Laman

Sabtu, 02 Maret 2013

jatuh cinta sama lo?! no way! part 14

tapi pak..” kata Erza berusaha membantah tapi langsung dipelototi dosennya.
“saya kan sudah bilang tidak ada kata bantah-bantahan Erza! Dan kamu harus tau, putra sekarang partner kamu mulai dari hari ini! Jadi kamu harus bantuin dia dalam tugas karna dia murid baru. Ngerti?.”

“ini dosen mau bikin gue galau apa?! Ngajak ribut nih.” gerutu Erza dalam hati.
sebelum erza hendak membantah lagi, Putra langsung menyerebot Erza yang membuat gadis itu melirik seperti ingin memakannya hidup-hidup. “makasih pak udah milihin saya partner tugas. Jadi saya bisa mengikuti pelajaran yang ketinggalan disini.” Dengan senyuman yang membuat dosen itu merasa puas diri, dan membuat Erza galau.
“tapi pak… dia kan  baru disini, masa langsung KKN?.” Kata Erza keukeuh gak rela dipasangin dengan Putra.
“kalian gak KKN sekarang, ujian semester kan tinggal 3 bulan lagi, setelah itu semester akhir,  baru kalian KKN sama yang lain di desa gunung kidul, Yogyakarta. Saya lupa KKN tidak 2 minggu, tapi 3 bulan Jelas? Dan gak ada bantah-bantahan atau nilai kamu jadi F dalam pelajaran saya.” kata pak dosen singkat, padat, jelas, juga ngancem.
mendengar kata nilai tugasnya berujung F, dia Cuma menghela napas dan tak menyadari tatapan Putra ke arahnya antara bingung dengan perasaannya yang senang bisa berdua dengan Erza dan bisa mengingat siapa dia dalam hidupnya, tapi merasa sedikit menyesal karna akan meninggalkan Selvi dan dia bingung bagaimana dia menjelaskannya kepada cewek yang dia sayangi saat ini. Merasa diperhatikan, Erza balas menatap Putra dalam
“kenapa disaat gue niat bener pengen jauh dari lo, gue malah didekatin lagi sama lo? bingung gue gimana caranya jauhin lo.” kata Erza dalam hati.
“Apa lo lirik-lirik?! Gara-gara lo nih semuanya, habislah gue sekelompok sama lo!.” kata Erza sambil melirik Putra sebal dan melipat kedua tangannya di dada yang entah kenapa, membuat Putra tertawa melihat tingkahnya.

“kenapa gue ngerasa puas banget kalo liat dia marah yah? gue kerjain lagi ah…. Itung-itung muasin hati gue yang daritadi pengen ngerjain dia.” kata Putra dalam hati.
Putra langsung merangkul pundak Erza dan berbisik di telinganya “emang gue gak boleh lirik lo? kan kita sekarang partner. Jadi kita harus bersama setiap saat. Dan lo harus bantu gue dalam tugas-tugas kuliah.”kata Putra dengan tatapan yang jujur, buat Erza kangen  untuk seperti dulu dengannya dan mati kutu.

“mati kutu dah kalo dia natap gue kayak gini.” Keluh Erza dalam hati.
“lo itu yah! udah amnesia, tetep aja ngeselin gue! seharusnya gue tenang karna lo lupa sama gue, jadi gue bebas dari kejahilan lo yang biasanya lo lakuin dirumah!.” Kata Erza ketus lalu mendorong tangan Putra kasar yang dipundaknya dan keluar dari kelas sambil membawa buku-bukunya yang berat.
Putra terdiam mendengar ucapan Erza, lalu dia mengejar Erza dan berjalan dibelakang gadis itu sambil berpikir
“dirumah? Emang gue sama dia sedekat apa sih jadi dia bilang gitu ma gue? gue sama Selvi tinggal satu apartemen waktu di jerman aja gak segitunya. Paling ayang-ayangan aja di tempat tidur.*author cemburu*  *lirik Erza ngasih kode* *Siap-siap ambil cangkul bareng Erza terus gali kuburan disertai batu nisan bertuliskan nama Selvi* dan perasaan ini beda banget bila gue sama Selvi.” kata Putra dalam hati.
“kita kemana Za?.” tanya Putra sambil mengekor Erza di belakang.
“lab.” Jawab Erza singkat, padat, jelas dan ketus.
“ngapain?.” Tanya Putra dengan wajah jahil di belakang.

“ini cowok! Udah tau di lab kerjaannya meneliti! Masa nanya lagi?! gue bedah juga lama-lama!.” Gerutu Erza dalam hati
Erza pura-pura tidak mendengar pertanyaan Putra, malah dia mempercepat laju jalannya yang membuat Putra tertinggal di belakang.
merasa ditinggal, dia berjalan cepat hingga mengimbangi cewek itu dan berdiri di sampingnya “kok pertanyaan gue gak dijawab? Kita ngapain di lab? Mau…?.” Kata Putra jahil dan langsung dipelototi Erza.
“lo itu yah! sumpah ngeselin gue banget hari ini!  Lo mau tau kita ngapain di laboratorium?! Bedah mulut lo supaya gak banyak nanya lagi sama gue! dasar cowok gila!.”kata Erza ketus lalu masuk dalam laboratorium meninggalkan Putra yang lagi-lagi terdiam di depan pintu.
“gila? Kok gue ngerasa pernah dipanggil dengan sebutan itu yah? aneh banget gue hari ini, maunya ngerjain dia mulu, padahal kemaren baru aja bikin dia nangis.” Kata Putra dalam hati.
merasa diam tak menemukan jawaban, dia masuk dalam laboratorium dan duduk di samping Erza yang sudah mengenakan jas lab.

“jas gue mana?.” Tanya Putra duduk disamping Erza sambil nyolek.
“ambil aja sendiri. Lo punya kaki sama tangan kan?.” Tanya Erza balik tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca.
merasa tak mendapat respon, Putra langsung mengambil buku yang dibaca Erza lalu membawanya ketika dia mengambil jas dan duduk kembali tanpa mempedulikan tatapan tajam Erza.
“balikin buku gue Putra! Lo itu apa-apaan sih?! Nyebelin banget jadi cowok!.” Kata Erza sambil berdiri di samping putra dan berkacak pinggang.
“gue mau pinjem. Kayaknya rame buku yang lo baca sampai gue dikacangin.” Kata Putra cuek sambil membaca buku Erza.
“ngapain gue peduli sama orang yang membuat semua penantian gue sia-sia?! Dan ngapain juga gue peduli sama cowok yang datang kesini ternyata bawa cewek lain terus dengan mudahnya bilang lupa sama gue?!.” kata Erza pelan tapi sukses membuat Putra terdiam dan menatap gadis yang dihadapannya dengan tatapan sulit diartikan.
“lo marah karna gue gak bisa inget apapun tentang lo?.” tanya Putra.
“menurut lo? gue marah dan sakit hati! Enak bener lo bilang “gue lupa sama lo, lo siapa gue?.” tanpa mikirin perasaan gue yang udah nunggu lo selama 4 tahun! Kalo begini akhirnya, mending gue tiap malam berdoa sama Tuhan agar lo gak usah pulang kalau perlu mati aja sekalian biar gue gak sakit kayak gini!.” Kata Erza sedikit berteriak dengan mata berkaca-kaca dan untungnya laboratorium Cuma mereka berdua, jadi tak ada yang mendengar pertengkaran mereka.
Putra langsung berdiri dan memeluk erza dalam dekapannya dan membiarkan gadis itu memukul dadanya dan menangis sampai baju kaosnya basah. “gue minta maaf kalo apa yang terjadi sekarang, udah nyakitin lo, udah hancurin harapan lo. tapi gue bener gak inget apa-apa za. gue lupa siapa lo, gue lupa temen-temen gue siapa, sahabat gue siapa, yang gue inget hanyalah gue punya keluarga dan gue sekarang punya pacar, yaitu Selvi. Itu aja.” kata Putra yang bikin Erza semakin nyesek mendengar kata terakhir itu.
“Erza….. beri gue kesempatan untuk inget sama lo lagi. untuk inget semua yang dulu kita lakuin.” tambah Putra yang buat Erza menatapnya.
“terus  biarin lo sakitin gue lagi? ancurin harapan gue sekali lagi? mending sekarang kita teman aja, selesai. Dan kenangan tentang dulu, lo gak usah repot-repot ngingetnya, karna gue akan lupain semuanya.” Kata Erza lalu melepas pelukannya dari Putra dan keluar menuju kamar mandi meninggalkan Putra.

tak lama kemudian, Erza masuk dalam lab dengan mata sembab dan membuat teman-temannya bertanya.  tapi Cuma dibalas Erza dengan senyuman tanpa menyadari bahwa putra melihat semua tingkahnya, dan melihat betapa pandainya Erza menutup hatinya agar orang lain tak tau apa yang terjadi padanya. “gue janji akan mencoba inget sama lo za, walau lo gak ijinin gue. gue gak peduli.” Tekad Putra dalam hati.
lalu Erza duduk di belakang Putra sambil bertopang dagu dan menatap punggung cowok yang disayanginya, sekaligus menghancurkannya dalam waktu yang sama, merasa sakit, dia langsung membuka buku dan membacanya.

kemudian dosen masuk dan memberikan pengarahan kepada mereka lalu menyuruh mereka untuk berada di kelompoknya dan mengambil mayat-mayat yang sudah tersedia untuk segera mereka bedah.
selama membedah, tak ada pembicaraan antara Erza dan Putra, mereka sibuk dengan perasaan masing-masing. Pada saat Erza selesai menulis laporannya sambil menggulung lengan jas, tanpa sengaja Putra berbalik ke arahnya sambil  memegang pisau yang baru dia sterilkan dan ujung pisau itu menyentuh pergelangan tangan Erza sehingga mengucurkan darah segar.
Putra kaget melihat tangan Erza berdarah, langsung mengambil tangan gadis itu tapi ditepisnya “biar gue obatin sendiri.” Kata Erza lalu pergi meninggalkan putra
“gue lukain tangan lo, biar gue obatin sayang.” kata Putra spontan yang membuat Erza kaget dengan panggilan putra, begitu juga sebaliknya.
“lo manggil gue apa?.” Kata Erza berharap salah dengar.
“sayang. memangnya kenapa? Salah? .” Kata Putra yang sekarang asyik mencari kotak P3K.
“gue bilang lo gak usah repot-repot obatin tangan gue! gue bisa sendiri!.” Kata erza sambil memegang pergelangan tangannya yang terluka dan menggigit bibirnya tanda kesakitan. Putra melihat itu langsung menarik pergelangan tangan erza yang satunya lalu mereka duduk dekat jendela yang didepannya ada dua ekor angsa putih sedang berenang ditengah danau menambahkan suasana romantic, ditambah lagi sekarang tinggal mereka berdua di laboratorium.
“sekali aja lo gak usah ngelawan apa kata gue za. gue lukain tangan lo dan gue juga harus obatin tangan lo.” kata Putra sambil mengambil dua buah kursi untuknya dan Erza lalu diletakkan berhadapan.
“lo duduk disitu.” Kata putra sambil sibuk mengeluarkan kain kasa, perban, kapas, dan obat merah dari kotak itu tanpa melihat Erza yang asyik menatapnya.
“gue berdiri aja.” kata erza yang sukses membuat putra berhenti mencari gunting untuk memotong perban dan mempelototi Erza.
“lo keras kepala bener yah jadi cewek!.” gerutu Putra yang sekarang asyik mengobati tangan erza kemudian mengambil perban untuk menutupnya.
“terus kenapa kalau gue keras kepala? Bakal ngerugiin hidup lo?.” kata Erza sinis sambil menatap danau dibalik jendela dengan tatapan kosong.
“kenapa jadi begini Put? gue kira setelah lo pulang, gue bisa bersama lo lagi kayak dulu. Tapi nyatanya, Gue diuji lagi. apa perasaan gue kurang cukup ngebuktiin kalo gue sayang sama lo?.” kata Erza dalam hati
Putra terdiam mendengar  jawaban itu dan menyibukkan dirinya mengobati luka Erza. Sambil mengobati luka Erza, sesekali dia menatap gadis itu yang asyik melihat keluar jendela dan entah kenapa dia merasa pernah dalam posisi seperti ini, dan ada perasaan yang tak bisa dijelaskan, tapi rasanya tenang dan ingin selalu bersama gadis itu,  selamanya.

“Aku tenang saat disampingmu, walau ku tak tau mengapa. Yang aku inginkan adalah, selamanya kita akan selalu seperti ini.  Dan aku berharap, semoga Sang Waktu berbaik hati padaku agar memberikan sedikit waktunya  untuk bisa menikmati saat-saat bersamamu, walau hanya sebentar saja.”

setelah tangan Erza selesai dibalut, Erza menatap Putra seolah mencari apakah masih adakah perasaan untuk dirinya, walau sedikit saja, sudah sangat bersyukur. “makasih Put.” kata Erza berjalan meninggalkan Putra yang terpaku menatapnya.
“Za…” panggil Putra yang membuat gadis itu menoleh dan kaget ketika Putra memeluknya.
“kenapa Put?.” tanya Erza bingung harus berbuat apa dengan tingkah Putra.
“please,,, lo jangan bersekongkol dengan Sang Waktu untuk mempersulit gue mengingat apa yang terjadi dengan kita za. gue mohon ijinin gue dekat sama lo lagi, agar gue bisa ingat sama lo.” kata Putra yang membuat Erza kaget mendengar ucapannya lalu melepas pelukannya.
“gue bukan cewek yang mudah ngasih kesempatan kedua Put. tuh cewek lo datang. Gue pergi dulu.” Kata Erza langsung mengambil tas dan keluar dari lab tanpa melirik Selvi yang berdiri di depan pintu sambil tersenyum pada Putra, ketika Selvi melihat Erza lewat di depannya ditambah Putra menatap kepergian gadis itu, dia bersumpah dalam hati, apapun yang terjadi, dia takkan membiarkan Putra jatuh ke pelukan Erza untuk kesekian kalinya.

“hai sayang. aku nyari kamu kemana-mana lo. kok sms aku gak dibalas sih?.” Kata Selvi tersenyum ketika Putra berjalan menghampirinya.
“aku tadi sibuk sayang. jadi gak sempat buka Handphone. Jalan yuk.” Kata Putra sambil merangkul selvi di pundak yang dibalas cewek itu dengan rangkulan di pinggang Putra.

Selama mereka berjalan menuju parkiran, baru kali ini Selvi bisa menegakkan kepalanya dan berjalan bagai burung Merak yang sedang memamerkan bulu-bulunya yang indah di hadapan burung-burung lain dan menatapnya penuh iri.  dia bisa membaca pikiran cewek-cewek di sekitar kampus menatapnya dengan penuh kagum karna bisa menggandeng cowok sekeren Putra. Putra yang sudah biasa dengan hal itu, cuek saja.

“akhirnya gue bisa mengejar apa yang gue inginkan dari dulu! Menjadi pusat perhatian! Bukan Cuma Erza aja yang bisa kayak gini, gue juga bisa!.” Kata Selvi dalam hati.
ketika sampai di parkiran, Putra melihat Erza asyik bercengkrama dengan Rico dan Restu. Karna dia tak mengingat siapa Restu dan Rico,  dia merasa asing dengan mereka berdua dan cemburu melihat gadis itu asyik tertawa dengan mereka berdua dan tangannya merangkul pundak mereka.  entah kenapa, kakinya ingin melangkah ke tempat mereka lalu menarik gadis itu menjauh kemudian memarahinya. Tapi dia tak bisa melakukan itu karna ada Selvi, cewek yang sangat dia jaga perasaannya berdiri di sampingnya . Jadi dia hanya bisa menatap dan berharap, semoga gadis itu melepas rangkulannya dari pundak mereka kemudian melihat ke arahnya agar cewek itu tau, bahwa dia tak suka.
“kenapa gue jadi gak rela gitu Erza dekat dengan cowok lain? dia kan bukan siapa-siapa gue? tapi katanya dan Katherine dia tunangan gue. arghhh.. gue pusing!.” Kata Putra dalam hati
“sayang… kok melamun? Ayo pulang. Kamu ngeliat apa sih?.” Kata selvi sambil menarik tangan Putra pelan sambil mengikuti arah pandangan Putra.
“enggak kok sayang.  ayok.” Kata Putra merangkul Selvi menuju mobilnya yang ternyata terparkir di samping mobil Erza.
Erza yang melihat Putra sedang membukakan mobil untuk Selvi hanya bisa mnghela napas ketika cowok itu juga menatap dirinya. Yang membuatnya kaget, dia melihat ada sedikit sorot mata kemarahan dari Putra, tapi sebelum dia tau maksudnya apa, Putra sudah masuk dalam mobil dan menjalankannya dengan kecepatan penuh, meninggalkan semua tanya di hati.
“kenapa Za?.” tanya Restu sambil mengikuti tatapan mata Erza. Dan tau apa yang dipikirkan gadis itu, Restu hanya bisa menepuk pelan pundak erza “Suatu saat nanti dia akan ingat sama lo za. eh, lo sekelompok dengan Putra untuk KKN yah? asyik tuh.” Kata Restu lagi yang membuat Katherine yang baru tiba langsung mendekati Erza dengan mata berbinar-binar.
“serius lo kak satu kelompok dengan kak Putra? Berapa bulan kak? asyikk!! Doa gue terkabul juga akhirnya.” Kata Katherine penuh syukur yang membuat mereka mendengar hal itu langsung melihat kearahnya.
“emang lo berdoa gimana kath?..” Tanya Rico yang sekarang merangkul Arny dengan penuh sayang *nyesek seketika*
Katherine senyam-senyum tak jelas mendengar pertanyaan Rico membuat yang lain pada penasaran “gue berdoa tiap malam semoga kak Putra bisa bareng kak Erza lagi terus putusin si mak lampir, Selvi. terserah deh mau cara apa, yang penting mereka dekat. Hahahha.” Kata Katherine tertawa diikuti yang lain.
“dasar lo kath. Gak boleh gitu. gue aja gak terlalu mengharap banyak dengan sekelompok ma Putra, takutnya sia-sia lagi harapan gue. jadi gue sekarang terserah aja *sambil lirik author dengan sinis karna dikasih peran nyiksa mulu.* mau jodoh sama dia, gue senang, kalau enggak, gue berharap akan menemukan yang lebih baik dari Putra.” Kata Erza dengan wajah pasrah.
“gue berdoa dari hati paling dalam, lo bersama dengan dia dek. Pulang yuk.” Kata Reno tiba-tiba datang dan mengelus kepala Erza dengan rasa sayang.
“ayook.. guys, duluan yah, bye.” Kata Erza tersenyum lalu jalan berdampingan dengan Reno menuju mobilnya, lalu mereka masuk dan Reno menyetir mobil Erza dengan kecepatan penuh meninggalkan kampus.

setelah mereka pergi, masing-masing membubarkan diri menuju mobil dengan pasangan masing-masing dan pergi meninggalkan kampus.

sementara itu….
Putra bingung bagaimana bilang kepada Selvi soal dia akan pergi ke desa terpencil, tidak sendiri, melainkan dengan Erza dan 5 orang lagi. disaat Putra asyik bermain dengan pikirannya, Selvi menyenderkan kepalanya di bahu Putra yang asyik menyetir mobil dan menatap cowok itu dengan tatapan sayang.

 “kamu kenapa sayang? ada masalah?.” Kata Selvi ketika melihat Putra hanya diam.
“eum…. Aku boleh ngomong sesuatu gak sayang?.” kata Putra pelan.
“apapun itu, aku siap mendengarkan sayang.” kata Selvi tersenyum.
“kamu kan tau aku masuk sudah semester 5, jadi semester depan aku akan KKN di desa Gunung Kidul, Yogyakarta selama 3 bulan.” Kata putra menatap Selvi “aku kesana gak sendiri, tapi dengan Erza dan beberapa yang lain.” lanjut Putra tapi sukses membuat Selvi duduk tegak dan menatap Putra dengan tatapan sulit diartikan. Perlahan tapi pasti, dia teringat pertemuan keduanya dengan Erza di laboratorium dan entah kenapa, dia merasa takut ketika dia hampir mendapatkan impian indahnya bersama Putra, semua itu akan musnah dalam sekejap dengan kedatangan Erza, yang lebih dulu mengisi hati Putra dan dia  merasa, tatapan Putra tak bisa lepas dari gadis itu, walau Putra berusaha menyembunyikan itu darinya.
“terus? Kamu mau tinggalkan aku?.” Kata Selvi yang membuat Putra menghela napas berat dan menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Selvi.
“aku cuma pergi sementara sayang. nanti aku pulang. Janji.” Kata Putra memegang kedua pundak Selvi yang sekarang duduk berhadapan dengannya.
“aku gak mau.” Kata Selvi sukses membuat Putra kaget.
“kamu ngertiin aku sayang. kalau aku tidak ikut KKN,aku gak akan lulus!,” kata Putra setengah berteriak.
“tapi kenapa harus dengan Erza?.” Kata selvi sambil menatap Putra yang terdiam.
“karna aku sekelompok dengan dia. aku janji akan selalu menghubungimu. Tiap jam. Ok?.” kata Putra.

“tetap aja gue gak bisa liat apa yang lo lakuin sama Erza! Kenapa sih tuh cewek nongol lagi saat impian gue hampir tercapai?!.” Sungut Selvi dalam hati.
Selvi hanya diam mendengar perkataan Putra, sadar bahwa cewek yang dia sayangi tidak setuju dengan kepergiannya, Putra mencari akal agar Selvi setuju dengan kepergiannya, dia sendiri bingung kenapa sangat antusias ikut KKN, entah karna ada Erza atau apa, dia tak tau.
“aku lupa tentangmu, bukan berarti hatiku ikut melupakanmu, justru aku sekarang berusaha mencari serpihan kenangan indah tentang kita  melalui hatiku, bernegoisasi dengan waktu agar aku bisa mengingatmu lagi, dan menggunakan segala cara agar aku tau siapa dirimu.”


“sayang….” kata Putra yang sekarang mengelus kepala Selvi kemudian mencium keningnya.
“hmmm..” kata Selvi cuek tapi tetap menatap Putra.
“bagaimana? Please… kamu mau punya pacar tak lulus kuliah gara-gara gak ikut KKN? Apa kamu tak malu?.” Kata Putra yang tau bahwa Selvi haus pujian dari orang-orang sekitarnya dan menggunakan itu sebagai senjata ampuh agar dapat ijin dari Selvi.
Selvi dalam hati membenarkan kata Putra, dengan berat hati dia menganggukkan kepalanya “aku ijinin kok. tapi inget jangan macam-macam! Dan kamu harus hubungin aku terus! Ok?.” kata Selvi yang membuat Putra senang dan langsung memeluk Selvi erat.
“makasih sayang.” kata Putra dan sebuah ciuman penuh sayang mampir di pipi kiri dan kanan gadis itu dan langsung direspon gadis itu dengan senyuman lalu keluar dari mobil Putra dan masuk dalam rumah ketika mobil Putra menghilang dari pandangannya, tanpa ada yang tau, bahwa dalam hatinya dia berharap, semoga keputusannya tak salah.


Malam harinya…
hari sudah malam dan hujan turun dengan deras ketika Erza baru saja selesai mengerjakan tugasnya, dia melepas kacamatanya dan keluar dari rumah menuju pintu taman dan duduk di ayunan sambil menatap kolam renang dengan tatapan kosong.  dia bisa melihat banyak kenangan Putra disetiap sudut rumahnya, memaksanya untuk merubah keputusannya untuk melupakan cowok itu. Dan itu membuat dia teringat kejadian siang tadi dan keputusan dosennya untuk KKN bersama Putra yang berpotensi untuk mengulang semua yang kejadian yang sudah dia lupakan susah payah. Mengingat itu, Erza hanya menghela napas sambil merasakan tetesan air hujan membasahi wajahnya yang lagi-lagi memberikan sepenggal kenangan indah. Dan pada akhirnya, dia membiarkan tetesan air mata itu mengalir di pipinya agar langit dan bumi bisa merasakan kesakitan yang dia alami sekarang.

“setiap aku melihat di sekelilingku, aku merasa semua benda disini memaksaku untuk mengingatmu, meruntuhkan egoku untuk melupakanmu, itu membuatku sungguh tersiksa karna membiarkan pintu hatiku terbuka olehmu dan akhirnya meninggalkan luka menganga yang takkan bisa pulih kembali.”
Lelah menangisi hal yang dia yakini takkan pernah terwujud, dia masuk dalam rumah dan pergi ke kamarnya terus pergi tidur.

                                    ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
selama 3 bulan mereka bekerja sama sebagai partner, tak ada pembicaraan berarti antara Putra dan Erza, walau cowok itu berusaha mengajak Erza bicara, pura-pura bego ketika disuruh dosen menjawab pertanyaan agar bisa bertanya pada Erza yang kebetulan adalah gadis yang paling pintar di angkatannya, tetap saja sekuat apapun Putra berusaha, sekuat itu juga Erza menutup mulutnya rapat-rapat agar tak terpancing dengan usaha Putra yang menurutnya konyol.

Setelah selesai ujian semester seminggu yang lalu, akhirnya hasilnya sudah keluar, Erza yang baru keluar dari kelas buru-buru menuju papan pengumuman untuk melihat hasil ujiannya, ketika dia melihat nilai IPK 5,00, gadis itu tersenyum dan mendadak merengut  ketika nilainya di nomor dua dan yang membuatnya semakin manyun ketika melihat IPK Putra 5,50 bertengger manis di posisi yang dia impikan sejak dulu.
“hua! Posisi gue direbut sengak! Hahahaha..tapi gak papa deh, yang penting selama 3 bulan terakhir gue gak kepancing usaha konyol dia yang pura-pura bego supaya gue ladenin dia ngomong dan keterusan deh. Poor you boy.” Kata Erza dalam hati.


pada saat Erza asyik melihat papan nama dan mencari nama-nama temannya, tiba-tiba ada tangan bertengger di pundaknya dan sebuah hembusan napas lembut di telinganya membuat Erza geli dan ketika dia menoleh, dia melihat Putra berdiri di sampingnya dengan tangan kiri di pundaknya dan tangan kanannya asyik menyusuri papan nama. Kesal dengan tingkah Putra, dia berusaha melepas tangan Putra tapi bukannya lepas, malah mencengkram pundaknya hingga dia kesakitan dan akhirnya, usaha Putra membuat gadis itu bicara padanya, terwujud juga.
“sakit gila! Lo kira gue apaan hah?! Maen tiup telinga gue lagi!.” kata Erza ketus sambil berusaha menginjak kaki Putra, serangan andalannya.
melihat gadis itu marah-marah, entah kenapa membuat Putra cekikikan dan mengacak rambut gadis itu dengan lembut dan membuat Erza kaget dan terdiam.
“gue suka deh lihat lo marah-marah. Kayaknya asyik aja gitu. eh… lo mending temuin ibu Irene deh, lo dipanggil tuh. Tapi bareng gue.” kata Putra seolah tak memberikan kesempatan bagi Erza untuk membalas, dia menarik gadis itu menuju ruang dosen.

sesampai diruang dosen, mereka melihat Ibu Irene Pias Huda, dosen yang dikenal punya wajah manis apalagi kalo senyum tapi sadis kalo marah  itu sedang asyik bermake-up ria. Ketika melihat kehadiran Putra, mahasiswa kecengannya, Ibu Irene langsung menyimpan alat make-upnya dan tersenyum dan seketika merengut ketika melihat tangan Putra memegang tangan Erza.
“ada apa Putra?.” kata Ibu Irene bermanis –manis ria di depan Putra, dan langsung pasang wajah sadis ketika melirik Erza yang buru-buru menunduk. *horror ya za? emang sih wajah Ibu Irene itu horror* *ikutan nunduk*
“begini bu, kami kapan KKN? Siapa saja kelompok saya selain Erza?.” Kata Putra sambil tersenyum dan semakin memegang erat tangan Erza ketika merasa gelagat gadis itu ingin kabur.
“KKNnya kapan yah? seminggu lagi.  selama 3 bulan kamu di desa Kidul dan sebelum ke desa itu, kalian bisa jalan-jalan sebentar keliling jogja. Itung-itung refresing, dan ini nama kelompok yang kamu mau.” Kata Ibu Irene sambil memberikan daftar nama yang dimaksud Putra.

kelompok KKN FKUI 2011-2012
1. ERZA NOOR ASSIFA.
2. PUTRA EDUARDO PRADIPTA.
3. ARNY DEBORA.
4. RESTU SAHAB PRASETYA.
5. REVA MAHARANI SYAHREZA.
6. JESSICA.

Erza melongo maksimal ketika melihat daftar nama yang hampir membuatnya gila itu, berbeda dengan Erza, Putra merasa pernah melihat daftar yang dia pegang sekarang, ketika ada sekelabat banyangan masa lalunya hadir, mendadak kepalanya langsung berdenyut hebat dan buat dia kesakitan.
“arghh…” kata Putra pelan sambil memegang kepalanya dan cekalan di tangan Erza terlepas.
Ibu Irene mendadak panic dan langsung menyuruh Putra duduk “kamu kenapa Putra? Ada yang sakit?.” Kata Ibu Irene prihatin dan memberikan air minum ke Putra.
“Enggak apa-apa bu. Cuma agak sakit kepala saja. Permisi bu. Makasih atas catatanya.” Kata Putra sambil berdiri lalu menarik Erza keluar kantor.

“lo gak papa put?.” kata Erza khawatir dan lega karna tangannya sekarang tidak dicengkram Putra lagi dan mereka sekarang berada di sebuah danau yang tenang.
“gue gak papa. Eh, Lo bareng siapa ke kampus?.” Kata Putra sambil menatap Erza.
“gue bareng Reno. Kenapa?.” Kata Erza yang tak sadar bahwa ucapannya terakhir itu, memberikan sedikit perasaan cemburu pada Putra.
“Reno itu siapa lo?.” kata Putra dengan wajah menyelidik.
“emang penting buat lo tau? gue mau sama siapa, bukan urusan lo!.” Kata Erza ketus lalu berjalan meninggalkan Putra yang bingung dengan perasaannya.
“kenapa gue kayak cemburu ketika dia nyebut nama Reno? Dia kan bukan siapa-siapa gue. tapi kenapa gue merasa dia berarti di hidup gue? dan gue merasa, kenangan tadi, akan gue ingat kalo gue disamping dia.” kata Putra dalam hati


tiba..tiba……
Putra menarik siku Erza lalu menarik ke hadapan tubuhnya dan mencium kening gadis itu yang melotot dengan perlakuannya dan tak bisa berbuat apa-apa ketika Putra memeluknya hingga dia sesak napas.
“lepasin gue cowok mesum! Gue bukan cewek lo! kalo lo mau nyium cewek, cium pacar lo sana!!.” kata Erza sambil menginjak kaki Putra keras-keras sehingga Putra kesakitan.
“adduuuhh!!!mumpung cewek gue gak ada Za, boleh kan gue main-main sama lo?.” kata Putra dengan ekspresi jahil dan mesum yang membuat Erza mau tak mau teringat kejadian beberapa tahun yang silam, sebelum semuanya belum berubah, sebelum perasaan yang dia rasakan sekarang hadir dan memporak-randakan hidupnya.
“main sama banci kaleng sana! Lo bukan tipe gue! gue mau pulang!.” Kata Erza lalu mendorong Putra kasar dan bejalan meninggalkan Putra.
“gue ikutin lo sampai parkiran.” Kata Putra berjalan dibelakang Erza.
“gak perlu.” Kata Erza semakin mempercepat langkahnya.
“gue gak butuh ijin lo untuk melakukan apa yang gue mau.” Balas Putra.
“terserah lo deh.” Kata Erza ketus dan berjalan dengan diikuti Putra.

sesampai di parkiran kampus, Erza melihat Reno berdiri di samping mobilnya bersama Arny dan Rico juga yang lainnya, mereka kaget ketika melihat Putra berjalan di belakang Erza sambil cengar-cengir. Lalu mereka tersenyum dan Katherine yang merasa doanya terkabul, langsung berbisik ke Reva “Rev, kalo mereka balikan lagi terus mutusin si mak lampir, gue akan adain selamatan 7 hari 7 malam untuk rayain ini!.” Kata Katherine dengan  suara lumayan nyaring dan membuat yang lain semakin senyam- senyum gak jelas.
“pulang yuk.” Ajak Reno sambil merangkul Erza dan disambut gadis itu dengan senyuman yang tanpa mereka sadari, Putra mengepalkan tangannya.

“sumpah gerah bener yah gue liatnya! Tuh cowok siapa Erza sih?! Gue tabokin ampe bonyok! Eh..tunggu dulu! Kok gue jadi panas begini yah?.” kata Putra dalam hati.
 “Ayo sayang.” kata Erza ketika melihat kedipan mata dari Reno, tanda mereka acting pura-pura pacaran dihadapan Putra. Mereka yang melihat kejadian itu, hampir tertawa ngakak kalo gak ingat ada Putra di depan mereka yang sekarang panas-dingin.
“lo kira Cuma lo aja yang bisa manasin gue?! gue juga bisa! Panas dingin kan? Rasain lo sana!.” kata Erza dalam  hati.
“Kathy, lo pulang sama siapa?.” Kata Putra berusaha mengacuhkan Erza yang asyik bermanja ria dengan Reno, dan semakin panas ketika dia melihat dari sudut matanya  Reno mencium pipi Erza hingga wajah gadis itu merah lalu tertawa dan balas mencium pipi Reno.

“argghhh!!!!!!!! Sabar Put, lo gak bisa marah sama dia karna lo lupa siapa dia! kalo lo gak lupa siapa Erza, kalo lo gak lupa, Erza gak akan lakuin itu ke elo!.” Kata Putra dalam hati.
Katherine yang melihat reaksi Putra, senyum-senyum sendiri “gue sama Restu. Mak lampir kesayangan lo mana kak?.” Tanya Katherine dengan wajah sinis ketika menyebut julukan Selvi. “dia gak masuk. Yaudah gue pulang dulu. Buset dah lo Kathy, gitu-gitu dia cewek gue.” Kata Putra sambil menoleh ke Erza yang tak menghiraukannya dan asyik tertawa bareng Reno dan Rico lalu dia masuk dalam mobil dan melihat ke Erza sekali lagi, dan entah kenapa hatinya berharap agar gadis itu menoleh kepadanya dan tersenyum manis hanya untuknya. Merasa tak mungkin, dia melaju meninggalkan kampus.

setelah melihat Putra pergi, Erza menghela napas dan menatap Reno “gak apa-apa kak acting kayak gini?.” Tanya Erza dengan wajah sendu.
“justru hanya dengan cara ini agar dia ingat siapa lo Za. buktinya tadi gue liat tatapan matanya ngelirik lo mulu ketika lo cium pipi Reno, marah banget dia Za. good job dah.” Kata Restu.
“gue ngerasa aneh aja mesraan sama sepupu sendiri. Eh..kalian setelah ini mau nongkrong dimana?.” Tanya Erza sambil menatap mereka bergantian.
“ke mall yuk! Itung-itung sebelum kita KKN,  betul gak?.” Kata Reva, si Ratu Mall menatap Arny dan Katherine yang cengar-cengir.
Erza tertawa melihat anggukan mereka lalu masuk dalam mobil masing-masing menuju mall terdekat.


setelah keliling mall hampir 4 jam, akhirnya mereka pulang kerumah masing-masing sekitar jam 8 malam. Erza yang saking lelahnya akhirnya ketiduran di mobil dengan posisi kepala di pundak Reno yang menyetir mobilnya.
Setelah tiba dirumah, Reno mengelus kepala Erza lalu menepuk pipi gadis itu dengan lembut “Za, bangun za… kita udah dirumah nih.” kata Reno lalu mengguncang tubuh Erza pelan hingga gadis itu terbangun.
“Eh kak. Makasih udah bangunin. Capek banget soalnya.” Kata Erza keluar dari mobil dan langsung dipegang oleh Reno masuk dalam rumah karna mulai oleng jalannya.

Sesampai di kamar, Reno menuntun gadis itu masuk dalam kamar dan menidurkannya di tempat tidur lalu mencium kening gadis itu yang sudah dia anggap sebagai adiknya yang paling dia sayangi. Setelah melihat Erza tidur pulas, Reno menutup pintu kamar gadis itu dengan pelan.

                             ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
selama seminggu mereka kuliah dan menyiapkan ini itu untuk kepergian mereka esok ke Yogyakarta, akhirnya tibalah hari itu, hari dimana bagi Putra untuk membuka kenangan lama yang tersembunyi rapi menunggu untuk ditemukan, dan entah kenapa dia ingin semakin dekat dengan Erza, karna dia merasa, gadis itu mempunyai magnet tersendiri untuk membuat dia ingat tentang kenangan yang hilang dari otaknya.

“Za, ini tiketnya.” Kata Putra datang ke kelas langsung nyodorin tiket PP ke Erza yang asyik makan coklat sambil baca buku setebal kamus.
“tiket apaan?.” Kata Erza gak ngeh dan asyik membaca buku tanpa melirik Putra.
gemas, akhirnya Putra mengambil buku yang dibaca Erza yang membuat gadis itu mendongkak dan dia melihat ada sisa coklat di pinggir bibir tipisnya, lalu Putra menyentuh pinggir bibir Erza dengan jarinya untuk mengambil sisa coklat itu kemudian membuangnya. Tanpa menyadari bahwa tingkahnya itu membuat Erza teringat dengan kenangan sewaktu mereka masih satu rumah, tanpa pengganggu seperti sekarang ini.
“tadi di samping bibir lo ada coklat. Tuh tiket gue ambilin dari Ibu Irene, malam ini kita berangkat. Rumah lo dimana? Biar gue jemput.” Kata Putra sambil membolak-balikkan halaman buku yang dia ambil dari Erza.
“malam ini?! Bukannya lo tau rum..” kata Erza terhenti ketika dia menyadari bahwa di depannya sekarang adalah Putra yang lupa tentang apapun tentangnya, bahkan alamat rumah Erza sendiri pun dia lupa. Dan itu membuat Erza sedih.
“kayaknya semua kenangan tentang gue beneran tak ada satupun tersisa, sampai alamat rumah gue aja dia gak inget! Tragis bener hidup gue.” kata Erza dalam hati.
“tau apa?.” Kata Putra yang ngeh mendengar perkataan Erza.
“gak apa-apa. Ini alamat rumah gue.” kata Erza sambil menulis alamat rumahnya dan memberikannya ke Putra.
“ok deh. Di tiket jam 8 malam berangkatnya yah? lo sama siapa ke kampus? Sama Reno lagi?.” kata Putra sambil menekankan suaranya pada saat menyebut nama Reno.
“gue ke kampus selalu dengan Reno. Kenapa?.” Kata Erza bingung sambil berusaha mengambil buku di tangan Putra, tapi gagal.

“maksud hati pengen ajak pulang bareng, gak taunya sama Reno! Tunggu dulu, lo udah punya Selvi! ngapain ajak cewek lain pulang?! Sadar Putra!!!.” Kata Putra dalam hati.
“balikin buku gue dong. Gue belum kelar baca.” Kata Erza nyerah dengan usahanya merebut bukunya yang selalu gagal.
“nyerah?.” Kata Putra sambil memainkan buku itu dengan senyum penuh kemenangan di hadapan Erza yang merengut.
bukan Erza namanya kalo mengaku kalah, apalagi dengan Putra. Sebelum mendapatkan ide, tiba-tiba…
Putra menarik belakang kepala Erza dan mencium puncak kepala gadis itu lama sekali lalu menyerahkan buku itu kepadanya sambil nyengir “ini buku lo Za.” dan mencium pipi gadis itu sambil tertawa meninggalkan Erza yang menatap kepergiannya sambil mengelus pipi yang dicium Putra dengan wajah merona.

selama praktik di laboratorium, Erza Cuma menjawab apa  yang ditanyakan Putra dengan singkat dan itu membuat Putra yang hatinya entah kenapa selalu ingin mengganggu Erza merasa bingung sendiri dengan apa yang dia rasa sekarang.

“ kenapa gue jadi gila begini? kayaknya gue selalu ingin dan ingin ganggu dia. heummm… kayaknya gue harus ayang-ayangan nih dengan Selvi. *plak* .” kata Putra dalam hati.
setali tiga uang dengan Putra, Erza juga bingung dengan apa yang dia rasakan sekarang setiap dekat dengan Putra, dia merasa senang dengan perlakuan Putra yang seperti dulu lagi, tapi itu juga membuatnya galau karna setiap dia dekat dengan Putra, merasakan apa yang dia rasakan dulu sebelum semuanya berubah, di saat itu juga dia harus disadarkan bahwa Putraa sekarang bukan Putra yang dulu lagi, melainkan Putra yang sudah menjadi pacar cewek yang hampir mencelakai hidupnya dan Putra yang mencoba mencari kenangan tentang mereka melalui dirinya.
“kau mendekatiku untuk mencari kenangan kita yang disembunyikan oleh masa, tanpa kau menyadari, bahwa tingkahmu membuatku sakit dan membuatku kembali berharap, be your mine.”
Ketika mereka bermain dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba Ibu Irene, dosen mereka merasa tak beres dengan tingkah mereka yang sama-sama bertopang dagu dengan wajah menatap papan tulis, tapi pikiran kemana-mana. Membuat Ibu Irene meradang karna merasa pelajarannya tak diperhatikan dan akhirnya..

PLETAK!!! Sebuah penghapus papan tulis hasil lemparan maut Ibu Irene, si dosen galak melayang sukses di tengah meja dan jatuh berdebum tepat dihadapan mereka sehingga membuat Putra dan Erza sama-sama kaget dan mengelus dada masing-masing.

“astaga! Syukur gue gak ada riwayat penyakit jantung! coba Kalo ada, tinggal almarhum gue! bakal gue gentayangin tuh guru kalo ampe kejadian!.” kata Putra dalam hati.
“kalian berdua! Apa yang kalian pikirkan sehingga tak memperhatikan pelajaran saya?! Merasa sudah pintar?!.” Omel Ibu Irene panjang lebar di depan kelas yang sumpah membuat mereka malu.
Putra Cuma garuk-garuk kepala mendengar omelan Ibu Irene, dan dia melirik Erza yang juga memandangnya dengan tatapan tanya dan seolah menyuruhnya untuk memberi penjelasan kepada dosennya, Putra Cuma menghela napas seolah mengerti “Maaf bu, kami gak akan ngulangin lagi. tadi saya lagi ada sedikit masalah. Dan saya gak janjian kok bu ngelamun bareng dengan Erza.” Kata Putra dengan wajah memelas yang dijamin kalo liat pada kasihan terus lemparin uang receh  deh ke Putra *lo kira pengemis re?.*
“baik Putra ibu terima alasanmu tapi awas kalo kalian tidak memperhatikan pelajaran saya lagi!.” kata Ibu Irene yang rupanya menjadi “korban” kesekian kalinya oleh tatapan Putra dan melanjutkan pelajarannya.
Putra Cuma nyengir mendengar jawaban Ibu Irene dan menatap Erza dengan tatapan “apa sih yang gak bisa dari seorang Putra?.” dan Erza yang ngerti maksud dari tatapan itu Cuma mencibir dan membuang muka tanpa menyadari ada desir perasaan halus dihati Putra dan sekelabat kenangan tentang mereka sempat singgah di memorinya, tapi sebelum Putra menyadari hal itu, kenangan itu hilang lagi, tak berbekas.

“aku mohon, singgahlah lebih lama lagi di otakku, agar ku bisa mengetahui siapa dia di hidupku , dan siapa aku di dunia ini.”
Setelah hampir seharian mereka di Kampus dan mengurus KKN mereka, akhirnya kelar juga semua urusan mereka sekitar jam 4 sore. Erza yang pusing karna keliling kampus seharian terduduk di tanah  sebuah taman yang dihuni oleh sepasang angsa sedang bermesraan ditengah danau dan kicauan burung-burung di antara pohon-pohon seolah menambah suasana tenang dan damai di taman saat itu.

Tatapan mata Erza focus kea rah kedua angsa itu tanpa menyadari bahwa sosok yang membuat hidupnya warna-warni sejak dia masuk SMA asyik memandanginya di balik pohon. Tak ada yang mengetahui apa yang mereka rasakan, kecuali diri mereka masing-masing dan Tuhan.

“ku pikir ku tak pernah pantas untuk bahagia, sejak kau pergi dari ketidaktahuanku. Kini kau kembali.” Dering HP di tas Erza sukses membuyarkan lamunan gadis itu. Dia buru-buru mencari dalam tas dan tersenyum ketika tau siapa yang nelpon “iya kak, ada apa? Udah nunggu? Ok deh ntar Erza susul. Bye kak Reno sayang. hahah.” Tawa Erza di balik telpon dan dia langsung membuat HP itu kembali dalam tas dan meninggalkan taman tanpa menyadari ada sebuah tatapan yang juga beranjak meninggalkan taman mengikuti kemana dia pergi, kenangan terindahnya yang  diambil paksa oleh Sang Waktu dan tak meninggalkan sedikitpun kenangan terindah gadis itu, untuknya.


Sesampai di parkiran, Erza menghampiri Reno dan kaget ketika tau-tau cowok itu memeluknya dan mengelus rambutnya “kamu kemana aja sayang? kakak nyariin kamu loh.” kata Reno sambil tersenyum ngasih kode ke Erza.
Erza tau arti senyuman Reno, Cuma nyengir “heheh..maaf ya sayang. tadi Erza ada urusan. Entar kakak antarin Erza ke bandara yah? kan hari ini Erza ke jogja, Iya kan Putra?.” Kata Erza melepas pelukannya dan menggenggam tangan Reno ketika melihat Putra berjalan dengan Selvi. dan berusaha menghilangkan rasa sakitnya ketika melihat Selvi memeluk pinggang Putra dan menatapnya penuh posesif, seolah Putra adalah miliknya dan tak ada yang boleh memilikinya selain dirinya.


Putra bingung dengan pertanyaan Erza yang mendadak ditambah dia berusaha jalan dengan Selvi di depan Erza agar dia menghilangkan sedikit perasaan sakitnya ketika melihat Erza berpelukan, walau dia tak tau kenapa.
“iya Za. lo bareng siapa entar ke bandara? Bareng yang lain atau sendiri aja? bagaimana kalo bareng…” kata Putra yang membuat Selvi kaget dan mengetahui maksud pertanyaan Putra, langsung menyela omongan Putra yang belom kelar  “memangnya kenapa sayang kamu nanya gitu? nanti aku akan antar kamu ke bandara. Kamu jam berapa berangkat?.” Kata Selvi.
“gue bareng Reno. Gue duluan yah. sampai ketemu di bandara.” Kata Erza tenang lalu menarik Reno menuju mobilnya dan pergi meninggalkan Putra yang bingung dengan apa yang dia rasakan, perasan kecewa. Tapi dia berusaha menutupinya.
“aku jam 8 malam udah check in. kamu beneran mau antar aku? Enggak apa-apa nih?.” kata Putra sambil mengelus rambut Selvi, berusaha menekan dalam perasaan sakitnya yang entah datang darimana.
“enggak dong. Apa sih yang enggak buat kamu sayang? pulang yuk.” Kata Selvi sambil mencium pipi kiri Putra kemudian menuju mobil cowok itu dengan perasaan takut yang dia sembunyikan dan Putra berjalan dibelakangnya dengan perasaan dia tak ingin Selvi mengantarnya, tapi dia tak menemukan alasannya kenapa dia tak ingin. Pasrah, akhirnya Putra masuk dalam mobil dan menjalankan mobil itu dengan kecepatan sedang meninggalkan kampusnya.


Sesampai dirumah, Erza langsung masuk kamar dan meninggalkan Reno yang berjalan dibelakangnya sambil bersiul, sesekali Erza keluar masuk kamar kayak gosokan arang untuk mengambil apa yang dia perlukan untuk disana kelak. Merasa kasihan dengan sepupunya yang kelimpungan, akhirnya Reno membantu Erza menyiapkan barang-barang.
“dek, Udah bawa vitamin belum?.” Teriak Reno di lantai bawah.
“belum kak. Tolong yah kak.” Kata Erza balas teriak di lantai atas.
Reno pun membuati apa yang dibutuhkan Erza, seperti P3K, minyak angin, obat tidur, obat maag, dan sebagainya lalu dia masuk ke kamar Erza dan kaget melihat akhirnya Erza selesai mengepak 2 buah koper besar dalam waktu singkat dan sekarang gadis itu terduduk kelelahan di lantai.
“cepat banget lo ngepak dek! Ckkckckc. Kagum gue. ini perlengkapan terakhir. Gue taroh dimana?.” Kata Reno berdiri di depan pintu kamar Erza yang bernuansa biru malam, warna kesukaan gadis itu.
“taroh disini aja kak. Hoohoohoh… kan beberapa hari sebelumnya sudah Erza buat semuanya. Jadi tinggal naroh yang sisanya aja kak. Makasih yah.” kata Erza tulus lalu memasukkan barang yang dimaksud di tas terakhir.

sambil berkeliling, Reno melihat buku kenangan waktu Erza masih SMA dan dia membukanya dan kaget ternyata ada foto waktu Erza ikut pentas Putri tidur dan semakin kaget bahwa pasangan gadis itu dalam drama adalah si Putra.
“lo bisa main teater dek?.” Pancing Reno.
“waktu SMA kelas 2 kak pernah maen teater untuk perpisahan anggota OSIS. Kenapa?.” Tanya Erza gak ngeh dengan maksud pertanyaan Reno dan asyik mengurut kakinya.
“enggak. gue Cuma nanya aja. lo jadi apa dek di teater itu?.” Tanya Reno.
“sebagai Putri tidur kak.” Kata Erza lalu dia terdiam ketika memorinya berjalan waktu dia masih SMA,  waktu dia benci setengah mati dengan Putra, tanpa sadar dia meneteskan air mata karna teringat kenangan indah itu. Yang dia tak tau apakah akan terulang lagi atau hanya sebagai penghias indah di masa remajanya.


Reno yang sadar akan hal itu, langsung menghampiri Erza dan duduk disampingnya lalu merangkul gadis itu dipundaknya “gue tau lo masih tak bisa nerima keadaan ini Za. tapi lo harus bisa nerima za semua ini. Lo berdoa aja, semoga setiap luka yang dia torehkan di hati lo, air mata yang lo teteskan, dan sakit yang lo rasa, semuanya akan berakhir indah untuk hidup lo Za. lo dikasih Tuhan kesempatan untuk dekat dengan dia dengan cara ini, gunakan sebaik-baiknya yah. tapi jangan kebablasan. Entar lo rugi.” Pesan Reno dan Erza hanya mengangguk sambil sesegukan.
“iya kak. Semoga semua ini akan ada ujungnya. Erza mandi dulu yah kak. Udah kakak keluar sana.” Kata Erza melepas rangkulannya dan pura-pura mendorong Reno yang tertawa dengan tingkahnya.
“iya adek. Mandi dan dandan yang cantik yah. biar Putra terpesona sama adek gue yang paling cantik ini terus mutusin pacarnya deh.” Kata Reno sambil mencium kening Erza dan keluar dari kamar terus menutup pintu.


“hanya satu harapku, semoga apa yang aku rasakan selama ini, takkan berakhir menyakitkan untukku.”



Setelah selesai mandi, Erza keluar dari kamar dengan memakai tas ransel yag berisi barang-barang yang paling berharga dalam hidupnya, sebuah novel di tangannya, dan dia memakai celana jins warna biru malam dengan pakaian kaos bertangan panjang dan sepatu kets, dan rambut terurai serta sebuah jepit rambut kupu-kupu malam pemberian Putra dulu yang entah kenapa dia sangat ingin memakainya.
“kakak,,, udah siap?.” Kata Erza sambil mendorong koper pertamanya ke bawah lalu naik lagi ke atas untuk mengambil kedua kopernya.
“udah dek. Wah…. Cantik banget lo dek. Sini kakak bantuin.” Kata Reno langsung membantu Erza membawa  koper yang satunya keluar rumah dan meletakkannya di bagasi mobilnya diikuti Erza yang membawa koper yang satunya. Setelah selesai mereka masuk dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah menuju bandara dengan ngebut.

sepanjang perjalanan, Erza dan Reno saling curhat dan tertawa mendengar cerita kekonyolan masing-masing. Dan akhirnya setelah 4 jam perjalanan menuju  bandara, akhirnya mereka tiba juga di Bandara Soekarno-Hatta. Setelah mobil terparkir rapi, Erza pun langsung turun dan membuka bagasi mobil Reno untuk mengeluarkan kopernya dibantu oleh Reno. Lalu mereka menutup pintu bersama-sama dan Reno membantu Erza mendorong koper. Sedangkan Erza sibuk menelpon Arny dan Eva, teman satu grupnya.
“ny, lo dimana?.” Tanya Erza sambil celingak-celinguk mencari mereka berdua.
“gue di depan dunkin donuts. Lo dimana?.” Tanya Arny ikut celingak-celinguk.
“itu mereka kan?.” Kata Reno sambil menunjuk Arny sedang berkacak pinggang di depan dunkin donuts bersama Eva yang ikut lirik sana-sini dengan Jessica dan Restu yang malah asyik betelponan.
melihat mereka, Erza dan Reno langsung berjalan mendekati mereka, mereka yang melihat itu langsung tersenyum ketika Erza duduk di samping Reva dan Arny duduk di apit Reno, Restu dan Jessica
“udah lama lo disini Ny?.” Tanya Erza sambil mencari handphonenya karna berbunyi.
“baru aja. lo kenapa diem natap HP Za?.” tanya Arny heran ketika melihat Erza terdiam menatap HPnya yan berbunyi ditangannya.

“selama 4 tahun lo ninggalin gue, sekali pulang ternyata amnesia,  baru hari ini lo nelpon gue Put.” kata Erza dalam hati.
“halo.. ada Put?.” kata Erza mengangkat telpon dari Putra.
“lo dimana? Udah nyampe di bandara? .” kata Putra.
“gue sekarang di tempat lo berdiri sekarang.” Kata Erza sambil menatap Putra dan ketika cowok itu menoleh, mereka saling bertatapan dan Erza mendadak galau ketika melihat siapa yang menggandeng lengan cowok itu dengan mesra.

Putra langsung mendatangi Erza dkk dengan Selvi sambil menarik koper. Ketika Putra sudah tiba, dia melihat jepit rambut yang ada di kepala Erza, entah kenapa dia merasa pernah menyentuh jepit itu dan ada sebuah perasaan yang memaksanya untuk mengingat, tapi dia tak bisa mengingat itu.

“Sudah lama lo nyampe?.” Tanya Putra lalu berdiri di seberang Erza yang duduk di apit Eva dan Reno.

“kenapa gue jadi pengen duduk di samping tuh cewek dan pengen depak si Reno jauh-jauh yah? beneran udah gila kayaknya gue.” kata Putra dalam hati.
“baru aja. udah lengkap kan semuanya? Masuk yuk.” Kata Erza beranjak berdiri sambil menaruh novelnya dalam tas dan menarik kedua kopernya keluar dari Dunkin menuju Pintu Penerbangan.
“ayok.” Kata Restu sambil menutup telponnya lalu memandang Putra dengan ekspresi bingung bagaimana menyapa sahabatnya yang sudah lupa dengan dirinya.

“gimana gue ngomong ama si kunyuk satu ini yah? ada si Selvi lagi! bener-bener deh nih anak.” Kata Restu dalam hati.

sesampai di Pintu Penerbangan, Reno menatap Erza lalu mencium kening gadis itu dan memeluknya sambil berbisik “take care yah dek. Kalo udah nyampe Jogja, sms gue aja. biar gue gak panic disini dan kalo ortu lo nelpon gue bisa ngasih tau. ok?.” kata Reno lalu mengelus kepala Erza yang tersenyum.
“ok deh kakak sayang. Erza masuk dulu yah. take care too honey.” Kata Erza lalu mencium pipi Reno tanpa menyadari Putra melihat itu semuanya dan entah kenapa, ada perasaan panas dalam hatinya yang tak bisa dia jelaskan.

“sayang. aku berangkat dulu yah. entar aku sms kok kalo sudah nyampe. I love you.” Kata Putra sambil mencium kening Selvi *balas dendam Put?*
“ok deh sayang. sms aku yah. I love you too honey.” Kata Selvi sambil tersenyum dan mencium pipi Putra lalu tersenyum sinis ketika melihat Erza yang terdiam menatapnya dengan tatapan sakit hati.

setelah selesai berpamitan, mereka masuk ke dalam Pintu penerbangan kemudian check –in pesawat dan menunggu sekitar 20  di ruang tunggu  sebelum akhirnya terdengar bunyi pemberitahuan untuk segera menaiki pesawat.

“lo nomor berapa Za?.” tanya Putra ketika berjalan menuju pesawat yang dituju.
“13 B kalo lo?.” kata Erza sambil memegang tiket.
“13 C. lo disamping gue.” kata Putra sambil menarik Erza ketika sudah tiba di depan Pramugari yang berdiri di pintu masuk Pesawat.

Setelah duduk manis di kursi Pesawat, Erza hendak memasang sabuk pengaman tapi malah keduluan Putra memasangkan sabuk pengaman di pinggangnya. dia tersenyum kepada Putra lalu membuka tas yang dia letakkan dekat kakinya dan mengambil novel serta kacamatanya dan membacanya.

akhirnya, Pesawat lepas landas meninggalkan Jakarta, Erza merasa mengantuk akhirnya tertidur di pesawat dengan posisi kepala nyender di  jendela sehingga beberapa kali hendak terbentur. Putra yang melihat gadis itu tertidur, merasa kasihan, dia melepas kacamata Erza dan meletakkan kepala gadis itu di Pundaknya. Entah kenapa dia merasa merindukan sosok gadis yang sedang tertidur di Pundaknya dan dia menyibakkan poni yang menghalangi mata Erza. Merasa mengantuk, akhirnya Putra ikutan tertidur dengan kepalanya menindihi kepala Erza.





“let me in your side, forever. don’t ask why, cause I don’t know.”

Akhirnya pesawat pun mendarat mulus di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta sekitar jam 20.40 malam. Putra yang terbangun pada waktu pesawat mau mendarat, langsung mengucek-ngucek matanya dan dia melihat Erza masih tertidur pulas di pundaknya dengan tangan kanannya yang menggenggam tangan Putra. Hembusan napasnya terasa sangat tenang di bahu Putra, membuat dia tak tega membangunkannya dan muncul  sebuah ide gila muncul di otaknya,

menggendong gadis itu turun dari pesawat.

“buset dah! Gile bener gue gendong nih cewek turun dari pesawat hanya karna ga tega bangunin dia. apa kata dunia?!.” Kata Putra dalam hati.
“Za… bangun Za. kita nyampe yogya tuh.” Kata Putra membangunkan Erza perlahan dengan menggoyangkan tubuhnya.


Erza menggeliat pelan dan membuka matanya tepat ketika Putra menatapnya. Dia kaget karna jarak dirinya dan Putra dekat ditambah tangan kanannya mengepal tangan Putra, seolah mencari kehangatan.
“Sudah nyampe yah? thanks yah dah bangunin.” Kata Erza lalu duduk tegak dan melepas genggamanannya dan celingak-celinguk dengan wajah panic.
mengetahui apa yang dicari Erza, dia memasang kacamata gadis itu ketika mereka sekali lagi berhadapan dan meletakkan novelnya di kedua paha gadis itu.
“lo nyari itu kan? Tadi gue lepasin karna lo tidur. Mana yang lain? kita turun yuk” Kata Putra lalu menarik Erza yang sibuk memasang ransel di pundaknya dan mereka beriringan keluar dari pesawat.

akhirnya,  mereka merasakan dinginnya udara Yogya di malam hari, mereka berjalan diikuti oleh Restu dkk yang berjalan di belakang mereka.
“Putra! Kita tidur dimana nih? siapa yang jemput?.” Teriak Restu lalu merangkul Pundak Putra dan berjalan disampingnya, seperti yang mereka lakukan ketika Putra tidak amnesia.
“gue udah mesan hotel kok. gue mesan 3 kamar tuh.  Yang jemput? Ada kok.” Kata Putra sambil mencoba mengingat-ingat.
“lo tau jalan hotelnya?.” Tanya Restu dengan polosnya.
“kalo gue gak tau jalannya  ngapain  gue mesan! Buset dah!  eh.. ambil koper yuk.” Kata Putra ketika mereka memasuki bandara dan melihat koper-koper mereka lagi berkeliling kayak fashion show menunggu untuk dibawa pulang *maksud lo?.*



setelah mencoba mencocokkan nomor koper di tiket masing-masing, akhirnya mereka keluar sambil menarik koper masing-masing. Putra pun menghidupkan hpnya yang mati dan menelpon seseorang.
“mas.. udah nyampe nih. mas dimana? Eum.. sekitar 6 orang mas. Muat aja kan? Sip deh.” Kata Putra di telpon lalu mematikan telponnya dan melirik Erza yang menatapnya penuh tanda tanya.
“gue nelpon teman nyokap disini. namanya Mas Novan, dia yang bantuin gue mesan hotel dan dia yang jemput kita. Lo mau nanya kenapa gue jadi ngurus kayak ginian? Gue disuruh sama Ibu dosen kita tercinta itu, si Ibu Irene. Seharusnya kan lo yang disuruh. Bukan gue.” kata Putra seolah tau apa yang dipikiran Erza.*sengaja tuh Put ibu Irene nyuruh lo, kan dia naksir sama lo* *bocorin rahasia* *digebang pake papan tulis*
“jadi Tante Jenni tau kalo kita rombongan ke Jogja?.” Tanya Erza.
“yup. Gue bilang aja ama siapa gue pergi. Gak tau kenapa nyokap gue kayak senang gitu pas gue bilang lo juga ikut. Eh. Tunggu dulu, kok lo tau nama nyokap gue?.” kata Putra dengan wajah menyelidik.
“Ada deh. Mana teman nyokap lo?.” kata Erza dan melihat seorang pria umur 50 tahunan berjalan kea rah mereka.
“itu orangnya Put?.” kata Arny yang sedari diem karna masih bingung dia berada dimana dan merasa asing sendiri.
“yup. Bentar gue mau nyamperin dulu.” Kata Putra sambil menarik Restu.  mereka mendatangi pria itu lalu berbicara sebentar lalu menoleh ke arah mereka yang asyik mengobrol.



“hei para nyonya,,,, ayookkk. Ngerumpi aja kerjaannya.” Kata Putra sambil memanggil mereka yang masih mengobrol dengan tatapan focus ke Erza yang asyik memainkan ponselnya sambil tersenyum.  Sadar diperhatikan, Erza menatap Putra sambil memasukkan ponselnya dengan senyum penuh ejek.
“itulah hobi wanita Put, ngerumpi kayak segerombolan tawon.” Kata Arny tertawa disusul yang lain berjalan menuju mobil yang dimaksud meninggalkan Erza yang kesulitan menarik kedua kopernya yang beratnya naudzubillah.

“Aduh!! Nih koper kok ribet bener yah diseret?! gue gelinding kayak bola juga lama-lama!.” Sungut Erza sambil berusaha menarik koper satunya yang “ngambek”.

“tuh cewek kenapa yah? gue jahilin ah. Biar tambah berasap kayak kereta api deh otaknya. Ohohoho.” Kata Putra dalam hati.
“lo ngapain disini Za? kok gak ikutan masuk? Gak suka sama pilihan gue nyariin mobil?.” tanya Putra berdiri disamping Erza pasang wajah lugu.
Erza yang sudah pusing dengan kopernya, mendengar ucapan Putra ditambah dia  mengantuk berat, membuat gadis itu langsung emosi “lo gak liat apa gue disini lagi ngapain?! Koper gue gak bisa ditarik sengak!! Ngapain lo pamer senyum ke gue?! lo senyum ampe robek tuh bibir gak bakalan ngaruh buat koper gue!.” kata Erza sewot melihat Putra cengengesan.
“ish! Nih cowok yah! bukannya bantuin gue, malah nuduh seolah-olah gue gak suka ama pilihan dia! gue gorok juga lama-lama!.” Sungut Erza dalam hati.

*nelen golok*


“gue kan nanya baik-baik non, kenapa lo malah bentak gue?.” kata Putra dengan wajah seolah tersakiti dengan ucapan Erza.
Erza mencibir melihat wajah Putra lalu memalingkan wajahnya sambil berusaha mendorong kopernya. Putus asa, dia mencoba mengangkat tapi tangannya malah sakit karna berat.
Putra yang melihat itu, langsung mengangkat koper Erza menuju mobil tanpa seijin yang punya dan membuat gadis itu melongo lalu berjalan di belakang Putra.
“kuat bener tuh cowok angkat koper gue! isinya kan batu semua *plak* . cocok jadi tukang angkut koper nih orang. Ohohoho.” Kata Erza dalam hati.

selesai memasukkan kedua koper Erza di bagasi belakang, Putra menutup pintu bagasi itu dan menatap Erza yang asyik smsan di sampingnya. Entah kenapa, dia merasa tak suka dengan tingkah gadis itu dan akhirnya dia mengambil ponsel Erza lalu memasukkannya dalam kantong celana jinsnya.


“balikin hp gue!.” kata Erza kaget ketika hpnya mendadak raib dari tangannya.
“entar gue balikin.” Kata Putra sambil  masuk dalam mobil dan duduk di kursi depan diikuti Erza yang duduk di belakang sambil menengadahkan tangannya.
“lo siapa jadi ambil hp gue seenak dengkul?! Balikin!.” Kata Erza teriak dengan penuh emosi di kursi penumpang dan membuat mereka kaget.


Putra terdiam mendengar ucapan Erza, dalam hati dia membenarkan apa kata Erza, dia sendiri bingung kenapa dia selalu dan selalu ingin mengerjai Erza, dan dia tak tau apa alasannya.


“Sabar Za. kasian mas Novan jadi gak konsen lo teriak-teriak. Entar juga di kembaliin kok. Put, balikin hp dia napa?.” Kata Restu duduk di samping Erza  menyabarkan gadis itu yang napasnya naik-turun saking emosinya dan punggungnya dielus Arny.
“entar gue balikin. Itupun kalo inget.” Kata Putra cuek sambil asyik smsan dengan Selvi tanpa mempedulikan Erza yang melipat tangannya di dada dan membuang muka ketika Putra menoleh kearahnya.



Sepanjang perjalanan, Mas Novan menjadi tour guide dadakan oleh mereka. Dia menceritakan sejarah Jogjakarta, bagaimana keadaan Jogjakarta sewaktu Gunung Merapi Meletus dan berjanji akan membawa mereka keliling Yogya esok hari dan langsung disambut riang oleh Erza yang sedari tadi diam membisu karna masih dongkol hpnya di ambil Putra.
“beneran mas mau ajak kami keliling jogja?? Ke candi Borobudur kan?.” Kata Erza antusias, disambut yang lan.
“Asyik tuh! Sekalian ke Gunung Merapi aja mas. Bisa kan? Bisa aja deh mas. Kami Cuma 3 hari aja di jogja. Ayolah.” Kata Arny yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya dan dibalas anggukan penuh semangat dari Reva dan Jessica.
“yup. Di Yogya ada berapa banyak mall mas?? Kan bisa tuh entar belok dikittttt ke mal. Ohohoho.” Kata Reva yang langsung dijitak Jessica.
“mall aja yang ada di otak lo! Lo kira di Jakarta mall kurang  banyak apa jadi di jogja lo ngebet ngejar mall? Bener-bener deh.” Kata Jessica sambil  geleng-geleng.
“kan beda Jess mall di Jakarta sama jogja.” Kata Reva sengit
“apa bedanya Va?.” tanya Erza penasaran.
“beda dong! Beda pengunjung cowoknya. Kalo di Jakarta kan udah biasa cowok-cowoknya ganteng, kalo di jogja siapa tau beda gantengnya. Hohohohoho.” Kata Eva cekikikan.

Mas Novan hanya tertawa melihat mereka ribut di belakang sambil sesekali melirik Putra yang  selalu menatap kaca spion dan focus pada Erza yang mencibir mendengar omongan Eva.

“pacar mas yah?.” kata Mas Novan yang membuat Putra kaget.
“yang mana mas?.” Kata Putra pura-pura gak ngeh.
“yang selalu mas liat itu. Siapa namanya? Oh, Erza kan? Yang selalu mas ceritakan itu? Cewek yang mas bilang adalah cewek istimewa.  Cantik kok mas. Banget malah. Lebih cantik dari di foto yang mas pamerin itu.” nyerocos Mas Novan yang tidak tau kondisi keadaan Putra sekarang tak ingat apa-apa.
“Sejak kapan gue curhat soal Erza dengan mas Novan? Emang gue punya foto Erza? Kapan gue motonya?.” Kata Putra dalam hati.

tanpa mempedulikan penumpang disebelahnya  bingung, mas Novan terus nyerocos kayak kereta api lewat dan bertanya semua hal yang berhubungan dengan Erza yang sukses membuat Putra pusing gimana menjawabnya.


setelah 2 jam di perjalanan, akhirnya Mereka tiba di Pusat kota jogja. Jalan Marlboro.  dan bisa dibayangkan saudari-saudari sekalian, kiri kanan jalan bertebaran angkringan dan para musisi jalanan serta trototar jalan berubah menjadi pasar Marlboro. Erza yang setengah mengantuk, ketika melihat delman nganggur di pinggir jalan, sontak berteriak.
“Delman! Yuhuuu!!!.” Kata Erza dengan wajah sumringah yang membuat Putra menoleh ke arahnya.
“lo kenapa za? kesambet penunggu delman jadi teriak gak jelas gitu?.” kata Eva kaget mendengar teriakan Erza. Ketika melihat banyak penjual dari makanan hingga pakaian bertebaran  di sepanjang jalan menuju hotel, membuat otak shopping Reva langsung tombol On.
“hotelnya masih jauh Put? kok gak nyampe-nyampe yah?.” kata Eva gelisah karna separuh kakinya kepengen loncat ke luar untuk shopping *Dasar ratu mall*
“bentar lagi kok. setelah masuk gang itu, hotelnya bakal keliatan. lo berdua kenapa sih? Duduk kayak gelisah gitu.  pengen pipis?.” Kata Putra bingung melihat Erza dan Reva sama-sama gelisah dan menatap objek inceran.
“si Eva mau shopping Put. kalo si Erza mah, lagi kesambet penunggu delman. Dia pengen naik delman katanya.” Kata Arny sambil cekikikan melihat kedua temannya seperti orang desa baru liat Monas. udik.

mengetahui keinginan Erza, Putra tersenyum dan mengambil kamera di dalam tasnya lalu menyuruh mas Novan berhenti ketika mereka sudah masuk gang “berhenti disini aja mas. Lo mau ikut Za?.” kata Putra sambil manggil Erza.
Erza yang masih sebal karna hpnya di ambil Putra, pura-pura budek dan matanya berbinar-binar ketika melihat orang asyik pacaran naik delman.
“gue pengen naik delman. Uhuhuhuhuh… ayo siapa saja, ajak gue naek delman.” Kata Erza dalam hati.
Restu geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka, terutama Erza “eh.. Putra manggil tuh” kata Restu sambil colek Erza. “terus? Gue harus noleh gitu? balikin hp gue. baru gue noleh.” Kata Erza dengan mata tak lepas dari delman yang baru saja melewati mobil yang dia tumpangi.

menyadari Erza masih marah padanya,  dia mengeluarkan hp gadis itu dari kantongnya “nih. hp lo gue balikin.” Kata Putra nyodorin hp yang dia sita ke Erza.
melihat itu, Erza langsung noleh ke Putra dan tersenyum “gitu dong! Balikin hp gue. eh tadi kenapa manggil?.” Kata Erza ketika melihat Putra turun sambil mengalungkan kamera SLR di lehernya.
“mau ngajak naik delman. Ikut?.” Kata Putra tersenyum di luar mobil.
mendengar ajakan Putra, Erza langsung menyuruh Restu yang duduk di sisi pintu mobil itu turun lebih dulu karna dia ingin keluar “ gue ikut!!!.” Kata Erza sambil membawa tas ranselnya.
Putra tersenyum ketika melihat Erza nyengir lalu dia mengetok jendela mobil yang langsung dibuka oleh mas Novan “entar kami ke hotel naik delman aja. tolong barang-barangnya yah mas. “ kata Putra lalu dijawab anggukan oleh mas Novan dan menjalankan mobil meninggalkan mereka.



“Sekarang kita kemana?.” Kata Putra sambil melirik Erza, dan entah kenapa,  dia mengarahkan kamera SLR itu ke wajah Erza dan memotretnya ketika gadis itu tersenyum dan tak sadar dia di foto karna focus menatap delman yang hilir mudik.
“ke Marlboro yuk. Tadi gue liat ada musisi jalanan gitu sambil main gendang. Asyik kayaknya. Ayokk!.” Kata Erza menarik tangan Putra menuju depan  gang.


Sesampai di tempat yang dituju, sejauh mata memandang hanya hamparan pasar Marlboro yang tiada ujungnya serta banyaknya manusia tumpah ruah kesini. Apalagi mereka datang malam minggu, semakin penuhlah Marlboro.

sepanjang perjalanan, mereka saling mengobrol seolah tidak ada kecanggungan antara mereka, kembali seperti dulu.
ketika melihat angkringan, Erza menarik tangan kiri Putra “mampir kesitu yuk. Kayaknya enak deh.” Kata Erza sambil menunjuk tempat yang dimaksud
“ayo.” Kata Putra mengiyakan ajakan Erza dan spontan mengacak rambut panjang Erza yang tergerai shingga membuat mereka sama-sama kaget dengan respon berbeda.

“kenapa gue jadi gini sih? Sama Selvi aja gue gak pernah kayak gini. Tapi sama Erza, gue ngerasa gak ada beban gitu. no spaces between us.” Kata Putra dalam hati.
“dia ngacak rambut gue!  biasa, tapi itu yang gue rindukan dari dia. the most thing I missed it from him.” Kata Erza dalam hati

mereka saling bertatapan dan suasana pun menjadi kikuk. Menyadari hal itu, Putra langsung menggandeng tangan Erza menuju angkringan yang dimaksud.

sesampai di angkringan, banyak orang-orang seumuran mereka duduk dan tertawa dengan cerita masing-masing. Erza yang kehausan langsung duduk di meja kosong dengan Putra yang duduk di hadapannya. Mereka saling bertatapan seolah mengulang masa lalu.
“lo mau mesan apa? Biar gue yang bilang.” Kata Erza memutuskan kontak mata dengan pura-pura menatap buku menu *emang ada re?*
“susu coklat kayaknya enak deh. Gue mesan itu aja. “ kata Putra lalu menatap Erza yang menunduk melihat buku menu dan mengangkat dagu Erza hingga gadis itu mendongkak.
“just looked at me. Cause I talked to you.” Kata Putra tersenyum.

“so?.” Kata Erza berusaha menutupi perasaannya yang campur aduk.
“jangan lakukan apapun kalo gue ngomong. Gue gak suka. Udah lo mau pesan apa? Katanya haus?.” Kata Putra kembali ke topic pembicaraan.
sadar, Erza langsung berdiri dan memesan minuman lalu kembali lagi dengan membawa dua buah gelas ukuran sedang berisi susu coklat hangat.

“nih punya lo.” kata Erza sambil duduk dan meletakkan gelas itu di depan Putra.
“gak lo buatin racun kan?.” Kata Putra dengan wajah  pura-pura menyelidik sambil melirik Erza yang asyik menikmati minumannya.
“enggak kok. palingan gue buatin racun komodo biar lo cepat mati terus gak ganggu hidup gue lagi!.” kata Erza sambil minum perlahan-lahan dan membuat pipinya memerah karna hangat.

Putra Cuma tersenyum mendengar jawaban Erza dan meminumnya. “kok gue ngerasa pernah minum susu seenak ini yah? beneran deh! Kapan yah?.” kata Putra dalam hati.

Erza asyik dengan minumannya tanpa mempedulikan Putra yang asyik bermain dengan perasaannya sendiri sambil melirik Erza. Setelah minuman mereka sama-sama habis, Erza melihat musisi jalanan di pinggir jalan Marlboro yang berwajah ganteng sambil memainkan alat music gendang. Dia langsung melirik Putra yang juga melihat aksi pengamen Itu “kita kesana yuk? Gue pengen liat.” kata Erza
“boleh juga. Kayaknya seru tuh.” Kata Putra sambil berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Erza berdiri.
“gue bayar dulu yah.” kata Erza berjalan menuju kasir tapi tangannya ditarik Putra “biar gue aja. gak enak cewek bayarin cowok. “ kata Putra sambil tersenyum dan berjalan menuju kasir yang membuat sebagian pengunjung wanita yang sedari melihat Putra pada melting.
“aje gile!! Ganteng bener tuh cowok! Klepek-klepek dah!.” Kata seorang cewek kepada temannya.
“iya. Tapi gue lebih klepek-klepek lagi ama cewek yang disampingnya itu!! Cakep sumpeh dah!.” Kata pengunjung cowok diikuti anggukan yang lain.

Erza Cuma tersenyum dan berjalan di belakang Putra yang berdiri di depan kasir. Setelah selesai, dia membiarkan tangannya di tarik Putra untuk membantunya menyebrang jalan dan tidak melepas gandengannya ketika sudah tiba di depan pasar Marlboro tempat pengamen jalanan itu mengais rejeki dengan suaranya yang khas *jadi kangen suasana jogja* *galau*


“suaranya bagus yah Put.” kata Erza dengan tatapan lurus ke pengamen jalanan yang sesekali melirik ke arahnya sambil melempar senyum.
“yup. Tapi gak usah nyanyi sambil lirik lo juga kali.” Kata Putra spontan yang membuat Erza langsung menoleh ke arahnya.
“maksud lo? kan Cuma lirik doang apa salahnya coba?.” Kata Erza bingung dan melepas pegangan tangannya.


entah kenapa, di hati Putra ada rasa kecewa ketika Erza melepas rangkulan tangannya dan tak habis pikir kenapa dia bisa mengucapkan kata-kata itu di depan Erza.

sambil menikmati penampilan si Pengamen, Erza menguap dan sesekali kepalanya hampir jatuh menahan kantuk di bahu Putra. Melihat itu, Putra langsung sigap memegang kepala Erza yang jatuh untuk kesekian kalinya dengan kedua tangannya. “ngantuk Za? pulang yuk. Entar sakit.” Kata Putra sambil memapah Erza yang mulai oleng jalannya.
“ho’oh. Naek delman yah? kan elo sudah janji.” Kata Erza menagih janjinya dengan mata mengantuk.

mendengar ucapan Erza, dia tersenyum sambil menjawil hidung mancung Erza dan mendekati seorang delman dan saling tawar menawar. Ketika sudah sepakat, mereka naik delman menuju hotel yang dimaksud.

Erza senang bukan kepalang bisa naik delman, maklum dia baru pertama kali ke Jogjakarta dan ingin sekali naik delman dan mengelilingi Jogja. Sambil berusaha menahan kantuk yang semakin akut, dia berusaha memelekkan matanya untuk menikmati angin berhembus lembut di wajahnya dan kendaraan yang lalu-lalang di depan mereka.
Putra yang melihat ekspresi senang Erza, entah kenapa hatinya juga ikut senang dan entah kenapa, dia bertekad dalam hatinya agar bisa selalu membuat gadis itu selalu tersenyum, dan dia bisa melihat senyumnya itu.


“aku akan selalu membuatmu tersenyum, karna disaat kau tersenyum. Sesungguhnya seisi alam pun juga ikut tersenyum dan menikmati senyum cantikmu itu.”


Sesampai di hotel, Erza yang hampir tertidur lagi, langsung melek dan turun dari delman diikuti Putra. Lalu ketika Erza hendak mengeluarkan dompetnya untuk membayar, tiba-tiba keduluan Putra “udah gue aja yang bayar. Simpen dompet lo. entar dicopet.” Kata Putra sambil mengeluarkan uang 100ribuan kepada tukang delman, ketika mau dikasih uang kembalian, Putra menolak “Enggak usah pak. Buat bapak aja sisanya.” Kata Putra sambil tersenyum dan merangkul pundak Erza yang ikutan tersenyum lalu mereka masuk dalam hotel.


Sambil berjalan, mereka saling tertawa dan berhenti tepat di meja resepsionis “kamar lo dimana?.” Kata Putra.
“bentar gue telpon Arny dulu.” Kata Erza sambil mengeluarkan ponselnya dari tas ranselnya dan menekan nomor Arny.
“lo kamar nomor berapa Ny? Gue tidur bareng lo yah.” kata Erza ketika telpon tersambung.
“no 312. Ok deh. Tapi sekarang kami lagi gak ada di hotel.” Kata Arny yang membuat Erza kaget.
“hah??? terus kalian kemana?.” Tanya Erza.
“mau keliling jogja. Habis tadi kami dibujuk mas Novan habis-habisan untuk keliling jogja. Hahhaha.. kunci hotel gue titipin di resepsionis. Lo masuk aja. udah dulu yah. bye.” Kata Arny langsung memutuskan telponnya sebelum Erza menjawab.
“huaaa!! Gue pengen ikut.” Kata Erza dengan wajah sedih sambil menatap ponselnya.
“Emang mereka kemana?.” Tanya Putra.
“keliling katanya. Huhuhu… “ kata Erza dengan tatapan melas ke Putra.
Putra merasa kasihan dengan gadis itu, tapi dia tau Erza sudah tak kuat lagi keliling Jogja. “terus lo maunya gimana? Gue sih ok-ok aja nemanin lo keliling jogja ampe pagi kalo perlu. Tapi lo sanggup gak? Kan katanya esok mau ke Borobudur.” Kata Putra mengingatkan.
 Erza dalam hati membenarkan apa kata Putra, ditambah dia sangat capek dan tak sanggup kemana-mana lagi. “yaudah gue tidur aja. besok-besok kan bisa.” Kata Erza tersenyum.
Putra ikut tersenyum mendengar keputusan Erza, lalu dia mengacak rambut gadis itu “nah gitu dong! Gue masuk kamar dulu yah. bye sweety.” Kata Putra spontan mencium kening Erza sehingga membuat gadis itu tertegun menatap kepergian Putra yang asyik memutar kunci kamar hotel dan menghilang di balik pintu.

Erza mengelus-elus  keningnya yang dicium Putra, lalu dia tersenyum manis dan berjalan menuju kamarnya untuk mandi yang ternyata berseberangan dengan Putra dan masuk ke dalam tanpa mengunci pintu.


selesai mandi, dia langsung berpakaian dan akhirnya jatuh tertidur di tempat tidur tanpa menyadari Putra masuk tanpa permisi apalagi ijin ke kamar mereka dan melihat Erza tertidur pulas.

entah kenapa, Putra tersenyum melihat Erza tertidur, dan dia duduk di samping Erza dan mengelus pipi dan rambut panjang gadis itu. “kenapa gue jadi pengen nyamperin dia yah? wajah tidurnya manis. Kalo beneran dia tunangan gue, gue gak akan pernah nyesal sama sekali. Dan perasaan ini…. Gak pernah gue rasain , bahkan dengan selvi sekalipun. Apa gue udah gila?.” Tanya Putra dalam hati.

serasa cukup lama duduk di samping Erza, dia mulai berdiri dan entah kenapa hatinya ingin sesuatu yang lebih, dia  menghampiri Erza yang tidu dan mengecup kening gadis itu lama lalu mencium pipinya. ”good night sweety.” Bisik Putra pelan di telinga Erza lalu tersenyum ketika Erza mulai menggeliat pelan karna merasa geli dengan bisikannya dan dia langsung keluar kamar dan menutup pintu pelan agar Erza tak terbangun.

pada saat Putra pergi, Erza perlahan-lahan membuka matanya dan dia merasa ada yang membisiki telinganya. Karna mengantuk, dia tak mempermasalahkan itu dan tidur kembali.


New days, New hope, and New memories started from here, Jogjakarta.

Sekitar jam 6 pagi, Erza bangun dari tidurnya dan kaget karna Arny tidur pulas menghadap dirinya. Lalu dia duduk di sisi tempat tidur sambil mengucek-ucek matanya dan melihat tumpukan belanja tersusun amburadul  di sudut kamar.

“buset dah si kunyuk! Kemaren pada diajak kelayapan kemana pada belanja sebanyak gini?.” Kata Erza dalam hati.
dia ingin membangunkan Arny, melihat gadis itu tidur pulas kayak orang mati, membuat Erza tak tega dan akhirnya berjalan menuju meja rias untuk menyisir rambutnya yang panjang dan mengikat ke atas lalu pergi keluar kamar untuk jalan-jalan.

pada saat keluar, dia melihat Putra juga ikutan keluar dan dia melihat Putra menatap tanpa berkedip ketika melihat dirinya keluar kamar hanya memakai celana hot pants bewarna biru malam dan baju pendek mengikuti leluk tubuhnya yang semampai tanpa lengan bewarna merah.
“mampus dah! Salah pake baju gue kayaknya!.” Kata Erza dalam hati..

“apaan lo liat-liat?!.” kata Erza dengan wajah emosi melihat Putra tersenyum jahil kemudian bersiul nyaring.
“cuit!!!!! Baru bangun pagi udah dapat pemandangan gue! cewek,,, kenalan dong. Nama lo siapa?.” Kata Putra jahil sambil berjalan mendekati Erza lalu mencolek pipi gadis itu.
“apa lo colak-colek?! Mau kenalan? Boleh kok. Kenalin.. nama gue Selvi Aurellia, dan maaf gue udah punya cowok, namanya Putra Eduardo Pradipta!.” Kata Erza ketus dan sedikit sakit dihati ketika dia menyebut nama Selvi.

Entah kenapa, Putra jadi aneh sendiri mendengar nama Selvi disebut dan tak ingin gadis itu menyebut nama Selvi dihadapannya, untuk saat ini.

“wohohohoho… apaan sih lo Za? udah jangan ungkit nama cewek gue, entar dia keselek makan disana gara-gara lo sebutin.” Kata Putra sambil mengelus rambut Erza kemudian mengacaknya. *biarin aja si kuntil sesat itu keselek! Biar cepat mati!* *tos bareng Katherine*


“apaan sih lo acak-acak rambut gue?! eh…. Emang hari ini rencana mau jalan kemana?.” Tanya Erza sambil melepas ikatan dirambutnya lalu ketika dia hendak mengikat kembali, malah diambil Putra.
“gue suka liat rambut lo tergerai Za. kemaren mereka nyewa travel untuk seharian buat ke candi Borobudur, terus keliling aja sisanya. Gue nanya kenapa gak minta anterin ama mas Novan, mereka bilang gak enak. Yaudah deh.” Kata Putra lalu mengasih kembali ikatan yang dia ambil dari tangan Erza.
“emang jam berapa berangkatnya? Lo gak pernah ngerasain gimana gerahnya punya rambut panjang sih! Panas tau!.” kata Erza menggerutu lalu mengikat rambutnya ke atas tanpa mempedulikan tatapan tajam Putra.
“Entar gue malah digundul kalo punya rambut panjang kayak lo. jam 8 pagi. Lo udah mandi?.” Kata Putra.
“belom. Emang kenapa? Kan bagus lo digundul, biar gak cakep lagi!.” kata Erza ketus pada ucapan terakhir yang membuat Putra tertawa.
“entar lo ga naksir lagi sama gue. kan rugi. Eum… entar kita sarapan bareng yah di café. Mereka biar aja nyusul. Gue punya vouchernya tuh di kamar. Ok?.” kata Putra sambil mencubit pipi Erza yang merona pink itu gemas.
“gue?! naksir sama lo?! huakakakaka! PEDE! Iya..iya.. gue mandi dulu deh. Bye jelek.” Kata Erza lalu menginjak kaki kiri Putra dengan gemas dan langsung masuk kamar sebelum di “siksa” Putra lebih dalam lagi.


“Arny…Arny… bangun dong. Lo tidur apa mati sih?! Lo belum ninggalin harta warisan ke gue!.” kata Erza duduk di tepi ranjang  menenteng handuk  sambil menggerakkan tubuh Arny yang masih terbalut selimut.
“gue ngantuk Za. tadi baru tidur jam 2 pagi gara-gara si Putra tuh ngajak main kartu dari jam 12 ampe jam 2 pagi! Lo kalo mau makan, makan aja di café. Voucher lo sama Putra. Entar kita berangkat ke Borobudur jam 8 pagi. Kalo lo mau harta warisan gue, entar gue kirimin bon utang aja yah. terus lo lunasin semua utang gue. ” Kata Arny dengan suara mengantuk dan menarik selimut untuk menutupi wajahnya.
“huuuu!!!.. yaudah deh. Gue mandi dulu yah. gue mau kak Rico aja deh yang lo warisin. Haha.” Kata Erza tertawa lalu buru-buru masuk kamar mandi  ketika sebuah bantal terbang  di lempar Arny.
“kampret lo!.” gerutu Arny dalam tidur.

Selesai mandi, dia membuka kopernya dan bingung hendak memakai baju apa, setelah duduk di depan koper mencari ide, akhirnya dia memakai celana pendek bewarna merah dan baju longgar lengan panjang bewarna hijau serta rambut yang dia ikat ke atas dan memakai sepatu kets bewarna abu-abu Lalu dia keluar sambil menenteng tas ransel yang berisi novel kalau dia bosan di perjalanan, kamera digital dan kacamata bacanya. Setelah selesai, dia keluar dari kamarnya.

“Za. ini voucher lo. wah kita sehati yah ternyata.” kata Putra yang juga memakai baju santai bewarna abu-abu dan celana jins selutu serta kamera SLR tergantung di leher dan sepatu kets warna hitam sedang duduk di kursi dekat taman ketika melihat Erza keluar dari kamar lalu berdiri dan menyodorkan voucher makan.
“kayaknya gue salah pake baju deh.” Keluh Erza sambil menatap voucher makannya yang lebih mirip tiket masuk ke neraka bareng Putra daripada voucher sarapan pagi.*maksud lo?*
“terus lo mau bilang pengen ganti baju gitu? hoohoho… gak bisa begitu. Kita udah serasi.” Kata Putra seolah tau apa yang dipikiran Erza lalu menarik gadis itu masuk dalam kafe yang berada disamping hotel.

sesampai di kafe, mereka duduk berhadapan.  sambil menunggu pesanan masing-masing, Erza membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah novel dan kacamata lalu membacanya. Sedangkan Putra, asyik memotret orang yang lalu-lalang di sekitar café dan yang keluar masuk hotel lalu terhenti pada saat kameranya mengarah ke Erza yang asyik membaca buku, entah kenapa hatinya tergelitik untuk memotret gadis itu lebih banyak lagi, tanpa Erza sadari, Putra pun akhirnya memfoto Erza yang asyik membaca buku. pada saat gadis itu menoleh kea rah jendela dan tersenyum manis, senyum yang membuat desir perasaan halus di hati Putra saat melihatnya dan langsung memfoto lagi sampai akhirnya Erza menoleh ke arahnya.
“lo ngapain foto-foto gue?! hapus!.” Kata Erza dengan mata melotot.
“emang gue mau ngapusin? Ogah bener. Mahal tau foto lo itu!.” Kata Putra cuek.
“foto gue mau lo apain hah?!.” Kata Erza cemas
“mau gue jual sama fans-fans lo di kampus terus sisanya gue pajang di madding. Kan lumayan tuh uangnya buat ongkos gue pacaran” Kata Putra nyengir kuda.
“kalo ampe kejadian, jangan harap lo selamat dari gue!.” ancam Erza lalu terdiam ketika pelayan mengantar pesanan mereka dan mulai memakannya.

Putra yang melihat Erza makan, ikut makan dan pada suapan  terakhir, Erza meletakkan telur mata sapi di piring Putra.
“gue gak suka makan telur.” Kata Erza ketika Putra menatapnya.
“so?.” Kata Putra
“makan gih. Gue eneg liatnya.” Kata Erza lalu membuka novelnya kembali tanpa menyadari Putra memotong telur itu menjadi kecil-kecil dan menyuapi ke Erza.
“makan.” Kata Putra.
“gue eneg kak.” Kata Erza sambil menutup mulutnya dengan tangan dan menggelengkan kepalanya.
“lo harus makan. Mubazir tau!.” kata Putra ngotot dan semakin memajukan sendoknya sehingga berentuhan dengan tangan Erza yang menutup mulutnya.
“justru gue tau itu mubazir makanya gue kasih ke elo!.”kata Erza tak kalah ngotot.
“kalo lo gak mau…gue akan..” kata Putra terdiam sambil memikirkan ancaman apa yang pas untuk Erza.
“akan apa? ancam aja kalo inget!.” Kata Erza ketus.

ketika Putra asyik berpikir, datanglah segerombolan pengacau dari negeri antah berantah masuk dalam café lalu menghampiri mereka “kalian udah pada makan yah? wah lagi ada acara suap-suapan yah? pagi-pagi jangan bikin galau orang dong Put!.” cerocos Restu ketika melihat tangan Putra yang sedang dalam posisi hendak menyuapi Erza.
“apaan sih lo Res. Udah makan sono lo pada. Voucher udah gue kasih kan?.” Kata Putra lalu meletakkan sendok yang terulur ke Erza di piringnya.
“yup. Kami makan dulu yah.” kata Arny lalu mengumpulkan voucher makanan mereka ke meja pemesanan lalu duduk menggabungkan diri dengan Putra.

alhasil, meja yang awalnya sunyi senyap kayak kuburan mendadak ramai karna mereka. Putra yang lupa dengan ancamannya dengan Erza, memakan telur yang hendak dia kasih ke Erza itu. Sedangkan Erza, mengelus dada penuh syukur melihat Putra lupa dengan ancamannya.


asyik mengobrol, tiba-tiba hp Restu berbunyi, dia langsung mengangkat telponnya dan berbicara sebentar, lalu memutus telponnya “ tuh supirnya udah datang. Lo makan kayak balapan ama siput aja deh, lama! Lo gue tinggal aja yah?.” kata Restu meliat Arny yang piringnya masih penuh dengan nasi goreng, padahal porsinya sedikit.
“jangan dong! Iya nih. gue udah kelar.” Kata Arny merengut sambil berhenti makan.

setelah selesai semuanya, mereka keluar dari café menuju mobil Avanza bewarna hitam yang mereka sewa.


Sepanjang perjalanan, Erza duduk dekat jendela dengan Putra dan Arny. Sedangkan Restu duduk di kursi depan dan Jessica duduk dikursi paling belakang dengan Reva.

“pemandangannya bagus yah Put.” kata Erza ketika melewati daerah persawahan *ane lupa nama desanya, tapi desanya bagus banget* *promosi*
“yup. Lo mau berhenti?.” Tanya Putra.
“gak usah. Berhenti mulu kapan nyampenya?.” Kata Erza lalu mengeluarkan  novel beserta kacamatanya lalu dia membaca.

Sedangkan Putra, merasa ngantuk berat karna lamanya perjalanan menuju Candi Borobudur, ditambah dia kurang tidur, akhirnya kepalanya terkulai lemas jatuh di Pundak kiri Erza dan tertidur.
Erza kaget melihat kepala Putra di pundaknya, dia mencoba mendorong kepala Putra ke arah Arny, Entah sengaja atau gak, kepala Putra balik lagi ke Pundak Erza. Putus asa, akhirnya dia biarkan saja dan melanjutkan membaca.



Akhirnya selama 1 jam perjalanan *kalo gak salah lo yah* akhirnya mereka memasuki komplek Candi Borobudur. Dan ketika mobil terparkir, Erza memasukkan novelnya dalam tas dan mengguncang pelan tubuh Putra.
“Put, bangun. Udah nyampe tuh.” Bisik Erza sambil mencubit pinggang Putra karna gemas tak bangun-bangun.
“kalo gak bangun, gue cubit pake tang pinggang lo. biar bolong!.” Ancam Erza ketika melihat Putra nyengir ketika dicubit Erza.


perlahan Putra membuka matanya dan melihat Erza dari dekat, membuat dia merasa penasaran dengan perasaan yang dia alami sekarang, senang dan ingin selalu menggoda gadis itu.
“gue mau bangun kok. asal lo cium gue.” kata Putra sambil menunjuk pipinya dan menyentuh bibir tipis Erza yang terkatup rapat.
kaget, dia langsung menoyor kepala Putra “apaan sih lo genit bener ngomongnya?! Minta cium sama pacar lo sana!.” Kata Erza ketus lalu membuka Pintu mobil tapi tangannya ditahan Putra.

tanpa perlawanan, Putra mencium pipi kiri Erza dan keningnya dengan lembut.
“entah kenapa, gue ngerasa pengen selalu nyium lo Za. emang dulu gue kayak gitu yah?.” bisik Putra dan untungnya semua penghuni mobil pada keluar, jadi tak ada yang mendengar bisikan Putra.
“mana gue tau! emang gue siapa lo? nyokap lo?! udah lepas. Gue mau keluar. Udah diteriakkin tuh.” Kata Erza melepas pegangan Putra di tangannya dan keluar dari mobil diiringi Putra berjalan dibelakangnya.


“Arny…beli topi yuk. Panas” keluh Erza menghampiri Arny sambil menunjuk sebuah tempat menjual topi-topi lucu.
“ayok. Gue juga kepanasan neh.” Kata Arny lalu berjalan menuju tempat itu diikuti Jessica dan Eva.
“alamakk….tuh para cewek pada kemana lagi Put?.” keluh Restu ketika melihat anak asuhnya pada ngilang semua.
“beli topi kayaknya. Kita samperin atau nunggu disitu?.” Kata Putra sambil menunjuk loket tiket.
“nunggu mereka nyamperin deh. Ikutin mereka yang ada bakal tepar duluan.” Kata Restu sambil berjalan menuju loket tiket dan Putra mengikuti sambil memfoto objek-objek yang menurut dia menarik.


setelah 20 menit menunggu, akhirnya nongol juga Erza dkk yang asyik ketiwi-ketiwi dengan topi barunya. Putra pertama kali liat itu, langsung mengarahkan kameranya “smile.” Kata Putra tersenyum.
melihat Putra tersenyum, Erza pun tersenyum manis dan membuat kedua lesung pipinya nongol dan sempat membuat Putra tertegun.
“kenapa gue pernah ngeliat senyum manis kayak gini sebelumnya yah? beneran, ini senyum termanis yang pernah gue liat dari dia.” kata Putra dalam hati.
Selesai difoto, mereka pun beriringan beli tiket berjalan menuju Candi Borobudur.

baru beberapa meter berjalan, mereka dihentikan oleh seseorang yang menyuruhnya untuk memasang sejenis sarung motif batik untuk menjaga kesopanan.

mereka langsung  memasang sarung itu dan mengikatnya di pinggang kanan, Putra melihat Erza kesusahan mengikat, menghampiri gadis itu “sini biar gue iketin.” Kata Putra mengambil tali yang tergantung di pinggang Erza dan mengikatnya agar sarungnya tak jatuh.
jarak mereka begitu dekat membuat Erza salting sendiri “thanks.” Kata Erza sambil tersenyum lalu berjalan dengan tangan digandeng Putra.

mereka yang melihat hal itu, tersenyum dan berjalan agak menjauh karna tak ingin mengganggu keromantisan mereka.



Jogja, sebuah kota tua yang memberikan sebuah  cerita indah untukku, bersamamu.
aku harap, cerita  ini menjadi cerita  awal untuk selalu bersamamu, selamanya.



asyik-asyiknya berjalan, tiba-tiba Putra melihat penyewaan sepeda dari ontel hingga tandem *tau tandem gak? Tandem itu sepeda yang 2 orang bisa nginjek gitu.* dia langsung noleh ke Erza yang asyik menatap kea rah lain “ capek Za?.” kata Putra.
“Enggak kok. kenapa?.” Tanya Erza bingung lalu menoleh ke Putra.
“nyewa sepeda yuk.” Kata Putra sambil menunjuk sepeda yang menarik hatinya,
mata Erza langsung berbinar-binar melihat sepeda yang dimaksud “ naek sepeda tandem? Gue mau Putra! Tapi sama siapa? Kan itu sepeda buat dua orang nginjeknya?.” Tanya Erza
“bareng gue lah. Ayo.” Kata Putra lalu menarik Erza ke penyewaan sepeda.



dengan wajah berseri-seri, Erza menginjak sepeda warna biru malam, pilihan Putra bagian belakang dan Putra menginjak bagian depan. Lalu berjalan menghampiri yang lain.
“hello…… udah pada capek? Bentar lagi nyampe kok di candi.” Kata Erza sambil nunjuk Candi Borobudur yang semakin dekat.
“capek sih enggak. Cuma panas!! Lo berdua dapat dimana tuh sepeda?.” Kata Restu bingung meliat mereka nongol bawa sepeda.
“nyewa bro. eh Res, fotoin kami berdua dong. Itung-itung koleksi.” kata Putra sambil menyodorkan kameranya ke Restu.
“ayo senyum Za, kenapa jadi natap gue? smile.” Kata Restu dan KLIK. Sebuah kenangan tersimpan rapi dalam bentuk foto.

“thanks ya Restu. Ayo kalian gue foto.” Kata Putra ketika Restu menyodorkan kameranya dan memfoto yang lain.
“sip. Gue jalan dulu yah. bye. Ayo Za.” kata Putra sambil menginjak sepeda dengan Erza di belakangnya.

“gue harap banget, mereka bakal kayak dulu lagi Ny. Gak tega gue liat Erza dikit-dikit galau karna Putra bareng Selvi.” kata Restu diangguki oleh yang lain.
“iya kak. Liat mereka bareng gitu rasanya adem aja hati kak. Moga disini, Putra inget sama Erza kak.” Harap Arny.
“Amien.” Kata Eva dan Jessica bersamaan.


sesampai di depan Candi Borobudur, Erza dan Putra memarkir sepedanya di bawah rindang pohon sambil menunggu yang lain, ketika Restu dkk menghampiri mereka, Erza langsung menaiki anak tangga yang tingginya naudzubillah dengan Putra di sampingnya.

“kalo lo capek bilang aja Za. jangan dipaksa.” Kata Putra agak cemas melihat wajah Erza agak kelelahan.
“Enggak kok. gue mau naik sampai ke puncak. Ini baru tingkat 5  kan?.” Kata Erza penuh semangat ’45 mengelilingi tingkat 5 sebelum naik tingkat selanjutnya.

Putra tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memfoto seluruh pemandangan sekitar candi Borobudur dari atas, ketika melihat Erza berbicara dengan Arny sambil tersenyum, dia ikutan tersenyum dan memfotonya.

ketika lihat segerombol cewek kulit hitam manis melirik Putra dengan umur kira-kira masih anak SMA, dia menghampiri mereka yang berdiri tak jauh dari tempat Erza berada.
“dek, bisa minta tolong fotoin kami? Klik disini yah.” kata Putra sambil menyodorkan kameranya kepada salah seorang cewek yang sekarang jumpalitan karna tak menyangka didekatin Putra.
“bbi..saa kok ka.” Kata gadis itu terbata-bata saking gugupnya.

Putra tersenyum manis sehingga mereka yang melihat pada terpesona dan dia berjalan mendekati Erza yang asyik bercengkrama dengan Arny dan Restu.
“foto bareng yuk. Kata Putra sambil merangkul kedua tangannya di pundak Erza dan Arny lalu menarik tubuh mereka ke tubuhnya*jadi cerita difoto ini Erza istri pertama dan Selvi  eh… si Arny istri kedua* *ditabok massa* lalu tersenyum ketika sang juru foto berkata “1, 2, 3.. cheers.” Dan KLIK. Tersimpan satu memori dalam bentuk selembar kertas, mempunyai jutaan kenangan.

“thanks ya dek.” Kata Putra mengambil kameranya dan tersenyum yang membuat dikasih senyuman getar-getir dari ujung kepala ampe ujung kaki.
“Sa.saa.. ma..ssa..maa kak.” Kata gadis itu gagap mendadak karna senyuman Putra dan buru-buru menarik temannya yang sedari tadi menunggunya untuk kabur sekarang juga.



Erza terduduk di salah satu stupa sambil memandang ke puncak Borobudur dengan ekspresi stress “masih jauh nih ceritanya? Capek….” Keluh Erza sambil memijit-mijit kedua kakinya.
“masih sanggup jalan sampai ke atas?.” Kata Putra berdiri di samping Erza dan dia melihat dengan jelas bahwa banyak keringat mengucur di wajahnya. Spontan Putra mengambil saputangan yang selalu ada dikantong celana paling belakang itu dan melapnya di wajah Erza yang berpeluh.
Erza kaget dengan perlakuan Putra, dia menoleh “ gak sanggup Put. capek, panas banget, pusing lagi.. tapi masih pengen nyampe puncak.” Kata Erza lalu menatap ke puncak candi yang masih jauh sangat.
“yaudah kita pulang aja.” kata Putra dan jongkok di depan Erza yang membuat gadis itu kaget.
“lo ngapain jongkok di depan gue?! mau loncat kodok ampe ke atas? Gak ada kata pulang! Gue mau ke atas.” Kata Erza ngotot.
“lo jangan keras kepala deh, udah naik ke tubuh gue.” perintah Putra buat Erza menggeleng kuat-kuat.
“malu-maluin.” Kata Erza pelan dan Putra menoleh ke arahnya..
“Erza……” panggil Putra dengan suara lembut tapi sarat penuh ancaman dibalik itu.
Erza menyadari bentuk suara itu, hanya bisa menghela napas dan dengan berat hati dia mendekatkan depan tubuhnya di Punggung Putra dan melingkarkan kedua tangannya di leher Putra lalu dia merasa tubuhnya terangkat ketika Putra berdiri sambil memegang kedua lututnya.


yaks,,, Putra menggendong Erza tanpa mempedulikan tatapan heroik dari para cewek-cewek yang ada di sekitar candi dan tatapan maklum dari teman-temannya yang tau Putra bagaimana kalo sudah berhadapan dengan Erza, co cweeeettt…
“nih anak amnesia tetep aja perhatian ama Erza. Ckkckc.” Kata Restu geleng-geleng.
Arny Cuma ketawa dan berhenti ketika mereka sudah sampai di halaman Candi dan Putra jongkok kembali untuk menurunkan Erza yang wajahnya memerah malu.
“badan lo berat Za. patah punggung gue! entar pijitin yah. yang enak. Terus dikasih plus-plus gitu. biar sedap!!!” kata Putra sambil berdiri dan tersenyum mesum.
“gue injek aja yah. ampuh lo Put ilengin pegel. Setiap injekan kaki gue bikin tulang-tulang punggung lo pada bunyi semua terus lepas deh dari engselnya masing-masing! Dasar OMES!.” Kata Erza gemes dengan Putra.
“hahahaha. Pulang yuk. Udah,,,, entar mampir lagi. Cuma kita berdua.” Kata Putra merangkul pundak Erza lalu menariknya ketika melihat gadis itu memandang candi Borobudur dengan tatapan merana.

“kita berdua?! Bukan lo sama Selvi? seharusnya lo ngomong gitu sama Selvi. bukan ama gue!.” kata Erza berusaha melepas rangkulannya.

“kenapa gue malah yakin bener bakalan balik ke Jogja bareng Erza? Dan ..kenapa gue gak suka tuh cewek nyebut nama Selvi? dia kan ayang gue. eh…ngomong-ngomong tentang ayang, gue lupa balas sms dia! alamak….” Kata Putra dalam hati.
“jangan sebut nama Selvi ketika lo ama gue.” bisik Putra ditelinganya ketika mereka hampir tiba di parkiran mobil setelah disuruh muter jalan kea rah kanan melewati pasar khusus souvenir dan bikin nyasar *ngakak sendiri kalo inget kejadian ini*

“Dia kan cewek lo! wajar dong sebagai cewek yang gak ingin disebut ngerebut pacar orang gue ingetin lo. biar lo sadar lo punya pac…” kata Erza menatap Putra dan terputus ketika bibirnya tiba-tiba disentuh oleh jari telunjuk  cowok yang didepannya cengar-cengir sambil menatap tajam “gue gak suka dan jangan bahas nama dia lagi. dan lo bukan ngerebut gue Za, gue yang berusaha ngerebut hati lo, maksa diri gue untuk berusaha inget kejadian dulu lewat dekatin lo, walau lo menolak. Kalo lo mau tanya kenapa, gue gak tau.” Kata Putra dan mencium pipi Erza dan berjalan meninggalkan gadis itu dibelakangnya yang terdiam.


Sepanjang perjalanan menuju tempat selanjutnya, Erza tepar di kursi penumpang dan tertidur dengan telinga disumpal headset dan kepalanya nyender ke pinggir. Putra yang duduk disamping Erza langsung menarik kepala gadis itu agar nyender di pundaknya.

“kita kemana nih mas?.” Kata supir bertanya dengan Restu yang asyik memberikan kabar terbaru lewat sms dengan Katherine.
“kalian mau kemana?.” Kata Restu balik nanya dan noleh ke belakang.
“ada mall gak? Gue mau ke mall!.” Kata Eva yang langsung dapat jitakan dari Arny.
“tunggu 3bulan lagi, lo akan injek mall di Jakarta. Ke kaliurang yah? ke desa yang kena letusan gunung merapi itu.” Kata Arny
“bisa mati gue kalo ga ke mall Ny.” Gerutu Eva, dibalas cuek oleh Arny
“ok deh. Lo setuju Put?.” tanya Restu ketika melihat Putra asyik memandang Erza yang keenakan tidur di pundak Putra *gigit gagang pintu*
“apa kalian mau deh. Gue ngikut aja. asal bisa sama dia.” kata Putra sambil mengelus rambut Erza.

Restu tersenyum lalu berbalik ke depan dengan harapan di hati, semoga perjalanan mereka kali ini membuat Putra inget siapa Erza.



Jauhnya perjalanan membuat tak membuat mereka bosan, malah asyik berbicara dengan supir yang ternyata sama tau banyak dengan mas novan tentang sejarah jogja. Dan mereka diajarin ngitung hari baik perkawinan.
“gini loh mas-mas dan mbak-mbak sekalian cara ngitungnya. Kan siapa tau setelah pulang dari sini pada mau nikah semua. Terutama mas yang itu.” Kata si sopir sambil lirik ke spion tengah dan melihat Putra asyik mengelus tangan Erza yang menggenggam tangan kanannya.

yang dilirik Cuma senyum-senyum “amin aja deh mas nikah sama yang disamping ini.” Kata Putra spontan.
“kenapa gue malah ngarep kawin dengan Erza? Ckckckc.” Kata Putra dalam hati.
si supir mendengar jawaban Putra, ikut mengaminkan “amin deh mas.” Kata si supir lalu parkirkan mobilnya di sebuah desa daerah kaliurang, yang berapa KM lagi akan tiba di desa mbah maridjan. *tapi kalo mau ke desa mbah maridjan harus nyewa ojek, soalnya gak bisa parkir mobil* *sekilas info*


“Akhirnya nyampe juga. Put, bangunin Erza yah.” kata Arny ngacir keluar mobil dengan yang lain untuk member kesempatan Putra berduaan dengan Erza.

“Za…bangun..udah sampe tuh.” Kata Putra menggerakkan pelan tubuhnya Erza.
Erza gak bangun-bangun karna saking lelahnya. Putra yang entah kenapa melirik bibirnya Erza yang tipis dan bewarna kemerahan, membuat dia ingin menciumnya.

“Astajim!!! Bukan muhrim..bukan muhrim.” Kata putra dalam hati *sok alim lo put! biasanya nyosor!* *jitak Putra* “hem…” desah Erza pelan dan dia membuka matanya perlahan lalu melihat di sekelilingnya dan kaget ketika melihat di samping, Putra sudah dalam posisi mendekat ke wajahnya siap nyium. *katanya bukan muhrim: --“ *

“ngapain lo dekat-dekat gue?!.” kata Erza galak dan tak berdaya ketika Putra mencium pipinya.
“selamat bangun sweety. Turun yuk.” Kata Putra lalu menarik Erza keluar lewat pintu mobil sebelah kiri.


sepanjang perjalanan, Erza menggigil kedinginan dan tatapan matanya tertubruk pada suatu benda, berbentuk bunga indah dan membuat Erza mendekati si penjual.
Putra bingung kea rah Erza pergi, mengikutinya dari belakang.

“ini bunga apa bu? Kok gak ada wanginya? Tapi cantik.” Kata Erza sambil mengambil sekuntum bunga dan terpesona melihat keindahan bunga yang ada ditangannya.
“itu bunga edelwis mbak. Bunga gunung.” Kata si penjual.
“bunga edelwis? Bunga apa itu bu?.” Tanya Erza heran karna dia baru kali ini mendengar nama itu.
“bunga keabadian mbak. Dia gak akan mati walau dipetik. Dan tumbuh di atas gunung. Kata orang sih artinya kekuatan dalam diri, dan keberanian. Serta keabadian cinta.” Kata si penjual panjang lebar.

“bunga edelwis? Bagus artinya. Keabadian cinta. Gue berharap Putra ngasih ini ke gue. astaga! Ngapain gue jadi ngarepin dia? gak mungkin Za. dia lupa sama lo, ngapain lo ngarep dia kasih bunga? Palingan ntar dia beli buat Selvi.” kata Erza dalam hati.

“bu, berapa harganya satu bunga ini?.” Tanya Putra sambil memegang sekuntum bungan Edelwis disaat Erza melamun.
“30 ribu mas.” Jawab si penjual.
Putra mengeluarkan uang 30 ribuan di dompetnya dan memberikannya ke penjual. Lalu dia memandang Erza yang masih asyik mengagumi bunga yang ada di tangannya.
“kenapa gue jadi pengen ngasih bunga ini buat Erza? Jujur, gue suka ma senyumnya. Dan gue gak ingin kehilangan senyum itu.” Kata Putra dalam hati.

KLIK!bunyi jepret foto menyadarkan Erza dari dunia khayalnya dan kaget ketika Putra baru saja memfoto dirinya lagi.
“lo ngefans sama gue?.” tanya Erza sinis karna difoto mulu dan mengasih bunga yang dia pegang kepada penjualnya.
“gue ngefans sama senyum lo Za.” jawab Putra jujur yang membuat wajah Erza memerah.
“apaan sih lo. udah ah kita pulang. Gue kedinginan.” Kata Erza sambil berjalan melipat tangannya karna kedinginan meninggalkan Putra.

ketika berjalan menuju mobil, mereka melihat banyaknya warung wedang jahe berseliweran. Putra melihat Erza semakin menggigil, menarik gadis itu masuk ke salah satu warung dan memesan 2 buah minuman hangat untuk dirinya dan Erza.

“Za…” kata Putra ketika melihat Erza asyik meminum pesanan dan membuat pipinya pucat berubah menjadi merona pink.
“hem.. apaan Put?.” kata Erza menatap Putra dan kaget melihat bunga yang sangat dia inginkan, ada di tangan Putra yang terulur padanya.
“buat lo. gue gak tau kenapa liat lo senyum, bikin gue pengen beliin. Woy! Lo kenapa diem?.” kata Putra melihat Erza menatap bunga yang ada ditangannya.
“lo gak salah ngasih Put? gue Erza Put, bukan pacar lo, si Selvi. salah ngasih lo.” tolak Erza sambil mendorongg bunga di hadapannya dengan perasaan campur aduk.
“gue gak salah orang Za. please Za, terima pemberian gue. ok?.” kata Putra dengan wajah setengah memaksa.

Erza menghabiskan minuman terakhir di gelasnya lalu menerima pemberian Putra dengan setengah senang, ragu, dan takut. “iya gue terima. Thanks.” Kata Erza tersenyum menutupi perasaannya.
Putra tersenyum menerima pemberiannya diterima, seandainya si pemilik warung tidak melirik mereka terus menerus, sudah dia cium sana-sini sampai pingsan cewek di depannya ini.
“thanks Za.” kata Putra menghabiskan minuman yang ada di depannya lalu berdiri untuk membayarkan pesanannya dengan Erza.

“lo bayarin gue mulu, gak tepar tuh dompet?.” Kata Erza berjalan menuju parkiran sambil memegang bunga pemberian Putra.
“enggak dong. Gue kan bank berjalan. Hahaha.” Kata Putra sambil merangkul pundak Erza agar berjalan lebih dekat dengannya dan masuk dalam mobil bersama yang lain yang sedari tadi menunggu mereka berdua.

“lo berdua pada kemana aja? lama bener.” Tanya Arny sepanjang perjalanan menuju hotel.
Erza yang setengah tertidur *lagi* karna ngantuk, menatap Arny sayu. “keliling aja sih. Lo sendiri kemana?.” Tanya Erza.
“nangkring di mesjid. Hahaha…” kata Arny tertawa.
“ngapain kalian pada nangkring dimesjid? Pada tobat semua?.” Tanya Putra yang duduk disebelah Erza yang sekarang tertidur sambil memegang bunga yang dikasih Putra.

“tobat apaan?! Ngantuk broo!!! Jadilah kami tidur di mesjid kayak pengungsi dari mana gitu.” jawab Restu di kursi depan setengah menguap.
“hahaha..ada-ada aja lo. kayak gak ada tempat lain untuk tidur aja selain mesjid. Malu-maluin!.” Kata Putra sambil menoyor kepala Restu yang cengengesan.


perjalanan panjang dari jam 8 pagi akhirnya kelar juga jam 7 malam ketika mobil memasuki parkiran hotel.

mereka pun keluar dari mobil bergantian dan masuk dalam hotel. Sedangkan  Restu dengan Putra membayar sewa mobil hasil patungan bersama.

sesampai di kamar hotel, Erza meletakkan tasnya di lantai dan rebahan di kasur sedangkan Arny langsung ngacir masuk kamar mandi.

“ouch…. Sakit..” rintih Erza  sambil memegang perutnya yang tiba-tiba melilit ketika Arny selesai mandi dan berpakaian.
“lo kenapa Za?.” tanya Arny cemas sambil mendekati Erza yang semakin mengigit bibirnya dan menatap Arny yang sudah berpakaian hendak jalan lagi dengan mereka.
“perut gue…sakit.. lo mau kemana Ny?.” Tanya Erza lalu dia kesakitan lagi.
“gue mau jalan ma yang lain, nyari makan. gue mau bilang ama yang lain kalo gue ga ikut.” Kata Arny lalu mengambil ponselnya, yang langsung ditahan Erza.
“gak..usah.. Ny.. entar mereka cemas. Gue..ga..papa… ouch..” kata Erza semakin kesakitan.
“gak apa-apa gimana lo kesakitan gitu!.” jawab Arny.
“please. Gue gak papa. Udah lo keluar sana. Mereka nungguin tuh. Kalo mereka nanya gue kenapa gak ikut, bilanng aja gue ketiduran. Ok?.” kata Erza lemah dan semakin memegang perutnya
“beneran?.” Tanya Arny was-was melihats sahabatnya kesakitan tapi keukeuh mengusir dia.
Erza pun mencoba berdiri sambil memegang perutnya lalu mendorong Arny ke depan pintu dengan terbungkuk-bungkuk menahan sakit yang sangat menyiksa. “gue gak apa-apa.” Kata Erza lalu membukakan Arny pintu dan menutupnya kembali lalu berjalan menuju kasur.

“Ya Allah.. perut gue..sakit..” kata Erza sambil berguling dikasur menahan sakit.

“Erza mana Ny?.” Tanya Putra ketika melihat Arny datang sendiri ke café, tempat janjian mereka.
Arny menundukkan wajahnya “sorry Za. gue gak bisa.” Katanya pelan pada dirinya sendiri.
“dia sakit perut kak. Melilit katanya. Dia bilang gak usah kasih tau yang lain dan malah ngusir Arny keluar untuk ikut supaya janji kalian gak batal gara-gara dia.” jawab Arny yang buat Putra entah kenapa, menjadi sangat cemas.
“Restu…” panggil Putra.
“lo mau gue beliin apa Put buat makan? Erza gue beliin juga gak?.” Kata Restu seolah mengerti maksud Putra.
“enggak usah. Gue mesan aja entar. Sorry yah gue gak bisa ikut lagi malam ini. Gak papa kan?.” Kata Putra penuh ekspresi maaf.
“enggak apa-apa kok kak. Santai aja lagi. yaudah kami berangkat dulu yah. kamar kayaknya gak dikunci Erza kak. Jadi masuk aja.” kata Arny tersenyum lalu keluar dari hotel bersama yang lain dan Putra langsung ke kamar Erza.

tok..tok..tokk… bunyi pintu kamar diketuk ketika Erza masih berguling ria dan wajahnya sudah bercucuran keringat dingin.
“ya Allah, perut gue.. kayak mau ngelahirin aja! sakitt…” kata Erza dalam hati.
merasa pintu tak dibuka, Putra langsung masuk ke dalam kamar dan entah kenapa dia miris sendiri melihat Erza meringkuk di kasur.

“Za….” kata Putra duduk di atas kasur dan mengelus rambut Erza.
Erza kaget melihat Putra nongol kayak jin, dia kira yang masuk tadi Arny. Jadi dia cuek aja “lo kenapa disini? gak ikut?.” Kata Erza lemah dan Putra bisa melihat dimata Erza ada setetes Kristal menggantung dimata  gadis itu.
“gimana gue bisa ikut kalo lo kesakitan gitu?.” kata Putra sambil mengelus rambut Erza dan entah kenapa dia ingin sekali sakit yang dirasakan gadis itu, biar dia saja yang merasakan.
“gue gak apa-apa. Lo keluar Put.  ouch…” kata Erza semakin kesakitan dan akhirnya, dia meneteskan air matanya.

Putra panic melihat gadis itu kesakitan, tapi bingung harus ngapain “lo udah makan?.” tanya Putra.
“belom. Gue gak bisa makan perut sakit kayak gini.” Keluh Erza
“gue pesanin dulu. Dan jangan membantah.” Kata Putra ketika Erza hendak membantah perkataannya dan menelpon cafee disamping hotel untuk mengantarkan makanan di kamarnya.


40 menit menunggu, akhirnya pesanan Putra yaitu nasi goreng datang juga, Putra langsung keluar dari kamar dan membayar pesanan itu dan membawanya di hadapan Erza.
kemudian dia mendudukkan gadis itu di kasur dan menyuapinya “ makan Za.” kata Putra pada suapan pertama.
“lo gak makan?.” tanya Erza sambil menggeleng.
“kita kan bisa sepiring berdua. Ayo makan Za. jangan sampe gue suapin pake mulut gue nih.” ancam Putra dengan kedipan nakalnya.

mendengar perkataan Putra, dia langsung membuka mulutnya enggan dan mengunyah pelan ketika makanan yang disuapi Putra mampir kemulutnya.

akhirnya, setelah bergantian dari menyuapi Erza terus menyuapi diri sendiri, habis juga makanan itu dan Putra langsung memberikan segelas air putih untuk Erza “nih minum.  Gimana perut lo? udah mendingan?.” Tanya Putra sambil memegang gelas yang sedang diminum Erza, takut tumpah.
Erza mengangguk lalu tersenyum, walau sebenernya dia masih sakit. Cuma dia tak ingin Putra tau. “iya .. makasih Put.” kata Erza.
“beneran?.” Kata Putra entah kenapa dia tak yakin dengan jawaban Erza.
“iya…. Eh.. mereka kemana yah? kok lama?.” Kata Erza
“tadi Restu cerita ma gue kalo habis makan mau ke alun-alun. Kenapa? Lo mau ikut?.” Kata Putra ketika melihat wajah Erza sedih.
“pengen banget. Coba aja gue gak sakit perut. Pasti gue ikut. Kita nyusul yuk! Gue udah sehat! Udah kuat! Ayoooo..” kata Erza hendak turun dari kasur. Tapi buru-buru ditahan Putra.
“woooohoho.. enggak boleh! Lo baru sakit ampe mau nangis sekarang mau jalan lagi? gak akan gue ijinin! Besok juga bisa sayang. gue temenin deh. Ok?.” kata Putra sambil menjawil hidung Erza.
“yahh..Put… besok nanggung.” Kata Erza.
“gue bilang besok..yah besok.. gue ambilin obat dulu. Lo naroh dimana?.” Kata Putra sambil berjalan menuju koper Erza.
“iya..yang itu..eiitts jangan lo buka!.” Teriak Erza tapi terlambat ketika Putra melihat isi kopernya..
BH ukuran 34b bewarna-warni, bikini, baju tidur super tipis bewarna hitam dan biru malam dan beberapa celana hot pants super pendek terpampang di koper yang sengaja Putra buka dan Buat Erza melempar bantal saking malunya.
“jangan sentuh barang gue! lo itu yah! huh!.” gerutu Erza ketika Putra berjalan kearahnya sambil membawa obat anti sakit perut.
“terlanjur liat Za. rejeki dong gue hari ini.” Kata Putra tertawa.
“apaan sih lo! udah gue tidur dulu yah.” kata Erza menarik selimut siap tidur dan keningnya dicium Putra.
“have a nice dream. Lullaby.” Kata Putra lalu duduk di kursi samping Erza sambil menunggu yang lain datang.




di Pagi hari yang cerah, masih dengan suasana Jogja yang kental dengan adat jawanya, Erza  kaget melihat disampingnya yang seharusnya Arny malah berubah menjadi sosok cowok yang membuat hati dan kepalanya cenyat cenyut kayak kue bakpau. *enak tuh*ngiler*
           
“Astaga!! Siapa yang nyuruh lo tidur disini?! bangun! Bangun! gue hitung sampai 3, kalo lo gak bangun, gue tendang! 1,,,2,,,” teriak Erza sambil menghitung dan menarik kasar selimut yang menutupi tubuh mereka.
“Apaan sih lo Za? emang gue gak boleh tidur disini? gue kan udah temanin lo semalaman?.”
“Lo kan tidur sama kak Restu disini, ngapain tidur ma gue?! terus Arny lo usir kemana?! Lo itu yah! gak bisa liat kesempatan gue sendiri, nyerobos aja!.”
“Arny tidur bertiga dengan Jessi dan Eva. eittss,,,siapa suruh lo ngejauhin gue?.” Kata Putra menarik Erza yang menjauh  dan mencium kedua pipinya hingga memunculkan semburat merah seperti warna matahari yang terbit.
“Morning kiss my lullaby. Can I say I love you?.”

“Lo ngomong I love you ma gue? gombal! Lo kangen sama Selvi kan jadi ngomong gitu ma gue? udah telpon pacar lo sana! Bilang I love you sama dia, jangan sama gue!.”
“Za… berapa kali gue bilang sama lo jangan pernah nyebut nama Selvi disaat gue sama lo? please Za. gue pengen inget semua hal tentang lo. kalo lo mau tanya kenapa, gue gak tau Za. lo gak kasihan sama gue Za?.” sambil pasang wajah memelas yang buat Erza muak melihatnya.


“Lo gak usah pasang wajah melas untuk rayu gue deh Put. berapa kali juga gue bilang sama lo kalo gue gak akan ngasih kesempatan buat lo untuk menyakiti gue lagi? lo dekatin gue, lo sama aja bikin gue nyesek Put. kenapa? Karna lo bukan milik gue .” Dengan wajah menunduk dan beringsut menjauhi Putra.

Putra mengangkat wajah Erza agar menatap dirinya dengan tangan kanannya dengan lembut lalu duduk mendekat di sampingnya “ Gue minta maaf kalo keadaan gue sekarang bikin lo sakit. Please, biar gue dekatin lo lagi. dan bila gue ingat semua tentang hal yang gue lupakan, gue akan kembali pada lo, dan kita akan mengulang cerita yang pernah terlupakan. Ok? udah mandi sana! Bau.” Kata Putra lalu mengacak rambut Erza lalu berjalan keluar.

“Gue gak yakin kita bisa kembali Put, seperti yang lo inginkan, Karna gue bukan tipe cewek yang mudah kasih kesempatan yang sama untuk kedua kalinya.”
“gue akan buktikan kalo lo salah,” Balas Putra dan pintu tertutup sempurna. Seperti pintu hati Erza yang tertutup untuk Putra.


Erza menghela napas dan memikirkan semua yang sudah terjadi dan pada akhirnya dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.



Selesai mandi dan berpakaian, dia melihat Arny membuka pintu dengan tampang kusut seperti baru ditonjok orang. Dengan langkah gontai Arny langsung rebahan di kasur dan member isyarat stop ketika melihat Erza hendak bertanya “jangan nanya. Gue pusing.”
“lo sakit Ny? Wajah lo pucat begitu.” Kata Erza sambil menempelkan tangannya di kening Arny.
“gue gak sakit. Kurang tidur malah! Lo tau gue tidur jam berapa? Jam 4 subuh! Lo mau nanya kan gue lagi ngapain aja jam segitu?! Ngegosip sama 2 mak ronggeng di kamar sebelah gara-gara si calon suami lo itu ngusir gue! udah gue mau tidur, dan lo jangan ganggu! Ok beibeh?.” Dan langsung terdengar dengkuran halus keluar dari mulut mungil Arny.

“yah…padahal kan gue pengen ajak mereka ke pasar Beringharjo. Stok baju gue menipis. Huh!.” gerutu Erza dan akhirnya keluar dari kamar memutuskan untuk pergi sendiri.


Erza sukses menarik perhatian para kaum adam dengan pakaian baju lengan pendek bewarna biru malam dan celana pendek serta sepatu kets dan tas ransel yang setia setiap saat berada di punggungnya dengan rambut dia kuncir ke atas dan wajahnya yang agak-agak arab semakin membuatnya  menjadi pusat perhatian.


“Za…woyy Za! lo mau kemana? Gue ikuttttt!!.” Teriak Jessi keluar dari kafe ketika melihat Erza lewat.
“mau ke Pasar. Beneran mau ikut? Ayok deh!.” Kata Erza nyengir.

“Eits,,, gue ikut dong Za, Jes. Nganggur nih.” kata Restu ikutan keluar disusul Putra.
Erza melihat Putra  mendadak ilfeel sendiri “gak deh kak. Kalo kaka ikut bukannya bantuin tapi malah bikin tambah rempong! Kenapa? Karna pasti bakal bilang “Za, udah kelar belum? Apaan sih yang diliat? Cuma baju gak usah repot milih.”  Betul kan?.” tebakan Erza bikin Restu ketawa.
“hahaa.. lo tau aja deh. Ya deh gue gak ikut. Kayaknya gak seru. Mending kita main PS aja Put. gue bawa tuh.” Kata Restu sambil menarik Putra yang menatap Erza tapi dicuekin yang ditatap dan meninggalkan mereka berdua yang mengelus dada penuh syukur.


“untung..untung. yuk Za cabut.” Kata Jessi dan menarik Erza keluar hotel.

“Eva mana Jes? Kok lo sendiri aja? tumben gak ikut tuh anak.” Kata Erza ketika berjalan lurus menuju pasar dan menolak semua permintaan paman becak yang berseliweran menawari untuk mengantar mereka.
“tidur. Lo tau kami malam tadi tidur jam berapa pas lo gak ikut makan itu? Jam 4 subuh Za! gue, Arny ama Eva asyik ngerumpi kalian sampai lupa ama jam. Hohoho.” Kata Jessi tertawa.
“lo omongin apa soal gue? wah… pantesan gue keselek terus makan, ternyata ada yang omongin. Serasa jadi artis deh. Hahha.”
“salah omong gue. hahaha…  asyik bahas lo ama Putra aja. so sweet bener dah! Bikin kami kangen ama pacar masing-masing. Gue heran ama lo Za, lo pacaran gak sih dengan Putra?.” Kata Jessi yang gak tau apa-apa dengan masalah Erza.


Erza terdiam mendengar pertanyaan Jessi, sampai di depan pasar Beringharjo yang sesak, dia menoleh ke arah Jessi yang menunggu jawabannya “ gue gak tau Jes. Sama seperti lo gak tau status hubungan kami. Masuk yuk.” Kata Erza lalu menarik Jessi masuk dalam pasar.


Setengah hari mereka di Pasar, banyak tentengan sana-sini yang mereka dapatkan. Pada saat Erza sebuah toko yang menjual celana pendek cowok-cowok motif kain perca. Dia ingin membelikannya untuk kak Reno. Jadi masuklah Erza dengan Jessi ke toko itu.


Asyik pilah-pilih, entah kenapa dia ingat dengan Putra. Hatinya ingin membelikan satu untuk Putra, tapi gengsi apalagi dia baru saja berantem.
“ngapain gue beliin dia? Entar yang ada dia mikir gak-gak lagi! ogah! Bikin uang habis aja!.” kata Erza dalam hati.
setelah selesai membayar, dia keluar dari toko dengan Jessi. Entah kenapa, baru beberapa langkah,  dia masuk lagi karna selalu kepikiran Putra. Pada akhirnya…..

dia membelikan 2 pasang celana pendek yang paling dia suka sejak masuk dalam toko itu untuk Putra.

“lo beli buat siapa lagi Za? kan buat ka Reno udah?.” Kata Jessi bingung melihat Erza membayar di kasir.
“buat Putra. Dan lo jangan banyak koment!.” Kata Erza ketika melihat Jessi senyam-senyum.
“ciee….yang beliin celana buat calonnya.” Kata Jessi membuat Erza tersipu.

setelah selesai, mereka keluar dari pasar dan langsung naik becca menuju hotel setelah berdebat sengit dan sedikit rayuan bikin mabuk dari Erza untuk paman becak yang merasa ketiban durian sekarung melihat dua gadis cantik di depannya.


Sepanjang perjalanan kembali ke hotel, mereka melihat bule hilir mudik di sekitar Marioboro dan saling membandingkan yang mana yang paling cakep antara Putra yang produk campuran dengan yang Produk murni. Tapi tetap aja di hati Erza, Putra paling cakep diantara yang lain. *ngikik*

Sesampai di hotel, Erza langsung turun dari becak disusul Jessi sambil membawa barang-barang belanjaan dan membayar becak itu plus senyuman yang membuat paman becak merasa melayang.

“Za… gue ke kamar dulu yah.  gue baru inget kalo pas lo belanja tadi, Reva sms gue kalo mereka lagi jalan keliling gitu. kunci mereka titipkan di resepsionis.” Kata Jessi ketika mereka memasuki hotel lalu berdiri didepan resepsionis untuk mengambil kunci.
“Serius lo? semuanya ikut? Bagus deh.” Kata Erza penuh syukur karna dia takkan ketemu Putra.
“kayaknya semuanya ikut deh. Yaudah gue masuk dulu yah. bye.” Kata Jessi lalu berjalan menuju kamarnya yang berlainan arah dengan Erza.

Erza berjalan menuju kamarnya sambil bersinandung, tak menyadari bahwa ada yang mengikutinya sejak dia masuk hotel hingga berada di depan kamarnya.

“kemana aja seharian Za?.” kata Putra berdiri di belakang Erza pada saat gadis itu hendak membuka pintu dan terdiam ketika mendengar suaranya.

“yeah…it’s time to battle again. With a annoyed boy like him.” Gerutu Erza dalam hati.

“terserah gue mau kemana. Ngapain lo peduliin gue? don’t waste your time to care about me.”
“gue Cuma nanya Za. kenapa lo sinis banget jawabnya? Lihat gue.” kata Putra memutar tubuh Erza agar menatapnya.
“lo itu bukan nanya, tapi ngurus!.”
“Sampai kapan lo marah-marah ma gue? lo gak suka gue tidur bareng lo? gue ngerasa, kayaknya kita sering tidur bareng Za. tapi gue gak ingat kapan. Betul gak?.” Kata Putra yang buat Erza kaget karna tak nyangka Putra bisa ingat hal itu.
“iya kali. Gue males ingetnya. Pergi lo sana.” Usir Erza sambil mendorong Putra agar menjauh.

“kayaknya lo harus dengar sesuatu deh.” Kata Putra sambil memegang kedua tangan Erza dengan tangan kirinya dan tangan kanannya masuk dalam kantong celananya dan mengeluarkan ponsel terbarunya yang memutar sebuah lagu yang cukup buat Erza merasa tersindir.

“ Aku tak suka selalu saja
Kau sebut-sebut namanya saat kita bicara
Aku tak ingin, tak ingin mendengarnya
Kau bawa-bawa namanya saat berdua denganku.”


Erza langsung menekan tombol stop di ponsel Putra dan menatap tajam “ngapain lo puterin lagu itu di depan gue? nyindir? Atau lo pengen kita duet nyanyi lagu itu? Sorry yah, gue gak minat.”
“gue gak nyindir Za, gue Cuma ungkepin apa yang gue rasa lewat lagu Za, gue ngerasa ngomong langsung dengan lo juga percuma.”
“terus maksudnya lo nyuruh gue dengerin gitu apa?.”
“please Za, berapa kali gue mohon jangan pernah lo sebut nama Selvi saat gue ma lo?.” kata Putra sambil memegang tangan Erza, tapi dihempas gadis itu.
“dan berapa kali gue bilang sama lo jangan pernah dekatin gue lagi?! lo itu udah punya cewek! Dan gue gak mau disebut perebut cowok orang karna lo! lo egois Putra! Lo mikir gak kalo lo dekatin gue, lo sama aja bikin gue sakit?!.” Kata Erza tajam sambil menusuk dada Putra dengan jari tangannya.
“apa lo juga mikir kalo gue juga tersiksa dengan semua ini Za?! gue selalu pengen dekat lo, tapi gue gak tau kenapa! Seandainya gue tau, gue akan jelasin semuanya ke lo Za! sekarang lo inginnya apa dari gue Za supaya lo gak ngerasa sakit lagi?! gue akan turutin apa mau lo, termasuk mutusin Selvi!.”
“terus kita bakal bersama gitu?! jangan ngimpi! lo mau tau kenapa gue jauhin lo?! karna, lo hancurin harapan gue! di saat gue menanti lo, lo malah pulang terus berciuman dengan cewek lain di hadapan gue! gue masih inget lo bilang kalo gue bukan siapa-siapa lo! sekarang, lo dengan sengaknya dekatin gue seolah-olah lo gak punya pacar! maksud lo apa?! Mau nyakitin gue lagi?! mau hancurin gue lagi?!.” kata Erza panjang lebar penuh emosi dan air mata menetes di pipinya.

Putra terdiam mendengar kata Erza, dia menyentuh pipi gadis itu bermaksud menghapus air mata yang turun deras di pipi Erza, tapi ditepisnya “ gue terima keadaan lo sekarang Put, tapi gue gak pernah terima lo dengan cewek lain! karna apa? Karna itu sebagai bukti telak kalo gue gak berarti di hidup lo, Cuma cewek sekedar lewat di hati lo dan mudah dilupakan. Itu yang bikin gue patah hati Putra. mending lo pergi deh sekarang! Gue gak mau liat lo! gue muak!.” kata Erza langsung masuk dalam kamar sambil membawa barang belanjaannya dan mengunci pintunya tanpa mempedulikan Putra berusaha menggedor pintu supaya dia keluar dan bicara.

“Za! gue belom selesai ngomong sama lo!.” teriak Putra sambil gedor pintu.
“tapi bagi gue sudah selesai! lo gak akan bisa minta kita kayak dulu lagi Put. gue gak sanggup. Gue sudah terlanjur sakit sama lo. mungkin, ini yang terbaik buat lindungin hati gue.” kata Erza terisak di balik pintu sambil memeluk lututnya ketika Putra pada akhirnya menyerah dan meninggalkan Erza.


Lelah menangisi hatinya, dia pergi ke kamar mandi untuk membasahi wajahnya agar tak seperti orang menangis. Lalu dia melihat barang belanjaannya dan tertegun melihat barang yang dia belikan untuk Putra. ingin dibuang, sayang, dikasih sama yang lain, dia gak rela. Akhirnya dia melipatnya di koper dan  datanglah Arny membawa banyak belanjaan kayak baru saja membeli semua pakaian yang dijual di toko.
“lo beli apa bongkar isi toko Ny? Gue aja gak segitunya deh perasaan.” Kata Erza ketika melihat Arny mengeluarkan isi plastiknya dan memasukkan dalam tas terpisah.
“ini persediaan kalo gue kehabisan baju Za. siapa tau kenapa-napa.” Kata Arny dengan mimic serius memasukkan belanjaannya sesuai abjad yang bikin Erza puyeng dan memutuskan untuk mandi.



Tak terasa hari sudah malam. Saat matahari kembali ke peraduannya dan perannya untuk menemani setiap aktifitas manusia di muka bumi digantikan oleh Bulan, Sang dewi malam. Erza yang selesai mandi, ritual wajibnya. melihat Arny sedang rebahan sambil smsan sesekali cekikikan kayak orang gila.
“gak jalan Ny?.” Tanya Erza sambil membuka kopernya untuk mengambil pakaiannya.
“gak ah. Males. Kita pesan makanan aja deh.  Atau kita serbu kamar mereka aja!.” kata Arny riang seolah baru saja memberikan ide paling jenius sedunia.
“mending pesan makanan aja daripada nongol di kamar orang!.”
“ah… Gue lebih asyik milih opsi kedua. Ayooo…” kata Arny menarik Erza keluar kamar menuju kamar Putra.


“ngapain kita disini?! lepasin tangan gue Ny! Gue gak mau!.” Desis Erza di depan kamar Putra sambil berusaha melepaskan tangannya yang dipegang Arny yang mengetok pintu.
“udah ah, jangan banyak cincong lo Za.”

“wah kebetulan banget kalian nongol. Kami baru aja kekurangan orang main kartu.” Kata Putra membuka pintu dan menatap Erza yang membuang muka.

“sip kak. Ayo Za gak usah sok nolak gitu deh!.” Kata Arny gemas melihat sahabatna keukeh gak mau masuk lalu menghampiri Restu yang asyik main PS.

Erza dan Putra Cuma berdiri di depan pintu yang sengaja ditutup Arny agar lebih privacy. Erza melipat kedua tangannya di dada dan menatap kea rah lain, sedangkan Putra diam menunggu Erza bicara .

“gue mau ke kamar. Gak enak badan.” Kata Erza setelah lelah diam kayak patung di depan orang yang sudah membuatnya hancur. Ketika dia hendak masuk kamar, mendadak tangannya di pegang Putra.

“lo ikut gue. sekali aja.” kata Putra memaksa Erza untuk masuk ke kamarnya dan berkumpul dengan yang lain.

sepanjang main kartu, Erza yang duduk di samping Putra, lebih banyak diam dan kalah dalam main kartu, sengaja dia lakukan itu agar cepat-cepat masuk kamar karna tubuh dan hatinya sudah lelah.

“gue baru ingat! Tadi gue ditelpon kalo besok kita KKN. Biar bareng sama Universitas lain yang juga KKN.” Kata Putra sambil menatap Erza yang masih membuang muka darinya.
“serius lo kak?! Emang Univ lain itu dari fakultas kedokteran juga?.” Tanya Arny sambil mencoreng wajah Erza dengan bedak karna kalah untuk kesekian kalinya.
“yup. Dari psikologi. Jadi kita bisa sharing gitu. eh udah pada makan belom neh?.” Kata Putra sambil mengambil tisu untuk menghapus bedak yang diwajah Erza, tapi ditolak gadis itu mentah-mentah.

Restu yang daritadi melihat Erza menolak perhatian Putra, member kode untuk Arny agar segera keluar dari kamar “Eh Ny, temenin gue makan dong. Gue lapar.” Kata Restu sambil kedipkan matanya dan Arny langsung connect.
“oke deh. Kami duluan yah.” kata Arny langsung keluar dari kamar diikuti Restu.


“mereka berantem lagi kak?.” Tanya Arny ketika keluar bareng Restu menuju kafe.
“yup. Tadi Putra curhat gitu ma gue. dia pengen ingat soal Erza. Tapi tetap aja gak bisa. Dia dekatin Erza, tuh anak malah ngejauh gitu.” jelas Restu.
“Erza terlanjur sakit hati dengan kak Putra kali.”
“gue tau. tapi kan ini bukan keinginan Putra juga untuk gak ingat semuanya Ny. Siapa sih yang mau lupa sama seseorang yang sudah dia sayang?.”
“gue tau. tapi Erza itu sensitive kak. Dia pernah cerita sama gue, dia kadang sakit sendiri dengan perasaannya. Disaat dia berharap, ternyata kak Putra datang bawa Selvi. siapa yang gak nyesek kak digituin gitu? dia malah pernah bilang, mending dia berdoa kak Putra mati aja sekalian daripada hidup tapi bikin dia galau.”
“kok kita jadi bahas mereka sih? Mending kita berdoa aja moga Putra inget dengan Erza dan Erza ngasih kesempatan lagi untuk Putra.” kata Restu sambil merangkul pacar sahabatnya masuk kafe.



Erza melihat sahabatnya keluar tanpa ijin, langsung berdiri ingin keluar, tapi tangannya dipegang Putra “gue minta maaf Za atas apa yang udah gue lakuin buat lo.”
“sebuah kata maaf gak akan bisa hapus sakit hati gue dari lo Put. gue bukan orang yang mudah memberi maaf ama orang yang bikin hidup gue berantakan, mengambil semua yang gue punya, kemudian ngilang tanpa ijin dan kembali dengan memberikan luka baru yang  lebih sakit dari gue rasain!.”
“lo maunya apa Za dari gue? apapun akan gue lakuin.  kecuali lo nyuruh gue pergi dari hidup lo! karna gue gak akan sanggup lakuin itu.”
“pertama, jangan dekatin gue lagi! dan..” kata-katanya terputus ketika tubuhnya berada di pelukan Putra yang membuatnya tak bisa bernapas, namun inilah dia rindukan selama ini. Pelukan yang membuatnya tenang, juga membuatnya menangis karna menyadari bahwa pelukan yang dia rasakan sekarang sudah pernah dibagi untuk gadis lain yang mungkin tanpa dia ketahui, mendapatkan lebih dari yang dia rasakan. Dan itu membuatnya terluka.

Sedangkan Putra merasa pernah dalam keadaan seperti ini. Keadaan dimana dia menenangkan seseorang yang sangat dia sayangi dan membuatnya aman. Dan seseorang itu bukan Selvi, karna seseorang itu sangat berarti dalam hidupnya.


“ijinin gue, untuk ingat segalanya tentang kita. Dan gue gak akan nyakitin lo dan  meninggalkan lo lagi.” kata Putra sambil mencium puncak kepala Erza yang sekarang terisak di dadanya.
“terakhir lo bilang begitu, lo pergi ninggalin gue dan nyakitin gue kemudian melupakan gue seolah-olah gue tak berarti di hidup lo.”
“anggap aja itu terakhir hal bodoh yang gue lakuin ke lo Za. please. Beri gue kesempatan untuk ingat apa yang gue lakuin ke lo sebelum seperti ini.”

Erza mendadak bimbang, bimbang karna di satu sisi dia masih sangat mencintai Putra, tapi di sisi lain tak ingin disakiti karna masalah yang sama.
“apa yang harus gue pilih? Gue sayang sama lo Put, tapi gue gak ingin disakitin.” Batin Erza dalam hati.
“you can keep my words Erza. Lo sudah makan?.” kata Putra sambil melepas pelukannya dan menghapus air mata yang masih menetes di pipi Erza.

Erza menggelengkan kepalanya dan membiarkan Putra mengelus pipinya hingga menyentuh bibir tipisnya lalu membiarkan dirinya ditarik Putra menuju kafe supaya makan.

sesampai di kafe, mereka bertemu Restu dan yang lain asyik menikmati makannya tanpa menyadari mereka datang dan menghampirinya.

“Eh Putra, Erza.. bareng yuk. Sorry makan duluan.” Kata Restu tersenyum ketika melihat sahabatnya menggenggam tangan Erza erat.
“gak papa. Makan aja. gue Cuma temanin Erza makan kok. ntar dia sakit lagi kayak kemarin.” Kata Putra duduk di samping Erza lalu menyodorkan buku menu.


“gue makan ini aja.” kata Erza sambil menunjuk menu roti bakar dan langsung dipelototi Putra.
“lo harus makan nasi Za. ntar lo sakit lagi kayak kemaren.” Bujuk Putra sambil mengelus rambut gadis yang entah kenapa membuatnya gila itu.
“gue lagi malas makan nasi Put. yang penting gue makan kan?.” kata Erza ngotot lalu memesan menu itu tanpa mempedulikan pelototan Putra.

Asyik mengobrol, tiba-tiba ponsel Erza berbunyi. Mendengar itu, dia langsung mengambil ponselnya dari saku celananya dan tersenyum ketika mengetahui siapa yang menelpon lalu berdiri menjauh dari Putra yang merasa panas sendiri ketika melihat Erza sambil tertawa dan tersipu-sipu malu.

“pasti di telpon Reno. Iya kan?.” bisik Putra pelan namun sinis dan terdengar oleh yang lain
“lo cemburu kak? Kan wajar Erza punya pacar setelah dia menanti seseorang tak pernah datang selama 4 tahun.” Sindir Arny supaya Putra bisa ingat sedikit tentang mereka.
“emang dia menanti siapa Arn?.” Tanya Putra ternyata merasa tersindir bahwa yang dimaksud itu adalah dirinya, namun tak bisa dibuktikan.


sebelum Arny menjawab, Erza datang dengan wajah sumringah dan duduk di samping Putra sambil tersenyum ketika pesanannya datang.
“gue makan dulu yah. ada yang mau?.” Tawar Erza sambil memakan rotinya dan disambut gelengan oleh yang lain.
“lo mau Put? kenapa diem? sakit gigi?.” Tanya Erza seolah tak terjadi apa-apa dan menawarkan rotinya.
“enggak. gue gak doyan makan roti, gue doyan makan ati!.” Kata Putra ketus.
“kenapa gue marah dia telponan ama yang lain?  bingung deh gue.” kata Putra dalam hati.

Erza merasa tersindir, namun dia cuek aja “yaudah. Lo pesan hati goreng deh sana. Kan lo doyan makan hati.” Kata Erza dan membuat yang lain hampir tertawa namun tak jadi melihat wajah Putra masam semasam buah asam *eh*


selesai makan, mereka membayar pesanannya dan berjalan meninggalkan kafe sambil tertawa. Putra dan Restu berjalan di belakang mereka  yang asyik  bercanda sambil menatap tajam cowok-cowok yang menatap Erza karna terpesona dengan senyumnya yang selalu mengembang.
“kenapa lo bikin gue gila Za? kenapa gue jadi bertekad tak ingin nyakitin lo lagi? perasaan ini lebih dengan gue rasain sama Selvi.” batin Putra dalam hati.

merasa gerah melihat para cowok semakin menatap Erza tanpa kedip, dia berjalan di samping Erza dan merangkul pundak gadis itu dengan tatapan puas karna para cowok memandangnya iri dan berpikir seolah-olah dia pacarnya.

“lo apa-apaan sih rangkul gue?! gue gak suka!.” kata Erza sambil melepaskan rangkulannya, namun akhirnya pasrah saja ketika tangan Putra semakin kuat tak ingin dilepas.

sesampai di depan kamar,  dia mendengar hp Putra berbunyi, sekilas dia tau siapa yang menelpon Putra dan membuatnya galau sendiri.
“Seharusnya gue sadar bahwa dia sudah ada yang punya.” Batin Erza dalam hati.
Putra mendengar ponselnya berbunyi, langsung mengangkatnya dengan enggan karna entah kenapa dia tak ingin Erza tau siapa yang menelponnya.


“halo sayang. kamu lagi ngapain? I miss you.” Kata Selvi dengan suara yang dimanjakan dan membuat Putra entah kenapa ingin mematikan ponselnya.
“aku baru saja selesai makan sayang. kalo kamu?.” Kata Putra dengan terpaksa melepas rangkulannya di pundak Erza dan membiarkan gadis itu masuk ke kamar menyusul Arny tanpa salam perpisahan, dan pintu pun akhirnya dibanting Erza saking gemasnya.


“aku lagi mikirin kamu. Siapa sih sayang yang banting pintu? Gak sopan banget deh.” Kata Selvi merasa terganggu dengan suara bantingan pintu dari Erza.
“aku yang banting pintu sayang. soalnya pintunya susah ditutup , jadi terpaksa ku banting. Maaf yah kalo kamu terganggu.” Dusta Putra agar tak terjadi kecurigaan.
“oh maaf sayang. aku kira orang lain. sayang… sudah dulu yah. jangan macam-macam. Dan jangan dekatin Erza yah.” Kata Selvi pelan ketika mengucap nama Erza, namun terdengar oleh Putra.
“kamu kenapa jadi mengungkit nama dia? kan dia sekelompok dengan aku. wajar dong aku dekat dengan dia untuk masalah tugas.” Kata Putra jengah mendengar nama Erza disebut.
“tapi kan dia itu dibilang suka merebut pacar orang sayang karna kecantikannya. Aku takut kamu tinggalin aku dan mengejar dia seperti teman-temanku yang lain. mereka diputusin cowoknya karna lebih milih Erza yang jelas-jelas tak mungkin sayang dengan mereka.” Kata Selvi mengeluarkan jurus liciknya untuk menjatuhkan lawan.

“aku takkan ninggalin kamu sayang. ah,,,,,kamu jangan percaya dengan omongan mereka yang iri dengannya. Udah dulu yah sayang. aku ngantuk.  love you. bye.” Kata Putra sambil memberikan ciuman jarak jauh kepada Selvi.
“tuh kan kamu belain dia. yasudah deh. Love you too sayang.” kata Selvi sambil memutus telponnya dan menatap foto mereka yang dia jadikan wallpaper di hpnya.

“gue gak akan pernah rela lo balikan dengan Erza Put. gue sayang sama lo dan akan lakuin apapun agar lo selamanya jadi milik gue.” tekad Selvi sambil mengepalkan tangannya.

Putra menatap ponselnya lalu memandang pintu yang dia tau ada seseorang yang membuatnya gila, membuat perasaan sayang ke Selvi selama 4 tahun semakin berubah biasa saja, dan membuatnya memohon agar diberikan kesempatan untuk mengingat kenangan mereka lagi.

Restu melihat Putra terdiam di depan pintu, langsung menepuk pundak sahabatnya  agar masuk ke dalam kamar dan tidur.


                                    ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

Pagi hari yang cerah, hari terakhir mereka liburan sebelum melanjutkan tugas sebenarnya, KKN. Dan tanpa ada yang tau pasti, apa yang terjadi disana.


jam di dinding menunjukkan jam 7 pagi, awal waktu untuk memulai segala aktifitas manusia. Erza membereskan koper terakhirnya sebelum meletakkan keluar dan membantu Arny yang kerepotan sendiri dengan barang bawaan yang dia bawa.
“makanya gue bilang juga apa, lo itu kebanyakan beli baju Ny.” Kata Erza sambil menekan-nekan isi koper agar muat diisi beberapa baju yang lain.
“kan jaga-jaga Za. siapa tau gue kekurangan stok baju.” Bela Arny.
“bilang aja lo ntar mau jualan baju di desa ntar. Kerja sampingan jadi dokter. Hahaha. Eh.. gimana kabar Dinda yah? gue kangen.” Kata Erza sambil menutup koper Arny dan mendorongnya keluar.
“makasih Za udah bantuin gue. dia katanya kuliah di Bandung waktu terakhir gue contact. Ntar kalo kita udah balik, ke Bandung yuk?.”
“ketemu Dinda? Ok banget deh Arn! Gue kangen sama dia. kita keluar yuk. Sekalian bawa koper keluar.” kata Erza sambil mengunyah roti sebagai sarapan paginya dan keluar sambil mengunci pintu lalu menarik dua buah kopernya menuju meja resepsionis *numpang naroh*


ketika mereka di depan meja Resepsionis untuk memberikan kunci kamar mereka, Erza melihat yang lain ternyata menunggu mereka sambil nyender di mobil mas Novan yang ternyata akan mengantarnya ke desa yang dimaksud.
“sudah siap mbak Erza? Sini saya bantu bawa kopernya.” Kata Mas Novan dengan logat jawanya membantu Erza mengangkat kopernya dan koper Arny untuk di letakkan di bagasi mobil.


Putra melihat Erza datang, tersenyum ketika Erza berjalan mendekatinya “pagi Za. udah sarapan kan lo?.” tanya Putra lalu duduk di samping Erza dan menutup pintu begitu juga yang lain dan mas Novan pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
“yap. Lo juga kan?.” tanya Erza basa-basi lalu mengeluarkan novel serta kacamata lalu membacanya di sepanjang perjalanan.
“Sudah dong.” Kata Putra sambil mengacak rambut Erza yang terurai lalu mengeluarkan kamera digitalnya dan memfoto setiap jalan yang mereka lintasi.

Perjalanan yang melelahkan akhirnya tiba juga mereka di desa tempat mereka KKN.  Mereka berhenti di depan kantor kepala desa. Erza yang asyik membaca novelnya bergegas memasukkannya dalam tas ranselnya dan turun bersama yang lain untuk mengambil dua kopernya.


“sini gue bawain koper lo.” tawar Putra yang ternyata Cuma membawa satu koper, satu tas ransel super gede di pundaknya.
“gak usah. Gue bisa sendiri.” Tolak Erza halus namun tak diindahkan Putra.
“cewek gak boleh bawa barang berat. Lo tau itu kan?.” kata Putra lalu membawakan koper Erza dengan menentengnya seolah-olah itu ringan.

“permisi mas Putra, saya pulang dulu. Nanti kalau sudah KKN atau kalian gak betah lagi, tinggal telpon mas saja. Tapi bakal susah sih. Soalnya disini daerah kekurangan sinyal ponsel.” Kata mas Novan permisi mau balik ke Jogja.
“iya mas. Makasih atas bantuannya. Pasti kami telpon kok mas. Hati-hati di jalan mas.” Kata Putra lalu tersenyum ketika mas Novan masuk dalam mobilnya dan melaju tenang meninggalkan mereka di belakang.


sepeninggal mas Novan, muncullah kepala desanya yang sedari tadi menunggu mereka datang. “selamat datang. Kalian semuanya. Saya sudah lama menunggu kalian datang. Perkenalkan, nama saya Danar Susilo, biasa dipanggil Pak Danar.” *ngikik* Kata pak kepala desa ramah sambil mengulurkan tangannya kea rah mereka semua.

“terima kasih Pak Danar, nama saya Putra, dan yang disamping saya ini Erza, terus ini Arny, Restu, Jessica dan Reva.” Kata Putra memperkenalkan mereka satu-persatu dan menyalami kepala desa, ketika tiba giliran Erza, pak Kepala desa agak lama memegang tangan Erza karna terpesona oleh kecantikannya dan membuat Putra berdehem agak keras.

“Ehm…..ehm….. pak, apa benar kami bakal bareng KKN dengan kampus lain?.” kata Putra sambil melirik tajam tangan kepala desa yang memegang tangan Erza.
“ Udah tua masih aja ganjen ama cewek gue! loh… cewek gue kan Selvi, Bukan Erza. Ah bodo amat dah.” Kata Putra dalam hati.
merasa disindir, pak kepala desa melepas genggaman tangannya dan menatap Putra “iya. Kalian bakal gabung dengan kampus UGM fakultas psikologi. Kebetulan mereka mau KKN juga. Nah itu mereka datang.” Kata pak kepala desa sambil menunjuk rombongan yang dibelakang mereka.

Erza yang melihat rombongan itu, sontak terkejut ketika melihat sahabatnya waktu SMP, Nanda ada diantara mereka. Dia melambaikan tangannya berharap Nanda melihatnya dan tersenyum ketika Nanda membalas lambaiannya dan langsung menghampirinya.

“lo Erza kan? teman sebangku gue waktu SMP? tambah cantik aja sahabat gue yang satu ini.” Kata Nanda sambil memeluk Erza erat.
“yup! Gue kira lo lupa sama gue Nanda! Gila! Lo tambah tinggi aja! Serasa kecil gue disamping lo!.” kata Erza sambil menatap sahabatnya yang juga sempat jadi cinta monyetnya waktu SMP sebelum jadi sahabat dan menjadi pujaan para cewek karna badannya yang tinggi, kulit sawo matang, hidung mancung dan wajahnya yang agak kebule-bulean serta pintar casciscus bahasa inggris.

Putra melihat Erza berpelukan dengan cowok lain di depannya, entah kenapa merasa panas sendiri dan semakin dongkol ketika Nanda menghampirinya, ngajak kenalan.

“gue Nanda, sahabat Erza waktu SMP. Lo pacarnya Erza yah? sorry, gue gak  tau kalo sahabat cupu gue punya pacar sekarang.” Kata Nanda sambil mengulurkan tangannya dan menatap Erza yang manyun.
“gue Putra.”

“asal ngomong lo Nan, Dia bukan pacar gue! what? Gue cupu lo bilang?!  Gue gaul kali! Lo tuh yang culun mampus waktu SMP!.” Ejek Erza sambil tertawa.
“wah… lo ngejek gue Za? udah lo ngaku aja deh, kayak gue gak ngerestuin gitu lo pacaran ma cowok.” Kata Nanda sambil mencubit tangan Erza.

asyik-asyiknya bercanda, datanglah seseorang yang sedari tadi melihat mereka dengan tatapan kaget ketika seseorang seharusnya lenyap dimuka bumi, hadir di samping gadis yang dia incar sejak SMA.

Ferdinand.

“Nan. Lo dipanggil tuh.” Kata Ferdinand berdiri di samping Nanda dan membuat Erza hampir kena serangan jantung melihatnya dan refleks menggenggam tangan Putra yang berdiri disampingnya.

Nanda tak menyadari perubahan wajah Erza, malah tersenyum “eh Fer. Kenalin ini sahabat gue waktu SMP, Erza dan ini pacarnya, Putra.” kata Nanda.


Ferdi tersenyum menang ketika melihat perubahan wajah Erza. Dan dia pura-pura tak kenal pada mereka berdua “Ferdinand.” Katanya sambil mengulurkan tangannya kea rah Erza yang ketakutan dan Putra yang waspada karna menyadari bahwa Erza ketakutan, walau dia tak tau kenapa.
“gue Putra, gue balik dulu yah Nand. Ayo sayang.” kata Putra langsung menarik Erza dan menghampiri mereka yang asyik ngobrol dengan Kepala Desa.


“kok lo pucat Za? sakit?.” Tanya Arny bingung ketika melihat sahabatnya pucat seperti melihat hantu disiang bolong.
Erza Cuma diam dan sesekali melirik Nanda yang asyik dengan Ferdinand sambil tertawa. Ferdinand yang melihat Erza memperhatikan dirinya, Cuma tersenyum sinis.
“kenapa dia ada disini?! mampus gue! gue harus gimana?!.” Batin Erza dalam hati.


“nanti selama 3 bulan kalian akan tidur di rumah kosong gitu. sekitar 6 kamar lah. Cuma agak kumuh. Maklum gak pernah dihuni. Gak apa-apa kan?.” kata Pak kepala Desa membuyarkan lamunan Erza.
“gak papa pak, kan ini termasuk pengabdian kami juga terhadap desa bapak, boleh kami melihat tempatnya?.” Kata Restu sopan.
“ayo silahkan.” Kata Pak kepala Desa dengan senang hati menunjukkan jalannya menuju rumah baru mereka.

selama perjalanan, Erza lebih banyak diam dan beberapa kali hampir jatuh kalau tidak dipegang Putra.
“lo kenapa Za? ada masalah?.” Tanya Putra ketika menolong Erza yang hampir kesandung batu cukup gede kesekian kalinya.
“gue gak papa kok.”

“ini Puskemas kami. Maaf kalau agak kecil. Dan ini mushala.” Jelas pak Kepala Desa.

“Aaa!!!!!.” Jerit Erza panic dan langsung memeluk Putra yang disampingnya ketika melihat rombongan ayam entah punya siapa bejalan ke arahnya dengan angkuh. *asah golok* *kejar ayam biar dibikin sate*
“astaga! Gue kira kenapa! Ternyata Ayam! Dasar lo bikin jantungan!.” Rutuk Eva sambil mengelus dadanya.


selama satu jam berjalan kaki, jauh dari perkampungan penduduk, akhirnya tiba juga mereka di rumah besar namun terlihat angker karna dikelilingi hutan dan jauh dari pemukiman dan di belakangnya mereka bisa melihat sungai kecil mengalir jernih dan kicauan burung menambah suasana tenang di siang hari, bikin merinding di malam hari.

“ini tempatnya yang saya maksud, semoga kalian betah dan apa yang kalian dapatkan di desa kami, menunjang hasil kuliah mas dan mbak sekalian.” Kata Pak kepala Desa.
“Sama-sama pak. Mohon kerjasamanya.” Kata Putra sopan lalu membiarkan pak Kepala Desa berjalan meninggalkan mereka dan menatap Erza yang pucat.
“lo sakit Za? atau lapar?.” Tanya Putra cemas.
Erza hanya menggelengkan kepalanya lalu masuk ke rumah itu bareng yang lain untuk  bersih-bersih.

“aku lupa bahwa kau masih ada, menggentayangi setiap langkahku yang berubah menjadi penuh kegelisahan.”


Setengah hari berberes-beres rumah, terdengar Adzan Maghrib berkumandang merdu, memanggil kaum-NYA untuk bersyukur apa yang mereka dapatkan hari ini, baik rezeki atau musibah.  Mereka langsung mengambil air wudhu dan shalat bareng dengan Restu menjadi imamnya


“Gue mandi dulu ya Arn. Itu gue udah masak nasi sama sayur, lo tinggal goreng ikan aja. ngomong-ngomong, kak Restu ma Putra kemana?.” Tanya Erza setelah selesai masak dan shalat.
“lagi di depan tuh, mancing ikan. Panggil deh.” Jawab Arny yang masih sibuk membersihkan rumah oleh debu yang lebih mirip abu gunung Merapi.
“entar aja.” kata Erza lalu masuk ke kamar mandi.


“waw! Ini enak bener! Siapa yang masak nih?.” Kata Putra masuk ke dalam rumah dan melihat makanan ala desa tapi mengundang cacing perut  “konser”.
“Erza yang bikin. Tuh dia keluar.” kata Jessi ketika melihat Erza keluar dari kamarnya setelah selesai mandi sambil dan duduk di meja makan bersama yang lain.
“uhm… masakan lo enak Za! udah lo selesai KKN, nikah aja sana! Hahahhaa.” Ledek Arny di setiap suapnya.
“iya..nikah ama lo yah.” kata Erza mengedipkan matanya dan mereka tertawa.


Selesai makan dan membereskan meja makan, Erza yang sumpek di dalam rumah karna teman-temannya sudah tidur, membuka pintu rumah dan duduk di depan pintu sambil menikmati semilir angin malam menghembuskan wajahnya dengan ditemani secangkir teh hangat entah apa rasanya bikinan dia sendiri. Sambil menghirup uap hangat dari teh dan telinganya dimanjakan oleh suara-suara hewan malam yang tak pernah dia dengar di Ibukota. Tiba-tiba semuanya buyar karna..

“Astaga! Putra! lo mau gue mati muda apa?! Jangan kagetin gue!.” teriak Erza sambil memukul Putra yang duduk disampingnya sambil tertawa.
“masa gue colek punggung lo aja reaksinya heboh gitu? gimana kalo gue colek yang lain yah? jadi pengen colek deh.” Sambil mencolek pinggang Erza yang membuatnya seperti kena setrum berkekuatan super.

 “ lo kira gue sabun colek apa jadi main colak-colek seenak jidat?! dasar OMES!.” Dengan hati dongkol dia masuk ke kamar dan membanting pintu meninggalkan teh yang belum dia sentuh sama sekali.

Putra tertawa ngakak melihat Erza marah dan entah kenapa hatinya seperti senang karna bisa menggoda gadis itu.


“Putra gila! Gak beres! Sinting! Gue kira amnesia bakal bikin dia tobat, gak taunya malah tambah sableng!.” Gerutu Erza lalu menarik selimutnya dan tidur.


Erza yang sudah makan pagi bersama yang lain dan membereskannya, langsung masuk kamar untuk berganti pakaian dokternya. Lalu ketika hendak keluar rumah, dia mendengar Putra memanggil.


“bareng gue Za! tutup pintunya. Lo gak usah malu-malu gitu deh” Kata Putra yang ternyata baru selesai mandi sambil mendekati Erza yang menutup wajahnya karna melihatnya mengenakan handuk yang dia lilit di bawah perutnya sehingga dia bertelanjang dada.
“lo gak pake baju, gue tinggal!.” Ancam Erza terus menutup matanya dengan kedua tangannya dan wajahnya memerah ketika Putra mencium keningnya sebelum melesat masuk kamar.
“besok-besok gue gak mau jadi orang terakhir keluar rumah! Males bener bareng Putra ntar! Bisa heboh satu kampung!.” Gerutu Erza dalam hati.


ternyata,  mitos cowok lebih cepat berganti pakaian dari cewek benar 1000%. Putra pun keluar dengan stetoskop bergantung di lehernya dan dia mengenakan jas dokternya serta tangan kirinya dimasukkan ke saku jasnya dan tangan kanannya memeluk pinggang Erza yang masih menutup mata dengan kedua tangannya.
“bareng yuk.” Kata Putra tersenyum yang dijamin membuat pasien pada sembuh seketika.
Erza mengangguk salting karna terpesona dengan senyuman mantan tunangannya dan menutup pintu rumah lalu jalan bareng.


sepanjang perjalanan menuju Puskesmas karna hari ini mereka jaga, sedangkan yang lain pada sosialisasi ke rumah-rumah bareng anak psikologi, Erza dan Putra menarik perhatian banyak warga mulai dari anak kecil, sampai nenek-nenek semuanya pada melting melihat Putra yang tersenyum  sambil menyapa mereka dan para bapak-bapak melupakan istri mereka sejenak ketika Erza tersenyum kearah mereka dan sesekali memberikan permen yang sengaja dia siapkan dalam tasnya untuk anak-anak yang dia temui.


“ini permennya sayang.” kata Erza sambil tersenyum  pada sekelompok anak kecil yang kegirangan dikasih permen yang membuat bapak-bapak hingga kakek-kakek merasa muda kembali *apa hubungannya re*


“astaga! Mahasiswi tahun ini cantik-cantik yah, rela deh aku sakit setiap hari! Agar bisa dirawat sama dokter cantik itu.” Kata salah satu kakek yang sudah bau tanah.
“Aku juga pak. Melihat dokter cantik itu, seperti merasakan jatuh cinta pada pertama.” Timpal seorang bapak yang agaknya melupakan istri di rumah dan anak-anaknya.


“astaga! Itu dokter ganteng bener yah! nanti kita sakit bareng yuk? Biar bisa dekat sama dokter ganteng itu.” Timpal seorang cewek lugu pada temannya ketika melihat Putra tersenyum padanya.
yang lain Cuma mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa lagi.
“eh, yang disamping dia itu pacarnya yah? gila! Putih bener badannya! Cantik lagi! wajahnya kayak pemain kuch-kuch hota hai gitu.” timpal temannya yang langsung disambut jitakan.


setengah hari mereka di Puskesmas meladeni Ibu-ibu ingin imunisasi anaknya sampai periksa kehamilan dan membuat Putra pusing karna permintaan ibu-ibu yang mulai dari minta elus perutnya yang buncit lah, minta  cium pipi lah *untung gak minta cium bibir yah put* dijitak mama* dan tingkah aneh lainnya.
“wah pak dokter, elusin perut ibu dong. Biar anak saya nanti gantengnya kayak bapak.” Pinta seorang ibu-ibu yang buat Erza hendak tertawa disebelahnya yang tidak dibatasi sekat, kecuali ruang pemeriksaan yang Cuma ditutup dengan tirai bentuk melingkar.

“udah berapa perut yang gue elus hari ini yah? nasib..nasib… “ keluh Putra dalam hati.
Putra pun mengelus perut ibu hamil itu dan tersenyum manis sambil melirik Erza yang asyik memberikan saran sambil mencubit pipi anak kecil yang digendong ibu-ibu itu. “nanti jangan minum es lagi. entar dek Rista sakit tenggorokan lagi. Jaga kesehatan yah sayang.” kata Erza sambil mengelus rambut anak kecil yang bernama Rista dan tersenyum lalu mengantarkan mereka sampai ke depan Pintu dan mencubit pipi Rista yang tembam.

Sesudah pasien ibu dan anak itu keluar, masuklah pasien lain.
“bu dokter, lagi single kan? ibu mau gak jadi istri kedua saya? Saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama melihat ibu. Saya merasa bahwa ibu jodoh saya.” Goda seorang bapak-bapak ketika selesai diperiksa Erza yang asyik memberikan saran dan buat Putra hampir tertawa ngakak karna mendengar Erza dilamar bapak-bapak yang mungkin umurnya 50 tahun keatas.

“buset dah ini bapak! Gak ingat apa istri anak dirumah jadi ngajak gue nikah? Istri kedua lagi! ogah bener!.” Gerutu Erza dalam hati.

Erza Cuma tersenyum “maaf bapak, sebenarnya saya sudah tunangan dan setelah KKN ini mau menikah dengan tunangan saya.” Dusta Erza dan memutar cincin pemberian Putra sebelum amnesia yang setia di jari manisnya. Putra melihat itu, merasa seperti teringat sesuatu, tapi apa itu, tak bisa dijelaskan. Kabur seperti ditutup asap tebal.
“sorry yah pak, daripada gue jadi istri muda lo, bikin makan ati atau dikira gue rebut suami orang terus ortu gue pada jantungan di Singapura dengar anaknya nikah ama pria yang seumuran mereka, mending nolak.” Bela Erza dalam hati.
Bapak itu merasa malu sendiri karna ditolak halus. “maaf kalo bu dokter kalo bapak terlalu lancang. Permisi bu. Makasih atas periksanya. Love you bu.”  lalu ngacir keluar dari puskesmas tanpa sadar umur *hajar aja put!*


“seharusnya lo terima aja lamaran tuh bapak-bapak. Hahaha. Kan enak Za. lo nikah duluan.” Tawa Putra buat Erza manyun.
“Shut up!.”

setengah hari di Puskesmas, datanglah Restu dan yang lainnya sambil membawa plastik berisi pecel yang mereka beli di jalan. Mereka pun duduk di teras luar sambil menikmati semilir angin menerpa lembut wajah dan pemandangan yang tak habis diceritakan.


“gue sebel Za! tadi kan gue kayak ke rumah tempat merawat orang-orang yang agak gak beres mentalnya gitu sama anak Psikologi, ada bapak-bapak godain gue dan minta gue dijadiin istri keberapa gitu! astaga! udah konslet tuh otaknya! Gak beres!.” Gerutu Arny sebagai pembuka topic pembicaraan.
“gue juga Arn! Pinggang gue malah dicolak-colek ama mereka! Kalo aja gue gak ingat tuh mental mereka rada-rada gak beres, gue hajar satu-satu!.” Gerutu Eva dan Jessi.
“gue malah digoda perawat disana! Kalau cakep gue syukur banget, ini ibu-ibu semua! Nasib…..nasib….. jadi orang ganteng.” Kata Restu narsis.
“huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu… PEDE!.” Kata Arny sambil melempar botol minuman.
yang lain Cuma tertawa sampai datanglah Nanda dan Ferdinand yang buat Erza hampir tersedak dan langsung minum dengan tangan gemetaran. Putra yang melihat reaksi Erza, bingung memenuhi pikirannya.

“kayaknya gue pernah liat si Ferdi deh sebelum ini,  Tapi dimana? Erza kenapa tiap lihat dia langsung takut gitu? arghh!!! Kenapa gue gak bisa inget?!.” Kata Putra dalam hati.
“Za, lo masih sibuk di Puskesmas?.” Tanya Nanda.
“enggak tau deh. Kenapa?.”
“ntar kita ke rumah sakit jiwa, tapi di Pondok Za. bareng gue. gimana? Itung-itung nambahin laporan.” Kata Nanda.
“jam berapa Nan? Sore kayaknya kelar deh. Kita berdua atau bareng nih?.” tanya Erza sambil menoleh Putra yang menatap tajam Ferdi yang sedari tadi meliriknya dengan tatapan mengintai musuh.

“berdua aja deh. Kan lama gue gak ngobrol banyak sama lo. ntar gue anter pulang,” kata Nanda tanpa melirik reaksi Putra pengen nyakar mendengar omongan Nanda.
“ok deh. Jemput gue yah.” kata Erza nyengir.


tanpa mereka sadari, sedari tadi Ferdi memandang Erza dengan tatapan ingin memiliki gadis itu, sebagai puncak dari petualangan cintanya semenjak dia tak bisa mendapatkan Erza. Entah sudah berapa gadis yang jadi korban napsunya sesaat. Dan dia ingin Erza yang terakhir.
“gue harus dapatin lo! gimanapun caranya!.” Tekad Ferdi dalam hati.


“Entar gue samperin jam 4 sore yah. Put, gue pinjem cewek lo bentar yah? gak papa kan? lo mau ikut juga boleh.” Kata Nanda sopan kepada Putra karna dia segan sejak pertama kali melihat Putra.
“Daripada gue pulang wajah bonyok sana-sini ditabok pacar sahabat gue, mending ijin dulu.” Kata Nanda dalam hati.


Putra menganggukkan kepalanya.  “selesai tugas, langsung pulang! Jangan lama-lama!.” Bisik Putra di telinga Erza.
“bawel! Gue mau nginep sama Nanda.” Kata Erza sambil melirik nakal Nanda yang kedipkan mata dan buat Putra mulai keluar asapnya saking gemesnya.
“awas aja ampe beneran! Gak akan gue bukain pintu!.”
“emang gue peduli? Gue bisa tidur di tempat lain!.” balas Erza sengit


“wah…lo lupa sama kita-kita Fer?.” Tanya Restu pura-pura sok akrab dengan Ferdi, untuk menyelesaikan konfilik-bisik-panas telinga dengan Arny bikin rusuh disampingnya.
“tentu saja gue inget! Lo Restu kan? cewek lo mana? Si Katherine?.” Tanya Ferdi kaget karna tak menyangka dia akan diingat.
“Di Depok, gue sama dia beda fakultas.”

Oh gitu,  Eh, kami cabut dulu yah, bye.” Kata Ferdi sambil keluar dari Puskesmas diikuti Nanda yang sedari tadi geleng-geleng melihat Erza berantem dengan Putra, mulai dari cubit-cubitan pinggang, hingga saling injak kaki.
“Sial! Gue kira mereka gak ingat lagi sama gue! tunggu dulu…. gue merasa aneh dengan Putra, kok wajah dia kayak gak ingat sama gue yah? apa jangan-jangan.. heum.. menarik juga kalo dugaan gue bener.” Kata Ferdi dalam hati.


“betul kan Arn! Dia Ferdi!.” bisik Restu di telinga Arny ketika yang lain asyik makan kembali, seolah kedatangan mereka biasa saja.
“iya kak! Pantesan Erza kemaren noleh kea rah temannya gitu dengan wajah ketakutan, gue rada-rada lupa wajah dia masalahnya kak. makanya gue minta lo yang nanyain.

“lo bener Ar. Tapi gue yakin, selama Putra disamping Erza. Tuh anak gak papa. Lo kan bisa liat gimana Putra segitu overnya bila Erza dekat ma cowok? Yah..meskipun dia amnesia, tapi tetap aja hati dan pikirannya untuk Erza. Bukan Selvi.” bisik Restu yakin.
“iya ka, Gue harap begitu.”


“lo itu kenapa sih?! heran gue!.” kata Erza sewot sambil menyeruput minumannya dengan emosi diubun-ubun karna lengannya dicubit Putra.
“lo beneran bakal tidur bareng Nanda di pondok?! Gak akan gue ijinin!.”
“lo siapa gue jadi main gak ngijinin segala?! Terserah gue dong!.”

“ERZA!.” Bentak Putra sambil berdiri yang buat Arny sedang asyik kasak-kusuk dengan Restu mendadak terdiam.
“apa?! Marah? Silahkan!.” Tantang Erza ikutan berdiri dan berkacak pinggang.

Arny langsung menenangkan pasangan aneh ini dengan mengipas-ngipasi keduanya dengan kipas colongan dari tangan Eva. “gue tau harinya panas, tapi bukan berarti kalian ikut panas kan? ada apaan sih?.”

Erza pun menceritakannya ke Arny, yang lain mendengarkan hanya geleng-geleng kepala. “lo percaya sama omongan Erza Put? ngawur gitu dipercaya!.”  Kata Restu lalu meledaklah tertawa mereka.

Putra mendengar itu, hanya bisa garuk-garuk kepala salah tingkah dan menatap Erza yang ikutan tertawa. Merasa kalah, akhirnya Putra tertawa juga.
“gue balas lo Za.” kata Putra dalam hati.


“eh….. kami pulang dulu yah. gak papa kan?.” kata Restu sambil bangkit dari duduknya diikutin yang lain.
“gak papa kok. hati-hati yah. thanks udah bawain makanan.” Kata Erza tersenyum.
“sip Za. duluan Put. Erza.” Kata yang lain lalu keluar dari Puskesmas dan berjalan menuju rumah.


sepeninggal mereka, Erza langsung masuk ke dalam dan beres-beres peralatan diikuti Putra di belakang yang ikut-ikutan sibuk, lebih tepatnya memberantakkin semua alat yang dibereskan Erza. Dan membuat gadis itu naik pitam.

“Putra! lo gak ada kerjaan banget sih! Beresin lagi!.” teriak Erza sambil menunjuk seprai yang sudah diunyek-unyek sedemikian rupa oleh Putra.

Putra malah rebahan di kasur dengan tatapan sayu sambil memegang tangan Erza “bu dokter, saya sakit bu. sakit hati. Rasanya kayak nyut-nyutan gitu. obatnya apa yah bu?.”


“racun tikus! Pasti langsung sembuh!.” Kata Erza ketus.
“yah….. kok ibu dokter gitu sih? Ayo….. periksa saya bu.” kata Putra sambil menunjuk dadanya.
Erza berdiri di sampingnya dan meletakkan stetoskopnya seolah-olah Putra beneran sakit. Dia merasakan detak jantung Putra berdegup kencang, seperti bunyi drum berdentum-dentum ditelinganya.  Dia merasa wajahnya memanas ketika tangan Putra menyentuh wajahnya, menggenggam tangannya yang nangkring di dadanya dan seolah terhipnotis oleh Putra yang terus menatapnya sambil bangkit dari tidurnya lalu mendekatkan wajah kearahnya sambil memegang belakang lehernya supaya lebih mendekat, hingga mereka beradu hidung, beradu napas, dan……


Kring! Kring! “Erza…..Erza…. ayo!.” Teriak Nanda sambil terus membunyikan sepeda di luar sukses besar menggagalkan rencana Putra.  Erza yang tersadar bahwa ini salah, langsung mendorong Putra menjauh dan keluar dari ruangan itu untuk mengetahui siapa yang datang.

“kenapa gue jadi gini?! Sadar Za! dia udah punya cewek!.” kata Erza dalam hati.

“Apaan Nan? Lo nyolong sepeda siapa tuh?.” Tanya Erza ketika melihat sahabatnya dengan pede mengayuh ontel sambil terus membunyikan bel.
“ayo! Lo jadi ikut gak? enak aja nyolong! Gue pinjem ama pak kepala desa! Kalo jalan kaki lama Za, lumayan jauh.”
“yaudah deh, gue ambil tas dulu yah.” kata Erza lalu melesat masuk ke dalam.


“Put, gue berangkat dulu yah.” kata Erza canggung ketika Putra ada di belakangnya.
“iya. Hati-hati.” kata Putra juga ikutan canggung sambil melirik Nanda sinis yang sukses berat menghancurkan adegan romantisnya.
“coba si Nanda gak nongol, udah deh gue kissing ama Erza! Huh! eh….. kok jadi kacau gini yah?.”

Nanda yang merasa tatapan sinis Putra untuknya, merasa tak enak hati. “Put, gue bawa Erza yah? gak gue apa-apain kok. entar gue anter ke rumah dengan sehat wal afiat.” Jelas Nanda.
“horor bener tatapan Putra yah. kalah deh ama pelototan ayah gue!.” kata Nanda dalam hati.
Erza pun duduk dengan posisi menyamping karna dia memakai rok selutut bewarna hitam dan melingkarkan tangan kanannya di pinggang Nanda.

sepeda pun jalan mulai meninggalkan Puskesmas, entah kenapa Putra merasa tak rela tangan Erza melingkar di pinggang cowok lain, meskipun sahabat gadis itu sendiri.
“gila kayaknya gue! liat Erza gitu aja gue sewot setengah mati, giliran Selvi dekat sama cowok wajah preman pasar semua, gue cuek aja!,” batinnya.
sambil memandang kepergian Erza yang semakin mengecil dan mengecil hingga akhirnya hilang dari pandangan, hilang jugalah perasaan yang menyelimutinya selama ini setiap dia dekat ma Erza. Akhirnya Putra memutuskan pulang kerumah sambil berusaha mengingat kejadian yang sebelumnya hilang dari otaknya. Yang dia yakini berisi kenangan yang jauh lebih indah dia rasakan sekarang dengan Erza. *putra galau*


                                                ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

Erza diam sepanjang perjalanan, Nanda ngomong pun tak digubrisnya. Dia sibuk dengan perasaannya sendiri, sibuk merutuki kenapa dia mau-maunya dicium Putra. dan itu membuat sebagian kenangan indah yang seharusnya dia buang dari dulu, muncul lagi.

Nanda yang tak suka penumpangnya diem, mendadak mengerem sepedanya sehingga Erza refleks memegang erat pinggangnya. itu dia lakukan berkali-kali sampai kepalanya ditoyor Erza keras dan hampir buat mereka nyemplung ke sawah kalo saja Nanda tak lihai.

“sompret lo Za! lo mau kita pulang bau lumpur sawah?.” Omel Nanda.
“habis lo juga ngerem mendadak berkali-kali! gue kaget tau!.”
“siapa juga nyuruh lo ngelamun? Gue kan ajak lo kesini bukan ntuk melamun bareng Za! tapi supaya gue ada teman ngobrol!.”
“sorry Nan. Gue lagi mumet masalahnya.” Kata Erza dengan suara minta maaf yang buat Nanda tak tega untuk memarahi sahabatnya.


“Emang lo ada masalah apaan?.” Tanya Nanda.
“kalo misalnya lo punya pacar, terus lo disuruh nunggu ma pacar lo dan dia akan balik untuk temuin lo. terus di saat lo nunggu dia dengan sabar, ternyata dia balik dengan bawa cowok lain dan dia lupa sama lo! lo bakal apain?.” Pancing Erza.

“gue bunuh satu-satu! Aduh! Gue bercanda Za!.” keluh Nanda ketika pinggangnya dicubit Erza hingga nyut-nyutan.
“gue serius Nanda!.”
“iya….. gue tau. gimana yah? gue akan dekatin dia meski dia lupa sama gue, akan pamerin barang-barang yang pernah gue kasih dan gue ajak ke tempat yang sering kami samperin. Soal pacarnya marah apa enggak, urusan nanti. Emang apa hubungannya sama masalah lo Za?.” tanya Nanda.

Erza diam, bimbang antara ingin menceritakan masalahnya ke Nanda, sahabat yang paling dia percaya,atau dia simpan karna takut Nanda keceplosan membocorkan rahasianya kalo dipaksa Ferdi.

“tuh kan lo ngelamun lagi. gini aja Za. gue gak maksa lo cerita. Karna gue tau lo dari SMP. Tapi kalo lo gak bisa mendam, lo cerita sama gue semuanya. Jangan disimpen. Entar gila.” Kata Nanda.
“iya Nan. Thanks yah.” kata Erza tersenyum karna dia tak harus menceritakannya untuk saat ini.

“yup. Eh Za. lo masih inget sama Dion gak? cowok yang selalu nembak lo dari kelas satu ampe kelas tiga itu? Saking bosannya, lo minta gue untuk jadi pacar boongan biar Dion tak nembak lo lagi.” Kata Nanda mengorek ingatan Erza.


Erza kelihatan berpikir, lalu dia manggut-manggut “gue inget! Yang badannya gendut, terus pake kacamata itu kan? emang ada apa?.”
“iya! Gue kan kemarin ke Bandung untuk reunian SMP, gue ketemu dia dan kami nostalgia gitu. terus dia nanya soal lo. karna gue gak contact sama lo lagi, gue jawab gak tau.”

“oh….. by the way, masih lama gak nih?.” tanya Erza.

“itu Pondoknya. Lo turun deh Za.” pinta Nanda dan Erza langsung turun sambil menunggu Nanda memarkir sepedanya.

sesampai di Pondok Budi Asih, Pondok khusus merawat orang-orang gangguan mental. Mereka disambut ramah oleh Ibu Odah, sebagai ketua Pondok ini dan mempersilahkan mereka masuk sambil memeriksa pasien yang ada.


 mereka memasuki kamar satu-persatu, Nanda memeriksa kejiwaan mereka dengan mengajak ngobrol sambil direkam lewat tape recorder yang dia sembunyikan, sedangkan Erza memeriksa kebersihan ruangan sambil ngajak ngobrol Bu Odah.


Semua kamar mereka periksa, hingga satu kamar terakhir mereka datangi. “Mas Nanda, Mbak Erza. Ini pasien terakhir kami. Dia paling muda disini. umurnya 11 tahun.” Jelas Ibu Odah.

“makasih Bu.” kata Nanda lalu duluan diikuti Erza.

ketika mereka masuk sebuah kamar berukuran 4x3 meter, dilengkapi jendela besar dan pandangan ke taman, mereka melihat gadis dengan badannya kurus, rambut awut-awutan dan duduk di pojok kamar sambil mengulum jempol tangannya dan kadang nyengir sendiri sambil melototi Erza, yang dianggap asing baginya.

Erza takut dengan tatapan gadis itu, Cuma tak dinampakkannya. Sedangkan Nanda yang sudah mahir berurusan, langsung duduk di lantai bersama gadis itu. Lalu mereka mengobrol. Entah apa yang diobrolkan. Tak terdengar jelas.


“Ibu, nama dia siapa?.” Tanya Erza kepada Ibu Odah ketika gadis itu berkali-kali meliriknya.
“dia Rina. Dia disini karna tekanan mental yang sangat parah. Dia dulu saksi pembunuhan sadis ibunya saat umur 10 tahun oleh ayahnya sendiri dan dia disiksa ayahnya yang pemabuk sampai diperkosa.” Jelas Ibu Odah pelan membuat Erza memekik ngeri.
“Astaga! terus ayahnya sekarang gimana? Dia kenapa jadi sampai disini?.”
“dia disini karna tetangga membawanya. Ayahnya dipenjara, Maaf ya Mbak Erza kalo dia menatap mbak mulu, dia tak bisa akrab dengan orang asing, Ibu salut sama teman mbak itu, gigih bener dekatin Rina. Awalnya Rina ngamuk, teman Mbak dilemparin ini-itu, tapi dia tetap aja cuek dan dekatin Rina sampai akhirnya gadis itu luluh.” Jelas Ibu Odah panjang lebar.

“Nanda memang begitu bu. orang gila di depan sekolah aja dia ajak ngobrol. Sampai dikejar-kejar malah karna diangap anaknya yang ilang.” Kata Erza ketika mengingat Nanda sering mengajak orang gila yang sering duduk di trotoar ngobrol setiap pulang sekolah.


Erza merasa terenyuh melihat gadis itu, dia mendekati Nanda yang asyik mengobrol seolah-olah Rina itu gadis normal. Lalu dia mengulurkan tangannya dan tersenyum. “hai sayang. nama kamu siapa?.” Kata Erza memberanikan diri mengenalkan dirinya.
Rina terlihat bingung lalu menatap Nanda dengan matanya yang cekung namun indah. Nanda tersenyum manis. “tuh kak Erza yang kakak ceritain. Kenalan dulu.” Kata Nanda.

perlahan, Rina membalas uluran tangan Erza dan tersenyum sehingga giginya yang gingsul menambah manis senyumnya. “A….Aku….. Rina Kak… E…Erza….”

merasa diberi harapan, Erza berusaha tak mensia-siakannya. Mereka saling ngobrol sehingga Rina yang terlihat menyeramkan, kini terlihat bahwa sebenarnya dia periang. Cuma karna tak ada yang bisa mengajaknya ngobrol, membuatnya selalu teringat traumanya. Dan harus ada usaha keras untuk bisa merobohkan tembok besar yang mengurung diri gadis itu, tembok yang dia bangun sendiri, dari trauma, kebencian dan kesakitan yang tak bisa dia ucapkan.

diam-diam, Erza kagum dengan Nanda yang gigih mendapatkan apa yang dia inginkan, meskipun itu dianggap gila. Dia cuek saja. Itulah mengapa dulu dia sempat menyukainya sebelum akhirnya dia lebih memilih persahabatan.

asyik ngobrol, kadang diselingi canda, akhirnya mereka memutuskan pulang karna hari sudah mulai senja. Erza yang sebenarnya tak ingin berpisah dengan Rani, Cuma bisa menatap Nanda sedih. “gue janji besok lo akan selalu gue ajak kesini. Untuk ketemu Rani.” Kata Nanda.

Erza Cuma nyengir bahagia lalu memeluk Rani walau badannya bau karna jarang mandi, dia tak peduli. “besok kakak kesini lagi kok Ran. Kamu pengen kakak bawain apa?.” Tanya Erza ramah.

seumur hidupnya, tak ada yang ramah kepada Rani, tidak orang tuanya. Apalagi ayahnya. Justru dia mendapatkan kasih sayang orang tua dari Ibu Odah. Dan kini dia dapatkan bagaimana kasih sayang antara adek dan kakak dari orang yang baru dia kenal.

“R…..Rani mau boneka. Dan R…..Rani mau dandan cantik. Sama kakak.” Kata Rani polos dan bikin hati Erza serasa ngilu karna seumur dia, yang seharusnya bergaul dengn teman sebayanya. Bukan berada disini, di tempat yang justru membuatnya semakin ditutupi oleh trauma.

Air mata serasa ingin turun dari pipi Erza saat itu juga, namun ditahannya. “iya sayang. kakak akan bawain barang-barang biar kamu cantik. Kakak pulang dulu yah.” kata Erza lalu mengecup kening Rani dengan sayang dan keluar dari ruangan bersama Ibu Odah dan Nanda.

mereka berjalan hingga keluar pondok, lalu Nanda mengambil sepedanya sedangkan Erza ngobrol dengan Ibu Odah.
“makasih Bu. besok saya akan kesini lagi dengan Nanda. Permisi bu. salam buat Rani.” Kata Erza diboncengan Nanda lalu melambaikan tangannya ke Ibu Odah yang semakin lama, semakin menghilang.


Sepanjang perjalanan, mereka sibuk membahas tentang kejiwaan Rani. Karna Nanda tau lebih banyak, Erza lebih memilih jadi pendengar saja.


“lo kok tau pondok itu Nan? Sejak kapan lo dekatin Rani?.”
“lo kayak gak tau gue aja Za. gue waktu disuruh KKN kesini, kampus gak ada nyuruh nginap, gue udah nginap duluan sambil mempelajari sifat masyarakatnya, sekaligus mencari Panti atau Pondok yang khusus untuk orang kelainan mental. Terus gue ketemu dengan Ibu Odah dan gue dikenalin dengan Rani. Wah…. Tuh anak gila Za! gue datang malah dilempar sandal lah, bantal, guling dsb. Terus gue diteriakkin kata-kata kasar gitu.” cerita Nanda.
“terus gimana lo bisa naklukin Rani? Kok sama gue gak sesadis yang lo ceritain yah?.” tanya Erza bingung.
“batu besar kalo ditetesin air secara terus-menerus, pasti hancur kan? begitu juga dengan gue dekatin Rani. Gue dekatin dia, ajak dia ngobrol, perlahan, dia mulai terbuka dan menceritakan pengalaman pahitnya tanpa beban, tapi bikin miris hati gue. karna  gue kemaren cerita kalo hari ini,  gue mau ajak sahabat gue waktu SMP. Dan dia tanya siapa, gue ceritain aja tentang apa yang gue inget tentang lo.”

Erza hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Nanda sambil menikmati semilir angin malam menerpa wajahnya.

“thanks ya Nan udah anterin gue pulang. Besok kita kesitu lagi yah? hati-hati Nan.” Pesan Erza ketika sampai di depan pintu rumah.
“sip. Tentu saja. Janji adalah hutang Za. lo jangan bikin dia kecewa. Karna hatinya sensitive banget kalo sudah menyangkut janji. Gue cabut yah. bye Put. Bye Za.” kata Nanda ketika melihat Putra menatapnya tajam kea rah Erza, seperti seorang ayah marah karna anak gadisnya pulang malam.

Putra mengatur napas, lalu tersenyum. “kemana aja lo Za? ada cerita gak?.” tanya Putra ketika Erza hendak masuk rumah.


Erza langsung duduk di samping Putra sambil menceritakan pengalamannya bertemu Rani, gadis yang menurutnya sangat istimewa. Dan Erza sangat memuji Nanda, yang bikin Putra panas.
“Wah!! Pokoknya Nanda the best dah Put! sahabat gue paling cakep, paling baik, dan paling apa aja boleh! Besok gue mau ke tempat Rani lagi bareng Nanda. Asyik!.”

“ngapain sih Erza muji tuh Nanda?pake acara senang lagi! Bener-bener deh!,” Gerutunya dalam hati.

“yaudah. Asal lo seneng, gue juga ikut seneng Za. udah mandi sana! Bau!.” Kata Putra sambil mengacak rambut panjang Erza.
“oke deh. Yang lain mana Put?.” tanya Erza berdiri didepan pintu.
“lagi nyamperin undangan aqiqah dari tetangga.”
“kenapa lo gak ikut?.”
“kalo gue ikut, yang bukain lo pintu siapa? Lagipula lo cewek Za, gak mungkin sendiri di tempat yang asing. Mending gue tinggal aja. udah mandi sana! Bikinin gue makanan yah, lapar.”
“iya bawel.”

Erza pun masuk ke dalam rumah untuk mandi sambil memikirkan apa yang dia buat untuk makan malamnya.
“kalo gak salah, ada mie goreng deh di dapur. Gue bikinin itu aja deh. Simple.” Gumamnya sambil  berpakaian lalu keluar dari kamar untuk memasakkan mie untuknya dan Putra.


selesai, akhirnya Erza meletakkannya dalam satu mangkok gede dan membawanya ke meja makan. lalu dia meletakkan peralatan makan di meja dan memanggil Putra yang masih duduk di teras menulis laporan.

“Putra…..udah gue bikinin tuh. Ayo! Gue lapar.”
“panggil sayang dulu dong, baru gue mau masuk.” Sahut Putra genit di teras.

“ini cowok minta jitak kayaknya!.” Gerutu Erza dengan wajah merah dia menghampiri Putra ke luar.

“lo itu yah! udah gue bikinin juga! Gue lapar Put!.” gerutunya lalu tangannya menjitak punggung Putra.

“lapar yah?.” kata Putra dengan genitnya sambil mengedipkan matanya sebelah.

“ish! Apaan nih anak? Bikin gue gak karuan deh.”

“Kya!! Turunin gue! turunin!.” Teriak Erza ketika tubuhnya sekarang digendong Putra dan mau tak mau dia melingkarkan tangannya di leher karna takut jatuh dan menutup matanya karna malu.

ketika kakinya menginjak lantai, dia membuka matanya. Ternyata Putra menggendongnya sampai ke meja makan. dengan wajah tersipu-sipu, dia mengambil piring Putra untuk menuangkan mie, tapi ditahannya.

“udah. Daripada tugas lo tambah banyak karna nyuci piring, mending satu mangkok berdua deh.” Kata Putra lalu beralih duduk disamping Erza dan mulai menyuapkan mie goreng itu ke mulut Erza, namun ditolak.

“gue bisa makan sendiri.” Kata Erza dengan wajah merah dia mengambil sendok di sampingnya dan akhirnya pasrah mengikuti keinginan Putra.  makan mie semangkok berdua. *ngikik*

selesai makan, mereka membereskan meja dan membawanya ke dapur. Putra pun membantu Erza mencucikan piring sambil melamun.

“kayaknya gue pernah dalam kondisi ini. Tapi kapan?.” Kata Putra dalam hati.
selesai semuanya, datanglah Restu dan yang lain dengan wajah kecapekan dan langsung masuk ke kamar masing-masing sambil menguap dan mengucapkan selamat tidur pada Erza yang ikutan ngantuk.

“gue tidur dulu ya Put.” katanya sambil masuk kamar tanpa melirik Putra yang senyum-senyum jahil.

Erza bingung melihat kamarnya tiba-tiba berubah. Yang seharusnya ada dua buah koper di dekat lemari, berubah menjadi satu koper dan tas ransel. Dan banyaknya alat-alat berbau pria menyadarkannya pada satu hal, dia memasuki kamar Putra yang dia kira kamarnya.


“eits….mau kemana sayang?.” tanya Putra dengan ekspresi mesum melihat Erza melirik pintu , bermaksud ingin kabur. Namun tertutupi oleh tubuh Putra.

“gue mau tidur Put, gue capek, please…..”
“oke, Ada syaratnya.” Kata Putra masih nyengir.
“apaan?.”

Putra berjalan mendekati Erza, mengikuti jalan pikirannya dia mengelus rambut  Erza yang tergerai dan mencium puncak kepala gadis itu lalu mengecup kening dan kelopak mata Erza yang terpejam pasrah. Lalu dia mendekatkan wajahnya dan bisa merasakan hembusan napas memburu dari Erza dan bibir tipisnya bergetar. Lalu Putra menyentuh bibir itu dengan tangannya dan mengelusnya, kemudian mendekat…dan mendekat…..

TOK….TOK….TOK… bunyi pintu rumah diketuk sukses berat menggagalkan rencana Putra untuk mencium Erza. Erza yang mendengar itu, langsung membuka matanya dan mendorong Putra ke pinggir lalu keluar.
“ada apa bu?.” tanya Erza ramah ketika melihat ibu-ibu membawa rantang dan menyodorkannya ke Erza dengan tatapan terpaku penuh kagum melihat Putra berdiri di belakang gadis itu.

“ini tadi ibu adain aqiqah buat anak ibu. Terus ada kelebihan. Yaudah ibu mau ngasih ini ke kalian.” Katanya sambil matanya tak lepas dari Putra yang tersenyum.

“makasih yah bu. maaf tadi kami gak bisa mampir. Soalnya ada urusan. Besok akan kami kembalikan rantang ibu.” Jawab Putra.

“iya Mas. Ibu duluan yah. permisi.”

Erza pun menutup pintu dan membuka tutup rantang untuk melihat apa isinya. Ketika dia mencium bau karih kambing, perutnya mendadak mulas dan rantang itu langsung dia berikan ke Putra.
“lo bawa ke dapur yah. gue mau tidur.” Lalu Erza langsung masuk kamar karna tak tahan mencium bau kambing.

Putra ikutan ngantuk, meletakkan rantang itu di ruang tamu dan masuk ke dalam kamar untuk tidur. *perut berbunyi*ambil rantang dari meja tamu*makan sendiri*


♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪


Since I found you, I swear, I’ll never let you go with another man. Cause, you’re my soulmate.

Selama tiga Bulan mereka KKN, selama itu juga setiap sore Erza dan Nanda ke Pondok untuk menemani sorenya Rani yang setia menunggunya. Seperti sekarang ini, Rani jauh lebih cantik berkat polesan Erza, badannya mulai wangi dan dia ternyata anak yang cerdas.

“Kakak….. bagus gak?,” Sambil mendekati Erza yang asyik berdiskusi dengan Nanda dan memutar tubuhnya.

Erza menatap Rani, dia melihat bahwa gaun-gaun punya sepupunya seumuran Rani yang dikirimkan Reno pas di badan Rani yang mungil. “Bagus kok. Rani cantik banget yah.” Puji Erza sambil mencubit pipi Rani yang mulai tembam.

“Kakak….. jangan tinggalin Rani yah?,” katanya polos bikin Erza menatap Nanda, minta jawaban.

“Rani, kalo kak Erza gak bisa kesini lagi, soalnya dia akan balik ke Bandung, tapi kamu jangan sedih, kakak akan datang kesini kok, setiap sore, temanin Rani, gimana?.” Tanya Nanda sambil jongkok di hadapan Rani lalu tersenyum.

“Rani mau ikut kak Erza aja, soalnya kak Erza cantik, kayak boneka, Rani suka liatnya,”

Erza pun garuk-garuk kepala melihat Rani yang begitu manja padanya. Satu sisi dia ingin bawa gadis itu pulang kerumah, jadi adeknya karna dia suka sama anak kecil. Tapi di sisi yang lain, Rani masih punya Ayahnya, walaupun dipenjara.

“Kakak gak bisa sayang, soalnya…,” dan ucapan Erza pun terputus karna bingung mau ngomong apa lagi.
“Soalnya nanti Ibu Odah sedih kalo Rani ikut kak Erza, Kan Ibu Odah sayang sama Rani, Rani sayang gak sama Ibu Odah?.” Jelas Nanda.

Rani pun terdiam lalu menatap Erza lama, dia sangat menyukai kakak yang ada didepannya ini, karna hanya dialah yang mengerti dirinya saat ini, dan bersikap ramah dengannya, selain Nanda tentunya.


“Rani sayang sama Ibu Odah, yaudah deh, Rani gak jadi ikut Kak Erza, tapi kakak janji yah selalu mampir kesini nemuin Rani,” sambil mengulurkan dua jari kelingking kea rah Erza dan Nanda.
“Tentu saja sayang, kakak janji,” kata mereka berdua menautkan jari kelingkingnya dan memeluk Rani.


Hari pun mulai terlihat Senja, terdengar lantunan Ayat suci Al-quran mengalun merdu dari Mushala, seolah sebagai pembuka datangnya Adzan Maghrib yang tinggal beberapa menit lagi.

“Kita pulang atau shalat disini dulu Za?,” tanya Nanda ketika Erza asyik menguncir rambut Rani.

“Shalat disini yuk, baru pulang, gak papa kan?,”
“Gue juga maunya begitu Za, tapi kan ntar malam, gelap, sepi, gue sih gak papa Za, udah biasa, tapi masalahnya lo cewek, cantik lagi!, gue takutnya kalo kenapa-napa aja di jalan ntar dan gue gak bisa nolongin lo.”

Erza memainkan ujung rambut Rani, sejujurnya dia tak ingin pulang, dia masih ingin bersama Rani, adek barunya, tapi, dia membenarkan kata Nanda, daripada kejadian beneran, mending ngehindar.

“Yaudah deh, Rani, kakak pulang yah, besok kakak kesini lagi,” kata Erza sambil mencium kedua pipi Rani dan dibalas pelukan.

“Kakak Nanda pulang dulu yah, bye Rani,”

akhirnya, mereka pulang menyusuri hutan dengan sepeda ontel kesayangan pak Kepala Desa sambil sibuk komat-kamit dalam hati membaca Surah-Surah untuk menenangkan hati mereka.

“Sekali-Kali lo ajak Putra Za, kan asyik tuh,”
“Enggak deh, gue berfirasat kalo bawa dia bakal jadi petaka gitu,” kata Erza membayangkan gimana jadinya reaksi Ibu-Ibu kalo melihat Putra, dijamin kerusuhan massal.

“Cowok lo  terlalu ganteng sih untuk ukuran manusia, jadi pada histeris Ibu-Ibu yang liat, Sampe-sampe temen-temen KKN gue yang cewek liat Putra kayak liat apa gitu,” kata Nanda geleng-geleng ketika teringat reaksi teman-teman ceweknya, mirip pasien baru masuk Rumah Sakit Jiwa, Histeris.


Erza cuma tertawa mendengar keluhan panjang lebar Nanda tentang Putra yang selalu menatapnya kayak ingin menguliti hidup-hidup kalo dekat dengan dirinya.

Curahan Hati Seorang Nanda pun berhenti ketika tiba di depan rumah, dan dia bersyukur karna tak ada Putra duduk di depan pintu, dengan tatapan tajamnya yang bikin bulu kuduk Nanda pada tegak semua.

“Tumben pacar lo gak jadi penjaga pintu Za,”
“udah pensiun kali, gak dapat gaji, Cuma dapat gigitan nyamuk doang,” kata Erza pura-pura cuek, padahal penasaran.

“tuh kunyuk omes mana yah?,” batinnya.
“gue pamit dulu Za, bye,” kata Nanda lalu mengayuh sepedanya menembus malam.


Erza pun memegang gerendel pintu, ternyata tak dikunci, berarti ada orang didalam, dia masuk dalam rumah dan mengunci pintu, ketika lewat di depan kamar Putra, dia mendengar suara bentakan, pensaran, akhirnya dia menguping.
“Kamu ini kenapa sih Sel?! Kamu gak percaya sama aku?! aku benar-benar sibuk!,” bentak Putra ditelpon.
“Masa kamu saking sibuknya gak pernah balas sms aku lagi?! gak pernah telpon aku lagi?! atau Jangan-Jangan kamu sibuk godain Erza?!,” Selvi meradang di telpon.
“Astaga Selvi! jauh banget kamu mikirnya yah! aku benar-benar sibuk! Dan disini susah nyari sinyal HP Sel!,”
“oh,,, berantem ternyata,” batin Erza.
“Alasan! Bilang aja tebakan aku benar! Kamu sibuk godain Erza kan?!,”
“kamu bisa gak sih, GAK USAH BAWA NAMA DIA DISINI! dia gak ada urusannya dengan urusan kita Sel! Ingat itu!,” Putra semakin ngamuk ketika nama Erza selalu disangkut-pautkan dengan pertengkaran mereka.
“Bilang aja iya Put! kamu dekatin Erza kan sekarang?! Buktinya, kamu selalu bela dia tiap aku sebut namanya! Kamu duain aku?!,”


Putra mengacak kepalanya frustasi, tanpa menyadari dibalik pintu, Erza mendengar pembicaraan mereka. Ikutan tegang.
“Aku bela dia karna…” kata Putra terdiam, bingung mencari alasan.
“karna apa? Karna kamu sekarang lebih suka sama dia daripada sama aku, pacar kamu sendiri?!.” Selvi semakin ngamuk ditelpon.

“Kamu kenapa sih Sel?! Selalu menyalahkan Erza bila kita berantem?!.”
“Karna puncak masalahnya ada di Erza! Semenjak kamu ketemu dia, kita selalu berantem! Dan aku sudah pusing dengan semua ini! Aku ingin putus!.”

“OK! kita putus!.” KLIK. Telpon penuh emosi membara bikin panas telinga dan otak akhirnya kelar juga. Putra pun rebahan di tempat tidur sambil memandang langit-langit kamarnya.
“kalo dipikir-pikir iya juga sih, semenjak ketemu Erza, gue mulai bosan sama Selvi. dulu cinta banget. Ngomong-ngomong tentang Erza, tuh anak udah pulang belum yah?.”
Putra bangkit dari tempat tidur. Erza yang masih ngintip di depan pintu, mendengar bunyi tempat tidur berderik, dia buru-buru duduk diruang tamu sambil membaca buku, agar tak ketahuan nguping.


“Za, lo kapan pulang? Kok gue gak dengar? Sejak kapan lo bisa baca buku kebalik?.” Putra ngikik melihat Erza baca buku kebalik.

yang disindir, Cuma nyengir gak keruan dan memutar bukunya. “ gue baru aja nyampe, udah diketok gak ada yang dengar, yaudah gue masuk aja karna pintu tak dikunci”
oh… lo gak dengar gue telponan kan?.” dengan mimic gugup kalo Erza dengar dia putusan.

“enggak, gue kan baru aja nyampe, gue masuk kamar dulu yah, mau tidur.” Sambil masuk kamar dan menutup pintu dan bersandar dibelakang pintu.

“mereka putus! Gue harus senang apa sedih yah?,”
“ah, daripada mikirin mereka yang belum tentu mikirin gue, mending gue nulis laporan.” Katanya sambil mengambil buku laporan segede kamus dan keluar dari kamarnya.

“kok keluar lagi?, katanya mau tidur?.” Dengan mimic bingung karna melihat Erza keluar kamar sambil nenteng buku.
“gue belom nulis laporan,”
“yaudah Za, bareng kami aja nulis laporannya.” Arny sambil menawarkan duduk disampingnya, dan mereka mulai menulis laporan bersama, sesekali berdiskusi.


jam di dinding menunjukkan 22.30. Arny, peserta terakhir, menyerah menulis laporan, akhirnya dia menutup bukunya setelah menguap berkali-kali. “gue tidur dulu yah, ngantuk berat. Bye semuanya.” Sambil berjalan terhuyung-huyung menuju kamarnya.


“lo gak tidur Za? ini udah jam 11 lo.” Putra sambil melirik jam dinding ketika melihat gadis itu masih melek menulis laporan, padahal yang lain sudah tepar semua.
“gue masih banyak nih, lo kalo mau tidur, tidur aja, gak usah nungguin gue.” tanpa melepas tatapannya dari laporan.
“yaudah gue masuk kamar dulu yah, bye.” Sambil berdiri didekat Erza lalu mencium kepalanya dan masuk kamar.


yang dicium malah cengengesan malu, kemudian asyik melanjutkan tugasnya, sesekali mengelus kepalanya yang dicium Pura dan tersenyum malu.



“Tuh anak udah tidur belum yah?, kok gue gak dengar dia masuk kamar?, apa jangan-jangan ketiduran? Ini udah jam 12 malam.” sambil menatap langit-langit kamar dengan gelisah memikirkan Erza.
“ah, gue keluar aja deh, perasaan gak tenang nih,” akhirnya dia bangkit dari tempat tidurnya untuk memastikan.


“ketiduran disini dia ternyata!,” kata Putra ketika melihat Erza tertidur di kursi tamu tanpa melepas kacamatanya sambil meringkuk karna kedinginan, padahal sudah mengenakan swater.


kasihan, akhirnya dia membereskan hasil laporan Erza dan melepas kacamata yang bertengger lalu diletaknya di meja, dan dia menggendong gadis itu ke kamar.

dia keluar lagi untuk mengambil barang-barang Erza yang dia letakkan dimeja tamu, lalu diletakkannya dimeja rias gadis itu. Dan duduk disampingnya sambil mengelus rambut panjang Erza,  kebiasaan yang dia sukai.

“Za, gue pernah gak di posisi seperti ini? Posisi gue selalu gendong lo kalo ketiduran?, hati gue bilang iya, tapi kenapa gue gak bisa inget?, gue ingin inget semuanya Za,” sambil terus mengelus rambut dan pipinya yang memerah lalu menciumnya.


entah bisikan Setan atau Malaikat atau juga hatinya sendiri, akhirnya dia mendekatkan wajahnya ke wajah Erza sambil mengelus bibirnya yang tipis dan memerah , semakin dekat, semakin dia merasakan napas tenang dari Erza, kontras dengan napasnya yang menderu karna gugup, mereka beradu hidung, beradu napas, dan…

Perlahan, Erza menggerakkan tubuhnya kesamping, menjauhi Putra, membuat rencananya gagal untuk kesekian kalinya, dia tersenyum sambil mengecup kening Erza lalu keluar dan perlahan menutup pintu.

keesokan paginya…..

“Za, bangun Za! kita Sosialisasi Za hari ini!.” Arny sambil mengguncang tubuh Erza pelan, diikuti Jessi yang menggelitiki kakinya dan Eva yang mencubit-cubit tangannya.


“Aduh! Apa?! Sosialisasi yang bareng anak Psikologi itu?!.” Sambil terbangun karna panic dan kesakitan karna tubuhnya dicubit segala arah.
“yap! Kami udah siap nih, tinggal nunggu lo aja lagi! tadinya sih Putra pengen bangunin lo, tapi katanya gak tega.”
“astaga! kalian duluan aja deh, entar gue nyusul, ok? di Puskesmas kan ngumpulnya?.” Sambil duduk disisi ranjang dan pasang wajah menyesal.
“di Balai Desa dulu, baru kita keliling, yaudah deh, kami duluan yah, kunci pintunya Za.” Arny sambil memperingatkan karna dia tau kebiasaan buruk Erza, lupa mengunci pintu.

“ok deh! Yuk keluar!,” kata Erza sambil merangkul mereka dan sesekali mencubit Eva sebagai balasan.



“lo beneran Za nyusul? Gue tungguin gimana?,” Entah kenapa dia merasa cemas meninggalkan Erza sendiri.
“beneran Putra, gue gak papa sendiri, selesai mandi dan beres-beres gue nyusul kok,” Erza sambil tersenyum dan mendorong Putra keluar karna sudah ditinggal.


“Ayo Putra! buruan!,” teriak Restu didepan halaman.
“tuh lo sudah dipanggil mereka, buruan kesana gih.”
“gue berangkat yah, hati-hati Za, feeling gue gak tenang.”
“iya… lo negative mulu deh, udah sana, Bye semuanya.” Sambil melambaikan tangannya dan tersenyum melihat Putra yang melirik cemas kearahnya.

“kenapa firasat gue dia bakal diapa-apain yah? apa gue pernah ngerasain seperti ini sebelumnya?.”
Erza pun menutup pintu tanpa mengunci pintu rumah, karna dia merasa aman-aman saja.


tapi, firasat itu benar, prasangkamu salah. Karna dia ada, meneror hidupmu.


selesai mandi kilat, dia langsung masuk kamar untuk berpakaian tanpa mengunci kamarnya, karna baginya, siapa juga yang bakal masuk kekamarnya?


tanpa dia sadari, seseorang yang sudah mengintainya selama 3bulan, akhirnya tersenyum lebar karna bisa mendapatkan mangsanya setelah penjaganya yang membuat dia tak bisa menyentuh gadis itu, pergi.



Di tempat lain,

“Erza udah datang Arn?,” kata Putra cemas karna melihat Erza belum datang, padahal acara mau dimulai.
“gue belum liat tuh, mungkin masih dijalan, Eh itu Nanda, mending lo tanyain deh.” Arny sambil menunjuk Nanda yang baru datang.

panic, Putra pun mendekati Nanda yang asyik ngobrol “lo liat Erza Nan?,” katanya tanpa basa-basi.
Nanda kaget karna baru datang langsung ditodong pertanyaan. “gue gak liat dia, dia gak bareng lo?.” Nanda balik bertanya.
“kalau ada gue juga gak bakalan nyari dia Nan,”


dia keluar dari Balai Desa untuk melihat apakah ada Erza atau tidak, karna perasaannya sangat tidak tenang, seolah ada terjadi sesuatu, tapi dia tak tau apa.
“bisa gila gue kayak gini! Ayo Erza… datang Za! agar gue tenang!.”

merasa menunggu tak berarti, sedangkan perasaannya sibuk memaksa untuk segera mendatangi Erza kerumah, dia memutuskan masuk kembali keruangan dan melihat Jessica dikerubungi ibu-ibu.

“Jes, kalo ada yang nanya gue kemana, lo bilang aja gue nyusul Erza, gak tenang perasaan gue daritadi.” Sambil mencolek punggung Jessi.
“Ok deh kak,” kata Jessi mengacungkan jempol lalu berbalik menghadapi “serangan” ibu-ibu yang sekarang berganti pertanyaan dari bagaimana cara mengobati bayi menjadi apakah Putra udah nikah apa belum, maksudnya biar dijodohkan dengan anak gadis mereka masing-masing. *plak*


“Nanda! Gue pinjam sepeda lo yah!,” teriak Putra ketika melihat Nanda lewat didepannya sambil membawa kotak air minuman.
“Ok Put!.”

“tunggu gue Za!,” kata Putra berlari keluar menuju rumahnya dengan perasaan tak menentu.



di tempat Erza….
terdengar pintu kamarnya terbuka pelan, Erza yang asyik memakai baju tanpa lengan sambil membelakangi pintu tak mendengar karna telinganya disumpal headset.

“Mmphh…” teriak Erza panic karna mulutnya ditutup oleh seseorang dari belakang dan kemudian, dia didorong kasar ke ranjang hingga hpnya dan headsetnya terbanting dan ketika menoleh siapa yang berbuat ajar kepadanya, dia kaget ketika melihat orang itu, yang sudah menghancurkan hidupnya, hadir lagi.


Ferdinand.

“Hai Za, tambah cantik aja lo sekarang.” Sambil tersenyum sinis kemudian mendorong Erza lagi ke ranjang ketika gadis itu ingin kabur.

“ngapain lo disini?! keluar! atau gue teriak nih!.” dengan wajah panik dia berusaha berdiri lagi namun gagal karna kedua kakinya sekarang ditindih Ferdi.
“silahkan teriak cantik, gak bakalan ada yang dengar, hahaha.” Sambil tertawa puas dia duduk diperutnya hingga gadis itu sesak napas lalu menarik kasar kedua tangan gadis itu keatas ranjang dan mengikat erat hingga Erza kesakitan.


Erza berusaha berontak dengan menendang kedua kakinya yang bebas, namun sia-sia karna Ferdi masih betah berada diatas tubuhnya sambil mengelus wajahnya, kesal, akhirnya dia menarik lututnya kea rah belakang tubuhnya dan BUK! Lututnya mengenai punggung Ferdi.
“Argh! Sialan lo Za!,” kata Ferdi lalu tanpa ampun menarik rambut Erza keras hingga dia kesakitan, seakan-seakan seluruh rambutnya akan terlepas dari kepalanya.
“sakit kak! Sakit! Lepasin tangan lo!,” sambil berusaha menarik kakinya kea rah  punggung Ferdi berkali-kali dan wajahnya berusaha noleh kesamping untuk menggigit tangan Ferdi yang masih menyakiti rambutnya.


kesal karna dilawan, akhirnya dia turun dari tempat tidur dan mengambil dua tali untuk mengikat kaki Erza yang jenjang sesekali mengelusnya lembut sambil tersenyum melihat Erza tak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan menggigit bibirnya ketika elusan tangan Ferdi berada di lututnya, secara berulang-ulang.

“kak, please,, lepasin gue! jangan siksa gue!.” sambil memohon dan air mata menetes.
“gue gak akan nyiksa lo kok, asal lo gak melawan. Bisa?.” Sambil mengelus wajah Erza yang basah dengan air mata lalu gadis itu membuang muka.

“kayaknya jawaban lo enggak deh, ckckck,,, lo selain cantik, melawan juga yah, tertantang gue.” sambil tersenyum dia mengeluarkan pisau dari kantongnya dan membuat aliran darah seakan berhenti ketika ujung pisau itu menyelusuri lekuk wajahnya, lehernya , lekukan pinggangnya hingga terakhir kakinya yang terikat.

“Kak,,, please kak,,, lepasin, Jangan… jangan…” dengan wajah memelas dia berusaha menatap Ferdi yang masih berusaha meruntuhkan mentalnya, melemahkan pertahanannya.

merasa belum puas menyiksa Erza, dia meneruskan mengelus ujung pisau di tubuh Erza yang geliat-geliat menghindar, mengelus lembut pipinya, bibirnya. “lo cantik kayak gini Za, bikin gue gimana gitu.” sambil mengecup pipinya yang sudah basah dengan airmata lalu menjilatnya. *merinding disko*

 Jam di dinding menunjukkan 12.00 siang, entah sudah berapa jam dia menjadi “permainan” Ferdi yang semakin menikmati ketidak berdayaannya.

“kenapa diam Za? lo gak nikmatin permainan gue?,” tanya Ferdi dan dibalas dengan lengosan.

“Ya Allah, tolongi Hamba-Mu ini Ya Allah.”

di depan rumah…

Putra tiba didepan rumah dengan ngos-ngosan karna mengayuh sepeda hasil pinjam dari Nanda. Dan tiba-tiba….

“Aaaa!! Lepas! Lepas! Sakit!,” teriakan nyaring membuat Putra serasa nyawanya hendak copot ketika mendengar teriakan kesakitan dari cewek yang dia jaga dan membuatnya gila.

dia langsung lari masuk rumah tanpa mempedulikan sepeda Nanda yang tergeletak ditanah, pikirannya Cuma satu, Erza.

BRAK! Pintu ditendang dengan keras, dan dia melihat Erza dengan posisi terikat sedang berusaha mencari napas karna lehernya dicekik dan rambutnya ditarik oleh seseorang yang bernapsu menyiksanya.

Buk! Dengan sekali tarik, cowok itu tersungkur kebelakang dan dengan kalap dia menendang-nendang tubuh cowok itu.
“lo apain cewek gue?! lo apain dia?! SHIT!.” Kombinasi antara tamparan dan tendangan membuat tubuh lawannya lemah.

Ferdi berusaha melawan sekuat yang dia bisa, akhirnya dia berdiri dan saling adu jotos. Namun, entah Putra sudah kalap atau gimana, dia tak merasakan darah menetes di pelipis karna tonjokan Ferdi, wajahnya nyut-nyutan karna lebam, yang dia pikirkan Cuma satu, cowok ini harus mampus!

“Lo masih inget sama gue Put?!,” tanya Ferdi dan BUK!sebuah tonjokan melayang di wajah Putra yang buat Erza menjerit karna melihat darah bercucuran dari pelipis.

Sejenak, Putra terdiam, dan membuat Ferdi mendapatkan kesempatan dan BUK! Tendangan melayang diperut Putra hingga cowok itu terjatuh. *efek nonton film action*

“gue memang gak inget sama lo! tapi hati gue bilang, lo cowok setan yang pernah gue temuin!.” Tanpa babibu dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di titik syaraf yang sukses bikin lawannya roboh.


“bagus deh lo gak inget sama gue!,”
“gue gak inget, bukan berarti lo nyakitin Erza kan?! dia cewek gue! sampai kapanpun tak ada yang boleh nyakitin dia! termasuk lo! SETAN!.” Dengan kalap Putra terus-menerus menekan Ferdi dengan tendangannya di titik-titik syaraf yang dia kuasai.

merasa akan kalah, Ferdi dengan sisa kekuatannya langsung lari keluar rumah dengan terhuyung-huyung menahan sakit disekujur tubuhnya.

melihat lawannya kabur sebelum mampus, dia hendak mengejar, namun teringat Erza, akhirnya dia melepas ikatan ditubuh gadis itu dan memeluknya dengan sisa kekuatannya supaya gadis itu tenang dan tetesan darah ada dipundak Erza.

“please, jangan tinggalin gue, gue takut,” Sambil memeluk erat, mencari ketenangan jiwanya yang seakan tergoncang karna ulah cowok itu.
“gue gak akan pernah ninggalin lo Za,” kata Putra membalas pelukannya dan mencium keningnya lembut.


“gue obatin luka lo yah,” kata Erza melepas pelukannya sambil menatap Putra yang babak belur dihajar Ferdi karna dirinya.
“Iya,” Kata Putra pelan sesekali meringis ketika Erza menyentuh lukanya.
“terakhir kali, gue bonyok gara-gara Ferdi, sekarang lo yang bonyok karna dia, apakah besok kita bonyok bareng karna dia?,”*ngomong ngawur*

secepat kilat Erza kedapur untuk mengambil obat-obatan dan sebaskom air panas untuk mengobati memar diwajah Putra, dengan telaten dia mengobati dan diselingi maaf kalo bikin cowok itu kesakitan.


Sedangkan Putra, asyik memandangi wajah Erza yang serius mengobatinya, tatapan mata gadis itu serasa membiusnya untuk tak melihat kearah lain, seolah-olah pusat perhatiannya tertuju padanya.
“ada untungnya juga sih gue bonyok dihajar, kan bisa liatin Erza dari dekat.”

tanpa dicegah, sekelebat memori yang selama ini dicari Putra, hadir tanpa permisi, memutar sepenggal kenangan demi kenangan diotaknya, dan membuatnya meringis kesakitan.
“Ada apa Put?, sakit?, sorry,” Erza dengan ekspresi maaf dan cemas ketika melihat Putra memegang kepalanya.

“Enggak kok, kepala gue rada nyut-nyutan gitu.” sambil memegang kepalanya yang semakin sakit, namun sekelebat memori tentangnya, hujan, dan gadis itu hadir samar di otaknya, membuatnya tersenyum.

“kayaknya, gue mulai bisa inget sama lo Za,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar