Laman

Minggu, 03 Maret 2013

Be Yours?! DAMN! PART 4

“Lo gak salah makan kan, Lis?” Tanya Bian yang masih shock dengan ucapan adiknya. Lista ingin berubah? Apakah kiamat sudah dekat hingga adiknya tobat ingin kembali ke jalan yang benar? #ngomong apaan lo Bian –“
            Erza dan Putra saling berkerut kening dan berpandangan. Erza mengangkat bahu dan  Putra melepas kacamatanya lalu menatap mata Lista lekat. “Papah gak mau,” Ucapnya membuat Erza langsung mencubit pinggangnya dan melotot ke arahnya.
            “Bian setuju pah!” Sahut Bian membuatnya mendapat jitakan dari Erika.
            “Adek lo mau berubah malah gak disetujuin! Kakak macam apa lo, Bian?” Gerutu Erika yang dibalas cengiran Bian.
            “Pasti ada udang di balik panci nih, lo ada masalah yah dek jadi pengen berubah? Ini bukan lo, Lis. Gue tau pasti ada sesuatu nih. Yakin gue,” Bian pindah duduk di samping Lista dan menepuk pundaknya.
            “Beneran gak papa kok, kak Bian, Kak Rika. Lista pengen berubah aja,” Lista buka suara dan membuat Putra menatap Bian yang langsung direspon balik.
            “Padahal papah lebih suka kamu gaya cowok begini daripada berubah cewek. Serasa gimanaaa.. gitu...” Ucapnya yang langsung dibalas anggukan kuat oleh Bian yang rupanya sepaham dengannya.
            Erza hanya geleng – geleng melihat kekompakan papah dan anak dalam hal sesat. Sebelum sempat berkomentar, tiba – tiba telpon rumahnya berbunyi dan Mpok Surti tergopoh – gopoh berlari dan mengangkatnya kemudian menatap Lista. “Non Lista, ada yang nyari nih dari...” Ucapannya terputus ketika Lista meloncat dari kursi tamu tempat dia duduk dan mempelototinya agar diam kemudian mengambil gagang telpon dari tangan Mpok Surti. “Ada apa? Mau neror gue lagi?” Ucapnya dengan nada dingin ketika mendengar suara tertawa disana.
            Ando nyengir kuda ketika mendengar dinginnya suara Lista. Membuat gadis itu emosi adalah hobinya sekarang. “Jalan yuk. Gue bosan dirumah nih. Hari ini kan malam minggu, wajar dong kita jalan. Kan pacaran.”
            “Jalan aja sama yang lain! Gue males!” dan telpon langsung ditutupnya kemudian melirik ke belakang. Takut percakapan dicuri dengar.
            “Gimana Ma? Kak Rika? Bantuin yah... yah... please... ajarin Lista jadi cewek anggun. Lista udah lupa caranya nih,” Ucapnya sambil berlari ke tempat mereka dan memohon dengan wajah memelas andalannya.
            Erika dan mamanya saling bertatapan lalu tersenyum. Ahirnya tiba juga, begitu pikir Erika yang dari dulu gatal ingin mengubah penampilan adiknya agar lebih manusiawi. “”Oke deh. gue setuju,” Ucap Rika yang langsung dipeluk Lista.
            “Makasih kak,” Ucap Lista penuh syukur. Satu masalah selesai.
            “Gue ikut bantuin deh. gini – gini kan gue modis juga dalam hal pakaian. Kak Rika mah lewat,” Ucap Bian yang memancing emosi Rika.
            “Bian...” Panggil Rika penuh sabar yang dia tahan sedemikian rupa. Kalau saja papah dan mamanya tak ada disini, sudah tewas kembarannya sekarang.
            Bian yang tau arti tatapan kakaknya, nyengir. “Iyaaa.. Kak Rika? Kenapa? Mau bilang kalo lo sayang sama gue? Tenang aja kak. Gue juga sayang sama lo kok. sebelum lo ngomong malah.” Ucapnya narsis membuat Rika memasang ekspresi mau muntah.
            “Nunggu dunia kiamat baru gue bilang sayang sama lo. itupun gak ikhlas bilangnya,”
            “Gak papa kok, Kak gak ikhlas omongnya, yang penting gue bisa dengar ucapan indah itu dari mulut lo. walau harus diselingi dengan cibiran. I’m a right?”
            “Sakarep lo deh,” Balas Rika yang mati kutu dengan gombalan Bian yang tak ada habisnya.
            “Bian itu kayak kamu yah lama – lama. Suka gombalin.” Bisik Erza ke Putra ketika melihat Bian beralih haluan menggoda Lista hingga wajahnya merah seperti kepiting rebus.
            Putra melihat, nyengir kuda. “Itu berarti bakatku nurun sama dia. Bakat langka tuh. Perlu dilestarikan. Tapi... tetap saja gombalan Bian tak ada apa – apanya dengan gombalan papah.” Sambil berkata begitu, Putra menatap Erza dan mengedipkan sebelah matanya. Membuatnya tersipu.
            “Apaan sih.” Bisiknya sambil mencubit pinggang Putra kemudian mereka saling berpandangan dan tertawa. Membuat ketiga anaknya berpandangan bingung.

            Asyik – asyiknya bercanda, tiba – tiba Mpok Surti menghampiri mereka. “Non Lista, ada teman non tuh di depan. Cowok, ganteng pisan!” Suara Mpok Surti berubah menjadi histeris ketika mengucapkan kalimat terakhir itu dan wajahnya memerah malu karna semua pandangan menuju padanya.
            Lista pucat pasi. Bian dan Rika saling berpandangan, kemudian nyengir. “Kayaknya kita dilangkahin nih sama adek kita yang satu ini, Bian. Hmmmm....” ucap Rika sambil melirik mamanya yang tersenyum menyelidik.
            Sebelum menjadi buruk, Lista buru – buru berlari ke depan pintu dan ketika tiba, dia terperangah dengan apa yang diliatnya.
            Ando, memakai baju kaos bewarna hitam yang dilapisi dengan hem dan lengan bajunya dilipat membuatnya terlihat WAW! Dengan rambut mohawk dan sepatu kets, cukup membuat Lista terpesona untuk beberapa detik.
            “Sudah cukup ngagumin kegantengan gue?” Suara narsis Ando membuyarkan keterpesonaannya dan dia langsung memasang wajah jutek.
            “Ngapain lo disini?” Terlalu terpesona dengan apa yang dilihatnya. Hingga di antara banyak sumpah serapah yang siap diluncurkan, malah hilang tak tersisa.
            “Masa seorang cowok yang baru saja jadian hari ini tidak boleh ngapelin ceweknya? Gue bosan di rumah, jalan yuk. Mumpung malam minggu, film di bioskop pada bagus semua.”
            “Lo ngajak gue jalan?” Lista bengong total.
            “Iyaaa... sayang....”
            “Gue gak mau.” Tolaknya mentah – mentah. membuat Ando nyengir. Namun sebelum dia melancarkan balasan, tiba – tiba, Erza berdiri di belakang Lista dan tersenyum ke arahnya. Sempat membuat Ando terpesona. “Pantesan anaknya cantik, wong mamanya cantik banget! Astaga! Ini manusia apa bidadari?”
            “Kok temannya gak disuruh masuk, Lis? Suruh masuk dulu. Gak enak berdiri di luar.” Erza menepuk pundak Lista dan tersenyum ketika dia melotot kearahnya.
            “Ayooo masuk dulu...” Erza terdiam karna tak tau siapa namanya. Sadar hal itu, Ando tersenyum. “Fernando, tante. Panggil aja Nando.” Dan Erza pun mangut – mangut.
            “Ok Nando... silahkan masuk. Lista, kamu jangan bengong di depan pintu. Gak sopan.” Tegurnya ketika Lista mempelototi Nando yang lancang luar biasa memperkenalkan dirinya pada mamanya. Dia bisa merasakan hawa pembantaian dan ejekan di sekelilingnya sekarang. Apalagi dari mamanya. Aura interogasinya paling kuat di antara yang lain.
            “Iya tante.”
            “Kalo gitu, tante masuk dulu yah,” Erza tersenyum dan pergi meninggalkan anaknya yang langsung melotot ganas.
            “Go to the hell, Boy! Shit!” Umpatnya pelan ketika dilihat mamanya sudah tak terlihat.
            “Sungguh tak sopan sekali menyumpahi pacarmu kayak gitu, sayang. Hmmm...” Ando memasang wajah pura – pura terluka dengan ucapan Lista.
            Lista hanya mencibir dan bergeser hingga bersandar ke pintu, “Yasudah, masuk deh. gue pengen liat lo dibantai sama keluarga gue.” Lista mempersilahkan masuk dan bau parfum maskulinnya dari tubuh Ando yang berjalan melewatinya sempat membuatnya menahan napas.
            “Gue gak sabar menunggu itu,” Bisiknya dan tersenyum sebelum masuk diikuti Lista dibelakangnya.

            Ketika tiba di ruang tamu, Ando melihat semua keluarga Lista ada disana dan dia menjadi tatapan penuh selidik oleh mereka. Ando hanya tersenyum. Karna hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Dan Lista dengan sengaknya pergi meninggalkannya dan duduk di samping mamanya.
            “Ayoo gabung sini, Ando. Gak usah sungkan.” Erza mempersilahkan Ando duduk di kursi dan dia menurut.
            Lista melotot ke arah mamanya dan dibalas dengan senyuman jahil. Putra langsung menatap Ando dengan pandangan menyelidiki. Seperti seorang ayah yang penasaran dengan siapa saja yang mendekati anak gadisnya dan tak segan  - segan mendepaknya keluar apabila tak cocok.
            “Hai... gue Bian, kakak keduanya Lista, dan yang disebelah gue ini, Kak Rika. Lo pacarnya Lista yah?” Bian memperkenalkan dirinya dan Rika lalu menatap Ando dengan tatapan tak kalah selidiknya. Menilai apakah cowok ini yang sukses membuat Lista ingin merubah drastis penampilan premannya menjadi gadis centil.
            Rika pun tersenyum dan mengulurkan tangannya. Tatapan mata coklatnya mengunci Ando. menilai kepribadiannya. “Erika.”
            “Gue beneran dibantai kayaknya,”
            “Fernando Hayman. Tapi, panggil aja Nando.”
            “Kamu siapanya Lista? Pacar atau temannya? Putra selesai menyelidiki dan tatapan matanya masih tajam. “Saya papahnya Lista.”
            “Iyaa Om. Saya pacarnya Lista.” Ando mengucapkannya penuh percaya diri. Dan sempat dilihatnya Lista memasang wajah seolah – olah dia siap dipenggal hari ini, detik ini juga. “Mampus gue,” Batinnya dalam hati.
            Putra pun tersenyum dan Ando sempat kaget karna melihat kemiripan dengannya lalu tatapannya beralih ke arah mamanya yang sekarang merangkul Lista yang tertunduk. “Om... boleh gak saya mengajak Lista jalan malam ini?”
            “Sampai jam berapa?” Tanya Putra yang tatapan matanya berubah tegas. membuat Ando menelan ludah sebelum menjawab. Baru kali ini dia meminta ijin cewek langsung dengan orang tuanya. “Jam 10 malam Lista udah sampai dirumah, Om.”
            Putra melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 07.00 malam. Dia mengangguk. “ Jam 09.30 malam Lista harus ada disini.”
            Lista melongo total. Lalu dia melirik papahnya dengan tatapan tak percaya. Diijinkan malam mingguan? Dengan monster yang berwajah sok malaikat ini? Oh My...
            “Lista... ganti baju dulu pah, ma.” Dia mendadak berdiri dengan terburu – buru dan bergegas lari ke kamar. Erika yang melihat itu, langsung berdiri melirik mamanya dan mengangguk lalu langsung berlari menyusul Lista.

            Sementara menunggu Lista. Putra, Erza, dan Bian duduk berhadapan dengan Ando, siap menginterogasinya.


O O

            “Lo serius mau berpakaian kayak gitu? Gak! Gak! Ganti baju!” Erika menjerit histeris di kamar ketika melihat Lista baru selesai berpakaian dan hampir pingsan melihat penampilannya yang berpakaian baju kaos bergambar tengkorak berdarah – darah, celana jins sobek, kalung berbentuk rantai dan rambut pendeknya yang semakin pendek karna dia potong kemarin;  gelang ala preman pasar Tanah Abang.
            “Pacar lo ganteng sumpah, Dek! Dan lo mau jalan sama dia dengan dandanan kayak gini?! Lo bikin gue terluka sebagai kakak yang mengerti fashion, Lista.”
            “Dia bukan pacar gue, Kak Rika! Dia monster! Lo jangan muji dia!” Jeritnya dalam hati.
            “Ini kan style gue kak. Lagipula, dia pasti terima gaya pakaian gue kok.” Ucapnya yakin walau terselip ragu.
            “Atau dia akan membunuh gue,” lanjutnya dalam hati.
            “Style lo ancur, Lista. Gue jujur, pacar lo ganteng, dan lo cantik, kalo lo gak ngerubah penampilan, jangan salahin gue kalo pacar lo ilang.”
            “Gue lebih suka dia ilang atau mati sekalian biar gue gak gila kayak gini,”
            Erika mengobrak –abrik lemarinya. Merasa tak ada pakaian yang pantas dikenakan untuk cewek normal. Dia melirik Lista yang melihatnya dengan tatapan menunggu di belakang dan mendesah. “untung ukuran kita cocok, gue pinjemin baju deh yang pantas untuk dikenakan cewek normal.” Ucapnya dan langsung menarik Lista yang menelan ludah susah payah  keluar kamar dan berjalan menuju kamarnya.
           
³ ³

            Sementara di ruang tamu, mereka saling bertanya tentang apa saja yang menyangkut Nando. Apalagi Bian, yang tak ingin adik kesayangannya dipermainkan buaya. Walaupun dia sendiri lebih buaya daripada yang lain. Dan Nando pun dengan senang hati menjawabnya.
            “Sudah berapa bulan kamu pacaran dengan anak saya?” Putra menekankan kalimat terakhir. Sungguh, perasaan baru kemarin dia membantu istrinya melahirkan Lista, dan sekarang, ada seorang cowok yang mengatakan bahwa dia pacar anaknya, membuatnya pening dan merasa semakin tua.
            Dia menggarukkan kepalanya mendengar pertanyaan sangat to the point itu. “Baru hari ini om sebenarnya.” Cukup membuat Putra melongo.
            Erza yang baru datang dari dapur, menyodorkan minuman dan cemilan ringan di atas meja “Silahkan diminum, Ndo.”
            “Makasih tante.” Ucapnya sopan lalu dengan pelan menyeruput minumannya.

            Putra memperhatikan gerak – gerik Ando. melihat celah sedikitt saja yang tak baik darinya, siap – siap didepak dari rumah. Erza yang melihat gelagat suaminya, menyenggol pelan sikunya dan menggeleng. Menyuruh berhenti mengintimidasi pacar anaknya.
           
            Keadaan relaks kembali ketika Bian memancing soal otomotif. Membuat Ando yang dari dulu memang tertarik hal itu, langsung menyambut obrolan Bian dengan senang hati sambil sesekali menjawab pertanyaan Erza soal keluarganya.

            Asyik – asyiknya ngobrol, akhirnya Lista muncul dengan wajah masam diikuti oleh Erika yang wajahnya sangat sumringah. Ando melirik Lista yang mengenakan jumpsuit tanpa lengan bewarna merah dan kalung panjang yang melingkar di leher jenjangnya serta sepatu kets dan diwajahnya sedikit make up membuatnya lebih cantik. Cukup membuatnya terpesona sesaat. “Seandainya dia dandan kayak gini tiap hari, gue bisa sayang sama dia dan terima ketomboyannya.” Batinnya.
            Lista risih luar biasa dilihatin Ando segitu intensnya. Dan dia melirik papah dan mamanya yang terperangah melihatnya, apalagi Bian. Mangap. “Bisa gak sih orang rumah normal aja liat gue kayak gini?! gara – gara kak Rika nih!”
            “Semua tertuju pada lo, dek.” Bisik Rika dibelakangnya dengan nada super bangga karna diberi kesempatan untuk mempermak adeknya. Walau harus bertengkar selama proses itu karna keras kepalanya Lista yang tak tanggung – tanggung.
            “Gue merasa ondel – ondel. Make up bikin gatal! Apalagi baju ini... aduh... gue gerah kak!” keluhnya dengan suara berbisik.
            “Sesekali lo pakai kayak gini, Lis. Gak akan mati kok.”
            “Tapi gue serasa bentar lagi akan kehilangan jati diri sebagai cewek tomboy.”
            “Bukannya ini yang lo inginkan? Be a girl, again.” Erika mengingatkan percakapan mereka lagi dan Lista terdiam.

            Erika mendorong Lista ke depan agar berdekatan dengan Ando yang tersenyum pada adeknya. “Hai... cantik sekali kamu,” Puji Ando tulus ketika Lista sudah didepannya. Membuat gadis itu menunduk. Tak ingin melihat senyum berlapis kemenangan luar biasa karna melihat dirinya kalah dari segala sisi.
            “Tante... Om... saya ijin dulu ajak Lista jalan. Jam 09.30 akan saya antar pulang ke rumah.” Ijinnya dan kedua orang tuanya mengangguk. “Hati – hati yah.” Lista menatap mamanya yang berbinar minta penjelasan tentang cowok yang disampingnya ini. Membuatnya tersenyum dipaksakan. “Ok deh ma.”

            Merasa tak ingin lama – lama, dia menggandeng tangan Lista keluar rumah diikuti kedua orang tuanya berjalan di belakangnya.

cd cd

            “Cantik... Cuma... rambut lo terlalu pendek.” Komentnya ketika mereka sudah berada dalam mobil dan Ando membantu Lista memasang sabuk pengamannya. Namun gadis itu menolak.
            “Gue dandan kayak gini bukan karna lo! tapi karna ulah lo datang kerumah gue dan mengaku sebagai pacar! Pacar?! Kita kontrak!”
            “Kontrak atau tidak, tetap aja lo sebagai pacar gue. Lagipula, gue rela kok nunggu lo semalaman ditemanin bokap lo yang posesif itu agar dandan sesuai keinginan gue.” Jawabnya tenang. Membuat Lista manyun.
            “Mimpi aja lo sana kalo gue make rok dan high heels! Iyuh...” Lista memasang muka jijik dan bersyukur dalam hati karna bisa menolak keinginan kakaknya ntuk menyuruhnya memakai sepatu setinggi 10 cm itu di kakinya. Biar tambah seksi, katanya. Membuatnya merinding.
            “Lo tau darimana alamat rumah gue?” Tanyanya ketika teringat bahwa dia tak pernah memberikan alamat rumah pada cowok sinting disampingnya ini.
            “Seorang Fernando Hayman pasti mengetahui apa yang dia inginkan. Apalagi alamat rumah lo. kecil...” Ucapnya dengan nada meremehkan.
            “Lo malak Cindy?”
            “Gue gak mungkin bertanya alamat rumah lo pada orang yang tau luar dalam dan bisa lo kendaliin, Lis.”
            “Maksudnya... lo nanya dengan...” Ucapannya terhenti dan matanya melotot ketika tau siapa yang dimaksud. “Sialan lo!” Umpatnya ketika Ando tertawa.
            “Kedua kakak lo mirip banget wajahnya yah. Kayak kembar.”
            “Mereka emang kembar kok.” Jawabnya kalem. Membuatnya terkejut.
            “Tapi kembar cowok – cewek itu susah lo. dan kakak lo, Erika, gue suka liatnya. Cantik. Kayak liat lo versi femininnya.”
            “Lo gak naksir sama kakak gue kan?” Lista mulai waspada. Tak rela sampai mati kalo kakak kesayangannya jadi the next “korban” Ando.
            “Tentu saja gak. Gue kan pacaran sama adeknya, ngapain embat kakaknya juga? Gue biar playboy kayak gini, tau batasan kalo macarin cewek.”
            “Bagus deh.”
            “Lo bersyukur dikelilingi oleh orang yang sayang sama lo, Lis.” Ucapnya tiba – tiba membuatnya berkerut kening.
            “Maksudnya?”
            “Lupain apa yang gue bilang.” Ando fokus membawa mobilnya menuju suatu mall. Membuat Lista mengangkat bahu dan fokus melihat jalanan disekitarnya.

ñ ñ

            “Ma... pacarnya Lista ganteng yah,” Puji Erika ketika sedang makan malam minus adiknya yang sedang kencan. Membuat Bian yang mendengar itu, manyun.
            “Gantengan mana sama gue, kak Rika?” Bian mulai menunjukkan senyum yang biasa dia tunjukkan untuk membuat para cewek terpesona. Namun tak mempan untuk Erika. Sudah kebal.
            “Gantengan Ando deh,” jawab Erza dan buru – buru menambahkan ketika suaminya, mencubit pelan pahanya. “Tapi masih gantengan papah kok. iya kan, sayang?”
            Erika dan Bian saling berpandangan kemudian tersenyum sendiri. Melihat kemesraaan kedua orang tuanya membuat mereka diam – diam iri. “Tapi gue merasa ada yang aneh dengan Ando itu, Kak.” Ucapan Bian membuat keningnya berkerut.
            “Aneh gimana?”
            “Gak tau gue. Pokoknya ada sesuatu aja gitu. Tapi, Ando bukan “dia” kan?” Tanya Bian dengan suara pelan ketika kedua orang tuanya saling merayu sehingga tidak mendengar percakapan rahasia kedua anaknya. Dan Erika tertegun. Teringat kejadian yang sangat ingin dia lupakan.
            “Iya... Ando bukan “dia.” Sama sekali bukan. Bian... apa yang lo lakuin kalo cowok sialan itu muncul lagi?” Tanya Erika pelan – pelan. Takut membuat adiknya emosi.
            Sesuai perkiraannya, Bian terdiam dan menatap lurus ke arahnya. Semua wajah jahilnya hilang. Digantikan oleh wajah serius dan siap membalas dendam. “Akan gue buat dia menyesal sampai mati karna merebut apa yang adek gue punya!” Jawabnya yakin dan berkedip ke arahnya. Secepat kilat, wajah seriusnya berubah menjadi jahil. Seolah – olah dia mempunyai dua kepribadian.
            Erika tertegun melihat perubahan itu. Walau adiknya membuat jengkel luar biasa, dia tak menyangka kalo apa yang terjadi dengan Lista 4 tahun yang lalu, ternyata berpengaruh ke Bian. Dia tersenyum dan menatap Bian. “Gue ikut kalo lo mau lakuin itu.” Dan Bian pun tersenyum mendengar ucapannya.
           

            “Kak... lo sibuk gak?” Tanya Bian ketika makanan sudah habis di piringnya dan kedua orang tuanya sudah tak ada di meja makan lagi. Pergi ke taman.
            “Gak. Kenapa?”
            “Kencan yuk. Hahahahaa...” ajaknya dan Erika mencubit lengannya. Namun tersenyum. “Boleh. Gue ganti pakaian dulu yah. Bosan dirumah.” Jawabnya dan bergegas lari ke kamar untuk berganti pakaian.
            “Yang cantik yah, Kak.” Teriak Bian dan pintu kamar Erika langsung dibantingnya. Membuatnya tertawa terbahak – bahak.

            Setengah jam menunggu Erika, akhirnya yang ditunggu keluar juga dengan berpakaian celana hot pants dan baju kaos yang agak kebesaran, serta rambut panjangnya dikasih jepit rambut. Membuatnya terlihat lebih muda. Dan Bian tersenyum. “Jalan yuk kak?”
            “Ok deh. Ijin sama mama dulu.”
            Erika dan Bian pun berjalan ke taman untuk menghampiri kedua orang tuanya yang sedang pacaran.
           
            “Ma... pah... Bian jalan dulu yah sama Erika. Ada yang mau dicari.” Ijin Bian dengan wajah tanpa dosa walau baru saja melihat dengan mata kepalanya sendiri, kedua orang tuanya sedang dimabuk cinta.
            Putra melirik ke arah pengganggu keromantisan mereka di saat dia masih bermesraan. Kemudian mengangguk. “Ok deh. hati – hati yah.” Ucapnya dan Bian pun mengangguk lalu keluar taman diikuti Erika di belakangnya.

            “Mereka mau kemana?” Tanya Erza ketika melihat ketiga anaknya hilang sekarang. Hanya tinggal mereka berdua sekarang. Membuatnya panas dingin dan wajahnya merona ketika ditatap intens oleh suaminya sendiri.
            Putra tersenyum melihat kegugupan istrinya. Lalu berbisik. “Kita udah 20 tahun menikah. Masa kamu gugup mulu sih? Serasa kayak pengantin baru mau ngalamin malam pertama aja.” Candanya membuat wajah Erza semakin memerah.
            “Tapi aku senang kok kamu kayak gitu. Jadi merasa masih muda mengingat aku baru saja mengalami bahwa anak kita paling bungsu udah punya pacar dan kedua anak kembar kita semakin besar. Jadi merasa tua.” Ucapnya lagi membuat Erza tertawa.
            “Memang harus kayak gitu kan? Jadi kamu semakin ingat umur dan tidak menggoda suster – suster seumuran anak kita di rumah sakit.” Ucapnya manyun ketika Putra pernah kepergok menggoda suster yang paling cantik di Rumah sakit dan seumuran dengan Erika.
            “Kau ajari aku cinta. Maka aku akan menjaga cinta yang kau jaga. Kau ajari aku setia, maka aku setia padamu.” Bisiknya mengucapkan sebait puisi yang pernah dia baca lalu tersenyum. “Tidak cukupkah tiap pagi dan malam, ketika kau membuka mata lalu menutupnya kembali, mendengarku berkata “Aku mencintaimu, istriku.”?”
            Wajah Erza semakin memerah di temaram lampu. Kemudian menggeleng. “Gak akan pernah cukup, Sayang.” Jawabnya sambil mengelus pipi Putra dan tersenyum.
            “Berarti aku memang harus menunjukkan lebih padamu kalau aku benar – benar cinta padamu, benar kan? Mumpung anak – anak lagi hilang.” Ucapnya dan sebelum Erza bisa mencerna, tiba – tiba tubuhnya di gendong Putra menuju kamar dan tersenyum malu ketika Mpok Surti melihat mereka.

ï ï

            “Udah nyampe...” Ucap Ando dan membuka pintu mobilnya untuk Lista ketika mereka tiba di sebuah Mall di Jakarta dan membantunya turun karna mobilnya yang bermerk Jepp sangat tinggi hingga Lista agak kesusahan.
            “Thanks.” Ucapnya dan kaget ketika Ando merangkul pundaknya dan berjalan berdampingan.
            “Lepasin, Ndo. Gue gak enak.” Bisiknya ketika rangkulan itu semakin erat. Membuatnya ingin berlari saja.
            Ando berkerut kening melihat gelagat Lista. Namun diturutinya dan sebagai gantinya, dia menggenggam tangan Lista. “Lo sakit? Tangan lo berkeringat dingin.” Ucapnya membuat Lista menggeleng.
            “Gak... gue mungkin gak kerasaan sama Ac-nya.” Jawabnya dan sempat melihat segerombolan cowok dari arah jam 12 meliriknya. Entah kenapa, dia panik sendiri. Dan gelagatnya dilihat Ando.
            “Kamu kenapa?” Ando mengubah nama panggilannya dan berdiri di depannya dan menutupi segerombolan cowok yang membuatnya gelisah.
            Lista menatap Ando dan berusaha meyakinkan dirinya, bahwa di hadapannya adalah Ando, cowok sinting. Bukan seseorang dari 3 tahun yang lalu itu yang selalu bersama gengnya. “Gak papa.”
            “Kalo lo gak papa, kenapa gelisah?” Tanya Ando. “Kenapa gue jadi cemas begini?”
            Lista melihat segerombolan cowok itu meliriknya sebentar lalu pergi menjauh dan berpencar. Membuatnya tanpa sadar menghela napas lega. “Gak papa. Gue lapar. Makan yuk.” Ajaknya dan berjalan menjauh. Namun ditarik Ando.
            “Lo jangan menjauh sebelum gue tau alasannya, Elista.”
            “Lo gak usah tau apa yang gue alami sekarang, Fernando.”
            “Gue pacar lo. apakah lo lupa sama hal itu?”
            “Pacar kontrak!” Lista menekankan ucapannya dan menatap tajam. Dia tak peduli pertengkaran mereka menjadi tontonan gratis bagi pengunjung mall.
            “Kontrak atau tidak, gue berhak tau itu.” Ando bersikeras dan meremas pergelangan tangannya. Membuatnya meringis kesakitan. “Ok... Ok... gue akan kasih tau! Puas?! Tapi tidak disini.”
            “Ok. dimanapun tempatnya, gue ingin tau.” Ucapnya puas ketika melihat Lista mulai melemah dan dia mengikuti kemana Lista pergi sambil menggenggam tangannya. Layaknya orang pacaran.

gh

            “Gue trauma liat cowok bergerombolan kayak tadi itu.” Lista membuka pembicaraan ketika mereka tiba di sebuah Food Court dan matanya menatap jendela yang menampilkan pemandangan indah Jakarta di bawahnya. Membuat Ando berkerut kening.
            “Kenapa?”
            “Please... jangan pernah lo tanyain alasannya. Lo akan membuka kenangan itu.” Ucapnya dengan nada terisak pelan. Membuatnya kaget karna tak pernah melihat Lista menangis lalu langsung pindah duduk disampingnya dan menarik gadis itu ke pelukannya.
            “Syutt... jangan nangis. Gue minta maaf kalo bertanya hal seperti itu ke lo. please... jangan nangis. Lo kuat, Lista.” Ucapnya menenangkan ketika gadis itu masih terisak di dadanya.
            Lista kaget berada di pelukan Ando. teringat hal itu, dia langsung melepaskan diri dan menghapus air matanya yang masih menetes dan dia menghela napas. Menimbang apakah harus menceritakan atau dipendam saja. “Kejadian itu waktu gue masih kelas 1 SMP setelah selesai MOS. Gue nunggu kak Bian dan Kak Rika jemput. Jadi gue duduk di taman sekolah yang sepi itu sendiri. Gak taunya...” Lista terdiam sejenak lalu air matanya menetes lagi. Dan Ando langsung mengambil tisu untuk menghapusnya lalu menempelkan telunjuknya di bibir tipis itu. “Kalo lo gak sanggup. Gak usah diceritain.”
            “Gue gak ingin ini akan jadi pemikiran lo ke depannya dan lo akan mengira yang gak – gak.” Putusnya dan menatap Ando yang mengangkat bahu lalu melanjutkan. “tiba – tiba ada segerombolan kakak kelas 3 yang dari pertama gue liat, memang gak suka karna penampilannya urakan dan wajahnya preman semua menghampiri gue dengan senyum sinisnya. Gue yang masih polos, gak tau apa apa, bingung mau ngapain dan membiarkan mereka mendekat. Melihat gue gak menjauh, mereka berdiri mengelilingi gue dan salah satu dari mereka maju dan berdiri di depan gue dengan senyum sinisnya. Dia ngomong kalau gue cantik banget, gue menggoda walau masih bau kencur, dan dia menembak gue jadi ceweknya! Gue bilang gak mau. Dia marah dan memerintahkan teman – temannya untuk langsung nyeret gue ke tempat sepi dan salah satu dari mereka membungkam mulut gue. Kalau saja kak Bian dan Kak Rika gak datang dan menghajar mereka satu – persatu, entah apa jadinya gue saat itu.” Ucapnya dan air mata itu menetes kembali hingga dia harus menunduk agar tak terlihat pengunjung yang lain kalau dia baru saja menangis.
            Ando terdiam. Tak tau apa yang harus dilakukannya mendengar pengakuan Lista. Dia mengelus rambut Lista. “Kedua orang tua lo tau soal ini?” Dan Lista pun mengangguk. “Gue memohon pada Kak Bian agar jangan ngaduin masalah gue ke ortu. Gue gak mau mereka tau. Walau kak Bian hampir saja menempeleng gue karna ngotot gak mau. Untungnya kak Rika netral. Dia membujuk Kak Bian agar gak emosi dan membujuk gue untuk ngadu. Tapi gen keras kepala gue dominan, gue tetap gak mau dan mereka ngalah.”
            “Ngalah gimana?”
            “Waktu itu SMP gue bergabung sama SMAnya. Jadi mereka minta pada ortu untuk mindahin ke SMA yang sama dengan SMP gue dengan alasan agar enak menjaganya. Kedua orang tua gue curiga dan mereka menginterogasi kami bertiga. Sampai - sampai papah gue memanggil tante Tasya dan tante Adel, tante gue untuk membuat kami mengaku. Karna mereka sama - sama Psikiater.
            “Dan lo gimana ceritanya jadi ngaku?”
            “Gue sih awalnya gak cerita. Tapi kak Bian yang bilang ke mereka berdua Dan mbak Tasya dengan pelan ngasih tau ke orang tua kami. Mama shock berat dan papah hampir saja ingin mindahin gue dari SMP itu dan ingin bertemu dengan kakak kelas itu yang wajahnya bonyok karna dihajar kedua kakak gue. Tapi karna gue gak mau dipindahin, akhirnya dengan berat hati, Kak Rika dan Kak Bian yang pindah dan mereka sukarela menjaga gue. Dan sejak itu sampai saat ini, gue ikut bela diri agar bisa menjaga diri sendiri.”
            “Itu alasannya lo dandan kayak cowok begini? Supaya gak diganggu?” Ando mengambil satu kesimpulan dan Lista mengangguk.
            “Yap... dan gue tiap minggu latihan Judo sama Karate dengan Kak Bian dan Kak Rika.”
            “Kalo kak Bian gue bisa percaya. Tapi, Kak Rika? Waw!” Ando takjub mendengarnya dan agak sedikit segan dengan kedua kakak Lista dan memaklumi kenapa mereka segitu intensnya bertanya padanya. Apalagi Erika.
            Lista mengangguk dan dia meminum pesanannya lalu menatap makanan pesanannya yang dingin. Lalu melirik Ando. “Makan yuk. Lapar...” Ucapnya dan Ando seolah sadar dari lamunannya, tersenyum dan ikut makan.

            “Apakah penjelasan gue cukup membuat lo gak maksa gue jadi cewek anggun lagi?” Tanyanya ketika makanan sudah habis dan memergoki Ando yang meliriknya.
            “Tetap saja tidak, sayang. Gue bukan segerombolan anak SMP yang nyakitin lo itu. Dan gue juga gak akan ijinin gerombolan cowok lain untuk dekatin lo.” Ucapnya dengan nada posesif.
            Lista hanya manyun karna selama 12 bulan akan menjadi cewek tulen dan bisa dibayangkan kak Erika dan mamanya senang hati mengubahnya yang Ando mau.
            “Udah jam 08.45. Pulang yuk. Kan gue janji ma bokap lo untuk buat lo ada dirumah pas jam setengah sepuluh.” Ando melirik jam tangannya dan memanggil waiterss yang dari tadi meliriknya untuk meminta billnya lalu membayarnya.
            “Gue yang traktir.” Ucapnya ketika Lista menyerahkan uangnya untuk membayar pesanannya ke Ando.
            Lista memasukkan uangnya kembali dan pasrah ketika tangannya ditarik Ando untuk mengikutinya keluar dan mengabaikan tatapan beberapa pengunjung yang meliriknya, apalagi Ando yang pesonanya memang tak tertahankan di mata kaum hawa.

            Asyik – asyiknya keliling mall, dia melihat seorang wanita muda yang luar biasa cantik sedang jalan dengan seorang pria. Penasaran, dia menarik tangan Ando dan hampir berlari untuk menyusul wanita itu. “tante Adel?” Panggilnya dan wanita itu, Adelicia Lenn Palleazzo, tantenya Lista yang berwajah blasteran Jerman –Bali, itu berpaling dan memeluknya erat. “Astaga, Lista! Sama siapa kamu kesini? Ma Kak Bian? Atau Kak Rika? Atau keduanya? Mama papah mana?” Tanyanya bertubi – tubi diikuti pelukan erat saking kangennya membuat Lista tak bisa napas.
            “Astaga, tante! Satu – satu dong nanya! Lista sama teman, Tan.” Dia terdiam dan melirik Ando yang di belakangnya. Tantenya mengikuti pandangan itu dan tersenyum menggoda melihat cowok di depannya lalu mengulurkan tangannya. “Adelicia. Saya tantenya Lista.”
            “Fernando Hayman. Saya pacarnya Lista, tan.”
            Tante Adel menaikkan alisnya dan menatap Lista yang semakin menundukkan wajahnya. “Kenapa gak bilang teman aja sih?! Atau kalo perlu bilang aja, “Saya Fernando Hayman. Pacar kontraknya Lista selama satu tahun karna sepupu tante kalah taruhan nilai dengan saya! Shit, boy!”
            “Pacar yah? Hmm.. katanya teman...” Godanya sambil mengelitik pinggangnya. Membuat Lista tertawa.
            “Aduh, tante! Ciee... tante sendiri sama siapa?” Godanya ketika melihat pria ganteng di samping tantenya tersenyum melihatnya lalu dia berinisiatif memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. “Saya Elista,”
            Dan pria itu membalas ulurannya. “Mikail Lucass. Pacar tantemu ini. Salam kenal, calon ipar.” Ucapnya sambil mengedipkan mata. Membuat Lista tertawa.
            “Salam kenal, Om Mikail. Selamat berpacaran dengan tante saya. Kami pergi dulu. Dadah tante...” Ucapnya tertawa karna melihat tantenya bersemu merah dan menarik Ando untuk meninggalkan mereka.

            “Itu tante lo yang diceritain tadi?” Tanya Ando dan dia mengangguk. “Kenapa?”
            “Gak...” Ucapnya dan menarik tangan Lista untuk pergi ke parkiran. Mengantarkannya pulang sebelum dituntut orang tuanya karna anak gadisnya masih keluyuran.
            “Nanti kita jalan lagi yah. Nonton. Ok?” Ucapnya dan Lista hanya menggeleng. “Gue gak terlalu hobi nonton di Bioskop.”
            “Terus hobi lo apa?”        
            “Nonton film di kamar.”
            Ando tersenyum mendengar jawaban polos Lista. Lalu senyum jahilnya keluar. “Ya sudah. Kita nonton film yang lo suka di kamar. Pasti enak tuh. Apalagi yang HOT.” Bisiknya sambil menggigit pelan telinga Lista. Membuat gadis itu terlonjak.
            “Lo!” Tunjuknya di depan wajahnya dan berjalan menjauh dengan hati dongkol menuju parkiran.

O O

            “Lista sudah pulang belum, sayang?” Tanya Putra sambil mengelus rambut istrinya ketika mereka saling rebahan di kamar dan melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 09.25.
            Erza menggeleng.“Mungkin sebentar lagi. Tenang saja, sayang.”
            “Kalo Erika sama Bian?”
            “Belum pulang. Tadi Rika sms kalau masih nonton sama Bian di Bioskop. Sabarlah... lagipula, akan ada tanda – tandanya kok kalo anak kita pulang.” Erza menenangkan Putra yang sekarang bangkit berdiri dan berjalan di jendela kamarnya. Menunggu salah satu anaknya pulang.
            “Iya.. rumah ribut kalo mereka pulang. Seperti kamu.”
            “Kok aku?” Tanya Erza tak terima dituduh biang keributan.
            Putra tersenyum. Menatap istrinya yang sekarang tubuhnya bertutup selimut kemudian berjalan mendekatinya. “Kayaknya, aku perlu ingatin dimana sisi ribut yang aku maksud itu, sayang.” Ucapnya pelan dan tersenyum kemenangan melihat wajah Erza yang memerah mendengar ucapannya.

ÎÎ

            “Sukses! Pas jam setengah 10 lo sampai rumah.” Ando lega karna pas jam 09.30 mengantar Lista pulang. Walau harus ngebut dan di klakson oleh banyak mobil di jalan raya.
            Lista pucat luar biasa. Melihat Ando ngebut membawa mobil Jeepnya dan dia berada di dalamnya. Sungguh pengalaman paling mengerikan yang pernah dialaminya. Dia menatap pucat ke arah Ando yang berekspresi sangat lega.
            “Lo...” Suaranya bergetar saking gugupnya. Matanya melotot ketakutan ketika Ando menatapnya penuh tanya. “Jangan... ngebut... kayak tadi! Lo mau buat gue mati?! Kita bisa aja kecelakaan tadi itu saat lo nyalip bis, Ando! dimana lo naroh otak?! Gue, lebih milih kita telat sejam daripada tiba pada waktunya tapi lo bahayain nyawa kita! Lo gak ngerti gue ketakutan, Ando! gue ketakutan!” Lista menjerit tak terkendali dan membiarkan tubuhnya dipeluk.
            “Lo gak ngerti. Gue takut, Ndo. Takut...”
            Ando masih memeluknya dan mengangkat wajahnya dengan kedua tangan. Lalu mengecup keningnya. Membuatnya kaget. “Lo ternyata lebih rapuh dari yang gue pikir. Sorry, ini akan jadi yang terakhir kalinya gue ngebut kendaraan sama lo. ini yang terakhir. I’ll promise.”
            Lista mengangguk dan dia melepas pelukannya yang lagi – lagi membuatnya risih. “Gue masuk dulu yah. Thanks.” Ucapnya dan dia langsung turun dari mobil Ando tanpa membiarkan cowok itu membalasnya.

            Lista melambaikan tangannya ketika mobil Ando menjauh dari rumahnya dan langsung lari masuk dalam rumah ketika melihat mobil Erika tak ada ditempat.

í í

            “Bagaimana kencanmu, nak?” Tanpa peringatan, dengan wajah berseri – seri, Erza masuk dalam kamar Lista ketika dia sedang siap – siap ingin tidur.
            Lista kelabakan menjawab pertanyaan mamanya. Dikagetkan dengan kedua kakaknya yang baru saja habis jalan langsung menyerang ke kamarnya. Bahkan Bian sampai mengangkut Tom ke kamarnya.
            “Buang kucing itu, kak Bian!” Perintahnya ketika kucing itu mengeong ke arahnya. Seolah mencela.
            Erika menoleh ke belakang dan langsung mengambil Tom dari pangkuan adiknya dan melotot. Kemudian melepasnya keluar.
            “Kucingku....” Teriak Bian seolah terluka karna dipisahkan dari belahan jiwanya.
            “Kucing lo? sejak kapan, Tuan Bian?” Erika berdiri di depannya dengan wajah menantang.
            Bian cengengesan kemudian tatapannya beralih ke Lista. Si tokoh utama. “Nah... dek. Bagaimana kencan pertama di hari pertama jadian dengan si Ando? menyenangkan?”
            “Ma... tadi Lista ketemu tante Adel loh di Mall. Dia ma pacarnya.” Lista mengalihkan perhatian dengan membahas pertemuan dengan tantenya.
            “Oh yah? Tapi sayangnya, mama lebih tertarik mendengar bagaimana kalian hari ini daripada pertemuan tante Adel dengan pacarnya, Mikail.”
            “Kok nyokap gue tau yah?”
            “Eum...” Lista menggaruk – garuk kepalanya tak gatal. Bingung ingin jawab apa. “Baik aja kok ma, kak Bian, Kak Rika. Gak ada yang spesial.”
            “Yakin?” Bian mendelik curiga.
            “Serius kak.”
            “Kok lo ga bilang – bilang jadiannya hari ini sih? Pantesan mohon – mohon pengen minta ajarin dandan kayak cewek tulen. Ternyataa...” Bian masih saja mengejeknya.
            “Cih! Ngapain juga gue bilang – bilang hari terburuk yang pernah gue alamin dengan lo, Kak bian?!”
            “Astaga kak... udah deh. Lista mau tidur nih.”
            “Gak boleh tidur sebelum lo cerita SEMUANYA kenapa bisa jadian sama Ando.” Erika buka suara dan menatapnya. Nyengir.
            “Yaa... apa yang harus diceritain kak?”
            “Semuanya, sayang.” Erza angkat suara.
            Oh my....
            “Astaga, mama.. besok aja yah. Lista capek. Beneran nih. Ayolah...”
            Erza menoleh ke belakang. Melirik kedua anaknya. “Ok deh. besok yah. Semuanya...”
            “Iya mama sayang. Esok Lista ceritain SEMUANYA.”

            “Ok deh. ayoo Rika, Bian... kita keluar.” Erza merangkul kedua anaknya dan berjalan keluar kamar. Bian sempat terhenti di depan pintu dan mengedipkan matanya. “Besok yah, dek. Semuanya...” Dan menghilang karna ditarik Erika dan mamanya.

            Lista langsung menutup pintu dan menguncinya. Takut papahnya akan menyelinap masuk seperti mama dan kedua kakaknya. Menodongnya dengan pertanyaan. Lampu kamar dimatikan, dia langsung duduk bersimpuh di lantai dengan memeluk kedua kakinya dan wajah ditenggelamkan di kedua lututnya. “Apa yang harus gue ceritakan besok?” Ucapnya dengan putus asa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar