuk dulu...” Erza terdiam
karna tak tau siapa namanya. Sadar hal itu, Ando tersenyum. “Fernando, tante.
Panggil aja Nando.” Dan Erza pun mangut – mangut.
“Ok Nando... silahkan masuk. Lista,
kamu jangan bengong di depan pintu. Gak sopan.” Tegurnya ketika Lista
mempelototi Nando yang lancang luar biasa memperkenalkan dirinya pada mamanya.
Dia bisa merasakan hawa pembantaian dan ejekan di sekelilingnya sekarang.
Apalagi dari mamanya. Aura interogasinya paling kuat di antara yang lain.
“Iya tante.”
“Kalo gitu, tante masuk dulu yah,”
Erza tersenyum dan pergi meninggalkan anaknya yang langsung melotot ganas.
“Go to the hell, Boy! Shit!”
Umpatnya pelan ketika dilihat mamanya sudah tak terlihat.
“Sungguh tak sopan sekali menyumpahi
pacarmu kayak gitu, sayang. Hmmm...” Ando memasang wajah pura – pura terluka
dengan ucapan Lista.
Lista hanya mencibir dan bergeser
hingga bersandar ke pintu, “Yasudah, masuk deh. gue pengen liat lo dibantai
sama keluarga gue.” Lista mempersilahkan masuk dan bau parfum maskulinnya dari
tubuh Ando yang berjalan melewatinya sempat membuatnya menahan napas.
“Gue gak sabar menunggu itu,”
Bisiknya dan tersenyum sebelum masuk diikuti Lista dibelakangnya.
Ketika tiba di ruang tamu, Ando
melihat semua keluarga Lista ada disana dan dia menjadi tatapan penuh selidik
oleh mereka. Ando hanya tersenyum. Karna hanya itu yang bisa dia lakukan
sekarang. Dan Lista dengan sengaknya pergi meninggalkannya dan duduk di samping
mamanya.
“Ayoo gabung sini, Ando. Gak usah
sungkan.” Erza mempersilahkan Ando duduk di kursi dan dia menurut.
Lista melotot ke arah mamanya dan dibalas
dengan senyuman jahil. Putra langsung menatap Ando dengan pandangan
menyelidiki. Seperti seorang ayah yang penasaran dengan siapa saja yang
mendekati anak gadisnya dan tak segan -
segan mendepaknya keluar apabila tak cocok.
“Hai... gue Bian, kakak keduanya
Lista, dan yang disebelah gue ini, Kak Rika. Lo pacarnya Lista yah?” Bian
memperkenalkan dirinya dan Rika lalu menatap Ando dengan tatapan tak kalah
selidiknya. Menilai apakah cowok ini yang sukses membuat Lista ingin merubah
drastis penampilan premannya menjadi gadis centil.
Rika pun tersenyum dan mengulurkan
tangannya. Tatapan mata coklatnya mengunci Ando. menilai kepribadiannya.
“Erika.”
“Gue beneran dibantai kayaknya,”
“Fernando Hayman. Tapi, panggil aja
Nando.”
“Kamu siapanya Lista? Pacar atau
temannya? Putra selesai menyelidiki dan tatapan matanya masih tajam. “Saya
papahnya Lista.”
“Iyaa Om. Saya pacarnya Lista.” Ando
mengucapkannya penuh percaya diri. Dan sempat dilihatnya Lista memasang wajah
seolah – olah dia siap dipenggal hari ini, detik ini juga. “Mampus gue,”
Batinnya dalam hati.
Putra pun tersenyum dan Ando sempat
kaget karna melihat kemiripan dengannya lalu tatapannya beralih ke arah mamanya
yang sekarang merangkul Lista yang tertunduk. “Om... boleh gak saya mengajak
Lista jalan malam ini?”
“Sampai jam berapa?” Tanya Putra
yang tatapan matanya berubah tegas. membuat Ando menelan ludah sebelum
menjawab. Baru kali ini dia meminta ijin cewek langsung dengan orang tuanya.
“Jam 10 malam Lista udah sampai dirumah, Om.”
Putra melirik jam dinding yang
menunjukkan pukul 07.00 malam. Dia mengangguk. “ Jam 09.30 malam Lista harus
ada disini.”
Lista
melongo total. Lalu dia melirik papahnya dengan tatapan tak percaya. Diijinkan
malam mingguan? Dengan monster yang berwajah sok malaikat ini? Oh My...
“Lista... ganti baju dulu pah, ma.”
Dia mendadak berdiri dengan terburu – buru dan bergegas lari ke kamar. Erika
yang melihat itu, langsung berdiri melirik mamanya dan mengangguk lalu langsung
berlari menyusul Lista.
Sementara menunggu Lista. Putra,
Erza, dan Bian duduk berhadapan dengan Ando, siap menginterogasinya.
O O
“Lo serius mau berpakaian kayak
gitu? Gak! Gak! Ganti baju!” Erika menjerit histeris di kamar ketika melihat
Lista baru selesai berpakaian dan hampir pingsan melihat penampilannya yang berpakaian
baju kaos bergambar tengkorak berdarah – darah, celana jins sobek, kalung
berbentuk rantai dan rambut pendeknya yang semakin pendek karna dia potong
kemarin; gelang ala preman pasar Tanah
Abang.
“Pacar lo ganteng sumpah, Dek! Dan
lo mau jalan sama dia dengan dandanan kayak gini?! Lo bikin gue terluka sebagai
kakak yang mengerti fashion, Lista.”
“Dia bukan pacar gue, Kak Rika!
Dia monster! Lo jangan muji dia!” Jeritnya dalam hati.
“Ini kan style gue kak. Lagipula,
dia pasti terima gaya pakaian gue kok.” Ucapnya yakin walau terselip ragu.
“Atau dia akan membunuh gue,”
lanjutnya dalam hati.
“Style lo ancur, Lista. Gue jujur,
pacar lo ganteng, dan lo cantik, kalo lo gak ngerubah penampilan, jangan
salahin gue kalo pacar lo ilang.”
“Gue lebih suka dia ilang atau
mati sekalian biar gue gak gila kayak gini,”
Erika mengobrak –abrik lemarinya.
Merasa tak ada pakaian yang pantas dikenakan untuk cewek normal. Dia melirik
Lista yang melihatnya dengan tatapan menunggu di belakang dan mendesah. “untung
ukuran kita cocok, gue pinjemin baju deh yang pantas untuk dikenakan cewek
normal.” Ucapnya dan langsung menarik Lista yang menelan ludah susah payah keluar kamar dan berjalan menuju kamarnya.
³ ³
Sementara di ruang tamu, mereka
saling bertanya tentang apa saja yang menyangkut Nando. Apalagi Bian, yang tak
ingin adik kesayangannya dipermainkan buaya. Walaupun dia sendiri lebih buaya
daripada yang lain. Dan Nando pun dengan senang hati menjawabnya.
“Sudah berapa bulan kamu pacaran
dengan anak saya?” Putra menekankan kalimat terakhir. Sungguh, perasaan baru
kemarin dia membantu istrinya melahirkan Lista, dan sekarang, ada seorang cowok
yang mengatakan bahwa dia pacar anaknya, membuatnya pening dan merasa semakin
tua.
Dia menggarukkan kepalanya mendengar
pertanyaan sangat to the point itu. “Baru hari ini om sebenarnya.” Cukup
membuat Putra melongo.
Erza yang baru datang dari dapur,
menyodorkan minuman dan cemilan ringan di atas meja “Silahkan diminum, Ndo.”
“Makasih tante.” Ucapnya sopan lalu
dengan pelan menyeruput minumannya.
Putra memperhatikan gerak – gerik
Ando. melihat celah sedikitt saja yang tak baik darinya, siap – siap didepak
dari rumah. Erza yang melihat gelagat suaminya, menyenggol pelan sikunya dan
menggeleng. Menyuruh berhenti mengintimidasi pacar anaknya.
Keadaan relaks kembali ketika Bian
memancing soal otomotif. Membuat Ando yang dari dulu memang tertarik hal itu,
langsung menyambut obrolan Bian dengan senang hati sambil sesekali menjawab
pertanyaan Erza soal keluarganya.
Asyik – asyiknya ngobrol, akhirnya
Lista muncul dengan wajah masam diikuti oleh Erika yang wajahnya sangat
sumringah. Ando melirik Lista yang mengenakan jumpsuit tanpa lengan bewarna
merah dan kalung panjang yang melingkar di leher jenjangnya serta sepatu kets
dan diwajahnya sedikit make up membuatnya lebih cantik. Cukup membuatnya
terpesona sesaat. “Seandainya dia dandan kayak gini tiap hari, gue bisa
sayang sama dia dan terima ketomboyannya.” Batinnya.
Lista risih luar biasa dilihatin
Ando segitu intensnya. Dan dia melirik papah dan mamanya yang terperangah
melihatnya, apalagi Bian. Mangap. “Bisa gak sih orang rumah normal aja liat
gue kayak gini?! gara – gara kak Rika nih!”
“Semua tertuju pada lo, dek.” Bisik Rika dibelakangnya
dengan nada super bangga karna diberi kesempatan untuk mempermak adeknya. Walau
harus bertengkar selama proses itu karna keras kepalanya Lista yang tak
tanggung – tanggung.
“Gue merasa ondel – ondel. Make up
bikin gatal! Apalagi baju ini... aduh... gue gerah kak!” keluhnya dengan suara
berbisik.
“Sesekali lo pakai kayak gini, Lis.
Gak akan mati kok.”
“Tapi gue serasa bentar lagi akan
kehilangan jati diri sebagai cewek tomboy.”
“Bukannya ini yang lo inginkan? Be
a girl, again.” Erika mengingatkan percakapan mereka lagi dan Lista
terdiam.
Erika mendorong Lista ke depan agar
berdekatan dengan Ando yang tersenyum pada adeknya. “Hai... cantik sekali
kamu,” Puji Ando tulus ketika Lista sudah didepannya. Membuat gadis itu
menunduk. Tak ingin melihat senyum berlapis kemenangan luar biasa karna melihat
dirinya kalah dari segala sisi.
“Tante... Om... saya ijin dulu ajak
Lista jalan. Jam 09.30 akan saya antar pulang ke rumah.” Ijinnya dan kedua
orang tuanya mengangguk. “Hati – hati yah.” Lista menatap mamanya yang berbinar
minta penjelasan tentang cowok yang disampingnya ini. Membuatnya tersenyum
dipaksakan. “Ok deh ma.”
Merasa tak ingin lama – lama, dia
menggandeng tangan Lista keluar rumah diikuti kedua orang tuanya berjalan di
belakangnya.
cd cd
“Cantik... Cuma... rambut lo terlalu
pendek.” Komentnya ketika mereka sudah berada dalam mobil dan Ando membantu
Lista memasang sabuk pengamannya. Namun gadis itu menolak.
“Gue dandan kayak gini bukan karna
lo! tapi karna ulah lo datang kerumah gue dan mengaku sebagai pacar! Pacar?!
Kita kontrak!”
“Kontrak atau tidak, tetap aja lo
sebagai pacar gue. Lagipula, gue rela kok nunggu lo semalaman ditemanin bokap
lo yang posesif itu agar dandan sesuai keinginan gue.” Jawabnya tenang. Membuat
Lista manyun.
“Mimpi aja lo sana kalo gue make rok
dan high heels! Iyuh...” Lista memasang muka jijik dan bersyukur dalam
hati karna bisa menolak keinginan kakaknya ntuk menyuruhnya memakai sepatu
setinggi 10 cm itu di kakinya. Biar tambah seksi, katanya. Membuatnya
merinding.
“Lo tau darimana alamat rumah gue?”
Tanyanya ketika teringat bahwa dia tak pernah memberikan alamat rumah pada
cowok sinting disampingnya ini.
“Seorang Fernando Hayman pasti
mengetahui apa yang dia inginkan. Apalagi alamat rumah lo. kecil...” Ucapnya
dengan nada meremehkan.
“Lo malak Cindy?”
“Gue gak mungkin bertanya alamat
rumah lo pada orang yang tau luar dalam dan bisa lo kendaliin, Lis.”
“Maksudnya... lo nanya dengan...”
Ucapannya terhenti dan matanya melotot ketika tau siapa yang dimaksud. “Sialan
lo!” Umpatnya ketika Ando tertawa.
“Kedua kakak lo mirip banget
wajahnya yah. Kayak kembar.”
“Mereka emang kembar kok.” Jawabnya
kalem. Membuatnya terkejut.
“Tapi kembar cowok – cewek itu susah
lo. dan kakak lo, Erika, gue suka liatnya. Cantik. Kayak liat lo versi
femininnya.”
“Lo gak naksir sama kakak gue kan?”
Lista mulai waspada. Tak rela sampai mati kalo kakak kesayangannya jadi the
next “korban” Ando.
“Tentu saja gak. Gue kan pacaran
sama adeknya, ngapain embat kakaknya juga? Gue biar playboy kayak gini, tau
batasan kalo macarin cewek.”
“Bagus deh.”
“Lo bersyukur dikelilingi oleh orang
yang sayang sama lo, Lis.” Ucapnya tiba – tiba membuatnya berkerut kening.
“Maksudnya?”
“Lupain apa yang gue bilang.” Ando
fokus membawa mobilnya menuju suatu mall. Membuat Lista mengangkat bahu dan
fokus melihat jalanan disekitarnya.
ñ ñ
“Ma... pacarnya Lista ganteng yah,”
Puji Erika ketika sedang makan malam minus adiknya yang sedang kencan. Membuat
Bian yang mendengar itu, manyun.
“Gantengan mana sama gue, kak Rika?”
Bian mulai menunjukkan senyum yang biasa dia tunjukkan untuk membuat para cewek
terpesona. Namun tak mempan untuk Erika. Sudah kebal.
“Gantengan Ando deh,” jawab Erza dan
buru – buru menambahkan ketika suaminya, mencubit pelan pahanya. “Tapi masih
gantengan papah kok. iya kan, sayang?”
Erika dan Bian saling berpandangan
kemudian tersenyum sendiri. Melihat kemesraaan kedua orang tuanya membuat
mereka diam – diam iri. “Tapi gue merasa ada yang aneh dengan Ando itu, Kak.”
Ucapan Bian membuat keningnya berkerut.
“Aneh gimana?”
“Gak tau gue. Pokoknya ada sesuatu
aja gitu. Tapi, Ando bukan “dia” kan?” Tanya Bian dengan suara pelan ketika
kedua orang tuanya saling merayu sehingga tidak mendengar percakapan rahasia
kedua anaknya. Dan Erika tertegun. Teringat kejadian yang sangat ingin dia
lupakan.
“Iya... Ando bukan “dia.” Sama
sekali bukan. Bian... apa yang lo lakuin kalo cowok sialan itu muncul lagi?”
Tanya Erika pelan – pelan. Takut membuat adiknya emosi.
Sesuai perkiraannya, Bian terdiam
dan menatap lurus ke arahnya. Semua wajah jahilnya hilang. Digantikan oleh
wajah serius dan siap membalas dendam. “Akan gue buat dia menyesal sampai mati
karna merebut apa yang adek gue punya!” Jawabnya yakin dan berkedip ke arahnya.
Secepat kilat, wajah seriusnya berubah menjadi jahil. Seolah – olah dia
mempunyai dua kepribadian.
Erika tertegun melihat perubahan itu.
Walau adiknya membuat jengkel luar biasa, dia tak menyangka kalo apa yang terjadi
dengan Lista 4 tahun yang lalu, ternyata berpengaruh ke Bian. Dia tersenyum dan
menatap Bian. “Gue ikut kalo lo mau lakuin itu.” Dan Bian pun tersenyum
mendengar ucapannya.
“Kak... lo sibuk gak?” Tanya Bian
ketika makanan sudah habis di piringnya dan kedua orang tuanya sudah tak ada di
meja makan lagi. Pergi ke taman.
“Gak. Kenapa?”
“Kencan yuk. Hahahahaa...” ajaknya
dan Erika mencubit lengannya. Namun tersenyum. “Boleh. Gue ganti pakaian dulu
yah. Bosan dirumah.” Jawabnya dan bergegas lari ke kamar untuk berganti
pakaian.
“Yang cantik yah, Kak.” Teriak Bian
dan pintu kamar Erika langsung dibantingnya. Membuatnya tertawa terbahak –
bahak.
Setengah jam menunggu Erika,
akhirnya yang ditunggu keluar juga dengan berpakaian celana hot pants dan baju
kaos yang agak kebesaran, serta rambut panjangnya dikasih jepit rambut.
Membuatnya terlihat lebih muda. Dan Bian tersenyum. “Jalan yuk kak?”
“Ok deh. Ijin sama mama dulu.”
Erika dan Bian pun berjalan ke taman
untuk menghampiri kedua orang tuanya yang sedang pacaran.
“Ma... pah... Bian jalan dulu yah
sama Erika. Ada yang mau dicari.” Ijin Bian dengan wajah tanpa dosa walau baru
saja melihat dengan mata kepalanya sendiri, kedua orang tuanya sedang dimabuk
cinta.
Putra melirik ke arah pengganggu
keromantisan mereka di saat dia masih bermesraan. Kemudian mengangguk. “Ok deh.
hati – hati yah.” Ucapnya dan Bian pun mengangguk lalu keluar taman diikuti
Erika di belakangnya.
“Mereka mau kemana?” Tanya Erza
ketika melihat ketiga anaknya hilang sekarang. Hanya tinggal mereka berdua
sekarang. Membuatnya panas dingin dan wajahnya merona ketika ditatap intens
oleh suaminya sendiri.
Putra tersenyum melihat kegugupan
istrinya. Lalu berbisik. “Kita udah 20 tahun menikah. Masa kamu gugup mulu sih?
Serasa kayak pengantin baru mau ngalamin malam pertama aja.” Candanya membuat
wajah Erza semakin memerah.
“Tapi aku senang kok kamu kayak
gitu. Jadi merasa masih muda mengingat aku baru saja mengalami bahwa anak kita
paling bungsu udah punya pacar dan kedua anak kembar kita semakin besar. Jadi
merasa tua.” Ucapnya lagi membuat Erza tertawa.
“Memang harus kayak gitu kan? Jadi
kamu semakin ingat umur dan tidak menggoda suster – suster seumuran anak kita
di rumah sakit.” Ucapnya manyun ketika Putra pernah kepergok menggoda suster
yang paling cantik di Rumah sakit dan seumuran dengan Erika.
“Kau ajari aku cinta. Maka aku
akan menjaga cinta yang kau jaga. Kau ajari aku setia, maka aku setia padamu.”
Bisiknya mengucapkan sebait puisi yang pernah dia baca lalu tersenyum. “Tidak
cukupkah tiap pagi dan malam, ketika kau membuka mata lalu menutupnya kembali,
mendengarku berkata “Aku mencintaimu, istriku.”?”
Wajah Erza semakin memerah di
temaram lampu. Kemudian menggeleng. “Gak akan pernah cukup, Sayang.” Jawabnya
sambil mengelus pipi Putra dan tersenyum.
“Berarti aku memang harus
menunjukkan lebih padamu kalau aku benar – benar cinta padamu, benar kan?
Mumpung anak – anak lagi hilang.” Ucapnya dan sebelum Erza bisa mencerna, tiba
– tiba tubuhnya di gendong Putra menuju kamar dan tersenyum malu ketika Mpok
Surti melihat mereka.
ï ï
“Udah nyampe...” Ucap Ando dan
membuka pintu mobilnya untuk Lista ketika mereka tiba di sebuah Mall di Jakarta
dan membantunya turun karna mobilnya yang bermerk Jepp sangat tinggi hingga
Lista agak kesusahan.
“Thanks.” Ucapnya dan kaget ketika
Ando merangkul pundaknya dan berjalan berdampingan.
“Lepasin, Ndo. Gue gak enak.”
Bisiknya ketika rangkulan itu semakin erat. Membuatnya ingin berlari saja.
Ando berkerut kening melihat gelagat
Lista. Namun diturutinya dan sebagai gantinya, dia menggenggam tangan Lista.
“Lo sakit? Tangan lo berkeringat dingin.” Ucapnya membuat Lista menggeleng.
“Gak... gue mungkin gak kerasaan
sama Ac-nya.” Jawabnya dan sempat melihat segerombolan cowok dari arah jam 12
meliriknya. Entah kenapa, dia panik sendiri. Dan gelagatnya dilihat Ando.
“Kamu kenapa?” Ando mengubah nama
panggilannya dan berdiri di depannya dan menutupi segerombolan cowok yang
membuatnya gelisah.
Lista menatap Ando dan berusaha
meyakinkan dirinya, bahwa di hadapannya adalah Ando, cowok sinting. Bukan
seseorang dari 3 tahun yang lalu itu yang selalu bersama gengnya. “Gak papa.”
“Kalo lo gak papa, kenapa gelisah?”
Tanya Ando. “Kenapa gue jadi cemas begini?”
Lista melihat segerombolan cowok itu
meliriknya sebentar lalu pergi menjauh dan berpencar. Membuatnya tanpa sadar
menghela napas lega. “Gak papa. Gue lapar. Makan yuk.” Ajaknya dan berjalan
menjauh. Namun ditarik Ando.
“Lo jangan menjauh sebelum gue tau
alasannya, Elista.”
“Lo gak usah tau apa yang gue alami
sekarang, Fernando.”
“Gue pacar lo. apakah lo lupa sama
hal itu?”
“Pacar kontrak!” Lista menekankan
ucapannya dan menatap tajam. Dia tak peduli pertengkaran mereka menjadi
tontonan gratis bagi pengunjung mall.
“Kontrak atau tidak, gue berhak tau
itu.” Ando bersikeras dan meremas pergelangan tangannya. Membuatnya meringis
kesakitan. “Ok... Ok... gue akan kasih tau! Puas?! Tapi tidak disini.”
“Ok. dimanapun tempatnya, gue ingin
tau.” Ucapnya puas ketika melihat Lista mulai melemah dan dia mengikuti kemana
Lista pergi sambil menggenggam tangannya. Layaknya orang pacaran.
gh
“Gue trauma liat cowok bergerombolan
kayak tadi itu.” Lista membuka pembicaraan ketika mereka tiba di sebuah Food
Court dan matanya menatap jendela yang menampilkan pemandangan indah Jakarta di
bawahnya. Membuat Ando berkerut kening.
“Kenapa?”
“Please... jangan pernah lo tanyain
alasannya. Lo akan membuka kenangan itu.” Ucapnya dengan nada terisak pelan.
Membuatnya kaget karna tak pernah melihat Lista menangis lalu langsung pindah
duduk disampingnya dan menarik gadis itu ke pelukannya.
“Syutt... jangan nangis. Gue minta
maaf kalo bertanya hal seperti itu ke lo. please... jangan nangis. Lo kuat,
Lista.” Ucapnya menenangkan ketika gadis itu masih terisak di dadanya.
Lista kaget berada di pelukan Ando.
teringat hal itu, dia langsung melepaskan diri dan menghapus air matanya yang
masih menetes dan dia menghela napas. Menimbang apakah harus menceritakan atau
dipendam saja. “Kejadian itu waktu gue masih kelas 1 SMP setelah selesai MOS.
Gue nunggu kak Bian dan Kak Rika jemput. Jadi gue duduk di taman sekolah yang
sepi itu sendiri. Gak taunya...” Lista terdiam sejenak lalu air matanya menetes
lagi. Dan Ando langsung mengambil tisu untuk menghapusnya lalu menempelkan
telunjuknya di bibir tipis itu. “Kalo lo gak sanggup. Gak usah diceritain.”
“Gue gak ingin ini akan jadi
pemikiran lo ke depannya dan lo akan mengira yang gak – gak.” Putusnya dan
menatap Ando yang mengangkat bahu lalu melanjutkan. “tiba – tiba ada
segerombolan kakak kelas 3 yang dari pertama gue liat, memang gak suka karna
penampilannya urakan dan wajahnya preman semua menghampiri gue dengan senyum
sinisnya. Gue yang masih polos, gak tau apa apa, bingung mau ngapain dan
membiarkan mereka mendekat. Melihat gue gak menjauh, mereka berdiri
mengelilingi gue dan salah satu dari mereka maju dan berdiri di depan gue
dengan senyum sinisnya. Dia ngomong kalau gue cantik banget, gue menggoda walau
masih bau kencur, dan dia menembak gue jadi ceweknya! Gue bilang gak mau. Dia
marah dan memerintahkan teman – temannya untuk langsung nyeret gue ke tempat
sepi dan salah satu dari mereka membungkam mulut gue. Kalau saja kak Bian dan
Kak Rika gak datang dan menghajar mereka satu – persatu, entah apa jadinya gue
saat itu.” Ucapnya dan air mata itu menetes kembali hingga dia harus menunduk
agar tak terlihat pengunjung yang lain kalau dia baru saja menangis.
Ando terdiam. Tak tau apa yang harus
dilakukannya mendengar pengakuan Lista. Dia mengelus rambut Lista. “Kedua orang
tua lo tau soal ini?” Dan Lista pun mengangguk. “Gue memohon pada Kak Bian agar
jangan ngaduin masalah gue ke ortu. Gue gak mau mereka tau. Walau kak Bian
hampir saja menempeleng gue karna ngotot gak mau. Untungnya kak Rika netral.
Dia membujuk Kak Bian agar gak emosi dan membujuk gue untuk ngadu. Tapi gen
keras kepala gue dominan, gue tetap gak mau dan mereka ngalah.”
“Ngalah gimana?”
“Waktu itu SMP gue bergabung sama
SMAnya. Jadi mereka minta pada ortu untuk mindahin ke SMA yang sama dengan SMP
gue dengan alasan agar enak menjaganya. Kedua orang tua gue curiga dan mereka
menginterogasi kami bertiga. Sampai - sampai papah gue memanggil tante Tasya
dan tante Adel, tante gue untuk membuat kami mengaku. Karna mereka sama - sama
Psikiater.
“Dan lo gimana ceritanya jadi
ngaku?”
“Gue sih awalnya gak cerita. Tapi
kak Bian yang bilang ke mereka berdua Dan mbak Tasya dengan pelan ngasih tau ke
orang tua kami. Mama shock berat dan papah hampir saja ingin mindahin gue dari
SMP itu dan ingin bertemu dengan kakak kelas itu yang wajahnya bonyok karna
dihajar kedua kakak gue. Tapi karna gue gak mau dipindahin, akhirnya dengan
berat hati, Kak Rika dan Kak Bian yang pindah dan mereka sukarela menjaga gue.
Dan sejak itu sampai saat ini, gue ikut bela diri agar bisa menjaga diri
sendiri.”
“Itu alasannya lo dandan kayak cowok
begini? Supaya gak diganggu?” Ando mengambil satu kesimpulan dan Lista
mengangguk.
“Yap... dan gue tiap minggu latihan
Judo sama Karate dengan Kak Bian dan Kak Rika.”
“Kalo kak Bian gue bisa percaya.
Tapi, Kak Rika? Waw!” Ando takjub mendengarnya dan agak sedikit segan dengan
kedua kakak Lista dan memaklumi kenapa mereka segitu intensnya bertanya
padanya. Apalagi Erika.
Lista mengangguk dan dia meminum
pesanannya lalu menatap makanan pesanannya yang dingin. Lalu melirik Ando.
“Makan yuk. Lapar...” Ucapnya dan Ando seolah sadar dari lamunannya, tersenyum
dan ikut makan.
“Apakah penjelasan gue cukup membuat
lo gak maksa gue jadi cewek anggun lagi?” Tanyanya ketika makanan sudah habis
dan memergoki Ando yang meliriknya.
“Tetap saja tidak, sayang. Gue bukan
segerombolan anak SMP yang nyakitin lo itu. Dan gue juga gak akan ijinin
gerombolan cowok lain untuk dekatin lo.” Ucapnya dengan nada posesif.
Lista hanya manyun karna selama 12
bulan akan menjadi cewek tulen dan bisa dibayangkan kak Erika dan mamanya
senang hati mengubahnya yang Ando mau.
“Udah jam 08.45. Pulang yuk. Kan gue
janji ma bokap lo untuk buat lo ada dirumah pas jam setengah sepuluh.” Ando
melirik jam tangannya dan memanggil waiterss yang dari tadi meliriknya
untuk meminta billnya lalu membayarnya.
“Gue yang traktir.” Ucapnya ketika
Lista menyerahkan uangnya untuk membayar pesanannya ke Ando.
Lista memasukkan uangnya kembali dan
pasrah ketika tangannya ditarik Ando untuk mengikutinya keluar dan mengabaikan
tatapan beberapa pengunjung yang meliriknya, apalagi Ando yang pesonanya memang
tak tertahankan di mata kaum hawa.
Asyik – asyiknya keliling mall, dia
melihat seorang wanita muda yang luar biasa cantik sedang jalan dengan seorang
pria. Penasaran, dia menarik tangan Ando dan hampir berlari untuk menyusul
wanita itu. “tante Adel?” Panggilnya dan wanita itu, Adelicia Lenn Palleazzo,
tantenya Lista yang berwajah blasteran Jerman –Bali, itu berpaling dan
memeluknya erat. “Astaga, Lista! Sama siapa kamu kesini? Ma Kak Bian? Atau Kak
Rika? Atau keduanya? Mama papah mana?” Tanyanya bertubi – tubi diikuti pelukan
erat saking kangennya membuat Lista tak bisa napas.
“Astaga, tante! Satu – satu dong
nanya! Lista sama teman, Tan.” Dia terdiam dan melirik Ando yang di
belakangnya. Tantenya mengikuti pandangan itu dan tersenyum menggoda melihat
cowok di depannya lalu mengulurkan tangannya. “Adelicia. Saya tantenya Lista.”
“Fernando Hayman. Saya pacarnya
Lista, tan.”
Tante Adel menaikkan alisnya dan
menatap Lista yang semakin menundukkan wajahnya. “Kenapa gak bilang teman
aja sih?! Atau kalo perlu bilang aja, “Saya Fernando Hayman. Pacar kontraknya
Lista selama satu tahun karna sepupu tante kalah taruhan nilai dengan saya!
Shit, boy!”
“Pacar yah? Hmm.. katanya teman...”
Godanya sambil mengelitik pinggangnya. Membuat Lista tertawa.
“Aduh, tante! Ciee... tante sendiri
sama siapa?” Godanya ketika melihat pria ganteng di samping tantenya tersenyum
melihatnya lalu dia berinisiatif memperkenalkan diri sambil mengulurkan
tangannya. “Saya Elista,”
Dan pria itu membalas ulurannya.
“Mikail Lucass. Pacar tantemu ini. Salam kenal, calon ipar.” Ucapnya sambil
mengedipkan mata. Membuat Lista tertawa.
“Salam kenal, Om Mikail. Selamat
berpacaran dengan tante saya. Kami pergi dulu. Dadah tante...” Ucapnya tertawa
karna melihat tantenya bersemu merah dan menarik Ando untuk meninggalkan
mereka.
“Itu tante lo yang diceritain tadi?”
Tanya Ando dan dia mengangguk. “Kenapa?”
“Gak...” Ucapnya dan menarik tangan
Lista untuk pergi ke parkiran. Mengantarkannya pulang sebelum dituntut orang
tuanya karna anak gadisnya masih keluyuran.
“Nanti kita jalan lagi yah. Nonton.
Ok?” Ucapnya dan Lista hanya menggeleng. “Gue gak terlalu hobi nonton di
Bioskop.”
“Terus hobi lo apa?”
“Nonton film di kamar.”
Ando tersenyum mendengar jawaban
polos Lista. Lalu senyum jahilnya keluar. “Ya sudah. Kita nonton film yang lo
suka di kamar. Pasti enak tuh. Apalagi yang HOT.” Bisiknya sambil menggigit
pelan telinga Lista. Membuat gadis itu terlonjak.
“Lo!” Tunjuknya di depan wajahnya
dan berjalan menjauh dengan hati dongkol menuju parkiran.
O O
“Lista sudah pulang belum, sayang?”
Tanya Putra sambil mengelus rambut istrinya ketika mereka saling rebahan di
kamar dan melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 09.25.
Erza menggeleng.“Mungkin sebentar
lagi. Tenang saja, sayang.”
“Kalo Erika sama Bian?”
“Belum pulang. Tadi Rika sms kalau
masih nonton sama Bian di Bioskop. Sabarlah... lagipula, akan ada tanda –
tandanya kok kalo anak kita pulang.” Erza menenangkan Putra yang sekarang bangkit
berdiri dan berjalan di jendela kamarnya. Menunggu salah satu anaknya pulang.
“Iya.. rumah ribut kalo mereka
pulang. Seperti kamu.”
“Kok aku?” Tanya Erza tak terima
dituduh biang keributan.
Putra tersenyum. Menatap istrinya
yang sekarang tubuhnya bertutup selimut kemudian berjalan mendekatinya.
“Kayaknya, aku perlu ingatin dimana sisi ribut yang aku maksud itu, sayang.”
Ucapnya pelan dan tersenyum kemenangan melihat wajah Erza yang memerah
mendengar ucapannya.
ÎÎ
“Sukses! Pas jam setengah 10 lo
sampai rumah.” Ando lega karna pas jam 09.30 mengantar Lista pulang. Walau
harus ngebut dan di klakson oleh banyak mobil di jalan raya.
Lista pucat luar biasa. Melihat Ando
ngebut membawa mobil Jeepnya dan dia berada di dalamnya. Sungguh pengalaman
paling mengerikan yang pernah dialaminya. Dia menatap pucat ke arah Ando yang
berekspresi sangat lega.
“Lo...” Suaranya bergetar saking
gugupnya. Matanya melotot ketakutan ketika Ando menatapnya penuh tanya.
“Jangan... ngebut... kayak tadi! Lo mau buat gue mati?! Kita bisa aja
kecelakaan tadi itu saat lo nyalip bis, Ando! dimana lo naroh otak?! Gue, lebih
milih kita telat sejam daripada tiba pada waktunya tapi lo bahayain nyawa kita!
Lo gak ngerti gue ketakutan, Ando! gue ketakutan!” Lista menjerit tak
terkendali dan membiarkan tubuhnya dipeluk.
“Lo gak ngerti. Gue takut, Ndo.
Takut...”
Ando masih memeluknya dan mengangkat
wajahnya dengan kedua tangan. Lalu mengecup keningnya. Membuatnya kaget. “Lo
ternyata lebih rapuh dari yang gue pikir. Sorry, ini akan jadi yang terakhir
kalinya gue ngebut kendaraan sama lo. ini yang terakhir. I’ll promise.”
Lista mengangguk dan dia melepas
pelukannya yang lagi – lagi membuatnya risih. “Gue masuk dulu yah. Thanks.”
Ucapnya dan dia langsung turun dari mobil Ando tanpa membiarkan cowok itu
membalasnya.
Lista melambaikan tangannya ketika
mobil Ando menjauh dari rumahnya dan langsung lari masuk dalam rumah ketika
melihat mobil Erika tak ada ditempat.
í í
“Bagaimana kencanmu, nak?” Tanpa
peringatan, dengan wajah berseri – seri, Erza masuk dalam kamar Lista ketika
dia sedang siap – siap ingin tidur.
Lista kelabakan menjawab pertanyaan
mamanya. Dikagetkan dengan kedua kakaknya yang baru saja habis jalan langsung
menyerang ke kamarnya. Bahkan Bian sampai mengangkut Tom ke kamarnya.
“Buang kucing itu, kak Bian!”
Perintahnya ketika kucing itu mengeong ke arahnya. Seolah mencela.
Erika menoleh ke belakang dan
langsung mengambil Tom dari pangkuan adiknya dan melotot. Kemudian melepasnya
keluar.
“Kucingku....” Teriak Bian seolah
terluka karna dipisahkan dari belahan jiwanya.
“Kucing lo? sejak kapan, Tuan Bian?”
Erika berdiri di depannya dengan wajah menantang.
Bian cengengesan kemudian tatapannya
beralih ke Lista. Si tokoh utama. “Nah... dek. Bagaimana kencan pertama di hari
pertama jadian dengan si Ando? menyenangkan?”
“Ma... tadi Lista ketemu tante Adel
loh di Mall. Dia ma pacarnya.” Lista mengalihkan perhatian dengan membahas
pertemuan dengan tantenya.
“Oh yah? Tapi sayangnya, mama lebih
tertarik mendengar bagaimana kalian hari ini daripada pertemuan tante Adel
dengan pacarnya, Mikail.”
“Kok nyokap gue tau yah?”
“Eum...” Lista menggaruk – garuk kepalanya tak gatal.
Bingung ingin jawab apa. “Baik aja kok ma, kak Bian, Kak Rika. Gak ada yang
spesial.”
“Yakin?” Bian mendelik curiga.
“Serius kak.”
“Kok lo ga bilang – bilang jadiannya
hari ini sih? Pantesan mohon – mohon pengen minta ajarin dandan kayak cewek
tulen. Ternyataa...” Bian masih saja mengejeknya.
“Cih! Ngapain juga gue bilang –
bilang hari terburuk yang pernah gue alamin dengan lo, Kak bian?!”
“Astaga kak... udah deh. Lista mau tidur nih.”
“Gak boleh tidur sebelum lo cerita
SEMUANYA kenapa bisa jadian sama Ando.” Erika buka suara dan menatapnya.
Nyengir.
“Yaa... apa yang harus diceritain
kak?”
“Semuanya, sayang.” Erza angkat
suara.
Oh my....
“Astaga, mama.. besok aja yah. Lista capek. Beneran
nih. Ayolah...”
Erza menoleh ke belakang. Melirik
kedua anaknya. “Ok deh. besok yah. Semuanya...”
“Iya mama sayang. Esok Lista
ceritain SEMUANYA.”
“Ok deh. ayoo Rika, Bian... kita keluar.”
Erza merangkul kedua anaknya dan berjalan keluar kamar. Bian sempat terhenti di
depan pintu dan mengedipkan matanya. “Besok yah, dek. Semuanya...” Dan
menghilang karna ditarik Erika dan mamanya.
Lista langsung menutup pintu dan
menguncinya. Takut papahnya akan menyelinap masuk seperti mama dan kedua
kakaknya. Menodongnya dengan pertanyaan. Lampu kamar dimatikan, dia langsung
duduk bersimpuh di lantai dengan memeluk kedua kakinya dan wajah ditenggelamkan
di kedua lututnya. “Apa yang harus gue ceritakan besok?” Ucapnya dengan putus
asa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar